Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PNEUMONIA

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh

Prepty Dwi Ariyanti

NIM 152310101110

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018
BAB 1. KONSEP TEORI

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan


Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
farinx, larinx, trachea, bronkus, dan bronkiolus.
Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-
saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum.
Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum
nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan
tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi
oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi
dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang
lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum
nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi
oleh membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan
atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os
sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian
cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi
bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan
kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui
lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang
bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum
nasi :
1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan
media dan diantara concha media dan inferior
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui
appertura nasalis posterior.
Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian
dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit,
glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan
bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2
cartilago arytenoidea
2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan
os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada
plica vokalis Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan
leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior,
penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah
cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago
cricoidea.Membrana Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior
ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah
dengan cartilago cricoidea.
Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar
lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring
Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang.
Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut
oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi
dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale
menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I
Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago
cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid
yang menonjol kedepan
Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel
silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di
atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam
cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian
belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di
atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.
Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan
thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan
memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis
X (vagus).
Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara
dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang
dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan
resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
Gambaran klinis
· Laring dapat tersumbat oleh:
· benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil
· pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau
pada reaksi alergi,
· infeksi, misalnya difteri,
· tumor, misalnya kanker pita suara.
Trachea atau batang tenggorok
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5
cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher
dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut
manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-
kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea
dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah
dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih
lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,
disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing
dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.Cabang utama
bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang
lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi
oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke
bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran
gasparu-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20
kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-
paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. Basis, Terletak pada diafragma.
Paru-paru juga dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral
pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk
lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.
1.2 Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri (stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus) (Speer, 2007).
Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2000).Pneumonia adalah suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit) (PDPI, 2003). Pneumonia adalah radang parenkim paru yang banyak
disebabkan oleh virus baik infeksi primer atau komplikasi dari suatu penyakit
virus (Nur Salam, 2005). Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru
yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah
suatu infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit)
maupun benda asing.
1.3 Epidemiologi
Epidemologi pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk
perbandingan sangat sedikit, terutama di negara berkembang. Di Amerika
pneumonia merupakan penyebab kematian keempat pada usia lanjut, dengan
angka kematian 169,7 per100.000 penduduk. Tingginya angka kematian
padan pneumonia sudah dikenal sejak lama, bahkan ada yang menyebutkan
pneumonia sebagai “teman pada usia lanjut”. Usia lanjut merupakan risiko
tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung pada keadaan pejamu dan
berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang yang tinggal di rumah
sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25–44 per 1000 orang dan yang
tiaggal di tempat perawatan 68–114 per 1000 orang.
Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar
daripada penderita usia muda. Sekitar 38 orang pneumonia usia lanjut yang
didapat di masyarakat, 43% diantaranya disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan
bakteri gram negatif. Lima puluh tujuh persen lainnya tidak dapat
diidentifikasi karena kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah
diberikan antibiotik. Pada penderita kritis dengan penggunaan ventilator
mekanik dapat terjadi pneumonia nosokomial sebanyak 10% sampai 70%.
Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam “Pneumonia: The
Forgotten Killer of Children”, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia
untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta
jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian pada anak yang
menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus.
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus
yang menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia
menjadi penyebab 1 dari 5 kematian pada anak balita. Streptococcus
pneumoniae merupakan bakteri yang sering menyerang bayi dan anak-anak di
bawah usia 2 tahun. Sejauh ini, pneumonia merupakan penyebab utama
kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).
1.4 Etiologi
Menurut Mansjoer, 2000, penyebab dari pneumonia adalah :
1.Bakteri
a.Pneumokokus
b.Streptokokus
c.Stafilokokus
d.Haemophilus Influenzae
e.Pseudomonas aeruginosa
2.Virus
a.Virus Influenza
b.Adenovirus
c.Sitomegalovirus
3.Fungi
a.Aspergillus
b.Koksidiomikosis
c.Histoplasma
4.Aspirasi
a.Cairan amnion
b.Makanan
c.Cairan lambung
d.Benda asing
1.5 Klarifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003,pneumonia dapat
diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi:
1. Berdasarkan klinis dan epideologis
Berdasarkan klinis dan epideologis pneumonia terdiri dari:
a.Pneumina komuniti (community aquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia / sosicomial
pneumonia)
c.Pneumonia aspirasi
d.Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
Berdasarkan bakteri penyebab, pneumonia terdiri atas :
a.Pneumonia bacterial/ tipikal
b.Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan Chlamydia
c.Pneumonia virus
d.Pneumonia jamur
3. Berdasarkan predileksi Infeksi
Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia terdiri atas :
a.Pneumonia Lobaris
Pnumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus.
b.Bronchopneumonia
Bronchopneumonia ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada
lapangan paru. Dapat disebabkan olehbakteri maupun virus.
c.Pneumonia Interstitialis
1.6 Patofisiologi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi
dan penyeraban kuman.Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadinya sebukan sel PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan
edema dan kuman dialveoli. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi
merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi
berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan
leukosit PMNs di alveoli dan proses fogositosis yang cepat dilanjutkan
stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag dialveoli,
degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris
(Mansjoer, 2000).
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil juga berimigrasi
kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area
paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa dan
bronkospasme menyebabkan oklusi parsial bronkhi atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke
sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial (Smeltzer,
2002).
1.7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pneumonia menurut Linda Sowden, 2002 adalah
1. Batuk
2. Dispnea
3. Takipnea
4. Sianosis
5. Melemahnya suara nafas
6. Retraksi dinding thoraks
7. Nafas cuping hidung
8. Nyeri abdomen (disebabkan iritasi diafragma oleh paru terinfeksi di
dekatnya)
9. Batuk paroksismal mirip pertusis (umum terjadi pada anak yang lebih
kecil)
10. Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/mm3, kadang – kadang mencapai 30.000/mm3, dan
pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju Endap
Darah. Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih dalam batas
normal. Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut akibat
hipoksemia dan hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan analisis gas
darah. Pada sebuah penelitian ditemukan leukositosis pada 91 sampel
penelitian, dan 4 sampel ditemukan leukopeni. Penelitian yang lain juga
menemukan leukositosis pada 235 sampel penelitian, dan sebanyak 6 sampel
ditemukan leukopeni. Pada penelitian sebelumnya yang memiliki lebih banyak
data karakteristik pasien pneumonia komunitas, ditemukan leukositosis
sebanyak 764 pada pasien rawat inap, serta cenderung mengalami
hipoalbuminemia hingga 63% dari sampel yang diteliti.
b. Pemeriksaan Radiologi Pnumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan
manifestasi klinis yang muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan
nyeri dada pleuritis, disertai pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan
radiografi dada. Temuan pada pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari
suatu bercak infiltrat kecil di area udara sebagai konsolidasi lobar dengan
bronkogram udara hingga infiltrat alveolar difus atau infiltrat interstisial. Efusi
pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan. Hasil radiografi dada juga dapat
digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit, dan terkadang juga
dapat menentukan dugaan etiologi, misal pneumatoceles pada infeksi akibat
S.aureus.
c. Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat
mengidentifikasi etiologi lebih pasti, mengetahui jenis patogen yang sering
menjadi penyebab infeksi di suatu daerah, mengetahui tingkat resistensi suatu
patogen, serta dapat memperkirakan jenis terapi empirik apa yang perlu
diberikan. Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk pemberian
obat pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga merekomendasikan agar
specimen sputum dapat diperoleh sebelum pemberian antibiotik. sebelum
pemberian antibiotik untuk pertama kalinya. Pengecatan gram itu sendiri juga
dapat mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik khasnya, misal
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif.
Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk memastikan
sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur. Kultur dapat
dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur sputum dapat
membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab pneumonia komunitas
kaitannya dengan signifikansi epidemiologi, pola transmisi yang sering terjadi,
atau adanya resistensi. Kultur darah sebaiknya dilakukan pada pasien
pneumonia komunitas derajat berat, dikarenakan kemungkinan terjadinya
multiinfeksi lebih tinggi dibandingkan infeksi pneumonia komunitas pada
umumnya. Cairan pleura atau cairan pada serebrospinal sebaiknya juga
dijadikan sampel apabila terdapat dugaan terjadi infeksi di rongga yang diisi
cairan tersebut.
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Penatalaksanaan Farmakologi
1. Antibiotik awal (dalam 24 – 72 jam) pertama )
Umur 1-2 bl : Ampisilin + aminoglikosida (gentamisin), kalau
respons baik dilanjutkan 10 – 14 hari.
Umur > 2 bl : Penisilin/ampisilin + klorafenikol, kalau respons
baik dilanjutkan sampai dengan 3 hari klinis sembuh (biasanya cukup 5 –
7 hari)
2. Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang
mendasari -ampisilin -aminoglosida (gentamisin). Hipersensitif dengan
penisilin/ampisilin : eritromisin, selafosporin, (5-16% ada reaksi
silang) atau linkomisin/klindamisin
3. Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap
respons klinis dalam 24-72 jam pengobatan antibiotik awal. Kalau
penyakit menunjukkan perbaikan à antibiotik diteruskan sampai
dengan 3 hari klinis baik (pneumokokus biasanya cukup 5 – 7 hari,
bayi < 2 bln biasanya 10 – 14 hari). Kalau penyakit bertambah berat
atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72 jam à
antibiotik awal dihentikan dan diganti dengan antibiotik lain yang
lebih tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak adanya penyulit
seperti empiema, abses, dan lain-lain yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).
Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab
Pneumokokus: 3-16 % sudah resisten dengan penisilin. Diganti
dengan sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin
H.influenzae:Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim,
eritromisin, linkomisin atau klindamisin
S.Aureus:Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin,
sefazolin, klindamisin atau linkomisin
Batang gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)
Mikoplasma: Eritromisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 tahun)
4. Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak diberikan
terutama pada 72 jam pertama karena dapat mengacaukan interpretasi
reaksi terhadap antibiotik awal
5. Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai ; melalui oral, intragastrik,
atau infus. Jenis cairan infus disesuaikan dengan keseimbangan
elektrolit. Bila elektrolit normal diberikan larutan 1:4 (1 bagian NaCl
fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%)
Asidosis (pH < 7,30) di atasi dengan bikarbonat i.v
a. Dosis awal : 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg) à mEq
b. Dosis selanjutnya tergantung hasil pemeriksaan pH dan kelebihan
basa (base excess) 4-6 jam setelah dosis awal
c. Apabila pH dan kelebihan basa tidak dapat diperiksa, berikan
bikarbonat i.v = 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg) sebagai dosis awal, dosis
selanjutnya tergantung gambaran klinis 6 jam setelah dosis awal
1.9.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi
1. Suportif
O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas
hilang (analisis gas sampai dengan PaO2>60 tor).
2. Fisioterapi
BAB 2. CLINICAL PATHWAY
Infeksi kuman patogen

( bakteri / virus )

terganggunya parenkhim paru brochiolitis gangguan interstisiil

PK : Infeksi

kerusakan epitel

pembentukan mukus muntah infiltrat ke duktus alveolus

penyumbatan bronkhus kerusakan alveolus

Gangguan pertukaran gas

brochietase gangguan fungsi paru

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Perubahan pola nafas
BAB 3. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola makan,
kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya,perawatan dirumah, penyakit lain
yangdiderita anggota keluarga di rumah
b. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan otot
pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel darah putih
(bakteri pneumonia), arterial blood gas, X-Ray dada
c. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat perkembangan,
kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah
denganm orang tua, mekanisme koping yang diapkai sebelumnya, kebiasaan
(pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola
makan, obyek favorit)
d. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress pernafasan,
tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Diagnosa
a. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi,
peningkatan sekresi, nyeri.
c. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.
e. Nyeri b.d proses inflamasi
f. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak
dikenal (rumah sakit).
g. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak
3.3 Intervensi Keperawatan

No Tujuan Intervensi Rasional


Dx

1 Klien menunjukkan  Beri posisi yang  Mengurangi stres


fungsi pernafasan nyaman pada anak dan anak
normal.  Posisikan untuk dapat beristirahat
ventilasi yang  Untuk
Kriteria hasil:
maksimum mempertahankan
pernafasan tetap
(pertahankan terbuka jalan nafas.
dalam batas normal,
peninggian kepala  Untuk menghindari
pernafasan tidak sulit,
sedikitnya 30 derajat) penekanan
anak istirahat dan
 Periksa posisi anak diafragma.
tidur dengan tenang.
dengan sering, untuk  Pakaian yang ketat
NOC: Perpiratory: memastikan bahwa menghambat
airways patency, anak tidak merosot. perkembangan nafas.
respiratory status:  Hindari pakaian atau  Untuk meningkatkan
ventilasi. Status vital gedong yang terlalu keadekuatan oksigen.
sign. ketat.  Relaksasi dapat
 Tingkatkan istirahat mengurangi
NIC: Mechanical
dan tidur dengan kecemasan.
ventilatory weaning.
penjadualan yang  Pendidikan kesehatan
tepat. dapat meningkatkan
 Dorong teknik pengetahuan tentang
relaksasi. teknik meningkatkan
 Ajarkan pada anak kepatenan jalan
dan keluarga tentang nafas.
tindakan yang
mempermudah
upaya pernafasan
(misal: pemberian
posisi yang tepat).
2 Klien dapar  Posisikan anak pada  Memungkinkan
mempertahankan kesejajaran tubuh ekspansi paru yang
jalan nafas paten. yang tepat. lebih baik dan
Kriteria hasil: jalan  Hisap sekresi jalan perbaikan pertukaran
nafas tetap bersih, nafas sesuai gas, serta mencegah
anak bernafas dengan kebutuhan. aspirasi sekresi.
mudah, pernafasan  Bantu anak dalam  Untuk membersihkan
dalam batas normal. mengeluarkan jalan nafas akibat
sputum. hipersekresi.
NOC: Status respirasi:
 Beri ekspektoran  Sputum yang keluar
kepatenan jalan nafas.
sesuai ketentuan. akan mengurangi efek
NIC: airways  Lakukan fisioterapi hambatan jalan nafas.
suctioning dada.  Ekspektoran obat
 Puasakan anak. untuk mengencerkan
 Berikan dahak sehingga
penatalaksanaan sputum dapat
nyeri yang tepat. dikeluarkan.
 Bantu anak dalam  Fisioterapi dada
menahan atau membantu
membebat area insisi mengeluarkan sputum
atau cedera  Untuk mencegah
aspirasi cairan (pada
dengan takipnea
hebat).
 Pengurangan nyeri
mengurangi
kebutuhan oksigen.
 Untuk memaksimalkan
efek batuk dan
fisioterapi dada.
3 Klien  Kaji tingkat toleransi  Tujuannya agar
mempertahankan anak. aktivitas anak sesuai
tingkat energi yang  Bantu anak dalam dengan
adekuat. aktivitas hidup kemampuannya.
sehari-hari yang  Agar tidak terjadi
Kriteria hasil: anak
mungkin melebihi penggunaan energi
mentoleransi
peningkatan aktivitas. toleransi. yang berlebihan.
 Berikan aktivitas  Untuk mencegah anak
NOC: endurance
pengalihan yang dari rasa bosan, dan
NIC: Menejemen sesuai dengan usia, untuk stimulasi
energi. kondisi, kemampuan, tumbuh kembang.
dan minat anak.  Untuk menjaga
 Beri periode istirahat keseimbangan
dan tidur yang sesuai oksigenasi dan
dengan usia dan mengurangi konsumsi
kondisi. oksigen yang
 Instruksikan anak berlebihan.
untuk beristirahat jika  Untuk mencegah
lelah. penggunaan oksigen
yang berlebihan.

4 Klien tidak  Pertahankan  Mencegah terjadi


menunjukkan tanda- lingkungan aseptik, potensial komplikasi
tanda infeksi dengan infeksi nosokomial.
sekunder. menggunakan  Untuk mencegah
kateter penghisap penyebaran infeksi
Kriteria hasil: anak
steril dan teknik nosokomial.
menunjukkan bukti
mencuci tangan  Untuk mencegah atau
penurunan gejala
yang baik. mengatasi infeksi.
infeksi.
 Isolasi anak sesuai  Untuk mendukung
NOC: Risk contol dan indikasi. pertahanan tubuh
status imun.  Beri antibiotik alami.
sesuai ketentuan.  Membantu
NIC: Kontrol infeksi
 Berikan diit bergizi mengurangi sputum
dan perlindungan
sesuai kesukaan yang ada di dalam
infeksi.
anak dan kemauan dada.
untuk
mengkonsumsi
nutrisi.
 Ajarkan fisioterapi
dada yang baik.
5 Klien tidak mengalami  Lakukan strategi  Teknik-teknik seperti
nyeri atau penurunan nonfarmakologis relaksasi, nafas
nyeri/ketidaknyamana untuk membantu dalam, dan distraksi
n sampai tingkat yang anak mengatasi dapat membuat nyeri
dapat diterima oleh nyeri. dapat lebih ditoleransi.
anak.  Rencanakan untuk  Maksudnya agar efek
memberikan puncaknya tepat
Kriteria hasil: anak
analgesik yang dengan kejadian
tidak mengalami nyeri
ditentukan sebelum nyeri.
atau tingkat nyeri
prosedur.  Untuk menghindari
dapat diterima dengan
 Berikan analgesik nyeri tambahan.
baik.
dengan rute Hindari injeksi i.m
NOC: Level traumatik yang atau i.sc.
kenyamanan. paling kecil jika  Untuk memudahkan
mungkin. pembelajaran anak
NIC: Conscious
 Gunakan strategi dan penggunaan
sedation.
yang dikenal anak strategi toleransi
atau gambarkan nyeri.
beberapa strategi  Karena orang tua
dan biarkan anak adalah orang yang
memilih salah paling mengetahui
satunya. anaknya.
 Libatkan rang tua  Karena pendekatan ini
dalam pemilihan tampak paling efektif
strategi. pada nyeri ringan.
 Ajarkan anak untuk  Karena pelatihan
menggunakan mungkin diperlukan
strategi untuk membantu anak
nonfarmakologis berfokus pada
khusus sebelum tindakan yang
terjadi nyeri atau diperlukan.
sebelum nyeri
menjadi lebih berat.
 Bantu atau minta
orangtua membantu
anak dengan
menggunakan
stratei selama nyeri
aktual.
6 Klien mengalami  Jelaskan prosedur  Dengan pendidikan
penurunan rasa dan peralatan yang kesehatan , klien akan
cemas. Kriteria hasil: tidak dikenal pada berkurang kecemasan
Anak tidak anak dengan istilah dan disstres
menunjukkan tanda- yang sesuai dengan emosional, dan dapat
tanda disstres tahap meningkatkan
pernafasan atau perkembangan. kemampuan koping.
ketidaknyamanan  Ciptakan hubungan  Memberi rasa aman
fisik. anak dan orangtua. pada anak karena
 Tetap bersama orangtua adalah
NOC: Kontrol
anak selama orang yang dikenal
kecemasan dan
prosedur. oleh anak.
koping.
 Gunakan cara yang  Menjadi suportif dan
NIC: Penurunan tenang dan pendekatan untuk
kecemasan. meyakinkan. mendukung
 Beri kehadiran yang komunikasi.
sering selama fase  Memberi rasa percaya
akut penyakit. kepada anak dan
 Beri tindakan menurunkan
kenyamanan yang kecemasan.
diinginkan anak  Dukungan dapat
(misal: mengayun, membantu anak
membelai, musik). mengurangi
 Berikan objek kecemasan.
kedekatan (misak:  Dapat meningkatkan
mainan keluarga, kenyamanan anak.
selimut, boneka).  Objek kedekatan
 Anjurkan perawatan memberikan rasa
yang berpusat pada aman pada anak.
keluarga dengan  Khadiran orangtua
peningkatan memberikan rasa
kehadiran orangtua aman pada anak dan
dan bila mungkin, dapat menurunkan
keterlibatan kecemasan anak.
orangtua
7 Klien (keluarga)  Kenali kekuatiran  Untuk membuat
mengalami dan kebutuhan rencana pendidikan
pengurangan orangtua untuk kesehatan yang tepat
kecemasan dan informasi dan bagi orangtua.
peningkatan dukungan.  Untuk mengetahui
kemampuan untuk  Gali perasaan kecemasan orangtua.
melakukan koping. orangtua dan  Untuk mengurangi
“masalah” sekitar kecemasan orangtua
Kriteria hasil:
hospitalisasi dan dan meningkatkan
Orangtua mengajukan
penyakit anak. kemampuan koping
pertanyaan yang
 Jelaskan tentang orangtua.
tepat, mendiskusikan
terapi dan perilaku  Dukungan dapat
kondisi dan perawatan
anak. mendorong
anak dengan tenang
 Beri dukungan pembentukan koping
serta terlibat secara
sesuai kebutuhan. yang positif.
positif dalam
 Anjurkan  Memberi rasa aman
perawatan anak.
perawatan yang pada orangtua dan
NOC: Family
berpusat pada membantu orangtua
functioning.
keluarga dan membuat keputusan
NIC: family support, anjurkan anggota tentang terapi
teaching: disease keluarga agar anaknya.
process terlibat dalam
perawatan anak.
3.4 Implementasi Keperawatan

No Dx Implementasi

1  Memberi posisi yang nyaman


 Memposisikan untuk ventilasi yang maksimum (pertahankan
peninggian kepala sedikitnya 30 derajat)
 Memeriksa posisi anak dengan sering, untuk memastikan bahwa
anak tidak merosot.
 Menghindari pakaian atau gedong yang terlalu ketat.
 Meningkatkan istirahat dan tidur dengan penjadualan yang tepat.
 Mendorong teknik relaksasi.
 Mengajarkan pada anak dan keluarga tentang tindakan yang
mempermudah upaya pernafasan (misal: pemberian posisi yang
tepat).
2  Memposisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat.
 Mengisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan.
 Membantu anak dalam mengeluarkan sputum.
 Memberi ekspektoran sesuai ketentuan.
 Melakukan fisioterapi dada.
 Mempuasakan anak.
 Memberikan penatalaksanaan nyeri yang tepat.
 Membantu anak dalam menahan atau membebat area insisi atau
cedera
3  Mengkaji tingkat toleransi anak.
 Membantu anak dalam aktivitas hidup sehari-hari yang mungkin
melebihi toleransi.
 Memberikan aktivitas pengalihan yang sesuai dengan usia,
kondisi, kemampuan, dan minat anak.
 Memberi periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan usia dan
kondisi.
 Menginstruksikan anak untuk beristirahat jika lelah.
4  Mempertahankan lingkungan aseptik, dengan menggunakan
kateter penghisap steril dan teknik mencuci tangan yang baik.
 Mengisolasi anak sesuai indikasi.
 Memberi antibiotik sesuai ketentuan.
 Memberikan diit bergizi sesuai kesukaan anak dan kemauan
untuk mengkonsumsi nutrisi.
 Mengajarkan fisioterapi dada yang baik.
5  Melakukan strategi nonfarmakologis untuk membantu anak
mengatasi nyeri.
 Merencanakan untuk memberikan analgesik yang ditentukan
sebelum prosedur.
 Memberikan analgesik dengan rute traumatik yang paling kecil
jika mungkin.
 Menggunakan strategi yang dikenal anak atau gambarkan
beberapa strategi dan biarkan anak memilih salah satunya.
 Melibatkan rang tua dalam pemilihan strategi.
 Mengajarkan anak untuk menggunakan strategi nonfarmakologis
khusus sebelum terjadi nyeri atau sebelum nyeri menjadi lebih
berat.
 Membantu atau minta orangtua membantu anak dengan
menggunakan stratei selama nyeri aktual.
6  Menjelaskan prosedur dan peralatan yang tidak dikenal pada
anak dengan istilah yang sesuai dengan tahap perkembangan.
 Menciptakan hubungan anak dan orangtua.
 Tetap bersama anak selama prosedur.
 Menggunakan cara yang tenang dan meyakinkan.
 Memberi kehadiran yang sering selama fase akut penyakit.
 Memberi tindakan kenyamanan yang diinginkan anak (misal:
mengayun, membelai, musik).
 Memberikan objek kedekatan (misak: mainan keluarga, selimut,
boneka).
 Menganjurkan perawatan yang berpusat pada keluarga dengan
peningkatan kehadiran orangtua dan bila mungkin, keterlibatan
orangtua
7  Mengenali kekuatiran dan kebutuhan orangtua untuk informasi
dan dukungan.
 Menggali perasaan orangtua dan “masalah” sekitar hospitalisasi
dan penyakit anak.
 Menjelaskan tentang terapi dan perilaku anak.
 Memberi dukungan sesuai kebutuhan.
 Menganjurkan perawatan yang berpusat pada keluarga dan
anjurkan anggota keluarga agar terlibat dalam perawatan anak.

3.5 Evaluasi
a. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi. Dapat teratasi.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi,
peningkatan sekresi, nyeri. Berkurang/hilang.
c. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen. Dapat teratasi.
d. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif. Dapat teratasi.
e. Nyeri b.d proses inflamasi. Berkurang/hilang.
f. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak
dikenal (rumah sakit). Dapat teratasi.
g. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak.
Dapat teratasi.
BAB 4. DISCHARGE PLANNING

Pneumonia merupakan salah satu penyebab tingginya morbiditas dan


mortalitas anak di Indonesia. Salah satu faktor risiko terjadinya pneumonia dan
meningkatnya risiko anak untuk dirawat inap adalah kurang mampunya ibu
merawat anak di rumah. Jadi, yang dapat orang tua lakukan dirumah yaitu :

1. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat


 Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosis seluruhnya
 Efek samping
 Respon anak
2. Berikan informasi pada orang tua tentang cara-cara pengendalian infeksi serta
cara pencegahannya
 Hindari pemajanan kontak infeksius
 Ikuti jadwal imunisasi
3. Gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak
4. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak berasal dari
percikan batuk atau bersin pasien pneumonia
5. Hindari asap rokok
DAFTAR PUSTAKA

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management
of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3
Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin
Infect Dis 53 (7): 617-630

Dahlan, Zul. 2007. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions


Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier

NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2009-2011. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak .
Jakarta: Sagung Seto. Ngastiyah. 1997.

Anda mungkin juga menyukai