Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR TERBUKA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

1. DETA SRI ASTUTI


2. DWINDA ENIM RAHAYU
3. LOPIA ROPITA SARI
4. DONI DEWANTARA
5. FEBBY LIVIA ALTERNANDO

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Rahmat, karunia, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan Tugas ASUHAN KEPERAWATAN dengan judul “ASKEP
FRAKTUR TERBUKA” dalam bentuk yang sangat sederhana mengingat
banyaknya rintangan dalam pembuatan tugas ini. Semoga tugas ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga tugas ini dapat membantu dan menambah
pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi tugas ini sehingga kedepan dapat lebih baik.
Tugas ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
tugas ini.

Bengkulu, Mei 2016

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Lataar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
D. Manfaaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Patofisiologi
E. Pathway
F. Prognosis fraktur terbuka
G. Manifestasi klinis
H. Pemeriksaan penunjang
I. Penatalaksanaan

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Nursing Care Planning
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang ,yang diakibatkanoleh tekanan
eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.bila fraktur
mengubah posisi tulang,struktur yang ada disekitarnya (otot,tendon,saraf dan
pembuluh darah) juga mengalami kerusakan,cidera,traumaticpaling bnyak
menyebabkan fraktur.(carpetino,2005)
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain
mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi
fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera,
secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur,
penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang
adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka biasanya mengalami cidera
multipel.
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat
keparahan cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya
yang mengenai tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak,
trauma kecelakaan lalu lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan
dengan himpitan pada jaringan lunak dan devitalisasi.2
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk
membersihkan area mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit,
debris dan infeksi dapat masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi
pada tulang. Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani.
Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki
hasil kultur yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31%

2
pasien yang memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada
saat penutupan definitf. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk
mencegah masalah potensial tersebut dengan penanganan dini.

B. Rumusan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, fisiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosa
fraktur terbuka.
C. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk:
1. Memahami definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis fraktur terbuka.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kesehatan.
D. Manfaat
Memberi wawasan dan pengetahui bagi penulis dan pembaca. Serta dapat
mengetahui asuhan keperawatan pada fraktur terbuka

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan.(Mansjoer,2002)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun
tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema
jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami
cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang
(Burner at all, 2002).
fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit,karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar ,maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.
(black dan matasarin,2003)
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur
dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari
dalam hingga ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami
penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga kedalam. Fraktur terbuka sering
timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal di kulit
ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal
kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga
Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukan gambaran
bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan
pada saat terjadinya fraktur. (Donna L. Wong, 2004)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.(black dan matasarin,2003)

4
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang,
pasien sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa,
yang memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain
dalam tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera:
Pertama, masalah mendasar dasar patah tulang; kedua, pemaparan dari patah
tulang terhadap lingkungan; dan kontaminasi dari situs fraktur.

B. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan. (Oswari E, 2007)
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari
pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat
juga disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat
keparahan cidera fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan
besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa
milimeter hingga terhitung diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak
terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang
dan otot, dan dapat merusak saraf dan pembuluh darah sekitarnya. Fraktur
terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti cidera tipe energi
tinggi yang memutar.

5
C. Klasifikasi
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3
kelompok :
Grade I : kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio
otot minimal; fraktur simple transverse atar short oblique.
Grade II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,
kerusakan komponen minimal hingga sedang; fraktur simple
transverse atau short oblique dengan kominutif yang minimal
Grade III : kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur
neurovaskularl seringkali merupakan cidera oleh energy yang
besar dengan kerusakan komponen yang berat.
III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara
adekuat; fraktur segmental, luka tembak, periosteal stripping yang
minimal
III B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping
dan tulang terekspos, membutuhkan penutupan flap jaringan
lunak; sering berhubungan dengan kontaminasi yang massif
III C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan 1

Gambar 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka (Gustilo dan Anderson,2005)

6
D. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
(Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

7
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1) Fase hematum
 Dalam waktu 24 jam timbul pendarahan,edema,hematume,disekitar
frakturr.
 Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat.
2) Proses granulasi jaringan
 Terjadi 1-5 hari setelah injury
 Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
 Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi
pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast
3) Fase formasi callus
 Terjadi 6-10hari setelah injuri
 Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4) Fase ossificasi
 Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
 Callus permanen akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan
garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5) Fase considalis dan remadelling
 Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus
terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas. (Black,2002)

8
E. Pathway

F. Prognosis Fraktur Terbuka


Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan
terbukanya barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk
terjadinya infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang
terbuka, luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden periode)
dan setelah waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi.
Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan
sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah
tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya,
tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6.

9
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah :
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebaabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya,perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a) Rotasi pendekatan tulang
b) Penekanan tulang
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echumosis dari pendarahaan subculaneous
4. Spassme otot,spasmeinvolunters dekat fraktur
5. Tenderness /keempikan
6. Nyeri mungkin disebabkab oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaaerah yang berdekatan. Nyeri
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan)
8. Pergeraakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitas (Black,2002)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.Pada fraktur panjang,
terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di

10
atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).Saat ekstremitas diperiksa dengan
tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada
kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung
pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien
mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit


sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat
di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.

I. Penatalaksanaan Fraktur Terbuka


Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
1. obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.

11
2. adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
3. berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
4. segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. stabilisasi fraktur.
7. biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. rehabilitasi anggota gerak yang terkena
10. pembidaian
bidai atau spalk adalah alat dari kayu,anyamn kawat,atau bahn lainnya
yang kuat tetapi ringan yaang digunakan untuk menahan atau menjaga agar
bagiaan tulang yang patahtidak bergerak (immobilisasi).
Tujuan pembidain:
1. mencegah pergerakan//pergeseran dari ujung tulang yang patah
2. mengurangi terjaddinya cedera baru disekitar bagian tulang
3. memberi istirahat pada anggota badan yang patah
4. mengurangi rasa nyeri
5. mempercepat penyembuhan
Jenis-jenis pembidaian:
a. bidai soft
bidai soft merupakan pembidaian yang dibuat dari bahan lembut
seperti bantal,selimut,handuk,dan bahan lunak lainnya
b. bidai rigid
bidai rigid adalah pembidaian yang terbuat dari benda yang keras
seperti kayu,aluminium,banbu,atau benda apapun yang keras
c. bidai traksi
bidai traksi digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah
dari fraktur femur sehingga dapat terhindar dari kerusakan yang
lebih lanjut.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Pengkajian
Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.

Riwayat penyakit sekarang


1. Pengkajian primer :
1. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas
2. Breathing
a. RR 20 x/menit,
b. irama napas teratur
c. ronchi(-)
d. wheezing (-)
3. Circulation
a. Td 100/80 mmHg
b. nadi 84x/menit
c. suhu 37,5 ’C
d. akral dingin
e. mukosa bibir lembab
f. turgor kulit elastic
4. Disability
a. GCS 15
b. keadaan umum komposmetis
c. skala nyeri 6

5. Exposure
a. tampak patah terbuka di bagian tungkai bawah

13
b. luka robek di bagian tungkai bawah ± 2 cm
2. Pengkajian skunder:
1. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun

14
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

5. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
6. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna
D,1995).
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

15
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
 Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).\
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada

16
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995).

 Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000).
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000).
A. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
 Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.

17
 Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

 Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
 Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
 Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
 Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
 Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
 Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
 Paru
 Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
 Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

18
 Jantung
 Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
 Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
 Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

 Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.

19
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

B. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu
AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur

20
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2) Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D,
1995)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d gerakan fragmen tulang,edema, cedera jaringan
lunak
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuro
muscular,nyeri

21
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka,pemasangan traksi
4. Gangguan rasa nyaman b.d cidera fisik
C. NCP
N Diagnosa Tujuan & Intervensi
o keperawatan kriteria hasil

1Gangguan rasa NOC NIC


. nyaman  Ansiety Anxiety Reduction
Definisi :  Fear leavel (penurunan kecemasan)
Merasa kurang  Sleep Deprivation  Gunakan pendekatan yang
senang, lega, dan  Comfort, Readines menenangkan
sempurna dalam for Enchanced  Nyatakan dengan jelas
dimensi fisik, Kriteria hasil: harapan terhadap pelaku
psikospiritual,  Mampu mengontrol pasien
lingkungan, dan sosial kecemasan  Jelaskan semua prosedur
Batasan  Status lingkungan dan apa yang dirasakan
karakteristik yang nyaman selama prosedur
 Ansietas  Mengontrol nyeri  Pahami perspektif pasien
 Menangis  Kualitas tidur dan terhadap situasi stres
 Gangguan pola istirahat adekuat  Temani pasien untuk
tidur  Agresi pengendalian memberikan keamanan dan
 Takut diri mengurangi takut
 Ketidakmampuan  Respon terhadap  Dorong keluarga untuk
untuk rileks pengobatan memahami anak
 Iritabilitas  Control gelaja  Lakukan back/ neck rub
 Status kenyamanan
 Merintih  Dengarkan dengan penuh
meningkat
 Melaporkan perhatian
 Dapat mengontrol
merasa dingin  Identifikasi tingkat
ketakutan
 Melaporkan kecemasan
 Support sosial
merasa panas  Bantu pasien mengenal
 Keinginan untuk
 Melaporkan situasi yang menimbulkan
hidup
perasaan tidak kecemasan
nyaman  Dorong pasien untuk
 Melaporkan gejala mengungkapkan perasaan,
distress ketakutan, persepsi
 Melaporkan rasa  Instruksikan pasien
lapar menggunakan teknik
 Melaporkan rasa relaksasi
gatal  Berikan obat untuk

22
 Melaporkan mengurangi kecemasan
kurang puas Environment Management
dengan keadaan Comfort Pain Management
 Melaporkan
kurang senang
dengan situasi
tersebut
 Gelisah
 Berkeluh kesah
Faktor yang
berhubungan
 Gejala terkait
penyakit
 Sumber yang tidak
adekuat
 Kurang
pengendalian
lingkungan
 Kurang privasi
 Kurang kontrol
situasional
 Stimulasi
lingkungan yang
mengganggu
 Efek samping
terkait terapi (mis;
medikasi, radiasi)
Hambatan mobilitas NOC NIC
fisik  Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
Definisi: Active  Monitoring vital sign
Keterbatasan pada  Mobility Level sebelum/ sesudah latihan
pergerakan fisik tubuh  Self care : ADLs dan lihat respon pasien saat
atau satu atau lebih  Transfer performance latihan
ekstremitas secara Kriteria hasil:  Konsultasikan dengan terapi
mandiri dan terarah.  Klien meningkat fisik tentang rencana
Batasan dalam aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan
karakteristik:  Mengerti tujuan dari kebutuhan
 Penurunan waktu peningkatan  Bantu klien menggunakan
reaksi mobilitas tongkat saat berjalan dan

23
 Kesulitan  Memverbalisasikan cegah terhadap cedera
membolak-balik perasaan dalam  Ajarkan pasien atau tenaga
posisi meningkatkan kesehatan lain tentang
 Melakukan kekuatan dan teknik ambulasi
aktivitas lain kemampuan  Kaji kemampian pasien
sebagai pengganti berpindah dalam mobilisasi
pergerakan  Memperagakan  Latih pasien dalam
(mis; penggunaan alat pemenuhan kebutuhan
meningkatkan  Bantu untuk ADLs secara mandiri sesuai
perhatian pada mobilisasi (walker) kemampuan
aktivitas orang  Dampingi dan bantu pasien
lain, saat mobilisasi dan bantu
mengendalikan penuhi kebutuhan ADLs ps
perilaku, fokus  Berikan alat bantu jika klien
pada memerlukan
ketunadayaan/  Ajarkan pasien bagaimana
aktivitas sebelum merubah posisi dan berikan
sakit) bantuan jika diperlukan
 Dyspnea setelah
beraktivitas
 Perubahan cara
berjalan
 Gerakan bergetar
 Keterbatasan
kemampuan
melakukan
keterampilan
motorik halus
 Keterbatasan
kemampuan
melakukan
keterampilan
motorik kasar
 Keterbatasan
rentang
pergerakan sendi
 Tremor akibat
pergerakan
 Ketidakstabilan

24
postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak
terkoordinasi
Faktor yang
berhubungan:
 Intoleransi
aktivitas
 Perubahan
metabolisme
selular
 Ansietas
 Indeks masa tubuh
diatas parentil ke
75 sesuai usia
 Gangguan kognitif
 Konstraktur
 Kepercayaan
budaya tentang
aktivitas sesuai
usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan
ketahanan tubuh
 Penurunan kendali
otot
2Nyeri akut NOC NIC
. Definisi :  Pain level Pain manajemen
Pengalaman sensori  Pain control  Lakukan pengkajian nyeri
dan emosional yang  Comfort level secra komprehensif
tidak menyenangkan termasuk
yang muncul akibat Kriteria hasil : lokasi,karakteristik,durasi,fr
kerusakan jaringan  Mampu mengontrol ekuensi,
yang aktual atau nyeri(tahu penyebab kualitas
potensial atau nyeri )  Obsevasi reasi
digambarkan dalam  Melaporkan bahwah nonverbaldari ketidak
hal kerusakan nyeri berkurang nyaman
sedemikian rupa dengan menggunakn  Gunakan teknik terapeutik
awitan yang tiba manajemen nyari untuk mengetahui reson

25
tibaatau lambat dari  Mampu mengenali nyeri
intensitas ringan hinga nyeri  Kaji kultur
berat denga akhir  ( skala, insitas,  Evaluasi pengalaman nyeri
yang dapat di frekuensi, dan tanda masa lampau
antisipasi atau nyeri)  Evaluasi bersama pasien dan
diprediksi dan  Menyatakan nyaman tim kesehatan
berlangsung <6 bulan setelahnyeri  Bantu pasien dan keluarga
berkurang untuk mencari dan
Batasan menemukan dukungan
karakteristik :  Kontrol lingkunganyang
 Perubahan selera dapat mempengaruhu nyeri
makan  Auskultasi TD pada kedua
 Perubahan tangan
tekanan darah  Monitor TD,RR ,nadi
 Perubahan sebelum,selama,dan setelah
frekuensi jantung aktivitas
 Perubahan  Monitor kualitas nadi
frekuensi  Monitor alterans
pernafasan  adanya pulsus
 Laporan isyarat  Monitor aliran oksigen
 Diaforisis  Pertahankan posisi pasien
 Penurunan onservasi tanda tanda
resistensi vaculer hipoventilasi
sistemik  Monitor suhu, warna dan
 Dipsnea kelembaban kulit
 Peningkatan PVR  Monitor kualitas dari nadi
 Peningkatan SVR  Monitor adanya cushing
 Oliguria  Identifikasi penyebab dari
 Perubahan perubahan vital sign
kontaklitas
 Perilaku /emosi

Faktor yang
berhubungan
 Perubahan
afterload
 Perubahan
kontraktilitas
 Perubahan

26
frekuensi jantung
 Perubahan preload
 Perubahan irama
 Perubahan vulume
sekuncup
3Kerusakan integritas NOC NIC
kulit
.  Tissue Integrity : Skin Pressure Management
Definisi : and Mucous
Perubahan/gangguan  Hemodyalis akses  Anjurkan pasien untuk
epidermis dan / atau menggunakan pakaian yang
dermis longgar
Kriteria Hasil  Hindari kerutan pada tempat
Batasan karakteristik: tidur
 Integritas kulit yang
 Jaga kebersihan kulit agar
 Kerusakan lapisan baik bisa dipertahankan
tetap bersih dan kering
kulit (dermis) (sensasi, elastisitas,
 Mobilisasi pasien (ubah posisi
 Gangguan permukaan temperatur, hidrasi,
pigmentasi) pasien)
kulit (epidermis)
 Tidak ada luka/lesi pada  Monitor kulit akan adanya
 Invasi struktur tubuh
kulit kemerahan
 Perfusi jaringan baik  Oleskan lotion atau
Faktor yang  Menunjukkan minyak/baby oil pada daerah
berhubungan : pemahaman dalam yang tertekan
proses perbaikan kulit  Monitor aktivitas dan
 Eksternal : mobilisasi pasien
dan mencegah
 Zat kimia, Radiasi terjadinya cedera  Monitor status nutrisi pasien
 Usia yang ekstrim berulang  Memandikan pasien dengan
 Kelembapan  Mampu melindungi sabun dan air hangat
 Hipertermia, kulit dan Insision site care
Hipotermia mempertahankan  Membersihkan, memantau
 Faktor mekanik kelembaban kulit dan dean meningkatkan proses
(mis.,gaya perawatan alami penyembuhan pada luka yang
gunting(shearing ditutup dengan jahitan, klip
forces) atau straples
 Medikasi  Memonitor proses
 Lembab kesembuhan area insisi
 Imobilitasi fisik  Momonitor tanda dan gejala
 Internal : infeksi pada area insisi
 Perubahan status  Bersihan area sekitar jahitan
cairan atau staples, menggunakan lidi
 Perubahan kapas steril
pigmentasi  Gunakan preparant antiseptic,
 Perubahan turgor sesuai program

27
 Faktor  Ganti balutan pada interval
perkembangan waktu yang sesuai atau
 Kondisi ketidak biarkan luka tetap terbuka
seimbangan nutrisi (tidak dibalut) sesuai progran
(mis.,obesitas, Dialysis Acces Maintenance
emasiasi)
 Penurunan
imunologis
 Penurunan sirkulasi
 Kondisi gangguan
metabolik
 Gangguan sensasi
 Tonjolan tulang
4Resiko infeksi NOC NIC
. Definisi : Mengalami  Immune status Infection Control (kontrol infeksi)
peningkatan resiko  Knowledge : Infection
terserang organisme control  Bersihkan lingkungan setelah
patogenik  Risk control dipakai pasien lama
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko :  Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda  Instruksikan kepada
 Penyakit kronis dan gejala pengunjung untuk mencuci
 Diabetes melitus  Mendeskripsikan tangan saat berkunjung dan
 Obesitas proses penularan setelah berkunjung
 Pengetahuan yang penyakit, factor yang meninggalkan pasien
tidak cukup untuk mempengaruhi  Gunakan sabun antimikrobia
menghindari penularan serta untuk cuci tangan
pemanjanan patogen penatalaksanaannya  Cuci tangan setiap sebelum
 Pengetahuan tubuh  Menunjukan dan sesudah tindakan
primer yang tidak kemampuan untuk keperawatan
adekuat mencegah timbulnya  Gunakan baju, sarung tangan
 Gangguan infeksi sebagai alat pelindung
peristalstik  Jumlah leukosit dalam
 Pertahankan lingkungan
 Kerusakan batas normal
aseptik selama pemasangan
integritas kulit  Menunjukkan perilaku
alat
(pemasangan kateter hidup sehat
 Tingkatkan intake nutrisi
invasif, WSD,
 Monitor tanda dan gejala
prosedur invasif)
infeksi
 Perubahan sekresi
 Monitor granulosit, WBC
pH
 Monitor kerentanan terhadap
 Penurunan kerja
infeksi
siliaris
 Batasi pengunjung
 Pecah ketuban dini

28
 Pecah ketuban lama  Pertahankan teknik isolasi k/p
 Merokok  Dorong masukkan nutrisi yang
 Stasis cairan tubuh cukup
 Trauma jaringan  Dorong masukkan cairan
(mis., trauma  Dorong istirahat
destruksi jaringan)  Ajarkan pasien dan keluarga
 Ketidak adekuatan tanda dan gejala infeksi
pertahanan sekunder  Ajarkan cara menghindari
 Penurunan infeksi
hemoglobin  Laporkan kecurigaan infeksi
 Imunosupresi  Laporkan kultur positif
(mis.,imunitas
didapat tidak
adekuat, agen
farmaseutikal
termasuk
imunosupresan,
steroid, antibodi
monoklonal,
imunomudulator)
 Supresi
responinflamasi
 Vaksinasi tidak
adekuat
 Prosedur invasif
 Malnutrisi

29
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen
fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang
menembus dari dalam hingga ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang
mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga kedalam.
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari
pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat
juga disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja.

B. Saran
Dengan mengetahui askep fraktur terbuka, kita mengharapkan para
pembaca maupun teman-teman yang lain dapat mengenal lebih dekat bagian-
bagian dari keadaan tubuh kita. Mulai dari organ-organ yang menyusun sistem
tersebut, cara kerja suatu sistem pada tubuh kita, zat-zat atau enzim yang
membantu dalam proses sistem tersebut, penyakit yang dapat menyerang
sistem-sistem tersebut, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan suatu salah
satu sistem organ. Disini pula kita temukan pengetahuan dan wawasan yang
baru yang belum kita ketahui seluruhnya.
Semoga makalah dengan judul “ASKEP FRAKTUR TERBUKA” ini
dapat menjadi sumber inspirasi teman-teman untuk membuat makalah dengan
tema yang sama. Mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini ada
kata-kata yang tidak berkenan di hati pembaca maupun banyak kekurangan
pada makalah ini. Terima kasih

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania.


2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012,
May 21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-
overview#aw2aab6b3. Accessed January 30, 2013.
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available
from http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm.
Accessed January 30, 2013.
4. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera
Utara. 2010. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf. Accessed
January 30, 2013.
5. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures.
Available from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582. Accessed
January 30, 2013.

31

Anda mungkin juga menyukai