Anda di halaman 1dari 11

BAB 7.

GIZI BURUK
Yang dimaksud dengan gizi buruk pada buku ini adalah terdapatnya
edema pada kedua kaki atau adanya severe wasting (BB/TB < 70% atau <
-3SD*), atau ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor, marasmus atau
marasmik-kwashiorkor)
Walaupun kondisi klinis pada kwashiorkor, marasmus, dan marasmus
kwashiorkor berbeda tetapi tatalaksananya sama.
Catatan: isi buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk (TAGB),
Buku I dan II Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003, 2005,
2006) tidak bertentangan dengan isi bab ini.
*) SD = skor Standard Deviasi atau Z-score. Berat badan menurut tinggi
atau panjang badan (BB/TB-PB) -2 SD menunjukkan bahwa anak berada
pada batas terendah dari kisaran normal, dan < -3SD menunjukkan sangat
kurus (severe wasting). Nilai BB/TB atau BB/PB sebesar -3SD hampir
sama dengan 70% BB/TB atau BB/PB rata-rata (median) anak. (Tentang
cara menghitung dan tabel, lihat Lampiran 5).

7.1. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)


 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-
3SD

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai
jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan
paha; tulang iga terlihat
jelas, dengan atau tanpa adanya edema (lihat gambar).
Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus.
Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika
ditemukan penyakit lain yang berat.
7.2 Penilaian awal anak gizi buruk
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.
Anamnesis awal (untuk kedaruratan):

 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul


 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan
muntah dan diare (encer/darah/lendir)
 Kapan terakhir berkemih
 Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
 Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami
dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana


selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani):

 Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit


 Riwayat pemberian ASI
 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari
terakhir
 Hilangnya nafsu makan
 Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
 Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
 Batuk kronik
 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
 Berat badan lahir
 Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
 Riwayat imunisasi
 Apakah ditimbang setiap bulan
 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
 Diketahui atau tersangka infeksi HIV

Pemeriksaan fisis

 Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua


punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-
PB (lihat lampiran 5).
 Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).
 Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat,
nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun.
 Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5°
C).
 Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
 Sangat pucat
 Pembesaran hati dan ikterus
 Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites,
atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal
splash)
 Tanda defisiensi vitamin A pada mata:
o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot
o Ulkus kornea
o Keratomalasia
 Ulkus pada mulut
 Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
 Lesi kulit pada kwashiorkor:
o hipo- atau hiper-pigmentasi
o deskuamasi
o ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)
o lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan
infeksi sekunder (termasuk jamur).
 Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
 Tanda dan gejala infeksi HIV (lihat bab 8).

Catatan:

 Anak dengan defisiensi vitamin A seringkali fotofobia. Penting untuk


memeriksa mata dengan hati-hati untuk menghindari robeknya
kornea.
 Pemeriksaan laboratorium terhadap Hb dan atau Ht, jika didapatkan
anak sangat pucat.
 Pada buku Pedoman TAGB untuk memudahkan penanganan
berdasarkan tanda bahaya dan tanda penting (syok, letargis, dan
muntah/diare/ dehidrasi), anak gizi buruk dikelompokkan menjadi 5
kondisi klinis dan diberikan rencana terapi cairan dan makanan yang
sesuai.
7.3. Tatalaksana perawatan
Pada saat masuk rumah sakit:

 anak dipisahkan dari pasien infeksi


 ditempatkan di ruangan yang hangat (25–30°C, bebas dari angin)
 dipantau secara rutin
 memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera
keringkan.

Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan:

 Fasilitas dan staf yang profesional (Tim Asuhan Gizi)


 Timbangan badan yang akurat
 Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar
 Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga
kemajuan selama perawatan dapat dievaluasi
 Keterlibatan orang tua.

7.4. Tatalaksana umum


Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada
anak dengan gizi buruk, lihat bab 1.
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/ tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah
dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat
mata yang mengandung steroid.
Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera (lihat bagian
7.5.2)
Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu:
fase stabilisasi dan fase rehabilitasi.
7.4.1. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi
makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah
sakit (lihat bawah). Pemberian makan yang sering sangat penting
dilakukan pada anak gizi buruk.
Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula
darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita
hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana

 Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya


memungkinkan.
 Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50
ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam
50 ml air) secara oral atau melalui NGT.
 Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari.
 Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
 Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan
gula pasir 50 ml dengan NGT.
 Beri antibiotik.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit.

 Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi


pemberian larutan glukosa atau gula 10%.
 Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar
gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).

Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin
(lihat bagian 7.4.7) atau jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian
makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.

7.4.2. Hipotermia
Diagnosis
Suhu aksilar < 35.5° C
Tatalaksana

 Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
 Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup
dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah
langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak
langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode
kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W
dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.
 Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

 Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi
36.5° C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah
jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C
 Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama
pada malam hari
 Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
Pencegahan

 Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang


bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut
 Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat
tidur tetap kering
 Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah
mandi, atau selama pemeriksaan medis)
 Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,
terutama di malam hari
 Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera
mungkin (lihat bagian 7.4.7), sepanjang hari, siang dan malam.

7.4.3. Dehidrasi
Diagnosis
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk.
Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat
pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis
saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas,
anggap dehidrasi ringan.
Catatan: hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan adanya edema.
Tatalaksana

 Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi


berat dengan syok.
 Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
o beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
o setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-
seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam
selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak
anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.
o Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa
digunakan mempunyai kadar natrium tinggi dan kadar kalium
rendah; cairan yang lebih tepat adalah ReSoMal (lihat resep di
bawah).
 Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 27
 Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th:
50-100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap
buang air besar.

RESEP RESOMAL
ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter.

BAHAN JUMLAH

Oralit WHO* 1 sachet (200 ml)

Gula pasir 10 g

Larutan mineral-mix** 8 ml

Ditambah air sampai menjadi 400 ml

*2,6 g NaCl; 2,9 g trisodium citrate dihydrate, 1,5 kg KCl, 13,5 g glukosa
dalam 1 L
**Lihat resep larutan mineral-mix
Bila larutan mineral-mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat
dibuat larutan sebagai berikut:

BAHAN JUMLAH

Oralit WHO 1 sachet (200 ml)

Gula pasir 10 g

Bubuk KCl 0,8 g

Ditambah air sampai menjadi 400 ml

Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka
dapat diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat
pula diberikan MgSO4 40% IM 1 x/hari dengan dosis 0.3 ml/kg BB,
maksimum 2 ml/hari.
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap
setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam
berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat
berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian.
Periksalah:

 frekuensi napas
 frekuensi nadi
 frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
 frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan
mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan
fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda
membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan
tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat
penting untuk memantau
berat badan.
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat
5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian
cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan
pada anak dengan gizi baik (lihat Rencana Terapi A), kecuali penggunaan
cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar.

 Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI


 Pemberian F-75 sesegera mungkin
 Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Anda mungkin juga menyukai