Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CA NASOFARING/ KNF (KANKER NASOFARING)

Disusun Oleh :

Defit A Prasetyo

2017.04.038

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan CA Nasofaring/ KNF (Kanker

Nasofaring) pada pasien di ruang Kemoterapi (13) Rumah Sakit dr. Saiful Anwar telah

disahkan dan di setujui pada tanggal…………..

Mahasiswa

Defit A Prasetyo
2017.04.038

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruang Ruang Kemoterapi/ (13)

( )
LAPORAN PENDAHULUAN

CA NASOFARING

A. Anatomi Fisiologi Nasofaring


Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral
yang termasuk bagian dari faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan tepi belakang septum nasi. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
orifisium tuba eustakius yang merupakan bagian dari pendengaran. Pada usia muda
dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata karena adanya jaringan adenoid.
Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan
lunak sub mukosa. Nasofaring terdapat banyak saluran getah bening. Nasofaring
merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung.
Berbeda dengan selaput lendir saluran nafas lainnya, selaput lendir nasofaring
mengandung banyak sekali jaringan limfoid yang terletak didalam dan dibawah epitel
yang merupakan kumpulan sel limfosit tipe B dan sedikit tipe T yang membentuk folikel-
folikel dan pusat germinal tanpa kapsul. Struktur limfoid ini banyak terdapat di dinding
lateral terutama di sekitar muara tuba Eustachius, dinding posterior dan bagian nasofaring
di palatum molle. Struktur limfoid ini merupakan lengkung bagian atas dari cincin
Waldeyer (Gustafson & Neel, 1989; Chew, 1997).
Pada dinding lateral, terutama di daerah tuba Eustachius paling kaya akan pembuluh
limfe. Aliran limfenya juga berjalan ke arah anteroposterior dan bermuara ke kelenjar
retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling proksimal dari masing-masing sisi rantai
kelenjar spinal dan jugularis interna, dimana rantai kelenjar ini terletak di bawah otot
sternokleidomastoideus pada tiap prosesus mastoid. Beberapa kelenjar dari rantai jugular
letaknya sangat dekat dengan saraf – saraf kranial terakhir, yaitu saraf IX,X,XI,XII
(Cottrill & Nutting, 2003).
B. Definisi CA Nasofaring
Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan
belakang langit-langit rongga mulut.Karsinoma nasofaring merupakan kanker ganas yang
tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring
yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
squamosa (National Cancer Institude, 2009).
Kanker ganas nasofaring (karsinoma nasofaring) adalah sejenis kanker yang dapat
menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh
kita. Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung
beberapa tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda.Dengan
mengetahui tipe sel yang berbeda merupakan hal yang penting karena hal tersebut dapat
menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yangakan digunakan (Wulan
2012).

C. Etiologi CA Nasofaring
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih
menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA
(human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka
berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009).
2. Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring
dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang
Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah
dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan
seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-
IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di
Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini
berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan
karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif (dengan
mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau
elemen limfoid dalam limfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute,
2009).
3. Faktor Lingkungan
Ventilasi rumah yang jelek dengan asap kayu bakar yang terakumulasi di dalam
rumah juga dapat meningkatkan angka kejadian KNF.(gangguly,2003)
4. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya
karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan
dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat
(Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).

D. Klasifikasi CA Nasofaring
KNF diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) menjadi 3 tipe
histologi, yaitu:

Tipe 1 Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (keratinizing squamous cell


carcinoma)
Tipe 2 Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratinisasi (non keratinizing squamous
cell carcinoma)
Tipe 3 Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated carcinoma)

Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010:


Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan / kavum nasi
tanpa perluasan ke parafaring.
T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya saraf kranial,
hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal / ruang
mastikator.
KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai


N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm
atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral atau bilateral
kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.
N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau
kurang, di atas fossa supraklavikular
N3 Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa
supraklavikular
N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm
N3b Meluas ke fossa supraklavikular

Metastasis Jauh (M)

M0 Tanpa metastasis jauh


M1 Metastasis jauh
E. Patofisiologi CA Nasofaring
Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal
dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai
pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan
jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah
pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya
kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.
Penyebaran KNF dapat berupa :
1. Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran
Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan
Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior
(n.I – n VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior
akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi
adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.
2. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris
yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen
ovale dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX – XII; disebut penjalaran
retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII
beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada n IX – n
XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom Jugular Jackson.
Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang
tinggi dalam sistem anatomi tubuh
G. Manifestasi Klinis CA Nasofaring
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih
terbatas di nasofaring, yaitu:
a. Gejala Dini
Gejala Telinga:

1. Kataralis/sumbatan tuba Eutachius


Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai
dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan
muara tuba, dimana rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang
diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran
gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran.
Gejala Hidung:
1. Mimisan
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat
terjadi pendarahan hidung atau mimisan.Keluarnya darah ini biasanya
berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus,
sehingga berwarna merah jambu.
2. Sumbatan hidung
Sumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana.Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-
kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya hingus kental.

Gejala Mata dan Saraf : diplopia dan gerakan bola mata terbatas.

b. Gejala Lanjut
1. Limfadenopati servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan pemyakit ini.Yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak
nyeri.Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan
pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih jauh.Selanjutnya sel-
sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di
bawahnya.Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan.Keadaan
ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.Pembesaran kelenjar limfe leher
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.
Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga
tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak
dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang sering
ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa baal (mati rasa) di daerah
wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan, lidah, bahu, leher dan gangguan
pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit
kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat
dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya
kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada
beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.
3. Gejala akibat metastasis jauh
Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.Yang sering ialah pada tulang,
hati dan paru.Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan pronosis
sangat buruk.

H. Penatalaksanaan CA Nasofaring
1. Radioterapi :
 merupakan penatalaksanaan pertama untuk KNF.
 Radiasi diberikan kepada seluruh stadium (I,II,III,IV lokal) tanpa metastasis jauh
dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula.
 Macam pemberian radioterapi : radiasi eksterna , radiasi interna dan radiasi
intravena
2. Kemoterapi
Diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh
Macam kemoterapi : kemoterapi neodejuvan,kemoterapi adjuvan,kemotrapi
konkomitan.
3. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus
epistein bar, maka pada penderita KNF dapat diberikan imunoterapi
4. Operasi / pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus yang
kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara
lain.

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi konvensional foto tengkorak potongan antero-postoriolateral,


dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar
tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fosa serebri media.
2. CT-Scan leher dan kepala
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan
perluasan tumor.Pada stadium dini terlihatasimetri torus tubarius dan dinding
posterior nasofaring. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya
metatasis jauh.
3. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadapvirus Epsten-Barr (
EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
4. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaringbelum jelas dengan
pembesaran kelenjar leher yang diduga akibatmetastaisis KNF.
5. Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi nasofaring
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : dari hidung atau dari mulut.
6. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind biopsy ). Biopsi
melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui
hidung.Kemudian dengan kaca laring di lihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan
dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang
dimasukkan melalui mulut, masa tumor akan terlihat lebih jelas.
7. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya metatasis.
J. Pencegahan CA Nasofaring
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko
tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak
makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.
Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-
ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan faktor
penyebab. Akhir sekali, melakukan te serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA
bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini (Tirtaamijaya, 2009).

K. Komplikasi CA Nasofaring
1. Hipotiroidsme
2. Hilangnya jangkauan gerak
3. Hipoplasia struktur otak dan tulang
4. Kehilangn pendengaran sensorineural (nasir, 2009).

L. Konsep Asuhan Keperawatan CA Nasofaring


A. Pengkajian
Identitas pasien
1. Nama
Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor nasofaring.
2. Jenis Kelamin
Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-laki daripada
perempuan.
3. Usia
Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara 45-54
tahun.
4. Alamat
Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan ventilasi
rumah yang kurang baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor nasofaring
serta lingkungan yang sering terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu,
dan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.
5. Agama
Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor nasofaring.
6. Suku Bangsa
Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika,
ataupun Oseania.Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan
China.
7. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor
nasofaring, karena akan sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap kayu.
B. Status Kesehatan
1. Keluhan Utama
Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan
terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar
dalam tenggorok.Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung
kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran.Terjadi pendarahan
dihidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan
ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit
samapi timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan
keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah
terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita tumor
nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga
peradangan dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di bawah daun
telinga, gangguan pendengaran, perdarahan hidung, dan bisa juga menimbulkan
komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang lebih lanjut
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor nasofaring
maka akan meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring
pula.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Penglihatan
Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata klien simetris,
kelompak mata klien normal, pergerakan bola mata klien normal namun
konjungtiva klien anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil mata klien
isokor, otot mata klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan kabur,
tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal ini terjadi
karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang mengalami
beberapa gejala yang tidak normal seperti konjungtiva klien yang anemis
disebabkan klien memiliki kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan kabur.
2. Sistem pendengaran
Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan pasien normal
dan simetris, terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga.
Hal ini terjadi akibat adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien dengan
tumor nasofaring sehingga terdengar suara berdengung pada telinga.
3. Sistem pernafasan
Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak, tidak menggunakan
otot bantu nafas dengan frekuensi pernafasan 26 x/ menit, irama nafas klien
teratur, jenis pernafasan spontan, nafas dalam, klien mengalami batuk produktif
dengan sputum kental berwarna kuning, tidak terdapat darah, palpasi dada klien
simetris, perkusi dada bunyi sonor, suara nafas klien ronkhi, namun tidak
mengalami nyeri dada dan menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem ini akan
sangat terganggu karena akan mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas
terdapat sputum maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa
mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas. Gangguan lain muncul seperti
ronkhi karena suara nafas ini menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.
4. Sistem kardiovaskular
Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan irama
teratur, tidak mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit hangat suhu
tubuh klien 360C, warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak
ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan denyut apical 82 x/
menit dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada nyeri
dada. Tumor nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien sehingga tidak
akan mengganggu peredaran darah tersebut.
5. Sistem saraf pusat
Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran pasien
kompos mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada
tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sitem persyarafan dan pada
pemeriksaan refleks fisiologis klien normal. Tumor nasofaring juga bisa
menyerang saraf otak karena ada lubang penghubung di rongga tengkorak yang
bisa menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat
gangguan pada otak tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.
6. Sistem pencernaan
Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien tidak
kotor, saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada diare,
konsistensi feses lunak, bising usus klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi,
hepar tidak teraba, abdomen lembek. Tumor tidak menyerang di saluran
pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.
7. Sistem endoktrin
Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak berbau keton,
dan tidak ada luka ganggren. Hal ini terjadi karena tumor nasofaring tidak
menyerang kalenjar tiroid pasien sehingga tidak menganggu kerja sistem
endoktrin.
8. Sistem urogenital
Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak ada perubahan
pola kemih (retensi urgency, disuria, tidak lampias, nokturia, inkontinensia,
anunia), warna BAK klien kuning jernih, tidak ada distensi kandung kemih, tidak
ada keluhan sakit pinggang. Tumor nasofaring tidak sampai melebar sampai
daerah urogenital sehingga tidak mengganggu sistem tersebut.
9. Sistem integument
Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna kulit pucat,
keadaan kulit baik, tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah
pemasangan infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut bersih. Warna
pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya sumbatan yang ada di
dalam tenggorokan sehingga pasien terlihat pucat.
10. Sistem musculoskeletal
Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang,
sendi dan kulit serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk tulang
sendi dan tidak ada kelainan struktur tulang belakang, dan keadaan otot baik.
Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka sehingga tidak ada kelainan yang
mengganggu sistem musculoskeletal.
D. Pola aktifitas sehari-hari
1. Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke
rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya kurang
mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya dengan cepat.
2. Pola Nutrisi Metabolic
Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan,
perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami penurunan
berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.
3. Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami
gangguan eliminasi.
4. Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien mengalami
kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
5. Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur
dalam sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
6. Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan
penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana
klien dalam berkomunikasi? Biasanya klien mengalami gangguan pada indra
penciuman.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya?
Apakah klien merasa rendah diri? Biasanya klien akan merasa sedih dan rendah
diri karena penyakit yang dideritanya.
8. Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat
di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat
sekitarnya? Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan
kepuasan pada klien?. Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan
dengan pasangan karena sakit yang diderita.
10. Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?. Biasanya klien akan
sering bertanya tentang pengobatan.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?
Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien
lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
12. pola kebersihan diri
Kaji bagaimana klien tentang tindakan dalam menjaga kebersihan diri.

E. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.
2. Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
3. Resiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun dan kerusakan sel – sel epitel kulit
4. Resiko kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik
5. Ansietas b/d perubahan persepsi sensori
6. Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.

F. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Pantau kandungan nutrisi dan
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan kalori pada catatan asupan
kebutuhan tubuh selama 3 x 14 jam 2. Anjurkan pasien untuk mematuhi
b/d nyeri menelan diharapkan kebutuhan diet yang telah diprogramkan.
nutrisi yang dibutuhkan 3. Berikan pasien minuman dan
pasien terpenuhi. kudapan bergizi, tinggi protein,
Dengan kriteria hasil tinggi kalori yang siap dikonsumsi
menunjukan peningkatan 4. Timbang pasien pada interval yang
berat badan, nafsu tepat.
makan pasien baik dan 5. Ubah posisi pasien semi Fowler
tidak ada kesulitan atau Fowler tinggi.
menelan. 6. Identifikasi perubahan pola makan.
7. Konsultasikan pada ahli gizi untuk
memeberikan makanan yang
mudah dicerna, secara nutrisi
seimbang.

2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan 1. Minta pasien untuk menilai nyeri
injuri fisik tindakan keperawatan atau ketidaknyamanan pada skala 0
selama 1x 24 jam klien sampai 10.
menunjukkan tingkat 2. Ajarkan penggunaan teknik
kenyamanan dan level relaksasi.
nyeri klien terkontrol 3. Bantu pasien untuk lebih berfokus
dengan kriteria hasil : pada aktivitas, bukan pada nyeri
 Klien melaporkan nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
berkurang skala nyeri 2- melakukan pengalihan melalui
3,Ekspresi wajah tenang, televisi, radio, tape, dan interaksi
klien mampu istirahat dengan pengunjung.
dan tidur. 4. Jadwalkan periode istirahat,
berikan lingkungan yang tenang.
5. Gunakan pendekatan yang positif
Untuk mengoptimalkan respons
pasien terhadap analgesik.
6. Kelola nyeri pascabedah awal
dengan pemberian opiat yang
terjadwal
3 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. Bersihkan lingkungan setelah
imunitas tubuh tindakan keperawatan dipakai pasien lain.
menurun dan selama 3 x 24 jam tidak 2. Batasi pengunjung bila perlu.
kerusakan sel – sel terdapat faktor risiko 3. Intruksikan kepada keluarga untuk
epitel kulit infeksi pada klien mencuci tangan saat kontak dan
dengan kriteria hasil sesudahnya.
status 18ocal18 klien 4. Lakukan cuci tangan sebelum dan
adekuat: bebas dari sesudah tindakan keperawatan.
gejala infeksi, angka 5. Pertahankan lingkungan yang
lekosit normal (4- 18ocal18o selama pemasangan
11.000), alat.
6. Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan.
7. Berikan 18ocal18otic sesuai
program.
8. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan 18ocal.
9. Monitor hitung granulosit dan
WBC.
4 Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1. Monitor kulit akan adanya
integritas jaringan tindakan keperawatan kemerahan
b/d factor mekanik selama 3 x 24 jam 2. Monitor aktivitas dan mobilisasi
diharapkan tidak ada pasien
kerusakan integritas 3. Monitor status nutrisi pasien
jaringan dengan kriteria 4. Berikan posisi yang yang
hasil perfusi jaringan mengurangi tekana pada area
normal, menunuukan jaringan yang mengalami
pemahaman tentang gangguan
proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cidera berulang
5. Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Memberikan informasi yang perlu
perubahan persepsi tindakan selama 1 x 24 untuk memilih intervensi yang
sensori jam diharapkan ansietas tepat.
yang dialami pasien 2. Membuat kepercayaan dan
dapat berkurang, dengan menurunkan kesalahan
kriteria hasil klien persepsi/salah interpretasi
mampu mengungkapkan terhadap informasi.
gejala cemas, postur 3. Dapat membantu menurunkan
tubuh, ekspresi wajah, ansietas dan membantu
bahasa tubuh dan tingkat memampukan pasien mulai
aktivitas menunjukan membuka/menerima kenyataan
berkurangnya kanker dan pengobatannya.
kecemasan. 4. Menurunkan ansietas dan
memperluas fokus.
5. Mengurangi ansietas karena
tindakan prosedur.
6. Membantu menurunkan ansietas
melalui terapi farmakologis
6. Desifiensi/ Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien
pengetahuan tindakan keperawatan dan keluarga tentang proses
tentang penyakit selama 1 x 24 jam penyakit.
dan perawatan nya diharapkan pengetahuan 2. Jelaskan tentang patofisiologi
b/d kurang terpapar klien meningkat, dengan penyakit, tanda dan gejala serta
dg informasi, kriteria hasil, Klien / penyebab yang mungkin.
terbatasnya kognitif keluarga mampu 3. Sediakan informasi tentang kondisi
menjelaskan kembali klien.
penjelasan yang telah 4. Siapkan keluarga atau orang-orang
dijelaskan tentang yang berarti dengan informasi
penyakitnya, Klien / tentang perkembangan klien.
keluarga kooperatif saat 5. Sediakan informasi tentang
dilakukan tindakan. diagnosa klien.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau kontrol
proses penyakit
 Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
 Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
 Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
 Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
 Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
 Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
 Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
 kolaborasi dg tim yang lain.

G. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen
(mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan
dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
H. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan


pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta :
EGC;1999

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014


oleh NANDA International. Jakarta : EGC

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Panduan Nasional Penanggulangan


Kanker Nasofaring. Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Kemeterian Kesehatan
Republik Indonesia.

Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda Nic – Noc. Jogjakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai