HIPERTENSI URGENSI
Oleh:
dr. Adelia Merdiana Dewi
PENDAHULUAN
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak,
hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer
kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar
Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif
banyak tersedia. Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat
menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan
otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang
memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya
terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang
Menurut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang berusia diatas 20
tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar
90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala
dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit
lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo),
jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18
tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7%
menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur
tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi.
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8)%).
kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat
sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri (Kemenkes, 2007).
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI PASIEN
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri kepala yang memperberat sejak 1 hari yang lalu.
Keluhan tambahan : Nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
Pasien perempuan, usia 43 tahun datang ke UGD RSUD Demang Sepulau Raya dengan
keluhan utama nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan kurang lebih sudah 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit dan diperberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan
diseluruh bagian kepala. Dan dirasakan nyeri sampai ke bagian leher. Keluhan ini sudah
sering dirasakan pasien. Keluhan ini dapat diperberat jika pasien beraktivitas dan diperingan
ketika pasien istirahat. Selain iu pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati, mual dan nafsu
makan menurun. Mual dirasakan ketika sehabis makan. Tanpa disertai muntah.
Pasien tidak merasakan nyeri kepala berputar, nyeri kepala sebelah dan pandangan kabur.
Keluhan lemas pada anggota gerak juga tidak ada. Tidak ada keluhan buang air kecil, buang
air kecil lancar warna kuning jernih. Buang air besar pula tidak ada keluhan.
Dari riwayat penyakit dalam keluarga terdapat keluarga yang menderita hipertensi,
Berat Badan : 72 kg
Riwayat Makanan
Pendidikan
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Berat badan : 72 kg
Suhu : 36,5 0C
Sianosis : -
Edema umum : -
ASPEK KEJIWAAN
KULIT
Warna : asianosis
Lembab/kering : lembab
Turgor : baik
Ikterus : tidak
Edema : tidak
Rambut : hitam
MATA
Exopthalmus : -
Enopthalmus : -
Kelopak : normal
Lensa : jernih
TELINGA
Normal
MULUT
LEHER
DADA
Bentuk : simetris
PARU-PARU DEPAN
Inspeksi Simetris
Kanan : Sonor
BELAKANG
Inspeksi Simetris
Kanan : sonor
JANTUNG
Perkusi
Inspeksi : cembung
Palpasi
Perkusi : timpani
ANGGOTA GERAK
Varises : (-)
Gerakan : aktif
LABORATORIUM
Hb : 12.8 g/dL
Ht : 40 %
MCV : 87 fl
MCH : 27 pg
MCHC : 31 %
Ur : 26 mg/dl
Cr : 0,3 mg/dl
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan
darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya
tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National
Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg
atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003). Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
(Sheps, 2005).
2. Etiologi Hipertensi
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis
yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan
lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang
berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
b. Hipertensi sekunder
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik
misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi,
2000).
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan rata-rata
pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1).
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah
sistolik (TDS)
Tabel 1
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ
target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg, dikategorikan sebagai
mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target,
sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk
mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut antara
lain, encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema
paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan eklampsia atau
mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
(Depkes 2006,).
hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini
tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:
Hipertensi Refrakter adalah respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan
darah >200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple
Hipertensi Akselerasi adalah peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg
disertai dengan kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.
Hipertensi Maligna adalah penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah
diastolik > 120-130 mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema,
peningkatan tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal
maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi esensial ataupun sekunder
dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.
dengan keluhan sakit kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat
4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi (Corwin, 2005). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume
(Brunner, 2002). Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan penurunan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar
oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,
tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil
(edema pada diskus optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala
bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar,
lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005). Gejala-gejala penyakit yang
biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan
darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan
hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,
berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang
pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan
gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah
otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono,
2008). Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang
disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial
(Corwin, 2005).
Tabel 2
Gejala Hipertensi Emergensi
Tabel 3
Gejala Hipertensi Urgensi
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel 2
1. Funduskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif
A. Faktor risiko yang tidak dapat diubah Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang
a. Usia
usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia
65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan
bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya
disebabkan oleh perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen
menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai
b. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak
yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk
peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita
Alat Kesehatan (2006), sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita
c. Keturunan (genetik)
membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi,
maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
(Depkes, 2006).
B. Faktor risiko yang dapat diubah Faktor risiko penyakit jantung koroner yang
diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet
a. Kegemukan (obesitas)
dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara berat badan dengan
tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan
kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan
IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
badan lebih (overweight) (Depkes, 2006). IMT merupakan indikator yang paling
sering digunakan untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas
pada orang dewasa . Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya berlaku untuk
penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih
besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih
(Depkes, 2006). Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga
disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006).
Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara
(biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Depkes, 2006).
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa
takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan
perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit
maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di
Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan
stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006).
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui
rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok
d. Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2001). Olahraga dapat
Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi
kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak badan dan
berat badan serta menurunkan tekanan darah (Cahyono, 2008). Olahraga yang
aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah tanpa perlu sampai berat
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga
peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes,
disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya.
hari pada laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan
dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih satu
luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (essensial) terjadi respon
penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam 3 gram atau kurang,
garam sekitar 7-8 gram tekanan rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006). Almatsier
(2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler.
Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh ginjal. Sumber utama
natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam
bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder, natrium benzoate dan vetsin
bahwa komsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110 mmol
g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar kolestrol HDL
7. Komplikasi
a. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam
yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh
oklusi 24 fokal pembuluh darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan
glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Stroke dapat timbul
akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
b. Infark miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan
irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian 25 yang menuju ke
karena penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).
Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap
kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami
(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian
berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak
terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-
orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya
menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari
20% dan hiperkolestrol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi
(Rahajeng, 2009).
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi sampai
dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes,
2006).
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak
(Depkes, 2006).
Berhenti merokok
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar
Hindari komsumsi alkohol berlebihan Laki-laki : Tidak lebih dari 2 gelas per hari
b. Terapi Farmakologis
dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis
perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada
antihipertensi.
seumur hidup. Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta
dan antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker)
tidak dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC
sebelumnya termasuk lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang
dianggap lini kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan
1. Diuretik
curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik
ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot
polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini
terlihat jelas pada diuretik tertentu seperti golongan tiazid yang menunjukkan
efek hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada
pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif
masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer (Nafrialdi,
dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila
tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat (Nafrialdi, 2009).
(Nafrialdi, 2009).
Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics) Diuretik kuat bekerja di ansa
Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+,
Cl-, menghambat resorpsi air dan elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek
diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid. Oleh karena itu diuretik ini
2. Penghambat Adrenergik
beta-2 banyak ditemukan di paru-paru, pembuluh darah perifer dan otot lurik.
dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak
(Nafrialdi, 2009). Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu
meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada
3. Vasodilator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi tekanan
berpacu dari kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan komsumsi oksigen. Efek
tersebut dapat menimbulkan angina pectoris, infark miokard atau gagal jantung pada
plasma, menyebabkan resistensi natrium dan air. Efek samping yang tidak 34
diharapkan ini dapat dihambat oleh penggunaan bersama diuretika dan penyekat-β
(Mycek et al, 2001). Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan vasodilator
antara lain hidralazin, minoksidil, diakzoksid dan natrium nitroprusid. Efek samping
yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala (Depkes,
2006).
terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Selain itu,
degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat
menyebabkan ekskresi air dan natrium (Nafrialdi, 2009). Terdapat beberapa obat yang
ACE- Inhibitor. Captopril cepat diabsorbsi tetapi mempunyai durasi kerja yang
pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon
baik pada pemberian ACE- Inhibitor. Dosis pertama ACE- Inhibitor harus diberikan
pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini
akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah (Depkes, 2006).
Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu AT1 (Angiotensin I)
dan AT2 (Angiotensin II). Reseptor AT1 terdapat terutama di otot polos pembuluh
darah dan otot jantung. Selain itu terdapat juga di ginjal, otak dan kelenjar adrenal.
Reseptor AT1 memperantarai semua efek fisiologis ATII terutama yang berperan
dalam homeostatis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat di medula adrenal dan
mungkin juga di SSP, hingga saat ini fungsinya belum jelas (Nafrialdi, 2009). ARB
sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin
yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif
pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pada pasien hipovolemia, dosis
ARB perlu diturunkan (Nafrialdi, 2009). Pemberian ARB menurunkan tekanan darah
lipid dan glukosa darah (Nafrialdi, 2009).Terdapat beberapa obat yang termasuk
Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat influks ion kalsium ke dalam sel
miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung dan sel-sel otot polos pembuluh
darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan
interferensi dengan kontriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah
proses yang bergantung pada ion kalsium (Nafrialdi, 2009). Terdapat tiga kelas CCB :
digunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina (Gormer, 2008).
7. Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam
golongan penghambat simpatetik adalah metildopa, klonidin dan reserpin. Efek
samping yang dijumpai adalah anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah karena
pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati dan 37 terkadang menyebabkan
Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tapi seaman
mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu rendah, karena
akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk menentukan tingkat tekanan darah
yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus. Dalam pengobatan krisis hipertensi,
dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi
lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk
dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari
Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki fungsi target organ,
pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus untuk mengatasi
kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada krisis hipertensi dengan gagal
pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan afterload. Pada krisis hipertensi
yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang
3. Pengelolaan khusus
1. Hipertensi Urgensi
Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean
Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal
standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa
risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral anti-
dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis
Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi dan hiperkalemia. Nicardipine
adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada pasien
dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan
diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek
samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
receptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya
antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-
0,1mg setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis
maksimal adalah 0,7mg. Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut
channelblocker yang memiliki pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja
2. Hipertensi Emergensi
Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether
(bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler.
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan
usia pasien.
- Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang
dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam
aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang
didapat.
dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal
ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu,
- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang
cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman.
baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur tetesan
infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali
dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan
obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan
hipotensi berat. Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru
yang diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit,
duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus IV. Efek
bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action
setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock,
Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi
volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10
menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi
sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 –
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam
atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa
sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma
putus obat.
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat
menurunkan TD. Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara
sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60
menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan
obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan
adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara
klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit
pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau
MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari
organ sasaran.
mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus dipantau secara
hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan darah akan menurun
akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi
emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi
terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan
diseksi aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara
tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >
- Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan
proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih
dicetuskan oleh klonidin terapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali
klonidin sebagai dosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi
ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis diperoleh data bahwa pasien mengeluhkan nyeri kepala yang
dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala dirasakan semakin
memberat sejak 1 hari yang lalu. Keluhan nyeri kepala ini sudah sering dirasakan
pasien, keluhan semakin berat saat aktifitas dan diperingan saat beristirahat. Selain
keluhan tersebut nyeri ulu hati dan mual juga dirasakan, mual dirasakan tanpa disertai
anggota gerak. Dan tidak pula mengeluhkan kesulitan saat buang air kecil dan buang air
besar. Pasien memiliki riwayat hipertensi, tetapi hipertensi tidak terkontrol dan pasien
tidak minum obat secara teratur. Riwayat penyakit lain tidak ada. Dikeluarga terdapat
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, TD : 240/116 mmHg, Nadi : 112 x/menit (tegangan dan isi cukup),
Pernapasan (frek. & tipe) : 24 x/menit, Suhu : 36,5 0C. Pada status generalis didapatkan
tidak ada kelainan, kecuali pada abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium, bising usus
creatinin, GDS dan kolesterol dalam batas normal. Pemeriksaan EKG pula dalam batas
normal.
sementara yaitu Hipertensi Urgensi. Terdapat tanda-tanda fisik pada pasien yang
mengarahkan diagnosis Hipertensi urgensi. Hipertensi Urgensi yaitu peningkatan
tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak tanpa
disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan
dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. Pada pasien
didiagnosis hipertensi urgensi karena pada pasien tidak ditemukan tanda kerusakan
organ, tanda kerusakan organ seperti kerusakan otak yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intrakranial dan penurunan kesadaran atau kerusakan organ ginjal yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal akut. Maka dari itu pasien didagnosis hipertensi urgensi.
adalah peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg
secara mendadak disertai kerusakan organ target, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ lebih
lanjut. Pasien tidak didagnosis hipetensi emergensi karena pada pasien tidak terdapat
Berdasarkan anamnesis juga diperoleh data bahwa pasien merasakan keluhan nyeri ulu
hati, mual dan nafsu makan menurun. Keluhan ini dirasakan 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dalam hasil pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium dan
bisung usus normal. Maka dari itu pasien juga didiagnosis dengan dyspepsia syndrom.
Dyspepsia sindrom adalah kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak
pada perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai keluhan seperti rasa penuh
saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, hearburn,
dan regurgitasi.
Kemudian pasien diberikan terapi yaitu Ivfd RL 20 Tpm (Mikro), Oksigen 2L/Menit
(kalau perlu), Inj. Omeprazole Vial / 24 Jm, Inj. Ondansetron Amp / 8 Jm, Captopril
Tab 25mg 2x1 dan Diltiazem Tab 3x1. Pada penatalaksanaan yang diberikan yaitu ivfd
RL 20 tpm (mikro) bertujuan untuk memenuhi nutrisi untuk pasien. Obat anti hiprtensi
yang diberikan yaitu captopril dan diltiazem. Captopril merupakan obat antihipertensi
terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Selain itu,
degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat
dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan
ekskresi air dan natrium. Captopril cepat diabsorbsi tetapi mempunyai durasi kerja yang
pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon
baik pada pemberian ACE- Inhibitor. Dosis pertama ACE- Inhibitor harus diberikan
pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini
akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah. Sementara diltiazem
adalah obat hipertensi yang masuk dalam golongan calcium channel blocker yang
bekerja dengan menghambat influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam
sistem konduksi jantung dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan
elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan kontriksi
otot polos pembuluh darah. Sehingga dapat mencegah terjadinya angina pada pasien.
penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak membutuhkan
obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat
untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP)
dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan tekanan
darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Pemberian obat anti hipertensi yang di
Sementara karena pada pasien terdapat keluhan nyeri ulu hati dan mual dan di diagnosis
sindrom dyspepsia, maka dari itu terapi ditambahkan Inj. Omeprazole Vial / 24 Jm, Inj.
Ondansetron Amp / 8 Jm. Omeprazole merupakan golongan obat proton pump inhibitor
untuk mengontrol sekresi asam lambung dengan cara penghambat pompa proton yang
mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung. Ondansetron dan omeprazole
Terapi non farmakologis juga perlu diberikan pada pasien bertujuan untuk mengontrol
tekanan darah. Terapi non farmakologis yang dapatkan diberikan yaitu mengatasi
obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan, seperti pada pasien edukasi untuk
penurunan berat badan sanggat penting karena setelah dilakukan penilaian terhadap
indeks massa tubuh pasien, pasien termasuk dalam berat badan berlebih. Selain itu
mengurangi asupan garam didalam tubuh, ciptakan keadaan rileks, melakukan olahraga
teratur, tidak merokok dan tidak komsumsi alkohol adalah edukasi yang penting untuk
pasien. Edukasi terhadap faktor resiko yang dapat dicegah bertujuan untuk mengontrol
KESIMPULAN
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan
darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya
tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National
Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg
atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003). Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya
kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg,
Pada kasus yang dibahas saat ini hipertensi pada kasus ini adalah hipertensi urgensi
karena pada pasien tidak ditemukan tanda kerusakan organ, tanda kerusakan organ
seperti kerusakan otak yang ditandai dengan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan kesadaran atau kerusakan organ ginjal yang dapat mengakibatkan gagal
ginjal akut. Dan pada pasien didapatkan TD : 240/116x/menit dan tidak terdapat tanda-
Pemberian terapi pada kasus ini sesuai dengan tatalaksana hipertensi urgensi.
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal
penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Pemberian obat anti
enzyme (ACE) inhibitor, golongan calcium channel blocker dan golongan α2-
Terapi non farmakologis juga perlu diberikan pada pasien bertujuan untuk mengontrol
tekanan darah. Terapi non farmakologis yang dapatkan diberikan yaitu modifikasi
faktor resiko yang dapat dicegah misalnya mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan
berat badan, mengurangi asupan garam didalam tubuh, ciptakan keadaan rileks,
1. Almatsier, S. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
3. Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
5. Chobanian, A.V., George, L.B., Hendry, R.B., William, C.C., Lee, A.G., Daniel, W.J., et
al. 2003. “Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
7. Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina
8. Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi.
9. Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun
2007.
10. Depkes RI. Jakarta. Depkes RI. 2008. Panduan Promosi Perilaku Tidak Merokok.
11. Guyton, A.C., John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC.
Jakarta.
12. Hacke ,W., Kaste, M., Bogousslavky, J. Brainin, M., Gurrging, M., Chamorro, A., et
al. 2003. Ischemic Stroke Prophylaxy and Treatment. European Stroke Intiative
Recommendations. EISU.
13. Krummel, DA. 2004. Food Nutrition and Diet Theraphy. Medical Nutrition Theraphy
15. Nafrialdi. 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan Terapi
16. Oparil, S., Zaman, MA., Calhoun, DA. 2003. Pathogenesis of Hypertension, Ann
17. Price, S.A., Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis dan Proses-Proses
Indonesia. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan 2006.
Jakarta.
19. Sheps, S. 2005. Mayo Clinic, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Intisari. Jakarta.
20. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta.
21. Sugihartono, Aris. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat.
22. Suhardjono. 2006. Hipertensi pada Usia Lanjut dalam Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III
23. Sunardi, Tuti. 2000. Hidangan Sehat untuk Penderita Hipertensi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
25. Zakiyah, Dinie.2006. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi dan
hiperlipidemia sebagai faktor risiko PJK pekerja di Kawasan Industri Pulo Gadung,