Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI POST PARTUM

A. KONSEP DASAR INFEKSI POST PARTUM


1. Pengertian Infeksi Nifas atau Postpartum
a. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
(Muchtar, 1998 : 115).
b. Periode postpartum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang dimulai
setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti
sebelum kehamilan. (Bobak, 2000 : 716).
c. Masa nifas atau postpartum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu. (Hanifa, 1999 : 237).
d. Postpartum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini meliputi beberapa
minggu pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil yang
normal. (Cuningham, 1995 : 281).
e. Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa : “Masa nifas disebut juga postpartum atau puerperium, adalah masa
penyembuhan dan pulihnya kembali alat-alat reproduksi sejak selesai melahirkan
sampai pada keadaan normal, seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6 minggu.
f. Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas
(Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
g. Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat
genetalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada
traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu
hingga 38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan
dengan mengecualikan 24 jam pertama.

2. Periode Nifas atau Postpartum


a. Periode Immediate postpartum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.
b. Periode Early postpartum : terjadi setelah 24 jam postpartum sampai akhir minggu
pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu postpartum,
hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic.
c. Periode late postpartum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam
sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.

1
3. Etiologi
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob
dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau
mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah
streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi postpartum
antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

4. Faktor Predisposisi
a. Faktor predisposisi infeksi postpartum
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan,
dan kurang gizi atau malnutrisi
2) Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
5) Anemia, higiene, kelelahan
6) Proses persalinan bermasalah :
7) Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya
proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke
infeksi dalam masa nifas.
b. Cara Terjadinya infeksi
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-
alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-
kuman.

2
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya.
Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang
memasuki kamar bersalin.
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci
hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada
waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5) Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu
partus lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan
leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air
ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-
kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati
amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.

5. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena
yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman
dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami
perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat
masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau
dapat menyebar di luar luka asalnya.
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada
infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi
reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel
pembuat antibodi (limfosit B).
Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung
selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan
jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan
difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila

3
trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan
terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang
lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R,
1997 ).

6. Pathway infeksi postpartum.


Trauma persalinan,infeksi nosokomial

Daerah bekas insersio plasenta

Kuman tumbuh dalam tubuh (serviks,vulva,perineum) lokhea bau busuk


Infeksi Postpartum

Peningkatan Merangsang
suhu tubuh pegeluaran
mediator kimia

Demam tinggi
Merangsang sel-
sel disekitar luka
Takikardi anoreksia

Mual, muntah Sensasi nyeri

Nutrisi kurang
dari kebutuhan

7. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan suhu
b. Takikardie.
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

8. Jenis-jenis infeksi postpartum


a. Infeksi Payudara

4
1) Mastitis
a) Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara
(penimbunan nanah di dalam payudara).
b) Penyebab
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak
ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus).
Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air
susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu).
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita
menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah
melahirkan.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan
dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah
puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan
penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang
tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.
c) Gejala
Gejalanya berupa :
 Nyeri payudara
 Benjolan pada payudara
 Pembengkakan salah satu payudara
 Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan
teraba hangat
 Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung
nanah)
 Gatal - gatal
 Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena
 Demam.
d) Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika
tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsi payudara.
e) Pengobatan

5
Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4
kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan,
sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara
yang terkena.
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
f) Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis bisa dilakukan beberapa tindakan
berikut
 Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
 Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya
 Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah
robekan/luka pada puting susu
 Minum banyak cairan
 Menjaga kebersihan puting susu
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

2) Bendungan ASI
a) Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan
duktus laktiferi atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna
atau karena kelainan pada putting susu (Mochtar, 1996).
Menurut Huliana (2003) payudara bengkak terjadi karena hambatan
aliran darah vena atau saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul
dalam payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan,
sementara kebutuhan bayi pada hari pertama lahir masih sedikit.
b) Patologi
Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :
 Faktor hormon
 Hisapan bayi

6
 Pengosongan payudara
 Cara menyusui
 Faktor gizi
 Kelainan pada puting susu
c) Patofisiologi
 Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh
terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.
 ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang
terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu
teregang menjadi rata.
 ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan
hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).
d) Penatalaksanaan
 Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :
1) Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah
dilahirkan
2) Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand
3) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi
kebutuhan bayi
4) Perawatan payudara pasca persalinan
 Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :
1) Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek
2) Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan
dihisap oleh bayi.
3) Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
4) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin
5) Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan
pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin kearah korpus.
(Sastrawinata, 2004)
3) Abses Payudara
a) Definisi
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi
apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat
infeksi.
b) Gejala

7
 Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
 Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
 Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
 Payudara yang tegang dan padat kemerahan.
 Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.
 Adanya pus/nanah.
c) Penanganan
 Teknik menyusui yang benar.
 Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara
bergantian.
 Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya.
 Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.
 Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI
harus tetap dikeluarkan.
 Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan
antibiotik.
 Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

b. Infeksi Parineal
1) Definisi
Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi liang
senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa nyeri dan mengeluarkan nanah.
2) Penyebab
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi
yang kurang baik.
3) Tanda / Gejala
a) Nyeri pada luka.
b) Luka pada perineal yang mengeras.
c) Demam.
d) Keluar pus / cairan.
e) Kemerahan.
f) Berbau busuk.
4) Penatalaksanaan
a) Bila didapati pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan
pengeluaran serta kopmres antiseptic.
b) daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.

8
c) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
d) Bila infeksi relative superficial, berikan Ampisilin 500mg per oral selama 6
jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selaa 5 hari.
e) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri
Pennisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam ( atau Ampisilin inj 1 g 4x/hari ) ditambah
dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam.
Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang, lakukan jahitan sekunder 2 – 4
minggu setelah infeksi membaik.
f) Berikan nasihat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering
diganti.
5) Pelaksanaan
a) Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut.
b) Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan debridement.
Jangan angkat jahitan fasia.
c) Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam, atau akan
timbulnya abses dan berikan antibiotika. Ampisilin 500 mg per oral 4 kali
sehari selama 5 hari.
d) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik atau
berikan kombinasi antibiotika sampai pasien bebas panas 48 jam.
 Penisilin G sebanyak 2 juta unit I.V setiap 6 jam.
 Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam.
 Ditambah Metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selaa 5 hari.
 Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan :
- Ampisilin 500mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
- Ditambah Metronidazol 400 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari.
- Catatan : Fasilitas nekrotikan membutuhkan debridement dan jahitan
situasi. Lakukan jahitan reparasi 2 – 4 minggu kemudian, bila luka sudah
bersih.
- Jika infeksi parah pada fasilitas nekrotikan, rawat pasien untuk kompres
2 kali sehari.

c. Infeksi Uterus
1) Endometritis (Lapisan dalam rahim)

9
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran
anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang
baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak
berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah
endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang
menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses
kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau
pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta
yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada
leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi,
sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan
kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas
menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena luka
biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau
busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan
buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu
tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca
lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis
yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-
kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis
(infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi
saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi
menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba
atau indung telur (Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas
implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan
persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan
alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan
selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar,
serta nyeri pada perabaan dan lembek.

10
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang
sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan
nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal
kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi
harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula
dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan
antibiotik yang tepat.
2) Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium
adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri
tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian
dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis.
Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan
dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang
dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas
dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang,
dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya
disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat
berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin
5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi
hasil konsepsi.
3) Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.
Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam
tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah.
Penyebab Parametritis yaitu :
a) Endometritis dengan 3 cara yaitu :

11
 Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
 Lymphogen
 Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b) Dari robekan serviks
c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

d. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat
juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika
mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum.
Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya
terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia
posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang
mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin;
terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum
tinggi.
e. Tromboflebitis
1) Definisi
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau
invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah disepanjang
vena dan cabang – cabangnya sehingga terjadi trobpoflebitis.
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah
disertai pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi
pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah
meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian
bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan
persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan
penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian
bawah (Adele Pillitteri, 2007).
2) Klasifikasi

12
a) Pelviotromboflebitis
 Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena dinding uterus
dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika dekstra karena infeksi
pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus ;
proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika
sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan perluasan infeksidari vena
ovarika dekstra ialah ke vena kafa inferior. Peritoneum yang
menutupi vena ovarika dekstra, mengalami imflamasi dan akan
menyebabkan perisalpingo – 00foritis dan periapendisitis. Perluasan
infeksi dari vena utruna ialah ke vena iliaka komunis.
 Etiologi
Disebabkan oleh kurangnya gizi atau mal nutrisi, anemia, kurang
personal hygiene, trauma jalan lahir. Seperti partus lama atau macet
dan periksa dalam yang berlebihan.
 Gejala
1. Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan / atau perut
bagian samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau
tanpa panas.
2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik
sebagai berikut :
a. Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat
( 30 – 40 menit ) dengan interval hanya beberapa jam saja
dan kadang – kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita
ha[irtidak panas.
b. Suhu badan naik turun secara tajam ( 360C menjadi 400C )
yang diikuti dengan penurunan suhu dalam waktu 1 jam (
biasanya subfebris seperti pada endometritis ).
c. Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
d. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana – mana,
terutama ke paru – paru.
3. Gambaran darah
a. Terdapat leukositosis ( meskipun setelah endotoksin
menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia ).
b. Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat
sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di

13
dalam darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar
dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
4. Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa – apa karena
yang paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai
dalam pemeriksaan.
 Komplikasi
1. Komplikasi pada paru – paru : infark, abses, pneumonia.
2. Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti
dengan proteinuria dan hematuria.
3. Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.
 Penanganan
1. Rawat Inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit yang dan
mencegah terjadinya emboli pulmonum.
2. Terapi Medik
Pemberian antibiotika dan heparin jika terdapat tanda – tanda atau
dugaan adanya emboli pulmonum.
3. Terapi Operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septic
terus berlangsung sampai mencapai paru – paru, meskipun
sedang dilakukan heparinisasi.

b) Tromboflebitis Femoralis
 Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena – vena pada tungkai,
misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safvena.
 Penilaian Klinik
1. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 -10
hari, kemudian suhu mendadak naik kira – kira pada hari ke 10
– 20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan
meberikan tanda – tanda sebagai berikut :
a. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta
sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.
b. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang
dank eras pada paha bagian atas.
c. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.

14
d. Reflektorik akan terjadi spasus arteria sehingga kaki
menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi
menurun.
e. Edema kadang – kadang terjadi sebelum atau setelah atau
setelah nyeri dan pada uumnya terdapat pada paha bagian
atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari – jari kaki dan
pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
f. Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan
memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (
tanda Homan ).
 Penanganan
1. Perawatan.
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada
kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau
memakai kaos kaki panjang yang elastic selama mungkin.
2. Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan
menyusui.
3. Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetik.

9. Pengobatan Infeksi Kala Nifas


Pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:
a. Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi
dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
b. Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
c. Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium.
d. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah,
makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan
lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.

10. Pengobatan Kemoterapi dan Antibiotika Infeksi Nifas


Infeksi nifas dapat diobati dengan cara sebagai berikut:
a. Pemberian Sulfonamid – Trisulfa merupakan kombinasi dari sulfadizin 185 gr,
sulfamerazin 130 gr, dan sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam
kemudian peroral.

15
b. Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM, penisilin
G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metsilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah
ampisilin kapsul 4×250 gr peroral.
c. Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
d. Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
e. Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.

11. Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam
darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan
kematian.

12. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Masa Persalinan
a) Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus
suci hama.
d) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam
maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga
sterilitas.
e) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.
f) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang
harus segera diganti dengan transfusi darah.
g) Masa Nifas
h) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula
alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung
kencing harus steril.
i) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan
khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
j) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

16
2) Masa Kehamilan:
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti
anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang
diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi
yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau
dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya
ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
b. Pencegahan infeksi postpartum :
1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada
kehamilan tua sebaiknya dilarang.
2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma
sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari
petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan
pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat.
3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien
dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang
berada dalam masa nifas.
c. Penanganan umum
1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa
nifas.
2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu
yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV
secukupnya.
d. Pengobatan secara umum
1) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka
operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang
tepat dalam pengobatan.,

17
2) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika
spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi
darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang
dijumpai.
e. Penanganan infeksi postpartum :
1) Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
2) Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu,
Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga
perineum.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk
menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk mengatasi, serta
pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif, terhadap masalah yang
diatasinya. (Effedi, Nasrul,1995: 3).
Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode pelaksanaan asuhan
keperawatan yang sistematis yang berfokus pada respon manusia secara individu,
kelompok dan masyarakat terhadap perubahan kesehatan baik actual maupun potesial.
Proses keperawatan terdiri dari empat tahap yaitu : Pengkajian, Perecanaan,
Implementasi dan Evaluasi, dimana masing-masing tahap saling berkaitan dan
berkesinambungan satu sama lain.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 : 18).
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk
mengumpulkan informasi tentang klien yang akan dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan kesehatan
klien sehari-hari meliputi :
1) Identitas
2) Status Kesehatan
3) Pemeriksaan Fisik

18
a) Pemeriksaan ibu
 Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua
biasanya klien masih lemah, tigkat kesadaran pada
umumnya compos mentis, tanda-tanda vital biasanya sudah
stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk
dalam fase taking hold. BB biasanya mendekati BB sebelum
hamil.
 Sistem Respirasi
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon
tubuh terhadap nyeri, perubahan pola nafas terjadi apabila
terdapat penumpukan secret akibat anesthesi.
 Sistem Kardiovaskuler
Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah
biasanya mengalami penurunan. Bila terjadi peningkatan 30
mmHg systolic atau 15 mmHg diastolic kemungkinan terjadi
pre eklampsia dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Observasi nadi terhadap penurunan sehingga kurang dari
50x/menit kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji apakah
konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan darah operasi,
kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung.
Pada tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli
periode post partum, seperti kemerah-merahan, hangat dan
sakit di sekitar betis perasaan tidak nyaman pada ekstremitas
bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso
fleksi pada kaki.
 Sistem Saraf
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi
pada tungkai bawah pada klien dengan spinal anesthesi.
 Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua
keadaan mulut biasanya kering arena klien puasa pada klien
dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik, kecuali klien
merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien
dengan anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus,
apakah ada tanda distensi pada saluran cerna, apakah klien
sudah BAB, atau flatus.

19
 Sistem Urinaria
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali
frekuensinya, kaji keadaan blass apakah ada distensi,
bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter, kaji
warna urine, jumlah dan bau urine.
 Sistem Reproduksi
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris,
adakah hyperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol,
apakah ASI sudah keluar.
Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena
pada bagian tengah abdomen terdapat luka, kaji kontraksi
uterus, perasaan mulas adalah normal karena proses
involusi. Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea
hari kedua adalah 1-2 jari dibawah umbilicus atau
pertengahan antara sympisis dan umbilical.
Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da
baunya. Biasanya lochea berwarna merah, bau amis dan
agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien tentang
cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut
dalam sehari.
 Sistem Integumen
Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak
post operasi klien belum melakukan aktivitas seperti biasa,
kaji muka apakah ada hyperpigmentasi, kloasma gravidarum,
kaji keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya, luka
balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga.
 Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah
pergerakan klien kaku, apakah ekstremitas simetris, apakah
klien mampu melakukan pergerakan ROM, tonus otot
biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama
karena klien dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan
sendi-sendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji apakah
ada diastasis rektus abdominalis.
 Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana
produksi ASI, pada post partum akan terjadi penurunan

20
hormone estrogen dan progesterone sehingga hormone
prolaktin meningkatyang menyebabkan terjadinya produksi
ASI dan hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran
ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi peningkatan
produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara bila
bay tidak segera diteteki.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana
pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa yang mungkin muncul
antara lain :
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi
abdomen, after pains, distensi kandung kemih.
b. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi
nasokomial.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan terpasangnya kateter, retensi
urine.
e. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infus.
f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi berhubungan dengan
kurang informasi.
g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi,
peralihan sebagai orang tua.

3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan pasien
dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan
keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai
rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan pada klien post
partum menurut (Dongoes, 1994 : 417).
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi
abdomen, after pains, distensi kandung kemih.
Tujuan :

21
Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
1) Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24
x/menit),
2) Tidak meringis,
3) Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.
Intervensi Rasional
1. Tentukan skala nyeri dan 1. Untuk mengenal indikasi
intensitas nyeri, pantua tekanan kemajuan atau
darah, nadi dan pernafasan penyimpangan dari hasil
setiap 4 jam. yang diharapkan.
2. Anjurkan klien untuk 2. Relaksasi dan nafas dalam
menggunakan teknik relaksasi dapat mengurangi
dan nafas dalam serta teknik ketegangan otot dan
distraksi (untuk nyeri ringan dan menghambat rangsang nyeri
sedang). serta menambah
pemasukan oksigen.
Distraksi mengganggu
stimulus nyeri tetapi tidak
mengubah intensitas nyeri,
paling baik untuk periode
pendek.
3. Anjurkan posisi tidur miring. 3. Mempermudah pengeluaran
gas
4. Berikan obat analgetik sesuai 4. Analgetik bersifat
order menghambat reseptor nyeri,
sehingga persepsi nyeri
berkurang/hilang

b. Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan


infeksi nasokomial.
Tujuan :
Dalam 3 hari setelah proses persalinan, infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80 x/menit, suhu
tidak lebih dari 38 0C),
2) Insisi kering
3) Lochea tidak berbau busuk
4) Uterus tidak lembek
Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan luka 1. Akan meminimalkan dan
dengan teknik aseptic dan anti mencegah kontaminasi dan
septic. atau masuknya
mikroorganisme.

22
2. Observasi adanya tanda-tanda 2. Akan memudahkan
infeksi pada daerah luka : dolor, intervensi lebih dini dan
kalor, rubor dan function laesa. intervensi selanjutnya.
3. Berikan antibiotic sesuai order 3. Antibiotik bersifat bakterisida
dan kolaborasi untuk dan adanya leukositosis
pemeriksaan leukosit. merupakan salah satu tanda
infeksi.
4. Anjurkan untuk makan makanan 4. Protein dan viatamin C
tinggi protein, vitamin C dan zat dibutuhkan untuk
besi. pertumbuhan jaringan dan
zat besi untuk pembentukan
hemoglobin.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah, dan pembatasan medis.
Tujuan :
Dalam Waktu 3 Hari nutrisi terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
1) Nafsu makan bertambah
2) Asupan nutrisi adequate.
Intervensi Rasional
1. Berikan dan jaga keseimbangan 1. Untuk memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit dengan nutrisi bila lewat oral belum
pemberian infuse memungkinkan atau bising
2. Buatkan makanan secara usus sangat lemah.
bertahap dari cair , lunak dan 2. Bising usus normal antara 6-
makanan bila bising usus sudah 12 x/menit, makanan baru
normal dapat dicerna.
3. Anjurkan makan sedikit-sedikit
tapi sering. 3. Untuk menghindari mual,
sehingga intake adequate.

d. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan terpasang kateter,


retensi urine.
Tujuan :
Dalam waktu 2 hari pola eliminasi urine tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter
2. Terhindar dari infeksi system urine.
Intervensi Rasional
1. Rawat perineum dan kateter 1. Mencegah agar tidak
secara rutin dan teratur. mendukung pertumbuhan
bakteri.
2. Tempatkan kantung kencing bila 2. Untuk mencegah refluk,
dipasang kateter lebih rendah sehingga tidak tumbuh
dari pasien. bakteri

23
3. Ajarkan teknik merangsang 3. Klien biasanya bisa buang
kencing setelah diangkat kateter air kecil setelah 6-8 jam
seperti siram daerah kandung setelah pengangkatan
kemih dengan air dan anjurkal kateter. Posisi duduik
klien duduk. dapatmenimbulkan rasa
penuh sehingga klien
terangsang untuk kencing.
4. Angkat kateter sesuai ketentuan 4. Untuk menghindari
biasanya 6-12 jam post operasi pertumbuhan bakteri.

e. Aktifitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infuse.


Tujuan :
Dalam waktu 3 hari aktivitas tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat melakukan personal Hygiene (ADL)
Intervensi Rasional
1. Rubah posisi klien setiap 1 jam 1. Untuk menghindari
sampai 2 jam sekali, anjurkan komplikasi setelah bedah
nafas dalam dan latihan kaki seperti dekubitus dan
tromboemboli.
2. Bantu dan ajarkan klien dalam 2. Meningkatkan kemandirian
memenuhi ADL klien dan memenuhi
kebutuhan klien
3. Kaji tipe anestesi jika epidural 3. Untuk mencegah komplikasi
anestesi anjurkan klien tidur 6-8 dan perasaan nyeri
jam tanpa bantal

f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi berhubungan


dengan kurang informasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan demonstrasi
(minimal 3 kali pertemuan) pengetahuan klien bertambah tentang perawatan
diri dan bayi.
Kriteria evaluasi:
Klien mengetahui dan mendemontrasikan tentang perawatan diri dan
bayi
Intervensi Rasional
1. Berikan informasi tentang 1. Untuk mencegah terjadinya
perawatan diri seperti infeksi dan mempercepat
perawatan vulva, perawatan kesembuhan
luka, dan kebersihan diri.
2. Berikan informasi perawatan 2. Untuk meningkatkan
bayi seperti tali pusat dan keterlibatan klien dengan
memandikan bayi

24
3. Beri penjelasan dan ajarkan 3. Meningkatkan minat untuk
tentang laktasi/menyusui dan memberikan laktasi dan
perawatan payudara mencegah gangguan laktasi
4. Beri penjelasan tentang 4. Mencegah kehamilan terlalu
hubungan seksual post partum cepat
dan pemakaian alat kontrasepsi

g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan


bayi, peralihan sebagai orang tua
Tujuan :
Setelah diberi penjelasan (minimal dalam 2 kali pertemua) rasa
cemas berkurang atau hilang.
Kriteria Evaluasi :
Klien dan keluarga mengungkapkan perasaannya dan mempunyai
cara untuk mengatasinya
Intervensi Rasional
1. Anjurkan untuk 1. Mendukung dan mendorong
mengungkapkan perasaanya emosi klien sehingga
merasa diperhatikan
2. Berikan penjelasan tentang 2. Memberikan perasaan
kondisi klien dan bayinya. tenang karena kondisinya
dan bayi dalam keadaan
baik
3. Anjurkan dan bantu koping 3. Membantu memfasilitasi
untuk mengatasi masalah peran sebagai ibu baru
sehingga cemas berkurang

DAFTAR PUSTAKA

1. http://webforum.plasa.com/archive/index.php/t-39873.html
2. http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/askep-nifas-pada-ibu-dengan-infeksi.html
3. http://www.scribd.com/doc/6502571/Infeksi-nifas
4. http://www.docstoc.com/docs/27033219/Infeksi-nifas-post-partum
5. http://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/Askep%20Komplikasi%20Post%20Partum.p
df

25
6. http://www.indonesiaindonesia.com/f/13074-pasca-persalinan/

26

Anda mungkin juga menyukai