Anda di halaman 1dari 36

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan

non neoplastik. (Wiknjosastro, 2005)

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama,

sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses

menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan

digantung ke rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding

panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum.Fungsinya sebagai tempat

folikel, menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron. Fungsi

ovarium dapat terganggu oleh penyakit akut dan kronis. Salah satu

penyakit yang dapat terjadi adalah kista ovarium. (Tambayong, 2002)

Ovarektomi adalah tindakan operatif untuk dilakukan

pengangkatan ovarium. (Wiknjosastro, 2005)

Jadi, dapat disimpulkan ovarektomi dextra atas indikasi kista

ovarium adalah suatu keadaan dimana pasien dilakukan operasi

pengangkatan ovarium bagian kanan karena adanya neoplasma jinak.

8
B. Anatomi Sistim Reproduksi Perempuan

Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan

organ reproduksi interna.

1. Organ genetalia eksterna

Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva

yang mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang

dimulai dari mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, himen,

vestibulum, kelenjar bartholini dan berbagai kelenjar serta pembuluh

darah.

Gambar 2. 1 : Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.

(Sumber: Wiknjosastro, 2005)

9
a. Mons veneris

Disebut juga gunung venus, menonjol ke bagian depan

menutup tulang kemaluan. Setelah pubertas, kulit

monsveneris tertutup oleh rambut ikal yang membentuk

pola distribusi tertentu yaitu pada wanita berbentuk

segitiga.

b. Labia Mayora

Berasal dari monsveneris, bentuknya lonjong menjurus ke

bawah dan bersatu dibagian bawah. Bagian luar labia

mayora terdiri dari kulit berambut, kelenjar lemak, dan

kelenjar keringat, bagian didalamnya tidak berambut dan

mengandung kelenjar lemak, bagian ini mengandung

banyak ujung saraf sehingga sensitive saat hubungan seks.

c. Labia minora

Merupakan lipatan kecil dibagian dalam labia mayora.

Bagian depannya mengelilingi klitoris. Kedua labia ini

mempunyai pembuluh darah, sehingga dapat menjadi besar

saat keinginan seks bertambah. Labia ini analog dengan

kulit skrotum pada pria.

d. Klitoris

Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria.

Mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf,

sehingga sangat sensitif saat hubungan seks.

10
e. Hymen

Merupakan selaput yang menutupi bagian lubang vagina

luar. Pada umumnya hymen berlubang sehingga menjadi

saluran aliran darah menstruasi atau cairan yang

dikeluarkan oleh kelenjar rahim dan kelenjar endometrium

(lapisan dalam rahim)

f. Vestibulum

Bagian kelamin yang dibasahi oleh kedua labia kanan – kiri

dan bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang

pertemuan labia minora. Pada bagian vestibulum terdapat

muara vagina (liang senggama), saluran kencing, kelenjar

Bartholini, dan kelenjar Skene.

g. Orifisium Uretra

Lubang atau meatus uretra terletak pada garis tengah

vestibulum, 1 sampai 1,5 cm di bawah arkus pubis dan

dekat bagian atas liang vagina. Meatus uretra terletak di dua

pertiga bagian bawah uretra terletak tepat di atas dinding

anterior vagina.

h. Orifisium Vagina

Terletak dibagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo)

tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen,

utuh tanpa robekan.

11
i. Vagina

Vagina atau liang kemaluan merupakan suatu tabung yang

dilapisi membran dari jenis epithelium bergaris khusus,

dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjang

vagina dari vestibulum sampai uterus adalah 7,5 cm.

Bagian ini merupakan penghubung antara introitus vagina

dan uterus. Pada puncak vagina menonjol leher rahim yang

disebut porsio. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat – lipat

disebut rugae. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu

sebagai saluran luar dari uterus yang dilalui secret uterus

dan aliran menstruasi, sebagai organ kopulasi wanita dan

sebagai jalan lahir.

j. Perinium

Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjang

perineum kurang lebih 4 cm. Jaringan utama yang

menopang perineum adalah diafragma pelvis dan

urogenital.

12
2. Alat Kelamin Dalam (Genetalian Interna)

Genetalia interna adalah alat reproduksi yang berada didalam

dan tidak dapat dilihat kecuali dengan cara pembedahan. Organ

genetalia terdiri dari :

Gambar 2.2 : Organ Interna Wanita (Bobak & Lowdermilk, 2004)

a. Rahim (Uterus)

Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gr.

Terletak di panggul kecil diantara rectum (bagian usus

sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih.

Hanya bagian bawahnya disangga oleh ligament yang kuat,

sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat

kehamilan. Ruangan rahim berbentuk segitiga, dengan

bagian besarnya di atas. Dari bagian atas rahim (fundus)

13
terdapat ligament menuju lipatan paha (kanalis inguinalis),

sehingga kedudukan rahim menjadi kearah depan. Rahim

juga merupakan jalan lahir yang penting dan mempunyai

kemampuan untuk mendorong jalan lahir.

Uterus terdiri dari :

1) Fundus uteri (dasar rahim)

Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur.

Pada pemeriksaan kehamilan, perabaan fundus uteri

dapat memperkirakan usia kehamilan

2) Korpus uteri

Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini

berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga

yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri

atau rongga rahim.

3) Serviks uteri

Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut

porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis

servikalis disebut ostium uteri internum.

Lapisan – lapisan uterus meliputi endometrium,

myometrium, parametrium.

b. Tuba Fallopi

Tuba fallopi berasal dari ujung ligamentum latum berjalan

kearah lateral, dengan panjang sekitar 12cm. Tuba fallopi

14
merupakan bagian yang paling sensitif terhadap infeksi dan

menjadi penyebab utama terjadinya kemandulan

(infertilitas). Fungsi tuba fallopi sangat vital dalam proses

kehamilan, yaitu menjadi saluran spermatozoa dan ovum,

mempunyai fungsi penangkap ovum, tempat terjadinya

pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat

pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu

menanamkan diri pada lapisan dalam rahim.

c. Indung Telur (Ovarium)

Indung telur terletak antara rahim dan dinding panggul, dan

digantung ke rahim oleh ligamentum ovari proprium dan ke

dinding panggul oleh ligamentum infundibulopelvicum.

Indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang

paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan

dalam pengatur proses menstruasi. Indung telur

mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti

kanan dan kiri.

d. Parametrium (Penyangga Rahim)

Merupakan lipatan peritoneum dengan berbagai penebalan,

yang menghubungkan rahim dengan tulang panggul, lipatan

atasnya mengandung tuba fallopi dan ikut serta menyangga

indung telur. Bagian ini sensitif tehadap infeksi sehingga

mengganggu fungsinya.

15
Hampir keseluruhan alat reproduksi wanita berada di

rongga panggul. Setiap individu wanita mempunyai bentuk

dan ukuran rongga panggul (pelvis) yang berbeda satu sama

lain. Bentuk dan ukuran ini mempengaruhi kemudahan

suatu proses persalinan. (Tambayong, 2002)

C. Etiologi

Kista ovarium merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama

yang bersifat non neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari korpus

luteum. Tetapi di samping itu ditemukan pula jenis yang merupakan

neoplasma. Oleh karena itu kista ovarium dibagi dalam 2 golongan:

1. Non-neoplastik (fungsional)

a. Kista folikel

Kista ini berasal dari folikel yang menjadi besar semasa proses

atresia foliculi. Setiap bulan, sejumlah besar folikel menjadi mati,

disertai kematian ovum disusul dengan degenerasi dari epitel

folikel. Pada masa ini tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak

jarang ruangan folikel diisi dengan cairan yang banyak, sehingga

terbentuklah kista yang besar, yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan klinis. Tidak jarang terjadi perdarahan yang masuk ke

dalam rongga kista, sehingga terjadi suatu haematoma folikuler.

b. Kista lutein

Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang di luar

kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari

16
corpus luteum haematoma. Perdarahan ke dalam ruang corpus

selalu terjadi pada masa vascularisasi. Bila perdarahan ini sangat

banyak jumlahnya, terjadilah corpus luteum haematoma, yang

berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan. Secara

perlahan-lahan terjadi reabsorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga

akhirnya tinggalah cairan yang jernih atau sedikit bercampur darah.

Pada saat yang sama dibentuklah jaringan fibroblast pada bagian

dalam lapisan lutein sehingga pada kista corpus lutein yang tua,

sel-sel lutein terbenam dalam jaringan-jaringan perut.

2. Neoplastik

Yang termasuk golongan ini ada 3 jenis:

a. Cystadenoma mucinosum

Jenis ini dapat mencapai ukuran yang besar. Ukuran yang terbesar

yang pernah dilaporkan adalah 328 pound. Tumor ini mempunyai

bentuk bulat, ovoid atau bentuk tidak teratur, dengan permukaan

yang rata dan berwarna putih atau putih kebiru-biruan.

b. Cystadenoma serosum

Jenis ini lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan

mucinosum, tetapi ukurannya jarang sampai besar sekali. Dinding

luarnya dapat menyerupai kista mucinosum. Pada umumnya kista

ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ephitelium).

17
c. Kista dermoid

Tumor ini merupakan bagian dari teratoma ovary bedanya ialah

bahwa tumor ini bersifat kistik, jinak dan elemen yang menonjol

ialah eksodermal. Sel-selnya pada tumor ini sudah matang. Kista ini

jarang mencapai ukuran yang besar.

Penyebabnya saat ini belum diketahui secara pasti. Namun ada salah

satu pencetusnya yaitu faktor hormonal, kemungkinan faktor resiko

yaitu:

1. Faktor genetik/ mempunyai riwayat keluarga dengan kanker

ovarium dan payudara.

2. Faktor lingkungan (polutan zat radio aktif)

3. Gaya hidup yang tidak sehat

4. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, misalnya

akibat penggunaan obat-obatan yang merangsang ovulasi dan obat

pelangsing tubuh yang bersifat diuretik.

5. Kebiasaan menggunakan bedak tabur di daerah vagina

(Wiknjosastro, 2005)

D. Patofisiologi

Banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor

ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda yaitu akibat dari

pertumbuhan, aktivitas endokrin dan komplikasi tumor.

18
1. Akibat pertumbuhan,

Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan

pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat – alat disekitarnya

disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila

tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan

miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga

perut kadang – kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut

serta dapat juga mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai.

2. Akibat aktivitas hormonal

Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu

sendiri mengeluarkan hormon.

3. Akibat Komplikasi

a. Perdarahan ke dalam kista

Biasanya terjadi sedikit – sedikit sehingga berangsur – angsur

menyebabkan pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala –

gejala klinik yang minimal. Akan tetapi kalau perdarahan terjadi

dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan nyeri di perut.

b. Putaran Tangkai

Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih.

Adanya putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum

infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietal dan ini

menimbulkan rasa sakit.

19
c. Infeksi pada tumor

Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman pathogen. Kista

dermoid cenderung mengalami peradangan disusul penanahan.

d. Robek dinding Kista

Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat

trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada

saat persetubuhan. Jika robekan kista disertai hemoragi yang

timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus

ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus

menerus disertai tanda – tanda abdomen akut.

e. Perubahan keganasan

Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis

yang seksama terhadap kemungkinn perubahan keganasan. Adanya

asites dalam hal ini mencurigakan. (Wiknjosastro,2005)

Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovum

yang normalnya menghilang saat maturasi. Asalnya tidak

teridentifikasi dan terdiri atas sel – sel embrional yang tidak

berdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan lambat dan ditemukan

selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental,

berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Kista dermoid

hanya merupakan satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe

lainnya dapat terjadi dan pengobatannya tergantung pada tipenya.

(Smeltzer and Bare, 2001)

20
E. Manifestasi Klinis

Kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki

gejala. Namun kadang – kadang kista dapat menyebabkan beberapa

masalah seperti :

1. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit

2. Nyeri selama hubungan seksual

3. Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian – bagian organ tubuh

lainnya sudah terkena.

4. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi

5. Wanita post monopouse : nyeri pada daerah pelvik, disuria, konstipasi

atau diare, obstruksi usus dan asietas.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laparaskopi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor

berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor

itu.

2. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah

tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah

tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan

dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

21
3. Foto Rontgen

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.

Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam

tumor.

4. Parasentesis

Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab

asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemari

cavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk

(Wiknjosastro, 2005).

G. Penatalaksanaan

a.Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui

tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi

salpingooforektomi.

b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan

menghilangkan kista.

c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista

ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen

dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang

diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah

pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan

memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.

22
d.Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang

pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan

kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik

relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan

terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi

( Lowdermilk.dkk. 2005).

e. Jenis – jenis anestesi

Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai

hilangnya sakit yang sifatnya sementara. Anestesi ada setiap keadaan

membawa masalah – masalah tersendiri sesuai dengan kondisi

penderita, sebab obat – obat anestesi bersifat mendepresi kerja organ –

organ vital.

1) Anestesi Umum

Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang

disertai dengan hilangnya kesadaran dengan melalui proses obat masuk

kedalam pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar jaringan dan

yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya pembuluh darah yaitu

otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang.

Efek anestesi umum yaitu : mempengaruhi keadaan umum penderita karena

kesadaran menurun, disebabkan karena terjadinya gangguan fungsi pada sel

terjadinya hambatan fungsi neuron menghambat konsumsi oksigen, dapat

membentuk mikro kristal dengan air dalam membran sel neuron dan ini

menyebabkan stabilisasi membran sel (Muchtar, 2002).

23
Jenis dan cara pemberian obat anestesi umum :

a) Melalui Intravena

1. Benzodiazepine

Anggota tertentu dalam kelompok obat sedative hypnosis seperti

diazepam, lorazepam, dan midazolam, yang dipergunakan pada

prosedur anestesi (dasar-dasar farmakologi benzodiazepin) diazepam

dan lorazepan tidak larut dalam air dan penggunaan intravenanya

memerlukan vehikulum yang tidak encer, sehingga pemberian intravena

dapat menyebabkan iritasi luka. Formulasi mudah larut dalam air dan

kurang iritasi tetapi mudah larut dalam lemak pada pH fisiologis serta

mudah melewati pembuluh darah otak.

2. Anestesi analgesik opioid

Dosis besar analgesik opioid telah digunakan untuk anestetik umum,

terutana pada penderita operasi jantung atau operasi besar lainnya

ketika sirkulasi dalam keadaan minimal. Pemberian morfin, secara

intravena dengan dosis 1 sampai 3 per kg digunakan dalam keadaan

sirkulasi yang berat.

3. Etomidat

Etomidat merupakan imidazol karboksilasi yang digunakan untuk

induksi anestesi dan teknik anestesi secara seimbang yang tidak boleh

diberikan untuk jangka lama. Kelebihan utama dari anestestik ini yaitu

depresi kardiovaskular dan respirasi yang minimal.

24
4. Ketamin

Ketamin menimbulkan anestesi disosiatif yang ditandai dengan kataton,

amnesia, dan analgesia. Mekanisme kerjanya adalah dengan cara

menghambat efek membrane eksitator neurotrasmiter asam glutamate

pada subtype reseptor.

b) Melalui rectum :

Tiopental : anestesi injeksi pada pembedahan kecil

seperti di mulut, efek samping menekan pernafasan.

c) Melalui inhalasi :

Halotan : efek sampingnya yaitu dengan menekan

pernafasan, aritmia, dan hipotensi (Mochtar, 2002).

2) Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah tindakan anestesi yang banyak digunakan untuk

tindakan operasi ekstremitas bawah dan paling sering adalah bedah cesar.

Efek anestesi spinal : oksigenasi tidak adekuat dengan pernafasan buatan

menggunakan oksigen, tremor atau kejang, depresi sirkulasi diatasi dengan

pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip dalam infus,

adanya henti jantung .

Komplikasi anestesi spinal :

a. Komplikasi dini :

a) Hipotensi.

Hipotensi sering terjadi selama anestesi spinal, terutama akibat

kehilangan kompensasi vasokonstriksi eketremitas bawah,

25
menurunnya curah jantung, berkurangnya tonus arteriole sedikit

kontribusinya terhadap terjadinya hipotensi, kecuali tahanan

pembuluh darah perifer meningkat sebelum anestesi spinal.

Terapi hipotensi dimulai dengan tindakan yang cepat seperti

koreksi posisi kepala, pemberian cairan intravena dan pemberian

vasopressor sesuai kebutuhan. Jika cairan yang diberikan tidak

dapat mengoreksi bradikardi atau kontraktilitas melemah, terapi

yang disukai untuk spinal hipotensi adalah kombinasi cairan

untuk mengoreksi hipovolemi dengan alfa dan beta adrenergik

agonis (seperti efedrin) dan atropin (untuk bradikardi)

tergantung pada situasi.

b) Anestesi spinal tinggi dan Blokade total spinal

Pasien dengan tingkat anestesi yang tinggi dapat mengalami

kesulitan dalam pernapasaan . Harus dibedakan secara hati-hati

apa penyebabnya untuk memberikan terapi yang tepat. Hampir

semua dispnea tidak disertai paralysis otot pernapasan tetapi

adalah kehilangan sensasi proprioseptif tersebut mengakibatkan

dyspnea walaupun fungsi otot pernapasan dan pertukaran gas

adekuat.

c) Henti jantung yang tiba-tiba.

Henti jantung yang tiba-tiba telah dilaporkan pada pasien yang

mendapatkan spinal anestesi. Pasien yang mendapat sedatif dan

26
hipotensi sampai tejadinya henti jantung yang tiba-tiba terbukti

sulit untuk diterapi. Respon kardiovaskuler terhadap hiperkarbia

dan hipoksia karena sedatif dan narkotik mengakibatkan pasien

tidak mempunyai respon terhadap hipoksemia yang progresif,

asidosis dan hiperkarbia.

d) Mual dan Muntah

Mual selama anestesi spinal biasa terjadi oleh karena

hipoperfusi serebral atau tidak terhalanginya stimulus vagus

usus. Biasanya mual adalah tanda awal hipotensi. Bahkan blok

simpatis mengakibatkan tak terhalangnya tonus parasimpatis

yang berlebihan pada traktus gastrointestinal.

e) Paresthesia.

Paresthesia dapat terjadi selama penusukan jarum spinal atau

saat menginjeksikan obat anestetik. Pasien mengeluh sakit atau

terkejut singkat pada ektremitas bawah, hal ini disebabkan

jarum spinal mungkin mengenai akar saraf. Jika pasien

merasakan adanya parestesia persiten atau paresthesia saat

menginjeksikan anesthetik local, jarum harus digerakkan

kembali dan ditempatkan pada interspace yang lain untuk

mengcegah kerusakan yang permanen. Ada atau tidaknya

paresthesia dicatat pada status anesthesia.

27
Jenis dan cara pemberian obat anestesi spinal :

1. Lidokain

Lidokain merupakan obat anestesi yang digunakan untuk mencegah

depolarisasi pada membran sel melalui penghambatan masuknya

ion natrium pada kanal natrium. Efek samping lidokain bersifat

toksik pada susunan saraf. Efek yang terjadi akibat toksisitas dapat

berupa kejang, disorientasi, pandangan kabur, dan mengantuk.

2. Bupivakain

Bupivakain merupakan anestesi yang mempunyai masa kerja yang

panjang dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar

daripada motorik. Efek bupivakain lebih popular digunakan untuk

memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pasca

pembedahan.

3. Tetrakain

Tetrakain digunakan untuk segala macam anestesi, pada anestesi

spinal tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya

lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik.

(Joyce L, 1996)

g. Proses penyembuhan luka operasi pengangkatan kista adalah sama dengan

yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase

penyembuhan dan waktu granulasi jaringan (Sjamsuhidayat, 2001).

28
1. Fase penyembuhan luka:

a) Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-

kira hari ke lima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan

menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha

menghentikanya dengan vasokontriksi, penerutan ujung pembuluh

yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Sel dalam jaringan

ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan

permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyerbukan sel

radang, disertai vasodilatasi yang menyebabkan udem dan

pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi jelas

yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa

hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

b) Fase ploriferatif

Fase ploferatif disebut juga fase fibroplasia karena yang

menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung

dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu tiga. Pada

fase ini serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk

penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung

mengerut. Bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,

menyebabkan tarikan pada tepi luka. Kekuatan regangan mencapai

25% jaringan normal.

29
Fase fibroplasia ini, luka akan dipenuhi sel radang, fibroblast,

dan kalogen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan

permukaan yang menonjol halus yang disebut jaringan granulasi.

Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya

dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi

oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi ini

baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh

permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan

granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan

dalam fase penyembuhan

c) Fase penyudahan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terjadi atas

penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai

dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan

yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan

dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap.

Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi

abnormal karena proses penyembuhan. Udema dan sel radang

diserap, sel muda menjadi matang, kapilerbaru menutup dan

diserap kembali, kalogen yang berlebih diserap dan sisanya

mengerut sesuai dengan regangan yang ada.

30
b. Pengkajiaan fokus

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan

dasar utama dan hal yang penting dilakukan baik saat klien pertama

kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.

1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

suku / bangsa, pendidikan pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama : nyeri di sekitar area jahitan.

2. Riwayat Kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya

gangguan ketidaknyamanan.

3. Riwayat Kesehatan dahulu : pernahkah menderita penyakit seperti

yang diderita sekarang, pernahkah dilakukan operasi.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga: adakah anggota keluarga yang

menderita tumor atau kanker terutama pada organ reproduksi.

5. Riwayat obsetrikus, meliputi:

1. Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau.

2. Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia pernikahan

3. Riwayat persalinan

4. Riwayat KB

31
3. Pengkajian post operasi.

1. Kaji tingkat kesadaran

2. Ukur tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, Respiration

Rate.

3. Auskultasi bunyi nafas

4. Kaji turgor kulit

5. Pengkajian Abdomen

1.Inspeksi ukuran dan kontur abdomen

2.Auskultasi bising usus

3.Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa

4.Tanyakan tentang perubahan pola defekasi

5.Kaji status balutan

6. Kaji terhadap nyeri atau mual

7. Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan

menanyakan lamanya dibawah anestesi.

4. Data Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin,

hematokrit, lekosit)

2. Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi maupun

peroral sesuai program dari dokter.

5. Perubahan Pola Fungsi

Data yang diperoleh dalam kasus kista ovarium menurut Doenges

(2000) adalah sebagai berikut :

32
1. Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola istirahat

dan jam kebiasaan tidur. Adanya faktor – faktor yang mempengaruhi

tidur, misal: ansietas, nyeri, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan

latihan.

2. Makanan / cairan

Gejala : mual atau muntah, anoreksia, perubahan pada berat badan

3. Neurosensori

Gejala : pusing

4. Nyeri / kenyamanan

Gejala : tidak ada nyeri / derajat bervariasi, misalnya :

ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkaan dengan proses

penyakit).

5. Eliminasi

Gejala : Perubahan pada pola defekasi. Perubahan eliminasi urinarius

misalnya : nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria.

Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.

6. Pernapasan

Gejala : Merokok, pemajanan abses.

7. Integritas Ego

Gejala : Faktor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang

perubahan dalam penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak

berdaya, putus asa, depresi, menarik diri.

33
8. Sirkulasi

Gejala : palpitasi, nyeri dada perubahan pada tekanan darah.

9. Keamanan

Gejala : pemadaman pada kimia toksik, karsinogen pemajanan

matahari lama, berlebihan, demam, ruam kulit/ ulserasi.

10. Seksualitas

Gejala : perubahan pada tingkat kepuasan.

11. Interaksi Sosial

Gejala : ketidakadekuatan / kelemahan sistim pendukung, riwayat

perkawinan, masalah tentang fungsi (Doenges, 1999).

34
Pathways Keperawatan

Penyebab

- Ketidakseimbangan esterogen dan progesterone


- Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol
- Degenerasi ovarium
- Gaya hidup tidak sehat (konsumsi alcohol,merokok,kurang olahraga,dll)

Kista Ovarium

Ovarektomi

Anestesi umum Anestesi Spinal Luka operasi

Hilangnya Kesadaran Melalui Fungsi otot Jaringan Perdarahan


Melalui Melalui rectum Pembuluh Jaringan
kesadaran menurun intravena inhalasi pernafasan darah saraf terbuka
menurun perifer terputus
Proses obat Tiopental Zat beku Cairan
Gangguan Halotan Port
masuk Benzodiazepine Analgesik Ketamin darah dalam tubuh
fungsi neuron Oksigen Vasokontriksi Merangsang de
pada sel opoid berkurang berkurang
tidak ekstremitas area entry
Menekan Curah jantung adekuat
Pembuluh Vehibulum bawah sensorik
Anestesi Menghambat pernafasan menurun Trombosit Kelemahan
darah (otak) tidak ncer Sirkulasi yang
Menghambat disosiatif efek turun
berat Resiko fisik
konsumsi membrane Curah Nyeri
Sesak Jalan timggi
oksigen Iritasi luka eksitator Hipotens jantung
Amnesia,analgesia nafas infeksi Hb Kurang
nafas
i tidak menurun
menurun perawatan
adekuat diri
Sub type
Resiko Gangguan
reseptor
infeksi pola nafas Hipotensi Daya tahan Kurangnya
tubuh oksigen
berkurang

Kelemahan

Intoleransi 35
aktivitas
Sumber : Joyce,1996 dan Mochtar,2002
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Post Operasi

1. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran sekunder

akibat : ansietas. (Carpenito, 2006)

Tujuan : aspirasi tidak terjadi

Kriteria hasil : individu tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan

yang untuk mencegah aspirasi.

Intervensi

a. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak ada yang jatuh ke

belakang, menyumbat jalan napas.

Rasional : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas.

b. Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada

kontraindikasi.

Rasional : mengoptimalkan pola napas jika tidak ada

kontraindikasi.

c. Pertahankan posisi berbaring miring jika tidak ada kontraindikasi.

d. Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tisu atau

penghisap dengan perlahan-lahan.

Rasional : membersihkan jalan napas, pola napas tetap normal.

e. Anjurkan pada keluarga untuk tidak memberikan minum saat klien

belum sadar penuh.

Rasional : menghindari terjadinya aspirasi.

36
2. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran.

(Carpenito, 2006)

Tujuan : individu menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa

takut cedera berkurang, cedera tidak terjadi.

Kriteria Hasil : mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

risiko cedera, mengungkapkan maksud untuk

melakukan tindakan pencegahan tertentu (misalnya

menggunakan kacamata untuk mengurangi silau),

meningkatkan aktivitas harian bila memungkinkan.

Intervensi :

a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama untuk

menjaga keamanan.

Rasional : memantau aktivitas pasien.

b. Ajarkan penggunaan kruk, tongkat dan wolker.

Rasional : membantu dalam aktivitas. Meringankan beban.

c. Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar terpasang.

Rasional : memudahkan pasien untuk berpindah tempat dan

mencegah jatuh saat mobilisasi yang tidak disadari.

d. Ciptakan lingkungan yang aman : lantai kering tidak basah.

Rasional : mencegah agar tidak terpeleset dan jatuh.

e. Letakkan pispot dekat tempat tidur atau pispot kursi di depan

pasien.

37
Rasional : mengurangi kelelahan dengan menghemat tenaga klien

untuk ke kamar mandi.

3. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen.

(Doenges, 1999)

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil : klien rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.

Intervensi

a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10).

Rasional : perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan adanya

masalah, memerlukan evaluasi medik dan intervensi.

b. Pertahankan istirahat dengan posisi supinasi

Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah

dengan posisi telentang.

c. Anjurkan klien untuk mobilisasi dini.

Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, menurunkan

ketidaknyamanan.

d. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi).

Misal dengan latihan tarik napas dalam.

Rasional : meningkatkan kontrol terhadap nyeri dan meningkatkan

partisipasi pasien secara aktif.

e. Berikan analgetik sesuai indikasi.

Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerja sama dengan

terapi lain.

38
4. Kurang perawatan diri : personal hygiene berhubungan dengan kelemahan.

(Carpenito, 2006)

Tujuan : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene secara

mandiri.

Kriteria Hasil : ungkapkan rasa nyaman dan puas, melakukan kegiatan

perawatan diri sesuai kemampuan.

Intervensi

a. Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam melakukan kegiatan.

Rasional : mempengaruhi pemilihan intervensi yang tepat.

b. Motivasi klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai

kemampuan seperti gosok gigi.

Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien,

klien dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan perawatan diri sesuai

kemampuan.

c. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti : makan, mandi,

personal hygiene.

Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap


pembedahan.(Doenges, 1999)
Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,bebas

tanda infeksi/inflamasi, drainase purulen,eritema,

dan demam.

39
Intervensi
a. Awasi tanda – tanda vital

Rasional : dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses.

b. Lakukan pencucian tangan dengan baik dan perawatan luka

aseptik.

Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri.

c. Lihat insisi dan balutan.

Rasional : memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi, dan /atau

pengawasan penyembuhan.

d. Berikan informasi yang tepat,jujur pada pasien dan orang

terdekatnya.

Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan

dukungan emosi ,membantu menurunkan ansietas.

e. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan

jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk

menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya.

f. Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan.

Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan abses terlokalisir.

6. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal.


(Carpenito, 2006)
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.

Kriteria hasil : menunjukan bunyi bising usus / aktivitas peristaltik usus

aktif, mempertahankan pola eliminasi biasanya

40
Intervensi

a. Auskultasi bising usus

Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan


intervensi.

b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal


dan mengembalikan peristaltik.

c. Dorong pemasukan cairan adekuat,termasuk sari buah, bila

pemasukan peroral dimulai.

d. Berikan rendam duduk.

Rasional : meningkatkan relaksasi otot, minimalkan


ketidaknyamanan.

e. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi.

Rasional : mencegah mual /muntah sampai peristaltic kembali ( 1-


2 hari)

f. Berikan obat, contoh pelunak feses,minyak mineral, laksatif sesuai


indikasi.

Rasional : meningkatkan pembentukan / pasase pembentuk feses.

7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual muntah,intake nutrisi.(Doenges, 1999)

Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi

41
Kriteria hasil : mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan

penambahan berat badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai

laboratorium, tak ada tanda – tanda malnutrisi.

Intervensi

a. Tinjau faktor – faktor individual yang mempengaruhi kemampuan

untuk mencerna / makan makanan, missal : status puasa, mual,

ileus paralitik setelah selang dilepaskan.

Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi

b. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan


pengeluaran.

Rasional : mengidentifikasikan status cairan serta memastikan

kebutuhan metabolik.

c. Auskultasi bising usus

Rasional : menentukan kembalinya peristaltik.

d. Berikan cairan 1V, misalnya : albumin, lipid, elektrolit. Suplemen

vitamin dengan perhatian tertentu terhadap vitamin K,secara

parental.

Rasional : memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.

Menggunakan katartik praoperasi ( persiapan usus) dapat

mengurangi suplemen vitamin dan atau masalah usus dapat

menghambat absorbs vitamin.

42
e. Berikan obat – obatan sesuai indikasi : antiematik,missal
proklorpromazin.

Rasional : mencegah muntah.

8. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan

kurang informasi.

Tujuan : klien dapat mendapat informasi yang benar.

Kriteria hasil : klien dapat berpratisipasi dalam program

pengobatan,mengungkapkan pemahaman

informasi.

Intervensi

a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita

Rasional : memvalidasi tingkat pemahaman saat ini,

mengidentifikasi kebutuhan belajar.

b. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa

yang jelas dan mudah dimengerti.

Rasional : memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif

dan memudahkan untuk mengingat informasi yang diberikan.

c. Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan

Rasional : membantu penanganan dan perawatan pasien.

43

Anda mungkin juga menyukai