Disusun Oleh :
Defit A Prasetyo
2017.04.038
TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Nasofaring) pada pasien di ruang Kemoterapi (13) Rumah Sakit dr. Saiful Anwar telah
Mahasiswa
Defit A Prasetyo
2017.04.038
( ) ( )
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CA NASOFARING
C. Etiologi CA Nasofaring
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih
menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA
(human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka
berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009).
2. Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring
dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang
Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah
dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan
seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-
IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di
Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini
berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan
karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing) yang aktif (dengan
mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau
elemen limfoid dalam limfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute,
2009).
3. Faktor Lingkungan
Ventilasi rumah yang jelek dengan asap kayu bakar yang terakumulasi di dalam
rumah juga dapat meningkatkan angka kejadian KNF.(gangguly,2003)
4. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya
karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan
dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat
(Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).
D. Klasifikasi CA Nasofaring
KNF diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) menjadi 3 tipe
histologi, yaitu:
Gejala Mata dan Saraf : diplopia dan gerakan bola mata terbatas.
b. Gejala Lanjut
1. Limfadenopati servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan pemyakit ini.Yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak
nyeri.Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan
pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih jauh.Selanjutnya sel-
sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di
bawahnya.Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan.Keadaan
ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.Pembesaran kelenjar limfe leher
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.
Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga
tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak
dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang sering
ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa baal (mati rasa) di daerah
wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan, lidah, bahu, leher dan gangguan
pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit
kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat
dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya
kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada
beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.
3. Gejala akibat metastasis jauh
Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.Yang sering ialah pada tulang,
hati dan paru.Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan pronosis
sangat buruk.
H. Penatalaksanaan CA Nasofaring
1. Radioterapi :
merupakan penatalaksanaan pertama untuk KNF.
Radiasi diberikan kepada seluruh stadium (I,II,III,IV lokal) tanpa metastasis jauh
dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula.
Macam pemberian radioterapi : radiasi eksterna , radiasi interna dan radiasi
intravena
2. Kemoterapi
Diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh
Macam kemoterapi : kemoterapi neodejuvan,kemoterapi adjuvan,kemotrapi
konkomitan.
3. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus
epistein bar, maka pada penderita KNF dapat diberikan imunoterapi
4. Operasi / pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus yang
kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara
lain.
I. Pemeriksaan Penunjang
K. Komplikasi CA Nasofaring
1. Hipotiroidsme
2. Hilangnya jangkauan gerak
3. Hipoplasia struktur otak dan tulang
4. Kehilangn pendengaran sensorineural (nasir, 2009).
E. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.
2. Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
3. Resiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun dan kerusakan sel – sel epitel kulit
4. Resiko kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik
5. Ansietas b/d perubahan persepsi sensori
6. Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
F. Intervensi Keperawatan
2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan 1. Minta pasien untuk menilai nyeri
injuri fisik tindakan keperawatan atau ketidaknyamanan pada skala 0
selama 1x 24 jam klien sampai 10.
menunjukkan tingkat 2. Ajarkan penggunaan teknik
kenyamanan dan level relaksasi.
nyeri klien terkontrol 3. Bantu pasien untuk lebih berfokus
dengan kriteria hasil : pada aktivitas, bukan pada nyeri
Klien melaporkan nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
berkurang skala nyeri 2- melakukan pengalihan melalui
3,Ekspresi wajah tenang, televisi, radio, tape, dan interaksi
klien mampu istirahat dengan pengunjung.
dan tidur. 4. Jadwalkan periode istirahat,
berikan lingkungan yang tenang.
5. Gunakan pendekatan yang positif
Untuk mengoptimalkan respons
pasien terhadap analgesik.
6. Kelola nyeri pascabedah awal
dengan pemberian opiat yang
terjadwal
3 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. Bersihkan lingkungan setelah
imunitas tubuh tindakan keperawatan dipakai pasien lain.
menurun dan selama 3 x 24 jam tidak 2. Batasi pengunjung bila perlu.
kerusakan sel – sel terdapat faktor risiko 3. Intruksikan kepada keluarga untuk
epitel kulit infeksi pada klien mencuci tangan saat kontak dan
dengan kriteria hasil sesudahnya.
status 18ocal18 klien 4. Lakukan cuci tangan sebelum dan
adekuat: bebas dari sesudah tindakan keperawatan.
gejala infeksi, angka 5. Pertahankan lingkungan yang
lekosit normal (4- 18ocal18o selama pemasangan
11.000), alat.
6. Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan.
7. Berikan 18ocal18otic sesuai
program.
8. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan 18ocal.
9. Monitor hitung granulosit dan
WBC.
4 Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1. Monitor kulit akan adanya
integritas jaringan tindakan keperawatan kemerahan
b/d factor mekanik selama 3 x 24 jam 2. Monitor aktivitas dan mobilisasi
diharapkan tidak ada pasien
kerusakan integritas 3. Monitor status nutrisi pasien
jaringan dengan kriteria 4. Berikan posisi yang yang
hasil perfusi jaringan mengurangi tekana pada area
normal, menunuukan jaringan yang mengalami
pemahaman tentang gangguan
proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cidera berulang
5. Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Memberikan informasi yang perlu
perubahan persepsi tindakan selama 1 x 24 untuk memilih intervensi yang
sensori jam diharapkan ansietas tepat.
yang dialami pasien 2. Membuat kepercayaan dan
dapat berkurang, dengan menurunkan kesalahan
kriteria hasil klien persepsi/salah interpretasi
mampu mengungkapkan terhadap informasi.
gejala cemas, postur 3. Dapat membantu menurunkan
tubuh, ekspresi wajah, ansietas dan membantu
bahasa tubuh dan tingkat memampukan pasien mulai
aktivitas menunjukan membuka/menerima kenyataan
berkurangnya kanker dan pengobatannya.
kecemasan. 4. Menurunkan ansietas dan
memperluas fokus.
5. Mengurangi ansietas karena
tindakan prosedur.
6. Membantu menurunkan ansietas
melalui terapi farmakologis
6. Desifiensi/ Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien
pengetahuan tindakan keperawatan dan keluarga tentang proses
tentang penyakit selama 1 x 24 jam penyakit.
dan perawatan nya diharapkan pengetahuan 2. Jelaskan tentang patofisiologi
b/d kurang terpapar klien meningkat, dengan penyakit, tanda dan gejala serta
dg informasi, kriteria hasil, Klien / penyebab yang mungkin.
terbatasnya kognitif keluarga mampu 3. Sediakan informasi tentang kondisi
menjelaskan kembali klien.
penjelasan yang telah 4. Siapkan keluarga atau orang-orang
dijelaskan tentang yang berarti dengan informasi
penyakitnya, Klien / tentang perkembangan klien.
keluarga kooperatif saat 5. Sediakan informasi tentang
dilakukan tindakan. diagnosa klien.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau kontrol
proses penyakit
Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
kolaborasi dg tim yang lain.
G. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen
(mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan
dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
H. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda Nic – Noc. Jogjakarta: Mediaction