Anda di halaman 1dari 91

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR PANASBUMI

Reservoir panasbumi terbentuk pada daerah jalur gunung api pada


umumnya, dimana dipengaruhi oleh proses geologi yaitu pergerakan yang terjadi
pada bumi misalnya intrusi magma, letusan gunung api, dan pensesaran normal
(retakan-retakan) secara vertikal sehingga memungkinkan terjadinya suatu
lapangan panasbumi. Namum demikian air panas sebagai salah satu syarat reservoir
panasbumi tidak hanya dijumpai pada daerah jalur gunung api saja melainkan pada
daerah dimana terjadi sirkulasi air dalam dan tidak perlu pada daerah landaian suhu
tinggi (Thikanov dan Dvorov, 1970; Boldizar, 1970)

2.1. Genesa Reservoir Panasbumi


Reservoir panasbumi biasanya terdapat pada daerah gunung berapi purba
(post volcanic). Akibat adanya proses gunung berapi terbentuklah sistem
panasbumi yang dipengaruhi oleh proses-proses geologi, baik yang sedang
berlangsung ataupun yang telah berlangsung pada daerah post volcanic, sehingga
memungkinkan terbentuknya suatu lapangan panasbumi yang potensial untuk
dikembangkan.

2.1.1. Teori Tektonik Lempeng


Teori ini membagi kerak bumi menjadi dua jenis, yaitu kerak benua
(continental crust) dan kerak samudera (oceanic crust). Bahan yang membentuk
kerak benua terdiri dari batuan yang mengandung unsur silika dan alumina,
sedangkan kerak samudera terdiri dari batuan yang padat, berwarna gelap serta
banyak mengandung silika dan magnesium.
Batasan antara masing-masing lempeng, merupakan lokasi dimana terdapat
daerah-daerah gempa dan gejala pembentukan pegunungan. Kerak benua disebut
lapisan granites karena batuan yang membentuk kerak benua terutama bersifat
granit, sedangkan kerak samudera disebut lapisan basaltis.
2.1.2. Model Sistem Tumbukan Lempeng
Model sistem pergerakan lempeng yang dikenal saat ini ada tiga macam
berdasarkan pergerakannya, yaitu pergerakan saling menjauh (divergent),
pergerakan saling mendekat (convergent) dan pergerakan yang saling berpapasan.
Model pergerakan yang berbeda akan menghasilkan peristiwa dan lingkungan atau
batas yang berbeda-beda antara lempeng-lempeng lithosfer tersebut, tergantung
pada pergerakan relatif serta jenis lempeng yang bertumbukan tersebut. Disinilah
biasanya terjadi pembentukan daerah reservoir panasbumi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skema Sistem Tumbukan Lempeng

2.2. Geologi Reservoir Panasbumi

Daerah reservoir panasbumi pada umumnya terletak pada jalur gunung api
baik yang aktif maupun sudah tidak aktif, sehingga pembentukan sistem ini sangat
dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang telah atau sedang berlangsung
disepanjang jalur gunung api tersebut. Proses geologi tersebut menimbulkan
perubahan terhadap struktur dan juga stratigrafi pada daerah vulkanik. Kegiatan
yang mengakibatkan perubahan tersebut adalah kegiatan magmatis dan proses
pengangkatan, dimana telah terjadi penerobosan dan letusan gunung api.
Sedangkan proses pengangkatan akan mengakibatkan terbentuknya struktur yang
potensial untuk sistem panasbumi, seperti graben, sesar, kaldera, dan lain-lain.
Peninjauan geologi reservoir panasbumi pada pembahasan kali ini
mencakup tinjauan petrologi, pengenalan stratigrafi, struktur geologi, dan alterasi
hidrotermal.

2.2.1. Petrologi

Petrologi adalah ilmu yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang
mencakup mengenai cara terjadinya, komposisi batuan, klasifikasi batuan, dan
sejarah geologinya. Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi, sehingga
mengenal macam-macam dan sifat batuan adalah sangat penting. Batuan
didefinisikan sebagai semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan
suatu agregat (kumpulan) mineral-mineral yang telah menghablur.

Secara genesa, batuan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1. Batuan beku (igneous rock), yaitu batuan yang terbentuk sebagai hasil dari
kumpulan mineral-mineral silikat hasil penghabluran magma yang mendingin
(Walter T Huang, 1962)
2. Batuan sedimen (sedimentary rock), yaitu batuan yang terjadi akibat lithifikasi
dari hancuran batuan lain (detritus) atau lithifikasi dari hasil reaksi kimia
tertentu (Pettijohn, 1964). Lithifikasi adalah proses terubahnya material
pembentuk batuan yang bersifat lepas (unconsolidated rock forming materials)
menjadi batuan yang kompak (coherent rock).
3. Batuan metamorf (methamorphic rock), yaitu batuan yang berasal dari batuan
induk yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi mineral pada fasa
padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika tekanan, temperatur, atau tekanan
dan temperatur (HGF Winkler, 1967 dan 1979).
Petrologi panasbumi akan membahas magma sebagai sumber pembentuk
batuan reservoir panasbumi. Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang
terbentuk secara alamiah pada temperatur antara 1500 oC sampai 2500 oC yang
terbentuk pada kerak bumi bagian bawah dan bersifat mudah bergerak (mobile).

Dalam mempelajari batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma,


perlu juga mengetahui sifat-sifat fisik magma, antara lain :
1. Viskositas
Viskositas merupakan sifat fisik yang paling penting karena berpengaruh dalam
menentukan bentuk-bentuk tubuh batuan beku dan kecepatannya menerobos ke
permukaan. Viskositas magma berkisar antara 102 – 108 poise. Viskositas
magma dipengaruhi oleh kehadiran ikatan Si-O di dalam struktur, dimana
semakin tinggi kandungan Si maka magma akan semakin kental. Disamping itu,
kandungan zat-zat volatile (gas) juga mempengaruhi kekentalan magma,
dimana semakin banyak gas-gas terlarut maka kekentalan magmanya semakin
rendah (encer).

2. Densitas
Densitas magma tergantung dari komposisi kimia serta jumlah zat-zat volatile
terlarut. Densitas magma berkisar antara 2,4 x 103 sampai 2,9 x 103 kg/m3.

3. Temperatur magma
Temperatur lava (magma yang mengalir ke permukaan) dapat diukur secarra
langsung dengan menggunakan alat yang disebut optical pyrometer.
Temperatur magma dapat dihitung berdasarkan tingkat kestabilan mineral-
mineral atau dikenal dengan teknik geothermometry. Temperatur lava
bervariasi disekitar 740oC dan 1225oC. Liquidus magma adalah batas
temperatur dimana diatas temperatur tersebut seluruh magma berwujud cair,
sedangkan solidus adalah batas temperatur dimana dibawah temperatur tersebut
seluruh magma akan berwujud padat. Pada umumnya magma yang telah
mencapai permukaan adalah campuran antara solid (padatan kristal) dan liquid
(cair).

Petrologi pada batuan reservoir sebagai bentuk dari pembekuan magma


perlu diketahui senyawa kimia yang dianalisa di permukaan dalam bentuk batuan
gunung api. Senyawa-senyawa kimia magma dapat dikelompokkan menjadi :

a. Senyawa-senyawa volatile, yang terdiri dari fraksi gas seperti SO2, CH4, CO2,
H2S, NH3, dan sebagainya.
b. Senyawa-senyawa yang bersifat non-volatile dan merupakan unsur-unsur
oksida dalam magma. Jumlah unsur-unsur tersebut mencapai 99 % terhadap
isi, sehingga disebut sebagai major element (unsur utama), terdiri dari oksida-
oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, TiO2, dan P2O5.
c. Unsur-unsur penjejak (tracer element) dan merupakan minor element seperti
rubidium (Rb), barium (Ba), stronsium (Sr), nikel (Ni), cobalt (Co), vanadium
(V), croom (Cr), lithium (Li), sulphur (S) dan plumbum (Pb). Unsur-unsur ini
tidak dapat digunakan sebagai dasar penggolongan magma tetapi membantu
dalam menentukan genesa magma.

2.2.2. Stratigrafi
Stratigrafi berasal dari kata strata (stratum) yang berarti lapisan tersebar
yang berhubungan dengan batuan, sedangkan grafi (graphic) berarti pemerian atau
gambaran atau urut-urutan lapisan. Jadi stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari
pemerian perlapisan batuan pada kulit bumi. Secara luas stratigrafi merupakan
salah satu cabang ilmu geologi yang membahas tentang urut-urutan, hubungan dan
kejadian batuan dialam dalam ruang dan waktu geologi.

Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan didalam pembahasan


mengenai stratigrafi, yaitu :

1. Hukum atau prinsip yang dikemukakan oleh Steno (1669), terdiri dari :

 Prinsip superposisi (superposition of strata).

Didalam suatu urutan perlapisan batuan, maka lapisan paling bawah


relatif lebih tua umurnya daripada lapisan yang berada diatasnya
selama belum mengalami deformasi. Konsep ini berlaku untuk
perlapisan berurutan.

 Prinsip kesinambungan lateral (lateral continuity).

Lapisan yang diendapkan oleh air terbentuk terus-menerus secara


lateral dan hanya membaji pada tepian pengendapan pada masa
cekungan itu terbentuk.

 Prinsip horizontal awal (original horizontality).


Lapisan sedimen pada mulanya diendapkan dalam keadaan
mendatar (horizontal), sedangkan akumulasi pengendapannya
terjadi secara vertikal (principle of vertical accumulation).

2. Hukum yang dikemukakan oleh James Hutton (1785).

Hukum atau prinsip ini lebih dikenal dengan azas uniformitarisme, yaitu
proses-proses yang terjadi pada masa lampau akan mengikuti hukum
yang berlaku pada proses-proses yang terjadi sekarang, atau dengan kata
lain masa kini merupakan kunci dari masa lampau (the present is the key
to the past). Maksudnya adalah bahwa proses-proses geologi alam yang
terlihat sekarang ini digunakan sebagai dasar pembahasan proses
geologi masa lampau.

3. Hukum intrusi/penerobosan (cross cutting relationship) oleh A. W. R.


Potter dan H. Robinson.

Suatu intrusi (penerobosan) akan lebih muda daripada batuan yang


diterobosnya.

4. Hukum urutan fauna (law of fauna succession) oleh De Soulovie (1777).

Dalam urut-urutan batuan sedimen, sekelompok lapisan dapat


mengandung kumpulan fosil tertentu dengan sekelompok lapisan diatas
maupun dibawahnya.

5. Prinsip William Smith (1816).

Urutan lapisan sedimen dapat dilacak secara lateral dengan mengenali


kumpulan fosil yang didiagnosis, apabila kriteria lithologinya tidak
menentu.

6. Prinsip kepunahan organik oleh George Cuvier.

Dalam suatu urutan stratigrafi, lapisan batuan yang lebih muda


mengandung fosil yang mirip dengan spesies yang hidup sekarang
dibandingkan dengan lapisan batuan yang umurnya lebih tua.
Didalam penyelidikan stratigrafi terdapat tiga unsur penting pembentuk
stratigrafi yang perlu diketahui, yaitu unsur batuan, perlapisan dan struktur
sedimen.

1. Unsur batuan.

Unsur batuan terpenting pembentuk stratigrafi, yaitu sedimen. Batuan


sedimen yang berlapis menunjukkan urutan-urutan perlapisan ditinjau
dari kejadian dan waktu pengendapannya maupun umur setiap lapisan.

2. Unsur perlapisan.

Merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang memperlihatkan


bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi. Perlapisan
batuan sedimen dibentuk oleh proses pengendapan pada lingkungan
pengendapan tertentu.

3. Bidang perlapisan.

Merupakan bidang yang diwujudkan dari kenampakan suatu mineral


tertentu, besar butir dan bidang sentuhan yang tajam antara dua lithologi
yang berbeda. Suatu bidang yang mengalami sedimentasi sesuai dengan
bidang kesamaan waktu disebut isochron surface. Lapisan merupakan
stratigrafi yang terkecil dengan ketebalan beberapa milimeter sampai
dengan puluhan meter terdiri dari satu macam batuan yang homogen,
dibatasi bagian atas dan bawahnya oleh bidang perlapisan secara tajam
atau secara berangsur.

Pada daerah vulkanik, pembentukan stratigrafi juga dikontrol oleh proses


sedimentasi yang terjadi jutaan tahun yang lampau. Pada daerah ini reservoir
panasbumi terbentuk akibat proses sedimentasi hasil letusan gunung berapi.
Perlapisan batuan pada lapangan panasbumi secara umum merupakan endapan
terulang yang terdiri dari porfiritic andesite dengan piroclastic, tuffa lappili dan
beberapa lapisan breksi. Stratigrafi daerah vulkanik disusun berdasarkan satuan
lithologi (lithostratigrafi) dengan mengadakan korelasi dari sumur-sumur yang
telah ada.
2.2.3. Struktur Geologi

Dalam pengamatan struktur kulit bumi untuk mendapatkan data struktur


perlapisan sangat tergantung pada pengetahuan geologi struktur. Geologi struktur
didefinisikan sebagai studi yang membahas bangunan atau arsitektur kulit bumi dan
gejala yang menyebabkan terjadinya perubahan pada kulit bumi.

Dalam mempelajari struktur geologi terdapat beberapa permasalahan antara


lain, kondisi fisik yang mempengaruhi pembentukan serta bagaimana
mekanismenya. Jadi inti dari geologi struktur adalah deformasi dari bumi, apa yang
menyebabkan, serta akibat yang ditimbulkannya.

Pembentukan struktur kulit bumi dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur


pada saat pembentukan serta distribusi gaya yang menyebabkan terjadinya bentuk
akhir. Pada umumnya gaya yang menyebabkan bentuk struktur adalah
compression, tension, couple dan torque sehingga dapat terjadi tiga fase perubahan.

Struktur batuan adalah bentuk dan kedudukan yang dapat dilihat dilapangan
saat ini. Hal ini merupakan hasil dari proses, antara lain :

 Proses pembentukan batuan, dimana saat itu akan terbentuk struktur-


struktur primer.

 Proses yang bekerja kemudian, berupa deformasi mekanis maupun


perubahan kimiawi batuan setelah batuan terbentuk.

Struktur primer yang terbentuk pada batuan beku berupa struktur aliran
(flow structure) yang sering dijumpai pada lava. Ada beberapa hal yang dapat
digunakan untuk menentukan bentuk struktur geologi pada kulit bumi, yaitu :

 Melihat langsung dilapangan.

 Melakukan pemboran pada beberapa tempat kemudian dilakukan


korelasi dan interpretasi.

 Dengan menggunakan metode geofisika.

Pada daerah vulkanik terdapat beberapa struktur yang biasa terjadi selama
dan sesudah erupsi gunung berapi, diantaranya adalah struktur amblesan. Struktur
ini terbentuk sebagai akibat adanya pengaruh kegiatan magmatic dan semi-
magmatic, dengan atau tanpa pengaruh sesar. Struktur amblesan meliputi kawah,
kaldera, graben serta struktur yang terjadi secara lateral, yaitu lipatan dan sesar.

 Kawah.

Merupakan bentuk negatif (sinclin) yang terjadi karena kegiatan gunung


berapi. Berdasarkan asal mulanya dapat dibedakan menjadi kawah
letusan dan kawah runtuhan. Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap
pusat kegiatan, dikelompokkan menjadi kawah kepundan dan kawah
samping parasiter. Pengisian kawah oleh air hujan akan menyebabkan
terbentuknya danau kawah, seperti pada danau Toba, Indonesia. Letusan
pada gunung berapi yang mempunyai danau kawah akan menyebabkan
terjadinya letusan dengan temperatur tinggi.

 Kaldera.

Kaldera diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan proses


yang membentuknya, yaitu :

 Kaldera letusan.

Merupakan kaldera yang disebabkan oleh letusan gunung berapi


yang sangat kuat, menghancurkan bagian puncak kerucut dan
menyemburkan massa batuan dalam jumlah yang sangat besar.
Termasuk kedalam jenis ini adalah kaldera Badai-San, Jepang dan
Tarawera, Selandia Baru.

 Kaldera runtuhan.

Disebabkan oleh letusan yang berjalan cepat dan memuntahkan


batuan apung dalam jumlah banyak, sehingga dapat menyebabkan
runtuhnya bagian puncak gunung berapi. Kebanyakan kaldera
terbentuk melalui proses ini.
 Kaldera erosi.

Erosi yang berkepanjangan akan mengikis bagian puncak gunung


berapi. Van Bemmelen (1929) membuat hipotesis pembentukan
kaldera, untuk menentukan suatu kaldera diperlukan peletusan tipe
peret yang sangat keras dan letak dari dapur magma tidak perlu
dalam tetapi cenderung mempunyai dapur magma yang sangat
dangkal. Gas yang sangat berlimpah didalam magma akan
mengubah magma menjadi magma yang sangat halus. Selama
terjadi peletusan, permukaan magma akan turun hingga dapur
magma dan terjadi perluasan garis tengah diaterm.

Diaterm yang melebar kearah bawah akan menyebabkan


kekosongan dapur magma, sebagai akibatnya akan terjadi
penurunan atap dari dapur magma dan akhirnya terbentuk kaldera.

 Graben dan horst.

Graben adalah struktur runtuhan yang berdinding lurus yang terjadi


pada bagian puncak atau kerucut lereng gunung berapi. Celah gunung
berapi (volcanic fissure through) adalah bentuk lekukan memanjang
akibat pencelahan pada tubuh gunung berapi yang terjadi karena
pelengseran salah satu sisi bongkah akibat terobosan tekanan magma
atau pembebanan bahan kerucut yang berlebihan diatas suatu lapisan
yang lemah.

Lekukan tektonik gunung berapi (major volcano tectonic depression)


adalah suatu lekukan yang sangat besar berbentuk memanjang,
dipengaruhi oleh proses pembentukan gunung berapi. Pembentukannya
ditafsirkan berkaitan dengan pengembusan besar-besaran batu apung
saat terjadi letusan, hingga mencapai dataran tinggi yang mempunyai
landasan pondasi lemah. Pada suatu saat akan melengser dan berkumpul
pada kaki gunung berapi dan membentuk pola kipas alluvial, maka
terbentuklah sector graben.
Sedangkan horst merupakan struktur tonjolan yang dibatasi sesar
normal paralel. Terbentuk ketika bidang tonjolan bergerak relatif keatas
terhadap bidang hanging wall seperti terlihat pada Gambar 2.2..

Gambar 2.2. Skema Struktur Graben dan Horst

 Kekar.

Kekar adalah rekahan didalam batuan yang terjadi karena rekahan atau
tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau
pengurangan dan hilangnya tekanan dengan pergeseran dianggap tidak
ada. Kekar termasuk dalam struktur sekunder.

Kekar merupakan struktur yang paling banyak dijumpai dan


pembentukannya tidak mengenal waktu. Kekar dapat diklasifikasikan
berdasarkan bentuk, ukuran dan cara terjadinya.
 Berdasarkan bentuknya.

 Kekar sistematik : selalu dijumpai berpasangan yang


merupakan satu set dan arahnya saling sejajar.

 Kekar tak sistematik : dapat saling bertemu dan tidak saling


memotong kekar lainnya.

 Berdasarkan ukurannya.

 Micro joint : memiliki ukuran sebesar 1 inch sehingga hanya


dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.

 Major joint : memiliki ukuran yang dapat dilihat dengan


contoh satu tangan (hand specimen).

 Master joint : memiliki ukuran kurang lebih 100 ft, sehingga


hanya dapat dilihat melalui foto udara.

 Berdasarkan cara terjadinya.

 Shear joint : kekar yang terjadi akibat adanya tekanan.

 Tension joint : kekar pada batuan yang terjadi akibat adanya


tarikan.

 Release joint : kekar pada batuan yang terjadi akibat adanya


pengurangan maupun hilangnya tekanan.

Pada lapangan panasbumi dicirikan dengan adanya kekar (joint) yang


diakibatkan oleh adanya tekanan dan proses lainnya selama terjadinya
gunung berapi. Ukurannya sangat besar bisa mencapai ratusan meter,
yang merupakan sumber panasbumi.

 Sesar.

Sesar adalah suatu rekahan dalam kulit bumi yang mengalami


pergeseran, yang arahnya sejajar dengan bidang rekahan satu terhadap
yang lainnya. Biasanya terjadi pada lapisan yang keras maupun lapuk,
sehingga sesar merupakan jalur yang lemah. Sesar banyak dijumpai
pada daerah vulkanik yang berumur jutaan tahun.

Gambar 2.3. Skema Struktur Sesar

Bahan yang hancur pada jalur sesar berkisar antara gauge sampai breksi
sesar. Gauge adalah bahan halus akibat gesekan. Gambar 2.3.
memperlihatkan skema struktur sesar dan tipe sesar. Dalam sesar
terdapat beberapa bagian, yaitu :

 Hanging wall (atap) : bongkah patahan yang terdapat pada bagian


atas bidang sesar.
 Foot wall (alas) : bongkah patahan yang berada pada bagian
bawah bidang sesar.

 Bidang sesar : bidang yang terbentuk akibat adanya


pergeseran.

2.2.4. Alterasi Hidrothermal


Seperti air hujan yang bereaksi dengan batuan dan akan mengubah
mineralogi dan komposisi kimianya, fluida panasbumi juga dapat merubah batuan
reservoir bila terjadi interaksi, yang semula asli atau mineral primer menjadi
mineral sekunder dan bias juga menjadi mineral hydrothermal.
Saat ini terdapat kurang lebih 85 mineral hydrothermal yang diketahui dari
cutting ataupun proses coring pada lapangan panasbumi aktif, jenis yang banyak ini
menggambarkan beragamnya kondisi bawah permukaan di lapangan panasbumi.
hal yang sangat penting adanya formasi hydrothermal adalah dapat diketahui
memberikan gambaran tentang temperature bawah permukaan, permeabilitas,
boiling zone, dan kadang – kadang komposisi fluida. Baru –baru ini studi mendetail
tentang mineral ubahan dapat diketahui tentang thermal hystory dari reservoir yang
bisa membantu mengetahui apakah daerah tersebut mengalami pendinginan atau
pemanasan.
Ada beberapa definisi mengenai alterasi hydrothermal antaralain:
1. Perubahan komposisi mineralogi dari suatu batuan karena aktivitas
hidrothermal (Courty,1945).
2. Dipakai dalam klasifikasi pada fasa metamorfosa yang bersifat lokal (Jim,
1956).
3. Dimaksudkan sebagai gejala ubahan pada batuan dan mineral sekunder
(supergene) seperti : replacement, oksidasi dan hidrasi.
Jenis-jenis mineral yang terbentuk selama fluida dan batuan berinteraksi
sangat tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
 Perubahan Temperatur
 Perubahan Tekanan
 Komponen Fluida
 Komposisi Batuan
 Laju Aliran Air dan Uap
 Permeabilitas Batuan
 Konsentrasi CO2 dan H2S dalam fluida mempunyai pangaruh yang
terpenting pada tiap mineralogi sekunder
 Asal usul terjadinya pemanasan

Terdapat beberapa tipe alterasi secara hidrothermal, menurut Hochstein


adalah sebagi berikut :
1. Alterasi Langsung (Pengendapan)
Untuk dapat terbentuk secara langsung, maka batuan reservoir harus
memiliki celah saluran, yang mana dari saluran ini fluida (larutan) dapat mengalir.
Saluran ini antara lain : joint, fracture, fault, vug pore dan fissure.
2. Alterasi Replacement (Penggantian)
Kebanyakan batuan mengandung mineral utama yang tidak stabil. Mineral
ini memiliki kecendrungan untuk digantikan dengan mineral yang stabil pada
kondisi yang baru. Tabel II-1 memperlihatkan produk pengganti yang berasal dari
penggantian relatif pada Tabel II-2.
3. Alterasi Leaching (Pelepasan)
Terjadinya uap terasamkan secara oksidasi dari gas H2S, batuan yang
memiliki mineral pengganti (attacks rock) yang melarutkan mineral primer tanpa
mengganggu lubang-lubang. Alterasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan mineral
yang dihasilkan yaitu :
a. Albitisasi
Alterasi yang dihasilkan dari perubahan mineral lain terutama K feldspar
oleh larutan yang kaya Na.
b. Alunitisasi
Dijumpai pada batuan beku berbutir halus yang terdapat disekeliling vein
epithermal, dihasilkan oleh aktivitas air yang bersifat sulfat.
Tabel II-1
Tipe Produk Pengganti Mineral Primer karena Alterasi Hidrothermal
(Patrick E., Lectures on Geothermal Geology and Petrology, UNU Geothermal Training Program, Iceland, Report 1984-2.)

Tabel II-2
Pengganti Relatif Mineral Primer pada Sistem Hidrothermal
(Patrick E., Lectures on Geothermal Geology and Petrology, UNU Geothermal Training Program, Iceland, Report 1984-2.)
c. Argilitisasi
Biasa ditemukan pada batuan samping dari vein dimana cairan pembentuk
akan mengubah mineral feldspar menjadi lempung.
d. Karbonitisasi
Dihasilkan oleh intrusi atau pembentukan mineral karbonat setempat.
e. Chloritisasi
Mineral sebelumnya, umumnya mineral Alluminous Ferromagnesian
Silicate.
f. Epidotisasi
Perubahan mineral Alluminous Ferromagnesian Silicate menjadi epidot
terdapat pada chlorite.
g. Silisifikasi
Dihasilkan oleh introduksi silica dari larutan magmatic akhir.
h. Piritisasi
Suatu perubahan mineral Ferromagnesian menjadi Pirit.

Alterasi Penghasil Kumpulan Mineral Sekunder, dapat digolongkan menjadi :


a. Sausiritisasi
Perubahan dari Ca-Plagioklas menjadi mineral Albite atau Oligoklas,
Epidot, Kalsit, Serisit dan mineral Zeolit.
b. Propilitisasi
Alterasi dicirikan oleh introduksi dan pembentukan setempat mineral
Karbon, Silika, Chlorite, Sulfida dan Epidote.

Alterasi Penghasil Kumpulan Mineral Sekunder, dapat digolongkan menjadi :


a. Sausiritisasi
Perubahan dari Ca-Plagioklas menjadi mineral Albite atau Oligoklas,
Epidot, Kalsit, Serisit dan mineral Zeolit.
b. Propilitisasi
Alterasi dicirikan oleh introduksi dan pembentukan setempat mineral
Karbon, Silika, Chlorite, Sulfida dan Epidote.
Bentuk-bentuk mineral akibat alterasi :
 Veinlet, mineralnya dicirikan urat berwarna kehijauan
 Cluster, mineralnya berkelompok menjadi satu
 Stringer, mineralnya berbentuk struktur benang yang terputus.

Pada daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas hidrothermal, hasil alterasi


batuan diharapkan memberikan informasi kondisi fisik dan kimia selama proses
alterasi berlangsung. Keadaan ini dicerminkan oleh asosiasi mineral sekunder yang
terbentuk. Hayashi (1968), mengelompokkan proses alterasi berdasarkan mineral
sekunder juga gambaran fisik dan kimiwi selama proses berlangsung.
Hasil studi resistivity melalui alterasi hidrothermal (Hochstein dan Sharms,
1982) mengelompokkan alterasi hidrothermal berdasarkan perubahan fisik pada
core dan cutting untuk mengetahui tingkat alterasi, antara lain :
1. Very Low atau unalter : batuan belum teralterasi dan masih fresh
2. Low : 20 – 40 %
3. Medium : 40 – 60 %
4. High : 60 – 80 %
5. Very High : 80 – 100 %

Batuan reservoir yang mengalami alterasi akan mengalami perubahan fisik,


seperti :
1. Densitas
Pengendapan mineral secara langsung dan solution menjadikan batuan
reservoir akan meningkat densitasnya, sedangkan proses pelepasan akan
mengurangi densitas. Penambahan densitas paling banyak dijumpai dengan
porositas asli lebih kecil dari 5%.
2. Porositas dan Permeabilitas
Proses pelepasan akan mengurangi porositas, sedang efek terhadap
permeabilitas hanya perubahan kecil, teratur dan kontinyu. Penurunan
permeabilitas lebih cepat karena banyak dan cepatnya proses pengendapan mineral
pada proses pelepasan.
3. Sifat Magnetis
Pada sebagian lapangan pansbumi kedua mineral (magnetite dan
titomagnetite) cepat berubah menjadi mineral non-magnetis seperti pyrite dan
hematite, ini menyebabkan batuan reservoir menjadi “de-magnetised” seperti
ditunjukkan Hochstein dan Hunt, 1970. Survei-survei magnetometer adalah metode
terbaik untuk menentukan lokasi dan batas areal geothermal, tetapi metode ini
sangat sulit diterapkan dilapangan.

2.3. Komponen Reservoir Panasbumi


Reservoir panasbumi terdiri dari beberapa komponen, yaitu: sumber panas,
batuan reservoir, batuan penutup, fluida reservoir (air), dan sistem recharge dan
discharge. Seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Komponen Reservoir Panasbumi


2.3.1. Sumber Panas

Didalam sistem panasbumi yang menjadi sumber panas adalah magma.


Magma adalah lelehan massa batuan bercampur dengan gas terlarut yang
bertemperatur sangat tinggi antara 900 C – 1100 C dan terbentuk pada kerak bumi
bagian bawah hingga selubung atas, magma cenderung bergerak ke atas menerobos
celah – celah batuan yang memungkinkan untuk dilewati. Peristiwa dimana magma
menerobos celah – celah batuan disebut intrusi magma, karena proses alami,
magma ini akan membatu tetapi masih bersuhu tinggi.
Magma yang sudah membatu ini akan memanasi aquifer yang nantinya akan
mengubah air menjadi fasa uap.

2.3.2. Batuan Reservoir


Batuan reservoir adalah batuan yang mempunyai sifat porous dan
permeable yang sangat baik sehingga dapat menyimpan dan meloloskan air atau
uap yang merupakan fluida reservoir pada gradient tekanan tertentu. Selain itu sifat
fisik batuan reservoir yang dapat menjadi batuan reservoir lainnya adalah
konduktivitas panas, yaitu kemampuan untuk menghantarkan panas dari sumber
panas. Pada sistem panasbumi, sebagian besar batuan reservoir adalah batuan beku
atau metamorf. Pada kedua jenis batuan yang telah disebutkan di atas, porositas
batuan reservoirnya adalah rekahan – rekahan yang biasa disebut sebagai porositas
sekunder. Selain batuan beku dan metamorf, yang dapat berfungsi sebagai batuan
reservoir adalah batuan sedimen piroklastik, karena sifatnya yang mempunyai
kemampuan untuk menyimpan fluida panasbumi. Batuan ini dihasilkan oleh
serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api.
Bahan lepas gunung api (pyroclastic-pyroclast : Schimdt, 1981) dihasilkan
oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api. Istilah lain yang
sering dijumpai adalah bahan hamburan (ejecta), yang merupakan keratin batuan
yang dikeluarkan pada saat terjadinya letusan gunung api. Dan berdasarkan asal
mulanya bahan hamburan dibedakan menjadi bahan juvenile (essential, connate,
juvenil), bahan tambahan (accessories) dan bahan asing (accidential).
Bahan juvenile adalah bahan yang dikeluarkan dari magma terdiri dari
padatan atau partikel tertekan dari suatu cairan yang mendingin dan kristal
(pyrogenic crystal), bahan tambahan adalah bahan yang berasal dari letupan
sebelumnya pada gunung api yang sama (gunung api tua) sedangkan bahan asing
merupakan bahan hamburan yang berasal dari batuan non-gunung api atau batuan
dasar, sehingga mempunyai komposisi beragam.
Seperti halnya lava pengendapan bahan lepas gunung api terdapat di darat
maupun di laut. Bahan lepas gunung api yang jatuh ke dalam cekungan
pengendapan, dimana saat itu sedang terjadi pengendapan normal, maka
kemungkinan besar bahan lepas tersebut akan bercampur dengan lempung, lanau,
pasir, kerikil. Batuan yang terbentuk akibat proses demikian disebut dengan
sedimen abuan (ashy sediment) apabila belum mengalami pengompakan atau
batuan sedimen tufran, apabila telah mengalami pembatuan/pengompakan sehingga
dikenal dengan lempung tufran, pasir tufran dan kerikil tufran.
Percampuran piroklastik dengan sedimen dapat pula terjadi karena proses
erosi dan pengendapan kembali. Onggokan bahan lepas gunung api ditempatnya
semula apabila terkena proses erosi, terangkat dan kemudian terendapkan kembali
di dalam suatu cekungan tentunya akan mengalami proses pengotoran selama
pengangkutannya. Endapan yang terjadi karena proses demikian disebut batu
lempung gunungapian (volcanic claystone), serpih gunungapian (volcanic shale),
batu pasir gunungapian (volcanic sandstone), konglomerat gunungapian (volcanic
conglomerate) dan sebagainya.

2.3.3. Fluida Reservoir (Air)


Fluda panasbumi adalah air, air ini akan terpanaskan oleh sumber panas dan
menjadi fasa uap, adapun jenis – jenis air adalah sebagai berikut :
 Air Juvenil (Juvenile water) merupakan air baru yang berasal dari
magma batuan utama dan yang sebelumnya bukan merupakan bagian
dari lithosfer.
 Air magmatik (magmatic water) merupakan air yang berasal dari
magma saat magma menggabungkan air meteorik dari sirkulasi yang
dalam atau air dari bahan-bahan/material-material pengendapan.
 Air meteorik (meteorik water) merupakan air yang terakhir terlihat
dalam sirkulasi atmosfer.
 Air purba (connate water) merupakan air fosil yang telah keluar dari
hubungan dengan atmosfer untuk periode geologi yang panjang. Air
tertutup oleh formasi batuan yang dalam.
 Air metamorfis (metamorfic water) merupakan perubahan khusus dari
air purba yang berasal dari mineral hydrous selama rekristalisasi untuk
mengurangi mineral hydrous selama proses perubahan bentuk.

2.3.4. Batuan Penutup


Pada sistem Panasbumi yang menjadi batuan penutup adalah batuan yang
impermeable sehingga berfungsi sebagai penahan keluarnya panas fluida ke
atmosfer dan mempertahankan temperatur dan tekanan reservoir. Fluida yang
berada di bawahnya mengalami sirkulasi secara konveksi karena air yang mendidih
bergerak ke atas dan melepaskan uap. Uap yang bergerak ke atas akan lebih jauh
dari sumber panas maka akan segera mengembun kembali dan bergerak lagi ke
bawah dan begitu seterusnya hingga terjadi arus konveksi.
Pada reservoir panasbumi, batuan penutup umumnya adalah hasil erupsi
gunung api berupa perselingan antara bahan lepas piroklastik dan aliran lava yang
kemudian membeku. Selain itu batuan penutup pada reservoir panasbumi dapat
berasal dari bahan lepasan gunung api yang jatuh pada lingkungan pengendapan
dan bercampur dengn bahan sediment lain. Kemudian terjadi pengompakan dan
pembatuan sehingga terbentuk lempung tufaan, lanau tufaan dan kerikil tufaan.
Selain itu lapisan batuan yang impermeabel ini dapat terbentuk juga oleh proses
kimia yang disebut self sealing sebagai berikut :

1. Pengendapan mineral – mineral dari larutannya, terutama silika.


2. Alterasi hidrothermal batuan – batuan permukaan yang menghasilkan
kaolinisasi.

Batuan penutup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batuan penutup terbuka
dan tertutup. Batuan penutup terbuka umumnya menutupi reservoir air hangat
dengan tekanan yang rendah dimana fluida di permukaan tidak mencapai boilling
point sehingga kurang ekonomis untuk dieksploitasikan. Sedangkan batuan
penutup tertutup, yaitu batuan yang bersistem aquifer confined dan bertekanan
tinggi dimana water table sejajar dengan water table recharge area. Sistem ini akan
sangat baik bila temperatur reservoirnya tinggi dan pada area ini sangat ekonomis
untuk dieksploitasikan.

2.3.5. Sistem Recharge dan Discharge


Sistem recharge merupakan suatu siklus air yang dibutuhkan bagi suatu
reservoir panasbumi untuk tetap mempertahankan kondisi produksi uap panas
(steam) suatu reservoir panasbumi dan sistem discharge adalah terproduksinya air
dari reservoir ke permukaan baik secara alami dalam bentuk penampakan gejala
panasbumi seperti solfatara, fumarol, geyser maupun buatan melewati sumur –
sumur produksi. Adanya sistem recharge ini terbentuk dari sumber air (sungai,
mata air dan hujan) dan dapat pula dengan mengunakan penginjeksian.
Sistem recharge dapat dibedakan menjadi dua sistem natural recharge dan
sistem artificial recharge. Sistem natural recharge merupakan sistem alami,
dimana sistem ini berasal dari sumber air di sekeliling reservoir panasbumi. Sampai
sekarang sistem ini masih banyak diteliti baik dari segi kelangsungannya maupun
kondisi sistemnya. Sedangkan sistem artificial recharge merupakan sistem buatan,
pada kondisi ini umumnya menggunakan injeksi dimana melalui sumur-sumur
tertentu dilakukan penginjeksian air ke dalam reservoir panasbumi yang diharapkan
dapat menambah atau mempertahankan sistem recharge yang ada dalam reservoir.
Air yang diinjeksikan merupakan air yang berasal dari kegiatan produksi baik dari
pembangkit tenaga listrik maupun kegiatan sumur.

2.4. Mekanika Batuan


Pada awal pengguaannya didunia panasbumi, studi mekanika batuan
digunakan sebagai parameter dalam kegiatan pemboran untuk menghitung
kekuatan batuan yang pada akhirnya akan berujung pada perhitungan laju
penembusan pahat, namun dewasa ini studi mengenai mekanika batuan semakin
kompleks. Daya tahan material dibagi menjadi 2, yaitu brittle dan ductile. Brittle
yakni material yang dapat hancur bila diberi suatu beban yang melebihi daya tahan
material tersebut. Penghancuran suatu batuan hanya sedikit melalui tahap aliran
elatis (elastic flow) seperti halnya pada material ductile. Dengan kata lain, dengan
pemberian suatu gaya, maka batuan akan berubah bentuk secara plastis dan
kemudian akan hancur bila diberi tegangan terus menerus. Sedangkan material
ductile yakni material yang mempunyai daerah elastis besar dan plastis kecil
sebelum material tersebut hancur.

Sifat batuan yang cukup penting adalah hubungan kerapuhan relatif batuan
terhadap tegangan (tension). Dalam kenyataannya, kuat tekan (compressive
strength) batuan dapat menjadi dua kali lipat dari kuat tarik (tensile strength) batuan
tersebut.

2.4.1. Sifat Mekanika Batuan


2.4.1.1. Tegangan dan Regangan
Tegangan dapat diartikan sebagai besarnya gaya (F) yang diberikan
terhadap satu satuan luas (A). Pengertian ini sama dengan Tekanan (Pressure), yang
membedakan ialah tegangan memiliki arah dan dapat bernilai negatif, sedangkan
tekanan tidak. Regangan dapat diartikan sebagai besarnya deformasi akibat
tegangan yang diberikan. Setiap material apabila dikenai beban maka akan
mengalami perubahan bentuk (deformasi). Gaya atau tekanan per satuan luas
disebut stress, (). Selain stress, perubahan bentuk dalam hal ini perubahan dalam
panjang, () dibanding dengan panjang semula, (l) disebut strain, (). Untuk tingkat
tegangan yang lemah plot antara stress vs strain akan membentuk suatu garis lurus
seperti yang terjadi pada material logam yang merupakan jenis material linear
elastis. Pada proyek perakahan, perlu diketahui besaran-besaran yang berlaku
dibatuan yang bisa didapat dari ilmu mekanika batuan yang berhubungan dengan
sifat batuan yang akan direkahkan.

F
Stress    lim ............................................................... ... (2-1)
A  0 A

Strain dapat ditulis sebagai :

L  Lf
Strain    lim ........................................................................ (2-2)
L0 L
F1

= Normal stresses
= Shear stresses

F2 A

F3

Gambar 2.5. Skematik Shear dan Normal Stress


Dalam geomekanika batuan ada tiga macam tegangan dasar yang disebut
dengan principal stress. Yang mana ketiga tegangan tersebut saling tegak lurus satu
sama lain. Ketiga tegangan tersebut adalah σv (Tegangan arah vertikal), σHmin dan
σHmax (Kedua tegangan ini memiliki arah horizontal).

Banyak sumber yang menyebutkan bahwa arah rekahan akan terjadi tegak
lurus dengan arah tegangan terkecil.

Gambar 2.6. Besar Ketiga Stress Utama dan Arah Rekahan


2.4.1.2. Elastisitas
Elastisitas adalah suatu ketahanan material bila diberikan tegangan dan
apabila tegangan tersebut sudah tidak ada lagi, material tersebut kembali ke dalam
wujud semula / awal. Tetapi bila tegangan diberikan terus menurus dan telah
mencapai titik yang biasanya disebut yield strength, maka material tersebut akan
berada didaerah plastis dan apabila tegangan tersebut dihentikan, material tersebut
tidak dapat kembali ke dalam wujud yang sebelumnya atau wujud awal. Apabila
tegangan diberikan terus menerus sampai sampai melebihi daerah plastis pada
material tersebut, maka material tersebut akan mengalami pecah / hancur.

Beberapa faktor yang memengaruhi sifat elastisitas batuan antara lain :

 Komposisi mineral : mineral silika akan cenderung membentuk batuan brittle,


sedangkan mineral clay akan cenderung membentuk batuan ductile.
 Laju Regangan : apabila memiliki laju regangan yang tinggi, maka akan lebih
mudah untuk pecah.
 Temperatur : apabila temperatur semakin tinggi, maka batuan bersifat ductile
 Confining Pressure: Merupakan tekanan menahan material untuk mengalami
failure.
2.4.1.3. Poisson Ratio
Pemberian kuat tekan (compressive strength) pada suatu bidang material di
sepanjang bidang horizontalakan mengakibatkan material tersebut menjadi
semakin pendek dan mengembang ke arah yang tegak lurus dengan bidang
horizontal seperti yang terlihat pada Gambar 2.7. Perbandingan harga strain yang
berada pada bidang horizontal dengan harga strain yang berada pada bidang vertikal
disebut sebagai Perbandingan Poisson ().

3  in / in 
= =   ................................................................................(2-3)
1  in / in 

Material yang terkena stress dan berubah bentuk ke arah lateral mempunyai
harga  sebesar 0,5 dan bila material tersebut tidak berubah bentuk secara lateral
bila dikenai beban aksial, maka harga  = 0,0. Besi lunak mempunyai harga 
sekitar 0,3. Secara umum, limestone, batupasir, shale, dan garam mempunyai harga
 masing-masing sebesar 0.15,0.25, 0.40, dan 0.50.

Lateral strain
Poisson’s ratio =
Longitudinal strain
P1

Y
X L
Y
2 X
X=

Undeformed Deformed Y=
Y

Gambar 2.7. Perhitungan Poisson Ratio

2.4.1.4. Modulus Young’s


Jumlah strain yang disebabkan oleh stress adalah fungsi dari kekakuan
material. Kekakuan atau kekenyalan dapat ditunjukkan dengan lekukan atau
kemiringan pada plot antara axial stress dan strain pada daerah linier seperti pada
Gambar 2.8., dan inilah yang dinamakan modulus Young (E). Modulus Young
(E) sama dengan tegangan tarik (unit stress) dibagi dengan regangan tarik (unit
strain). Secara matematis :

 Stress  lb / in 2 
E= = =   = lb / in2 ................................................. (2-4)
 Strain  in / in 

Untuk besi lunak, Modulus Young-nya berharga 30 x 106 psi sedangkan


untuk batuan harga E berkisar dari 0,5 sampai 12 x 106 psi dimana soft rock = 1 dan
hard rock = 10. Istilah yang hampir sama dan sering dipakai dalam perekahan
hidraulik adalah plane-strain Modulus (E’), ditulis sebagai :

E
E'  ......................................................................................... (2-5)
(1  v 2 )
yang mana untuk sandstone, v = 0,25, E’ = 1,07 E. Variabel lain seperti
fracture thoughness (kekenyalan rekahan) yaitu Klc yaitu pengukuran terhadap
kemampuan material untuk menahan berkembangnya suatu rekahan.

Gambar 2.8. Grafik untuk Menunjukkan Modulus Young

2.4.2. Mekanika Kegagalan (Failure Mechanics)


Ketika sebuah batuan diberi pengaruh dari tekanan yang cukup besar,
kegagalan dari beberapa jenis akan terjadi. Hal ini menyiratkan bahwa batu itu
berubah bentuk secara permanen, dan mungkin juga terpecah-pecah. Kondisi ini
disertai dengan berkurangnya kemampuan batuan untuk diberi beban. Rock failure
juga merupakan suatu fenomena penting untuk mekanika batuan terkait dengan
migas, karena merupakanasal beberapa masalah seperti ketidakstabilan lubang bor
dan padatan yang ikut terproduksi. Oleh karena itu hal ini berguna untuk dapat
memprediksi di mana kondisi batuan tersebutakan gagal. Satu hal yang harus
diingat bagaimanapun, bahwa ini hanya deskripsi yang disederhanakan dari
perilaku batuan yang nyata.

Rock failure adalah proses yang kompleks yang masih belum sepenuhnya
dipahami. Sebagian besar kerangka kerja yang digunakan untuk menangani Rock
Failure bekerja berdasarkan deskripsi matematika dari perilaku yang diamati, dan
bukan pengembangan dari hukum dasar fisika.

Beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam Rock failure adalah:


a. Elastic Region: Batuan yangterdeformasi elastis. Jika stres dilepaskan,
spesimen akankembali ke keadaan semula.
b. Yield Point: Titik terluar yang akan mengalami perubahan permanen.
Sampel tidak akanlagi kembali ke keadaan semula setelah stress hilang.
c. Uniaxial compressive strength: Tegangan puncak..
d. Ductile region: Sebuah wilayah di mana sampel mengalami deformasi
permanen tanpakehilangan kemampuan untuk menahan beban.
e. Brittle region: Sebuah wilayah di mana kemampuan spesimen untuk
menahan stres berkurangcepat karena deformasi meningkat.
2.4.2.1. Tensile Failure
Kegagalan tarik terjadi ketika tegangan efektif tarik di beberapa bidang
dalam sampel melebihi batas kritis. Batas ini disebut tensile strength, hal ini
diberikan simbol T0, dan memiliki unit yang sama seperti tegangan. tensile strength
adalah properti karakteristik batuan.Kebanyakan batuan sedimen memiliki
kekuatan tarik agak rendah, biasanya hanya beberapa Mpa atau kurang. Pada
kenyataannya, itu adalah pendekatan standar untuk beberapa aplikasi dimana
tensile strengthnya adalah nol. Sebuah sampel yang mengalami kegagalan tarik
biasanya membagi bersama satu atau sedikit sekali- bidang fraktur, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 2.9. Jadi kegagalan tarik adalah sangat terlokalisasi
dan prosesnya tidak homogen. Bidang rekahan sering berasal dari retakan yang
sudah ada sebelumnya, lebih berorientasiatau kurang normal terhadap arah
tegangan tarik. Kemungkinan tertinggi untuk kerusakan lebih lanjutdari batu adalah
di perimeter yang terbesar dari retakan ini, maka celah terbesar akan tumbuh
semakin cepat dari yang lain, dan cepat membelah sample.Dapat dilihat nantibahwa
kekuatan tarik sangat sensitif terhadap kehadiran celah-celah dimateri.

Kriteria kegagalan, yang menentukan kondisi tegangan dimana gagal tarik


akanterjadi, dan mengidentifikasi lokasi dari permukaan kegagalan dalam ruang
tegangan utama, diberikan sebagai:

(2-6)
Untuk batuan isotropik, kondisi untuk kegagalan tarik akan selalu terpenuhi
pertama untuk tegangan utama terendah, sehingga kriteria kegagalan tarik menjadi

(2-7)

Besarnya harga tensile strength dapat dihitung dengan persamaan:


𝑃
t =  𝑅 𝐻 (2-8)

Keterangan,
t : tensile strength
P : beban maksimum yang diberikan
R : jari-jari sampel batuan
H : tinggi sampel batuan

Gambar 2.9.
Tensile Failure dan Shear Failure
2.4.2.2. Shear Failure
Kegagalan geser terjadi ketika tegangan geser sepanjang beberapa bidang
dalam sampel cukuptinggi. Akhirnya, sebuah zona sesar akan mengembangkan
sepanjang bidang yang gagal, dan dua sisibidang akan bergerak relatif terhadap satu
sama lain dalam proses gesekan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9.. Hal ini
juga diketahui bahwa gaya gesekan yang bertindak melawan gerakan relatif dari
dua bidang dalam kontak tergantung pada kekuatan yang menekan bidang ecara
bersama-sama. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengasumsikan bahwa tegangan
geser kritis (τmax) dimana terjadi keruntuhan geser tergantung pada tegangan
normal (σ’) bekerja pada bidang yang gagal. Yaitu: kriteria kegagalan menjadi

(2-9)

2.4.3. Deformasi Batuan

Hubungan antara tegangan dan ketegangan untuk batuan formasi


dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor diantaranya adalah komposisi dan
litologi batuan, derajat sementasi dan alterasi, jenis bahan penyemenan, jumlah dan
jenis cairan dalam ruang berpori, kompresibilitas matriks batuan dan cairan,
porositasdan permeabilitas, dan tekanan formasiserta temperatur. Banyak
darifaktor ini yang saling berkaitan, dan efek terpisah dan gabungan dari hubungan
tegangan-regangan hanya dapat diukur di laboratorium,menggunakan sampel
batuan yang sebenarnya dari formasi dan dilakukan pengujian-pengujianparameter
secara akurat untuk mensimulasikan kondisi in-situ. Tiga pengukuran dan teknik
pembebanan yang umum digunakan adalah hidrostatik, uniaksial, dan triaksial.
Teknik-teknik, yang dibahas ini kemudian, pada dasarnya melibatkan penerapan
beban tertentu dan mengukur regangan menurut teori elastisitas linier.

2.1.3.1. Hukum Hooke

Jika sebidang batuan mengalami gaya diarahkan berlangsung selama


beberapa menit,jam, atau hari, biasanya melewati empat tahapan deformasi, yaitu
elastis, Elastico-kental, plastik, dan pecah. Tahapan tergantungpada elastisitas,
viskositas, dan kekakuan dari batuan, serta pada sejarah tegangan, suhu, waktu,
tekanan pori, dan anisotropi. Pada awalnya, deformasi elastis adalah, jika stres
ditarik kembali, maka bidang batuan kembali ke bentuk dan ukuran aslinya. Dengan
deformasi elastic murni elastic deforasi, regangan adalah fungsi linear dari
tegangan, yaitu, merupakan bahanmematuhi hukum Hooke.

(2-10)

di mana E adalah modulus elastisitas. E, yang juga dikenal sebagai Young modulus,
adalah ukuran dari properti dari batuan untuk menahan deformasi. Jika sampel
batuan silinder dikenakan tegangan sejajar dengan sumbu panjang, hal ini akan
memperpanjang batuan dan diameter silinder menjadi lebih kecil di bawah
pengaruh ketegangan. Dalam kompresi paralel ke sumbu, sampel batuan akan
memendek sedangkan diameter menjadi lebih besar. Rasio regangan melintang atau
regangan lateral kepada regangan aksial dikenal sebagai Poisson ratio, v, atau

(2-11)

Keterangan,

do : diameter asli adri sampel.


Ad : perubahan diameter.
Lo : panjang asli adri sampel.
AL : perubahan panjang.
lat : regangan di arah lateral.
ax : regangan di arah axial.
Menggunakan istilah diatas, modulus Young dapat dinyatakan sebagai:

(2-12)

di mana F / A adalah beban per satuan luas. Kontanta elasti lain yang penting adalah
modulus kekakuan, G, yang merupakan ukuran ketahanan tubuhberubah dalam
bentuk, dan dinyatakan sebagai:

(2-13)
konstanta elastis lainnya dari batuan adalah bulk modulus K, yang merupakanrasio
perubahan tekanan hidrostatik (stres) ke regangan volumetrik yang sesuai:

(2-14)

dimana p adalah perubahan tekanan hidrostatik, V adalah perubahanvolume, dan


Vo adalah volume aslinya. Bulk modulus adalah kebalikan dari kompresibilitas
matriks, Cr:

(2-15)

Gambar 2.10.
Hubungan Antara Tekanan dan Regangan (model)
2.1.3.2. Diagram Tegangan-Regangan

Hubungan antara tekanan dan regangan umumnya dinyatakan dalamgrafik


yang dikenal sebagai stress-strain diagrams. Batuan pada Gambar 2.11. berada di
bawah kompresi. Dengan meningkatnya tekanan, spesimen menjadilebih pendek,
dan tegangan (deformasi) kemudian diplot dalam persentase perpendekan dari
sampel batuan. kurvaA merupakan perilaku khasdari batu brittle, yang dideformasi
secara elastis sampai tekanan sekitar 20,000psi (137.9MPa). Hasilnya
memperpendek 0,5% sebelum pecah. Kurva Bmenggambarkan zat plastik
yangideal. Pertama berperilaku elastis sampaimencapai batas elastis proporsional,
yang merupakan titik di manakurva berubah menjadi garis lurus. Kemudian batu
terdeformasi terus menerusdengan tekanan tambahan. Kurva C dan D mewakili
perilaku plastis yang lebih khas. Setelah batas elastis tercapai, batuan sampel C
menjadisemakin sulit berubah bentuk.

Dengan meningkat tekanan, batuan sampel D mencapai titik kekuatan


utamanya, melampaui tekaan minimum yang diperlukan untuk melanjutkan
deformasi sampai pecah.

Gambar 2.11.
Diagram Tekanan dan Regangan
Perilaku mekanik batuan dipengaruhi tidak hanya oleh sifat yang melekat padanya,
misalnya, mineralogi, ukuran butir, porositas, lebar dan kepadatan rekahan, dll, tapi
juga tekanan keliling, temperatur, waktu,dan cairan yang ada diantara pori-pori
batuan. Gambar menggambarkan perilaku limestone di bawah tekanan kompresi
untuk batasan tekanan yang berbeda.

Gambar 2.12.
Efek Perubahan Tekanan Pada Hubungan Tekanan dan Regangan

2.1.3.3. Diagram Mohr


Hubungan antara stress dan pecah bagi banyak batuan mungkinditentukan
secara grafis oleh lingkaran tekanan oleh Mohr. Mempertimbangkan bidang
imajinermelalui spesimen batu silinder di dalam ruang kompresi triaksial Gambar
2.13. Tekanan yang mengikat 3 diterapkan dan beban membujur 1 terus
meningkat sampai kegagalan terjadi. Pada beban puncak, kondisi stres adalah: 1 =
F / A dan 3 = p, di manaF adalah paralel beban paralel tertinggi dengan sumbu
silinder, dan p adalahtekanan dalam medium yang mengikat. Tegangan normal
untuk kegagalanatau retak bidang batuan, n , diberikan oleh:

(2-16)

Tegangan geser parallel terhadap bidang retak, z, diberikan oleh:

(2-17)

di mana  adalah sudut antara bidang kegagalan dan arah tegangan utama minimal
3. Sekali lagi, kegagalan atau pecahnya suatu bidang batuan disebabkanoleh
kombinasi kritis baik tegangangeser dan tegangan normal. Keadaan inidapat
diwakili oleh sebuah titik pada bidang  vs n, yang dikenal sebagai Mohr
diagram.Pada gambar sebuah lingkaranditarik melalui 3 dan 1 , dengan pusat
pada sumbu horisontal;pusat lingkaran adalah (1 + 3) / 2 dan radius adalah (1 -
3) / 2. Sejauh peningkatan tekanan yang mengikat biasanya akan
meningkatkankekuatan spesimen batuan (saat tegangan normal
nmeningkat,tegangan geser juga meningkat), bebrapa tes triaksial pada saat
peningkatantekanan akan menyebabkan hal tersebut menggambarkan lingkaran
Mohr pada kindisi tertentu, setiap tes harus dijalankansampai pecah terjadi.
Gambar 2.13.
Keadaan Tekanan Pada Setiap Bidang Batuan

Gambar 2.14.
Representasi Lingkaran Mohr Pada Tekanan Di Suatu Bidang
Gambar 2.15. Mohr’s stress analysis
Sebuah garis yang ditarik bersinggungan dengan lingkaran dikenal sebagai
“Mohr’s envelope.”. Tekanan yangmasuk dalam envelope berada di bawah point of
failure,sedangkan tekanandiluar envelopeakan menyebabkan kegagalan. Sudut
yang dibuat oleh envelopeline dengan sumbu horisontal dari diagram (n)adalah
sudut gesekan internal. Perpotongan dari envelopeline dengansumbu vertikal, o,
adalah kekuatan kohesif dari batuan. Evaluasi hasil yang diperoleh dari lingkaran
tekanan Mohr biasanya mengasumsikan validitasHukum Coulomb, yang
menentukan tegangan geser maksimum di manapecahnya batuanakan terjadi
sepanjang bidang terlemah dalam sampel batuan. hukum inidapat dinyatakan
sebagai:

(2-18)

2.1.3.4. Properti Dinamis Elastis


Sejumlah metode telah digunakan untuk menentukan nilai dinamis dari
modulus Young dan rasio Poisson. Hosking memperoleh nilai dinamis berbagai
sifat elastis dengan menentukan kecepatan propagasi di batuan menggunakan pulsa
ultrasonik, v, dan suara resonansi, vr . Modulus Young diperoleh dari:
𝑏 𝑉 2 𝑟
E= (2-19)
12 𝑔
Dan rasio Poisson dari:

(2-20)

di mana b adalah densitas bulk batuan dan g adalah percepatan akibatgravitasi.


Deere dan Miller menggunakan metode yang sama untuk memperoleh berikut
hubungan antara kecepatan gelombang kompresional (vc), kepadatan batuan (b),
modulus Young, dan Poisson ratio.

(2-21)

Logging Sonic dan analisis dalam bentuk gelombang menyediakan sarana untuk
memperoleh pengukuran secara kontinyu dari kecepatan kompresi dan geser
batuan. Data ini berhubungan erat dengan pengukuran densitas bulk,
memungkinkan pengukuran in-situ dan perhitungan sifat mekanikbatuan. Tabel
menunjukkan hubungan modulus elastisitas dengan waktu transit dan bulk density.
Unit berlaku untuk tabel adalah:

b = bulk density, g/cm3.


v, = shear velocity, ft/sec.
Tabel II-3. Sifat Dinamis Elastis
2.4.4. Aplikasi Mekanika Batuan Pada Sumur Panas Bumi

Dalam menentukan letak sumur produksi, factor geologi yang perlu


diperhatikan meliputi geologi permukaan dan bawah permukaan. Geologi
permukaan meliputi topografi permukaan mencakup evaluasi pegunungan dataran
tinggi, daerah terjal, dataran rendah dan lainya. Faktor ini sangat berguna untuk
menentukan letak suatu sumur produksi, yaitu daerah yang mudah dijangkau dan
mudah transportasi peralatan berat, oleh karena itu umumnya merupakan daerah
yang landai. Meskipun demikian jika titik hasil evaluasi sulit dijangkau atau tidak
memenuhi syarat diatas, maka perlu dipersiapkan prasarana, dalam hal ini
penggunaan teknik pemboran berarah.

Selain itu perlu diperhatikan geometri porinya yaitu berupa struktur, batas
pengurasanya, ketebalan daerah patahan, dan arah patahan, yang mana peletakan
sumur harus searah dengan patahannya, jika peletakan sumur bersimpangan dengan
arah patahan akan berakibat fatal yang akan menyebabkan casing collapse.
Kedalaman struktur seperti sesar atau patahan yang merupakan batas kedalaman
sumur akan menentukan spasi sumurnya. Salah satu contoh penampang stratigrafi
reservoir sibayak seperti terlihat pada Gambar 2.16 yang mana dalam gambar
tersebut dapat diketahui jenis batuan yang akan ditembus dan letak patahannya
sehingga dapat direncanakan arah target pemborannya.

Gambar 2.16. Penampang Stratigrafi Lapangan Panasbumi Sibayak


2.5. Karakteristik Batuan Reservoir Panasbumi
Untuk dapat memproduksi fluida reservoir panasbumi perlu diketahui
karakteristik batuan reservoir panasbumi itu sendiri. Karakteristik batuan reservoir
panasbumi meliputi jenis batuan, komposisi kimia, sifat thermodinamika dan sifat
fisik batuan reservoir panasbumi.

2.5.1. Batuan Reservoir Panasbumi


Batuan penyusun kulit bumi bagian terluar dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam, yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Batuan beku
adalah kumpulan interlocking agregate mineral silikat hasil penghabluran dari
magma yang mendingin (W. T. Huang, 1962). Batuan sedimen adalah batuan hasil
lithifikasi bahan rombakan batuan, hasil reaksi kimia maupun hasil kegiatan
organisme (Pettijhon, 1964). Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari
batuan induk yang mengalami perubahan tekstur, komposisi mineral dan kondisi
fisika (tekanan dan atau temperatur) secara terus menerus (Winkler, 1967).
Gambar 2.17. memperlihatkan siklus batuan yang telah disebutkan diatas.
Pada dasarnya ketiga jenis batuan tersebut merupakan batuan yang terubah
sehingga mempunyai tingkat ubahan tertentu (alterate rock). Proses tersebut
terutama terjadi pada batuan metamorfosa dimana batuan beku, batuan sedimen dan
batuan metamorf berubah dan membentuk reservoir panasbumi.

Gambar 2.17. Siklus Batuan


2.5.1.1. Batuan Beku
Batuan beku terbentuk dari pembekuan langsung magma yang mempunyai
temperatur serta mobilitas tinggi, tetapi dalam proses pendinginan magma tidak
langsung membeku semuanya, akan tetapi mengalami penurunan temperatur yang
disertai pembentukan dan pengendapan mineral tertentu sesuai dengan
temperaturnya. Pembentukan mineral berdasarkan penurunan temperatur disusun
oleh Bowen yang dikenal dengan istilah Bowen’s reaction series Gambar 2.18..
Batuan beku diklasifikasikan menjadi dua, yaitu batuan intrusive dan
extrusive. Batuan intrusive yang umum adalah granite yang berwarna cerah, serta
campuran mineral orthoclas, feldspar dan quartz. Sedangkan batuan extrusive yang
umum adalah basalt bewarna abu-abu gelap dan lava hitam.

Gambar 2.18. Skema Bowen’s Reaction Series

Diagram Bowen sebelah kiri, mewakili mineral-mineral mafik dan yang


pertama kali terbentuk adalah olivin pada temperatur yang sangat tinggi (12000C)
dengan proporsi besi-magnesium dan silikon adalah 2:1 dan membentuk komposisi
(Fe2Mg).2SiO4. Tetapi jika magma jenuh oleh SiO2, maka piroksen yang pertama
kali terbentuk, dengan perbandingan antara besi- magnesium dengan silikon adalah
1:1 membentuk komposisi (MgFe)SiO3 pada temperatur yang lebih rendah. Olivin
dan piroksen merupakan pasangan inconguruent melting, dimana setelah
pembentukan, olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuka piroksen.
Temperatur menurun terus dan pembentukanmineral berjalan sesuai dengan
temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk adalah biotit. Dikarenakan terjadi
demikian maka reaksi ini disebut reaksi diskontinyu atau reaksi tidak menerus.
Diagram sebelah kanan, mewakili kelompok plagioklas karena didominasi
atau hanya terdapat mineral plagioklas. Pada temperature yang sangat tinggi
(12000C) yang mengkristal adalah plagioklas-Ca, dimana komposisinya didominasi
oleh kalsium dan sebagian kecil silikon dan alumunium. Pengkristalan selanjutnya
yang berlangsung secara menerus, komposisi Ca akan semakin berkurang dan
kandungan Na (sodium) akan semakin meningkat, sehingga pengkristalan
terakhirnya adalah plagioklas-Na. Reaksi pada seri ini disebut seri kontinyu kaena
berlangsung secara terus menerus. Mineral mafik dan plagioklas bertemu pada
mineral potasium feldspar dan menerus ke mineral yang stabil, yang tidak mudah
terubah menjadi mineral lain pada temperatur sekitar 6000C.
Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui
karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan
beku. Dalam membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari :
1. Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-
mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa
gelas yang membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada batuan beku
umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting yaitu :
a. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk
menunjukan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk
kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembentukan magma.
Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristal yang
terbentuk akan kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung dengan
cepat maka kristalnya akan halus. Namun jika pembekuannya berlangsung
cepat sekali maka kristalnya akan berbentuk amorf.
Dalam pembentukannya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :
a) Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.
Tekstur holokristalin adalah karakteristi batuan plutonik, yaitu
mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
b) Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan
sebagia lagi terdiri dari massa kristal.
c) Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.
Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill,
atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
b. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku.
Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu :
a) Fanerik / fanerokrisalin
Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain
secara megaskopis dan makroskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal
jenis fanetik ini dapat dibedakan menjadi :
1) Halus / fine, apabila diameter butir kurang dari 1 mm
2) Sedang / medium, apabila ukuran diameter butir antara 1-5 mm.
3) Kasar / coarse, apabila ukuran diameter butir antara 5-30 mm.
4) Sangat kasar / very coarse, apabila ukuran diameter butir lebih dari
30 mm.
b) Afanitik
Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata
biasa sehingga diperlukan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik
dapat tersusun oleh kristal , gelas atau keduanya. Dalam analisa
mikroskopis dapat dibedakan :
1) Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa
diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar
0,1 – 0,001 mm.
2) Kriptokristalin, apabial mineral-mineral dalam batuan beku terlalu
kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran
butir berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
3) Amorf / glassy / hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
c. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga
bentuk kristal, yaitu :
1) Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang
kristal.
2) Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
3) Anhedral.
Dan ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal yaitu
: equidimensional, tabular, prismitik, irregular.
d. Hubungan antar krital atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai
hubungna antara kristal / mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. Secara garis besar relasi dapat dibagi dua yaitu: equigranular dan
inequigranular.
2. Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan
lapisan yang jelas / umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian
besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya : pillow lava dan joint
struktur. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada cotoh-contoh batuan yaitu
: massif (jika tidak mununjukan adanya lubang-lubang), vesikuler (jika terlihat
lubang-lubang), skoria, amygdaloidal, xenolitis.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (massif), sedangkan struktur-
struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan
(fracture) dan pembekuan magma.
3. Komposisi mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku cukup dengan
mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral
sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua : mineral
felsik (mineral yang berwarna terang) dan mineral mafik (mineral yang
berwarna gelap).
Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan
SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang
berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar
klasifikasinya.
1. Klasifikasi bedasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976)
batuan beku dibagi menjadi :
a. Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.
b. Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
c. Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T
Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive
disebut batuan vulkanik.
2. Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu :
a. Batuan beku asam apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contoh
: riolit
b. Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.
Contoh : dasit
c. Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contoh :
andesit.
d. Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%.
Contoh : basalt.
3. Klasifikasi berdasarkan indeks warna (S. J. Ellis, 1948) yaitu:
a. Holofelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%
b. Felsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% - 40%
c. Mafelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% - 70%
d. Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.
2.5.2. Komposisi Kimia Batuan Reservoir Panasbumi
Batuan reservoir panasbumi pada umumnya adalah batuan beku. Batuan
beku ini tersusun atas Si, Al, Mg, Fe, Ca, Na dan K serta Mn, P dan Ti dalam jumlah
yang sedikit. Elemen tersebut didampingi oleh oksigen dan sejumlah batuan dan
biasanya dilaporkan dalam bentuk komponen oksida (SiO2 dan Al2O3).
Dari hasil analisa kimia batuan reservoir, menunjukkan SiO2 merupakan
komponen terbanyak, berkisar antara 35-75 %, Al2O3 sekitar 12-18 % pada batuan
beku dan mencapai 20 % pada batuan beku intermediate. Tabel II-4. menerangkan
klasifikasi silica sebagai mineral penyusun batuan.
Tabel II-4. Klasifikasi Silica

2.5.2.1. Batuan Asam


Merupakan batuan dasar reservoir yang mempunyai kandungan silica cukup
tinggi (lebih dari 60 %). Contohnya granite dan riolite.
2.5.2.2. Batuan Intermediate
Merupakan batuan beku peralihan antara batuan beku asam dan batuan beku
basa dengan kandungan silica antara 52-66 %. Contohnya andesite dan diorite.
2.5.2.3. Batuan Basa
Merupakan batuan reservoir yang mempunyai kandungan silica antara 45-
52 % yang kaya Mg, Fe dan Ca. Contohnya gabro dan basalt.
2.5.2.4. Batuan Ultrabasa
Merupakan batuan reservoir dengan kandungan silica rendah berkisar
antara 40-45 %. Contohnya dunite.
2.5.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir Panasbumi
Sifat fisik batuan reservoir panasbumi terdiri dari densitas, porositas,
wettabilitas, tekanan kapiler, saturasi, permeabilitas dan kompresibilitas batuan.
2.5.3.1. Densitas
Densitas batuan berpori adalah perbandingan antara berat terhadap volume
rata-rata dari material. Densitas spesifik adalah perbandingan densitas batuan pada

tekanan dan temperatur normal, yaitu kurang dari 103 kg . Sebagai contoh,
m3
densitas spesifik dilapangan Wairakei adalah 1-3. Densitas spesifik batuan (bagian
solid) antara 2,2-3.
Densitas batuan lapangan panasbumi umumnya sangat berpengaruh
terhadap heat content yang dikandungnya dan terdapat hubungan yang berbanding
lurus antara heat content dengan densitas batuan. Semakin besar densitas batuan
semakin besar heat content yang dikandung oleh batuan. Densitas batuan pada
lapangan panasbumi umumnya sangat besar dibanding daerah non-vulkanik.
2.5.3.2. Porositas
Porositas batuan (Φ) didefinisikan sebagai perbandingan volume pori
(volume pori-pori yang ditempati fluida) terhadap volume total batuan. Dalam
reservoir panasbumi dikenal dua macam porositas, yaitu porositas antar butir dan
porositas rekahan. Pada umumnya reservoir panasbumi hanya memiliki porositas
rekahan. Secara matematis porositas dapat dituliskan sebagai berikut :
volume pori batuan
 .................................................................... (2-22)
volume total batuan
Porositas dapat diklasifikasikan menjadi :
 Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk selama proses
pengendapan berlangsung. Dimana porositas jenis ini lebih seragam.
 Porositas sekunder, yaitu porositas yang terbentuk oleh proses-proses
geologi setelah pengendapan selesai. Porositas jenis ini relatif kurang
seragam.
Porositas yang biasanya terdapat dalam reservoir panasbumi adalah
porositas sekunder, karena porositas ini berupa rekahan-rekahan (fracture) yang
timbul akibat proses geologi seperti lipatan, sesar ataupun patahan. Porositas
reservoir lapangan panasbumi dihitung dengan mempertimbangkan tiga bentuk
porositas, yaitu :
 Porositas fracture  f  didefinisikan sebagai perbandingan volume

fracture yang kurang teratur dengan volume total batuan yang


mengalami rekahan.
 Porositas matriks batuan  m  didefinisikan sebagai perbandingan
volume antar butir dari matriks batuan dengan volume bulk matriks
batuan (tidak termasuk rekahan).
 Porositas bidang fault  fp  didefinisikan sebagai perbandingan volume

bidang fault yang terbuka dengan volume total bidang fault.


Peralatan logging akan mengukur porositas total t  yang kemudian dapat
dihubungkan dengan bentuk-bentuk porositasnya dengan mengikuti persamaan :
t  V fp  fp  1V fp   f  1  fp m ............................................ (2-23)

keterangan :
 V fp = merupakan volume bidang fault dan perbandingan dari volume total.

Volume ini dapat dihitung dari ukuran reservoir, ketebalan bidang fault
dan banyaknya bidang fault yang ada.
  fp = dapat berharga sangat tinggi jika bidang fault-nya terbuka. Hal ini

adalah normal, sebab bidang fault umumnya terdiri dari hancuran batuan
konglomerat dan rongga-rongga yang sangat permeabel. Jika porositas
bidang fault memiliki harga 50 % masih dianggap normal.
Porositas matriks analog dengan porositas pada batuan sedimen,
pengukuran porositas dilakukan didalam laboratorium dengan menganalisa sampel
core. Pada batuan vulkanik umumnya porositas matriks batuan relatif kecil, kurang
dari 10 %. Porositas rekahan sulit ditentukan dengan sampel core sebab sampel
core tidak dapat mencerminkan adanya pecahan batuan. Tetapi sebagai perkiraan,
porositas total reservoir dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2-23).
Porositas total batuan yang terekah dapat dihitung dengan persamaan :
t fracturedrock
 
  f  1 -  f m ................................................................... (2-24)

Porositas dapat dibagi menjadi dua, antara lain :


 Porositas total, yaitu perbandingan antara volume ruang kosong baik
yang saling berhubungan maupun tidak berhubungan, dengan volume
batuan seluruhnya.
 Porositas efektif, yaitu perbandingan antara volume ruang kosong yang
saling berhubungan dengan volume batuan seluruhnya.
Harga porositas yang digunakan dalam perhitungan adalah porositas efektif.
Pada umumnya porositas rata-rata dari sistem media berpori memiliki harga rata-
rata antara 5-30 %.
2.5.3.3. Wettabilitas
Wettabilitas atau derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai sifat dari
batuan yang menyatakan mudah tidaknya permukaan batuan dibasahi oleh fluida.
Kecenderungan fluida untuk menyebar atau menempel pada permukaan batuan
dikarenakan adanya adhesi yang merupakan faktor tegangan permukaan antara
batuan dengan fluida. Faktor ini pula yang menentukan fluida mana yang akan
membasahi suatu padatan.
Tegangan antar permukaan akan timbul pada batas permukaan antara fluida
yang tidak saling larut, misalnya pada reservoir panasbumi yaitu fasa uap dan fasa
cair, dimana fasa cair akan cenderung melekat pada permukaan batuan sedangkan
fasa uap tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan maka fasa uap akan
mudah mengalir.
Pada saat reservoir panasbumi mulai berproduksi dengan saturasi cukup
tinggi, sedangkan fasa cair hanya berupa cincin yang melekat pada batuan formasi,
butir-butir fasa cair tidak dapat bergerak, yaitu ketika fasa uap merupakan fasa yang
kontinyu dan bersifat mobile, lalu setelah proses produksi mulai berjalan, fasa uap
akan terus diproduksikan dan apabila temperatur reservoir mulai mengalami
penurunan, maka saturasi fasa uap akan semakin menurun dan saturasi fasa air akan
meningkat.
2.5.3.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler Pc  didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang terjadi
antara dua permukaan yang tidak saling campur. Besarnya tekanan kapiler
dipengaruhi oleh tegangan permukaan, sudut kontak antara fasa uap-cair-padat dan
jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir panasbumi, antara lain :
 Mengontrol distribusi saturasi didalam reservoir panasbumi.
 Merupakan mekanisme pendorong fasa cair dan fasa uap untuk bergerak
atau mengalir melalui pori-pori secara vertikal.
Berdasarkan pada Gambar 2.19. sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa fasa cair naik keatas dikarenakan gaya didalam pipa akibat adanya
gaya adhesi antara fasa cair dan dinding pipa yang arah resultannya keatas. Gaya-
gaya yang bekerja pada sistem tersebut antara lain :
1. Besar gaya tarik keatas adalah 2π rAT , dengan r adalah jari-jari pipa
kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong kebawah adalah π r 2 hg  ρw  ρs  .

Gambar 2.19. Tekanan Didalam Pipa Kapiler


Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya keatas akan sama
dengan gaya kebawah yang menahannya yaitu gaya berat fasa cair. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
2 π rAT  π r 2 hg (ρw  ρs ) .................................................................... (2-25)

atau :
2 AT
h ................................................................................... (2-26)
r (ρw  ρs ) g
keterangan :
 h = ketinggian fasa cair didalam pipa kapiler, cm
 r = jari-jari pipa kapiler, cm

 w = massa jenis fasa cair, gr


cc

 s = massa jenis fasa uap, gr


cc

 g = percepatan gravitasi, cm
dt 2
Dengan memperhatikan permukaan fasa uap dan fasa cair dalam pipa
kapiler maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan kapiler
Pc  . Besarnya Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa cair dengan tekanan fasa
uap, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc  Ps  Pw   ρs  ρw  g h ................................................................ (2-27)
Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan
sebagai berikut :
2 σ cos θ
Pc  ...................................................................................... (2-28)
r
keterangan :
 Pc = tekanan kapiler
  = tegangan permukaan fasa uap-cair
  = sudut kontak permukaan fasa uap-cair
 r = jari-jari pipa kapiler
Menurut Plateau, tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka
dan jari-jari lengkungan bidang antar muka dan dapat dinyatakan dengan
persamaan :
1 1 
Pc  σ    .............................................................................. (2-29)
 R1 R2 
keterangan :
 R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch

  = tegangan permukaan, lb
inch
Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan (2-
28) dengan Persamaan (2-29). Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :

1 1 1  2 cos θ Δρ g h
      .................................................. (2-30)
Rm  R1 R2  rt σ

Gambar 2.20. Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak Antara Fluida


Pembasah dengan Padatan
Gambar 2.20. menunjukkan distribusi serta pengukuran R1 dan R2. Kedua
jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.
Didapatkan bahwa tekanan kapiler berbanding terbalik dengan ukuran butir batuan
(grain size), jadi semakin besar ukuran butir batuan maka semakin kecil tekanan
kapiler dan begitu juga sebaliknya.
2.5.3.5. Saturasi
Saturasi merupakan fraksi fluida yang menempati pori-pori batuan
reservoir. Pada saat sistem mengandung fasa cair dan fasa uap dalam keadaan
setimbang, maka kedua fasa tersebut akan terjenuhi. Dalam keadaan demikian sifat
tekanan dan temperatur tidak dapat berdiri sendiri. Ketika tekanan dan temperatur
ini diplotkan maka akan diperoleh suatu kurva saturasi, kurva itu akan berakhir pada
titik-titik kritis karena densitas dari fasa uap dan fasa cair adalah sama dengan
keadaan fluida dua fasa.
Secara matematis untuk saturasi masing-masing fasa dapat dihitung sebagai
berikut :
ρs hs  h 
Sw  .......................................................... (2-31)
ρw h  hw  ρs hs  h 

S v  1  S w ........................................................................................ (2-32)

Vuap . 100%
Sv  ................................................................................ (2-33)
V pori

Vair . 100%
Sw  ................................................................................ (2-34)
V pori

keterangan :
 Sv = saturasi fasa uap, fraksi
 Sw = saturasi fasa cair, fraksi

 ρs = densitas fasa uap, kg


m3

 ρw = densitas fasa cair, kg


m3

 h = enthalpi campuran, kJ
kg

 hs = enthalpi fasa uap, kJ


kg

 hw = enthalpi fasa cair, kJ


kg
2.5.3.6. Permeabilitas Rekahan
Permeabilitas didefinisikan sebagai bilangan yang menunjukkan
kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida pada media berpori, namun pada
lapangan panasbumi lebih diperhatikan rekahannya. Definisi kuantitatif dalam
bentuk persamaan sebagai berikut :
𝐾𝑟 +𝐾𝑚 ∅𝑓 − 𝐾𝑚
𝐾𝑓 = ........................................................................................ (2-35)
∅𝑓

keterangan :
 𝐾𝑓 = permeabilitas rekahan, mD
 𝐾𝑟 = permeabilitas total efektif, mD
 ∅𝑓 = porositas rekahan, fraksi
 𝐾𝑚 = permeabilitas matriks, mD

Permeabilitas merupakan ukuran lubang yang berhubungan dengan pori,


sedangkan porositas merupakan ukuran ruang pori. Permeabilitas ini dapat
dibedakan menjadi :
 Permeabilitas absolute yaitu permeabilitas batuan dengan fluida yang
mengalir hanya satu fasa (fasa cair atau fasa uap saja).
 Permeabilitas effektif yaitu permeabilitas dengan fluida yang mengalir
lebih dari satu fasa (fasa cair dan fasa uap yang mengalir bersamaan).
Permeabilitas mempunyai nilai yang berbeda terhadap arah x dan y, pada
arah x dan y lebih besar dibanding kearah z, maka sistem ini disebut anisotropic.
Apabila permeabilitas seragam kearah horizontal maupun vertikal disebut sistem
isotropic.
Satuan permeabilitas adalah m2. Umumnya pada reservoir panasbumi
permeabilitas vertikal berkisar antara 10-14 m2, sedangkan permeabilitas horizontal
mencapai 10 kali lebih besar dibanding permeabilitas vertikalnya.

2.5.3.7. Kompressibilitas Batuan


Kompressibilitas batuan didefinisikan sebagai perubahan volume akibat
perubahan volume persatuan perubahan tekanan. Batuan yang berada pada
kedalaman tertentu akan mengalami dua macam tekanan, yaitu tekanan dalam
(internal stress) yang disebabkan adanya tekanan hidrostatik fluida yang
terkandung dalam pori-pori batuan, sedangkan untuk tekanan luar (external stress)
disebabkan oleh overbuden pressure yang berasal dari batuan dan fluida pengisi
yang berada diatasnya. Kompressibilitas batuan dapat dibedakan menjadi :
 Kompressibilitas matriks batuan (cr).
 Kompressibilitas bulk batuan (cb).
 Kompressibilitas pori-pori (cp).

2.5.4. Sifat Thermodinamika Batuan Reservoir Panasbumi


Parameter-parameter yang menggambarkan sifat-sifat thermodinamika
batuan reservoir diantaranya adalah konduktivitas panas, panas spesifik, energi
dalam, enthalpi, entropi, dan panas laten.

2.5.4.1. Konduktivitas Panas Batuan


Konduktivitas panas (k) pada suatu batuan adalah kemampuan batuan
tersebut untuk menghantarkan energi secara konduksi pada suatu gradien panas.
Satuan dari parameter ini adalah (energi/waktu/luas)/(temperatur/jarak) yang dapat
disederhanakan menjadi W/mK. Harga yang umum untuk konduktivitas panas
batuan adalah 2 – 2,5 W/mK.
Konduktivitas panas pada suatu batuan yang terjenuhi oleh air bergantung
pada konduktivitas panas batuan serta fluidanya. Adanya fluida yang menjenuhi
(mensaturasi) batuan berpori menyebabkan konduktivitas panas menjadi:
k  1-Φ k r  Φ.k f …………...……………………………….............. (2-36)

keterangan:
k : konduktivitas panas medium yang tersaturasi, W/mK
 : porositas batuan, fraksi
kr : konduktivitas panas batuan, W/mK
kf : konduktivitas panas fluida, W/mK
Tabel II-5.
Konduktivitas Panas Beberapa Jenis Batuan
Jenis Batuan Konduktivitas (W/mK)
Limestone 2.2-2.8
Slate 2.4
Sandstone 3.2
Bitaminous Coal 0.26
Rock Salt 5.5
Gneiss 2.7
Granite 2.6
Gabbro 2.1
Peridotite 3.8

2.5.4.2. Kapasitas Panas Batuan


Kapasitas panas batuan (c) adalah suatu parameter yang menyatakan
banyaknya panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu satuan massa
batuan sebesar 1˚C. Secara matematis, kapasitas panas batuan biasa dinyatakan
sebagai berikut:
Q
c
ΔT .m .............................................................................................. (2-37)
keterangan:
Q : panas yang dipindahkan, kJ
ΔT : perbedaan temperatur, ˚C
m : massa, kg
Besarnya kapasitas panas suatu material selalu dipengaruhi oleh temperatur
mula-mula dan interval temperatur. Umumnya, batuan memiliki harga kapasitas
panas sebagai berikut:
1. Pada temperatur rendah : 0,75-0,85 kJ⁄kg℃

2. Pada temperatur sedang : 0,85-0,95 kJ⁄kg℃


3. Pada temperatur tinggi : 0,95-1,10 kJ⁄kg℃

2.6. Karakteristik Fluida Reservoir Panasbumi


Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai komposisi kimia serta sifat fisik
dan thermodinamika fluida reservoir panasbumi.

2.6.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir Panasbumi


Fluida reservoir panasbumi terdiri atas mineral-mineral, seperti kombinasi
alkali, alkali tanah, sulfur, oksida besi, dan alluminium. Bahan-bahan tersebut
tersusun dari ion-ion yang sejenis dengan kandungan tertentu, namun selain bahan-
bahan tersebut, juga terdapat impurities yang terkandung di dalam fluida reservoir
panasbumi.
Fluida yang keluar dari sumur panasbumi, umumnya, disertai beberapa fasa
gas yang terlarut dalam air, yaitu gas CO2 dengan jumlah sekitar 63 - 97%, gas H2S
yang berkisar 1 - 21%, dan komponen gas lainnya berupa CH4, H2, dan N2, yang
kadang-kadang terdapat pula NH3 dan H3BO3 dalam jumlah yang kecil.

2.6.1.1. Anion dan Kation Fluida


Dari hasil penelitian, kandungan geothermal brine water berdasarkan anion-
kation memperlihatkan bahwa:
 Hampir semua air formasi bersifat asam.
 Konsentrasi sulfate (SO4) tinggi, yaitu 200 – 500 ppm dan konsentrasi
chloride rendah, yaitu kurang dari 30 ppm.
 Pada elevasi ± 1400 m di atas permukaan laut, air formasi mengandung
konsentrasi sulfate tinggi, yaitu 300 – 400 ppm dan konsentrasi chloride
rendah, yaitu 10 – 30 ppm.
Sementara, fumarol mengandung CO2 (96,5% volume), asam sulfat,
hydrogen, methane, nitrogen, dan amoniak. Dari hasil pemboran, memperlihatkan:
 Air bersifat asam.
 Kation yang didapat adalah kalium, natrium, dan kalsium.
 Anion yang didapat adalah sulfat, bikarbonat, dan kadang-kadang dijumpai
klorida.

2.6.1.2. Kandungaan Air Impurities


Komposisi kimia fasa cair (fluida panasbumi) terdiri dari golongan alkali
(golongan IA dalam tabel periodik unsur), alkali tanah (golongan IIA), karbonat,
dan silica, namun ada elemen minor yang hadir dalam fluida, yaitu arsenic, boron,
mercury, dan radon.
Tabel II-7.
Contoh Elemen Minor dari Fasa Uap
pada Geyser California, Amerika Serikat

2.6.1.3. Condensable dan Non Condensable Gas


Impurities adalah unsur-unsur kimia yang tidak diharapkan kehadirannya
karena dapat mengganggu proses operasional di lapangan. Impurities dapat berupa
fasa padat ataupun fasa gas. Zat yang berupa fasa padat sering menyebabkan
terjadinya scale dan apabila bereaksi dengan fasa cair akan menyebabkan naiknya
pH. Impurities yang berbentuk fasa gas dapat dibedakan menjadi condensable dan
non condensable gas.
Tabel II-8.
Perbandingan Kandungan Non Condensable Gas
pada Lapangan Batubara dan Panasbumi (Geyser, Amerika Serikat)

Condensable gas adalah fasa gas yang timbul saat flashing dan bersatu
dengan uap air. Ketika temperatur dan tekanan turun, fasa gas terkondensasi dan
bercampur kembali dengan fasa cair. Kondensat dari fasa gas ini sebagian akan
terus terproduksi bersama fasa uap dan sebagian lagi akan mengendap di dalam
pipa alir ataupun peralatan produksi lainnya. Apabila kondensat fluida bersifat
asam, cenderung menyebabkan terjadinya korosi pada material peralatan produksi,
sebaliknya apabila bersifat basa, maka akan menyebabkan terjadinya scale.
Non condensable gas adalah fasa gas yang terjadi setelah proses flashing yang
kemudian meninggalkan fasa cair dan bergabung bersama fasa uap menuju
permukaan. Ketika temperatur turun, fasa gas tersebut tidak ikut terkondensasi.
Yang termasuk non condensable gas antara lain CO2, H2S, SO2, dan S.
Tabel II-8. di atas memperlihatkan harga perbandingan kandungan non
condensable gas yang dihasilkan antara bahan bakar fosil, dalam hal ini berupa
batubara dan fluida panasbumi (geyser).

2.6.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir Panasbumi


Yang termasuk sifat fisik fluida reservoir panasbumi adalah densitas,
viskositas, volume spesifik, salinitas, dan kompresibilitas air.

2.6.2.1. Densitas
Densitas (ρ) merupakan salah satu sifat fisik fluida reservoir panasbumi.
Fluida reservoir panasbumi sendiri berupa dua fasa, yaitu fasa cair dan fasa uap,
sehingga akan terdapat parameter ρL dan ρV . Satuan densitas adalah massa per

volume, biasa dinyatakan dalam kg .


m3
Fluida panasbumi umumnya terdiri dari 70% atau lebih sodium chlorite dan
unsur lainnya berupa potassium chloride yang mempunyai efek pada temperatur.
Dengan demikian, densitas fluida dapat diperkirakan dengan mengoreksi densitas
air murni dengan persamaan:
ρ L  ρa  0,0073wt ............................................................................ . (2-42)
keterangan:
ρL : densitas fasa cair, kg/m3
ρa : densitas air, kg/m3
wt : persen berat garam, %
Harga 0,0073 menyatakan rata-rata harga slope untuk ketiga senyawa fluida
reservoir panasbumi, yaitu harga slope untuk garam NaCl adalah 0,0072, garam
KCl adalah 0,007, dan garam CaCl2 adalah 0,0089. Selain itu, densitas air dapat
juga dicari dengan rumus (Keenan, 1951):
1  dt 1/ 3  et
ρa  ...................................................................... . (2-43)
Vc  at 1/ 3  bt  ct 4

keterangan:
Vc : 3,1975
a : -0,3151548
b : -1,203374 x 10-3
c : 7,48908 x 10-13
d : 0,1342489
e : -3.946263 x 10-3
t : 647,11 – T (K) atau = 347,11 – T (ᵒC)
Persamaan lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung densitas air
adalah persamaan yang dikemukakan oleh Ejigou dan M. Fiori yang disebut dengan
istilah New Set, sebagai berikut:
1. Untuk 500 ≤ P ≤1500 psia, persamaan yang digunakan adalah:
1
ρa  6
.......................................................................... (2-44)
3,7175x10 P  0,1789
2. Untuk 1500 ≤ P ≤ 2500 psia, persamaan yang digunakan adalah:
1
ρa  ................................................................. (2-45)
0,017529 exp(1,9302 x10  4 P)

Untuk temperatur lebih dari 200oC, slope densitas terhadap konsentrasi akan
tidak konstan. Harga slope untuk NaCl pada temperatur 200oC adalah 0,0079 dan
pada 300oC adalah 0,0107, sehingga Persamaan (2-42) dikoreksi menjadi:
   
ρL  ρa  0,0073 1  1,6.10 6 T-373 wt .......................................... . (2-46)
2

Persamaan (2-46) di atas akan berlaku pada persen berat garam (wt) kurang
dari atau sama dengan 20%. Apabila harga wt lebih dari 20% atau sama dengan
konsentrasi 200.000 ppm dengan temperatur lebih dari 200ᵒC, maka Persamaan
(2-46) ini tidak dapat digunakan (Haas, 1970).
Sementara, densitas fasa uap terbagi menjadi dua, yaitu densitas saturated
steam dan superheated steam. Untuk densitas saturated steam dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
ρss = (x/1000)ρV+(1-x/100)ρa ............................................................. (2-47)
ρa adalah densitas air yang dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan-persamaan sebelumnya sesuai dengan tekanannya. Sedangkan, ρV
adalah densitas uap yang dihitung dengan persamaan-persamaan berikut sesuai
dengan tekanannya, yaitu:
1. Untuk 3,4 ≤ P ≤ 10,2 MPa, persamaan yang digunakan adalah:
1 ........................................................................... (2-48)
ρV 
 211,075 
   0,00294
 P 
2. Untuk 10,2 ≤ P ≤ 17,2 MPa, persamaan yang digunakan adalah:
1 .................................................................... (2-49)
ρV 
 237,483 
   0,005537
 P 
keterangan:
ρV : densitas fasa uap, kg/m3
P : tekanan, MPa
Sementara, densitas superheated steam dapat dihitung menggunakan
persamaan Keyes, Smith, dan Gerry, sebagai berikut:
1 ................................................................................................. (2-50)
ρV 
v

keterangan:
ρV : densitas fasa uap, kg/m3
v : volume spesifik, m3/kg
Untuk densitas campuran antara liquid dan vapor dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
ρ  ρV SV  ρL S L ................................................................................... (2-51)
Berikut adalah Tabel II-9. dan Gambar 2.21. yang menunjukkan hubungan
antara tekanan dan temperatur terhadap densitas baik densitas fasa cair maupun
densitas fasa uap.
Tabel II-9.
Densitas Fasa Cair dan Fasa Uap pada Tekanan dan Temperatur Saturasi
P (bar) T (˚C) ρL (kg/m3) ρV (kg/m3)
1 99,6 958 0,59
20 212,4 850 10
100 311 688 55,5
200 365,7 491 171
212,2 374,15 315 315
Gambar 2.21.
Hubungan antara Tekanan dan Densitas pada Kondisi Saturasi

2.6.2.2. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran keengganan fluida untuk mengalir yang
berhubungan secara langsung dengan tipe, ukuran, dan struktur molekul yang
menyusun fluida. Apabila suatu fluida mengalir dengan mudah berarti mempunyai
viskositas yang rendah, begitupun sebaliknya. Fluida panasbumi adalah fasa cair
yang merupakan fluida newtonian dengan memiliki viskositas konstan yang tidak
bergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang terjadi dan tidak memiliki yield
stress tertentu dari tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir
seluruhnya. Gambar 2.22. memperlihatkan bahwa fluida newtonian tidak memiliki
yield point, sedangkan fluida non-newtonian sebaliknya. Besarnya tan α merupakan
harga viskositas dari fluida. Fluida newtonian memiliki harga tan α yang konstan,
sedangkan fluida non-newtonian memiliki fase dimana harga tan α tidak konstan
sampai harga shear rate tertentu.
Gambar 2.22.
Hubungan Shear Rate dan Shear Stress Fluida

Viskositas dapat dibagi menjadi viskositas dinamik dan viskositas kinematik.


Tabel II-10. memperlihatkan harga viskositas dinamik dan viskositas kinematik
pada tiap temperatur dalam bentuk grafik, seperti terlihat pada Gambar 2.23.
1. Viskositas dinamik
Newton dalam hukumnya menyatakan tegangan geser dihasilkan dari
gerakan relatif yang berbanding langsung terhadap gradien kecepatan. Konstanta
perbandingan yang dikenal sebagai coefficient of dynamic viscosity yang
dirumuskan sebagai berikut:
 dv 
  μ   .......................................................................................... . (2-52)
 dy 
keterangan:
 : shear stress, dyne/cm2
μ : viskositas dinamik, cp
𝑑𝑣
: shear rate, detik-1
𝑑𝑦
Tabel II-10.
Harga Viskositas Dinamik dan Viskositas Kinematik
pada Temperatur Saturasi
T (˚C) μL x 106 (Pa s) μV x 106 (Pa s) vL (m2/s) vV (m2/s)
100 283 12 0,295 20,2
150 180 13,9 0,196 5,47
200 134 15,7 0,155 2
300 90 19,8 0,127 0,427

Gambar 2.23.
Hubungan antara Temperatur dan Viskositas

2. Viskositas kinematik
Viskositas kinematik (υ) didefinisikan sebagai perbandingan dari viskositas
dinamik terhadap densitas fluida. Viskositas kinematik dinotasikan dan dirumuskan
sebagai berikut:
μ
υ ................................................................................................. (2-53)
ρ
Satuan viskositas kinematis adalah m2/detik.
Berdasarkan fasanya, viskositas fluida panasbumi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Viskositas Fasa Cair
Viskositas fasa cair selain dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, juga
dipengaruhi oleh unsur-unsur kimia yang terlarut, seperti NaCl, KCl, dan CaCl2.
Persamaan-persamaan penentuan viskositas fasa cair dengan pendekatan
yang didasarkan pada viskositas air murni yang dikoreksi terhadap air formasi
panasbumi. Viskositas air akan berubah sejalan dengan berubahnya temperatur.
Perubahan tersebut ditunjukkan dengan persamaan:
log μa = - 2,03 + 560/T …………………………....…………….......... (2-54)
Pengaruh komponen utama yang terlarut dalam air formasi panasbumi
terhadap viskositas ditunjukkan pada Gambar 2.25. Pada Gambar 2.25. tersebut
terlihat adanya garis putus-putus yang dibuat berdasarkan Persamaan (2-54),
sementara garis lainnya dibuat berdasarkan percobaan.

Gambar 2.25.
Hubungan antara Temperatur dengan Viskositas Air
Komponen-komponen utama yang terlarut di dalam air formasi panasbumi,
berupa NaCl, KCl, dan CaCl2, memiliki pengaruh terhadap harga viskositas. Hal
ini ditunjukkan oleh Gambar 2.26. berikut.

Gambar 2.26.
Perbandingan Viskositas Larutan Garam Dalam Air
dengan Air Murni sebagai Fungsi Temperatur

Berdasarkan Gambar 2.26. tersebut, diperoleh persamaan viskositas air


untuk tiap-tiap komponen utama yang terlarut di dalam air formasi panasbumi.
1
 0,022 wt  0,00025 wt ……………..……………….. (2-55)
2
NaCl =
μa

1
 0 ,0043 wt  0 ,0001 wt …………..….………….......... (2-56)
2
KCl =
μa

1
 0,00271 wt  0,001 wt ………...…….………….......... (2-57)
2
CaCl2 =
μa
Perata-rataan dari ketiga kurva pada Gambar 2.26. untuk satu jenis air brine
panasbumi adalah:
μL = μa (1 + 0,021 wt + 0,00027 wt 2) ……………………………........ (2-58)
keterangan:
μL : viskositas air formasi, cp
μa : viskositas air murni, cp = 10( -2,03 + 560 / T)

2.6.2.3. Volume Spesifik


Volume spesifik atau spesific volume adalah kebalikan dari densitas yang
3
mempunyai satuan volume per satuan massa dalam m . Volume spesifik
kg
mempunyai simbol v, dimana dari volume spesifik dapat ditentukan densitas pada
temperatur saturasi yang diperoleh dengan analisa dimensi. Dalam steam table
dapat dicari dari temperatur dan tekanan dengan harga 1 . Volume spesifik

nilainya berbanding terbalik dengan densitas, sehingga jika densitasnya besar maka
volume spesifiknya kecil, dan juga sebaliknya.

2.6.2.4. Salinitas
Air yang terdapat pada reservoir panasbumi atau yang biasa disebut air brine
dapat berasal dari berbagai macam jenis air, diantaranya dapat berasal dari air
meteorik yang masuk beberapa kilometer ke dalam lapisan batuan melaui rekahan
ataupun lapisan yang permeable atau air brine yang terjebak pada proses
sedimentasi. Sumber lainnya adalah air laut, air metamorfik, dan air magma yang
merupakan produk pada proses pembentukan batuan metamorf dan batuan beku.
Tetapi secara umum, beberapa penelitian seperti Goguel (1953) dan Craig (1963)
dalam Panichi & Gonfiantini (1981) dan Hutasoit & Hendrasto (2007)
membuktikan bahwa fluida di beberapa reservoir panas bumi sebagian besar berasal
dari air meteorik.
Air brine ini mengandungnya bahan terlarut, terutama klorida. Dengan
demikian, air formasi biasanya bersifat asin. Salinitas merupakan tingkat keasinan
atau kadar garam yang terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada
kandungan garam dalam tanah. Salinitas ini dapat ditentukan melalui survei
geokimia sekaligus untuk menentukan jenis airnya.

2.6.2.5. Kompresibilitas Air Brine


Kompresibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume air
formasi yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya.
Kompresibilitas air formasi tergantung pada suhu, tekanan, dan kelarutan gas di
dalam air. Secara matematis, kompresibilitas air formasi dinyatakan sebagai
berikut:
Cw = Cwp(1 + 0.0088 Rsw) .............................................................. (2-59)
keterangan:
Cw : kompressibilitas air formasi, psi-1
Cwp : kompressibilitas air murni, psi-1
Rsw : kelarutan gas dalam air formasi

2.6.3. Sifat Thermodinamika Fluida Reservoir Panasbumi


Parameter-parameter yang menggambarkan sifat-sifat thermodinamika fluida
reservoir panasbumi diantaranya adalah energi dalam, enthalpi, entropi, panas
laten, dan kapasitas panas.

2.6.3.1. Energi Dalam


Internal energy atau energi dalam adalah ukuran banyaknya panas yang
terkandung di dalam suatu material per satu satuan massa. Energi dalam untuk fasa
cair dinyatakan dengan uL, sedangkan untuk fasa uap dinyatakan dengan uV.

u L  hL   P  ................................................................................ . (2-60)
 ρL 

uV  hV   P  ................................................................................ . (2-61)
 ρV 
keterangan:
u : energi dalam, kJ
kg
h : enthalpi, kJ
kg
P : tekanan, psi

ρ : densitas fluida, kg
m3
Besarnya energi dalam sangat dipengaruhi oleh temperatur, dimana kenaikan
temperatur akan menyebabkan naiknya energi dalam, dan sebaliknya penurunan
temperatur akan menyebabkan turunnya energi dalam.

2.6.3.2. Enthalpi
Secara sederhana dalam bahasa Yunani, enthalpi diartikan sebagai kandungan
panas. Enthalpi adalah jumlah dari energi dalam dan energi yang dihasilkan oleh
kerja tekanan. Enthalpi untuk fasa cair dinyatakan dengan hL, sedangkan untuk fasa
uap dinyatakan dengan hV. Kedua variabel tersebut dihubungkan dengan persamaan
berikut:
P
hV  uV  ..................................................................................... (2-62)
ρV

P
hL  u L  ....................................................................................... (2-63)
ρL

Satuan parameter di atas adalah energi/massa (J/kg, KJ/kg, atau MJ/kg).


Dalam masalah panasbumi, air di dalam reservoir menyerap panas dari batuan
kemudian mendidih dan membentuk uap, akibatnya terjadi penambahan volume.
Ini berarti bahwa uap yang baru terbentuk tersebut harus memperluas ruangan
sebagai tempat uap baru dengan mendorong uap yang telah terbentuk sebelumnya
keluar bumi. Dorongan ini membentuk energi mekanik dari uap baru kepada uap
yang lebih dulu terbentuk. Energi panas bersama energi dorong tersebut menjadi
unsur pembentuk enthalpi fluida panasbumi.
Tabel II-11.
Harga Enthalpi pada Kondisi Saturasi
P (bar) hL (KJ/kg) Panas Laten hV (KJ/kg)
1 417 2258 2675
20 909 1890 2799
100 1408 1317 2725
200 1827 584 2411
212,2 2084 0 2084

Pada tabel di atas terlihat bahwa hV = hL + panas laten.


Apabila ditinjau lebih lanjut mengenai enthalpi, untuk kondisi reservoir
panasbumi sebenarnya sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia fluidanya. Sebagai
contoh, fasa cair akan dipengaruhi oleh kandungan garam yang terlarut di
dalamnya.
Enthalpi air formasi dapat dihitung dengan mengintegrasi kapasitas panas air
formasi panasbumi untuk selang temperatur 0oC, yaitu To sampai temperatur yang
dimaksud T.
T
h   c B dT .......................................................................................... (2-64)
To

keterangan:
h : enthalpi air formasi, kJ
cB : kapasitas panas air formasi panasbumi, kJ/kgᵒC
Apabila Persamaan (2-62) disubtitusikan ke dalam Persamaan (2-64) akan
diperoleh:
T
  w  
h    c w  1  t   ( 0,002  b) wt  dT .......................................... (2-65)
To   100  
Suku pertama integral pada persamaan di atas merupakan enthalpi air murni
yang terkoreksi oleh jumlah kandungan garam, sehingga enthalpi air formasi
menjadi:
 w 
h  hw  1  t   ( 0,002  b ) wt ( T  To ) .................................... (2-66)
 100 
Enthalpi pada kondisi saturasi dapat dilihat pada Gambar 2.27.

Gambar 2.27.
Enthalpi pada Kondisi Saturasi

2.6.3.3. Entropi
Entropi adalah perbandingan panas yang ditransfer selama proses reversible
pada temperatur absolut. Secara matematis, entropi didefinisikan sebagai berikut:
 dQ 
ds   rev ..................................................................................... . (2-67)
 T 
Untuk proses adiabatic reversible Q = (0,m) sehingga:
 dQ 
ds   rev  0 ............................................................................... . (2-68)
 T 
Entropi dapat dihubungkan dengan hukum kedua thermodinamika, yaitu:
 Tidak ada satupun alat yang dapat dioperasikan untuk mengubah panas yang
diserap oleh suatu sistem menjadi kerja seluruhnya.
 Tidak mungkin ada sembarang proses yang dapat memindahkan panas dari
suatu temperatur menjadi temperatur lain yang lebih tinggi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap proses pada suatu sistem yang
terisolasi (volume kontrol) memiliki entropi yang akan selalu bertambah atau tetap.
Dari kenyataan bahwa panas yang diserap oleh suatu sistem tidak dapat dirubah
seluruhnya menjadi kerja mekanik pada suatu proses melingkar dan ini berarti ada
panas yang terbuang menuju sekelilingnya secara percuma.

2.6.3.4. Panas Laten


Panas laten (hfg) adalah panas yang diperlukan untuk mengubah satu satuan
massa air pada kondisi saturasi (jenuh) menjadi 100% uap. Satuan dari panas laten
adalah kJ⁄kg, dimana besarnya juga tergantung pada tekanan dan temperatur.

Terdapat dua jenis panas laten, yaitu panas laten peleburan dan panas laten
penguapan. Panas laten peleburan adalah jumlah panas yang ditambahkan atau
dibuang sehingga dihasilkan perubahan fasa yang terjadi antara fasa padat dan fasa
cair. Sementara, panas laten penguapan adalah jumlah panas yang ditambahkan
atau dibuang sehingga dihasilkan perubahan fasa antara fasa cair dan fasa uap.
Biasanya, jenis panas laten ini disebut juga panas laten kondensasi.
Secara matematis, panas laten dapat dinyatakan sebagai berikut:
hfg = hV – hL = Q ......................................................................... (2-69)
Tabel II-12.
Harga Panas Laten pada Beberapa Tekanan
P (bar) hL (kJ/kg) Panas Laten hV (kJ/kg)
1 417 2258 2675
20 909 1890 2799
100 1408 1317 2725
200 1827 584 2411
212,2 2084 0 2084

Sebagaimana sifat thermodinamika fluida reservoir lainnya, harga panas


laten juga dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, seperti ditunjukkan oleh Tabel
II-12. di atas. Dengan terlebih dahulu mengetahui besar enthalpi fasa cair dan fasa
uap pada tekanan tertentu, dapat dihitung besar panas laten berdasarkan
Persamaan (2-69).

2.6.3.5. Kapasitas Panas Fluida


Kapasitas panas fluida didefinisikan sebagai panas yang terkandung dalam
suatu material atau dapat dikatakan sebagai sejumlah panas yang dibutuhkan untuk
menambah temperatur fluida sebesar 1oC. Hal ini dinyatakan sebagai berikut:
c  m.cp ............................................................................................... . (2-70)
keterangan:

c : kapasitas panas fluida, kj K


m3

m : laju aliran fluida, kg


m3

cp : panas spesifik fluida, kj K


m3
Kapasitas panas garam-garam padat, seperti sodium chloride, memiliki nilai
0,2 kJ dibandingkan dengan air yang mempunyai kapasitas panas 1,0
kgC
kJ . Dalam larutan encer, atom-atom garam terionisasi tersebar dan tiap-tiap
kgC
ion dikelilingi oleh molekul air. Kapasitas panas larutan encer diperkirakan dengan
mengasumsikan bahwa kapasitas panas larutan garam diabaikan. Dengan demikian,
brine yang mengandung 10% berat garam akan mempunyai kapasitas panas 0,0
kJ , sedangkan 20% berat larutan akan mempunyai kapasitas panas 0,8
kgC
kJ . Menurut persamaan:
kgC

 w 
cb  c w 1- t  ................................................................................... . (2-71)
 100 
keterangan:
cb : kapasitas panas air formasi, kJ
kgC

cw : kapasitas panas air murni, kJ


kgC
wt : persen berat garam
Apabila tidak ada pengaruh panas pada garam terlarut dalam air, maka
kapasitas panas akan diperoleh dengan menambahkan jumlah perkalian berat
dengan kapasitas panas tiap komponen, sehingga persamaannya menjadi:
 w   c .w 
cb  c w 1- t     i i  ............................................................. . (2-72)
 100   100 
keterangan:
ci : kapasitas panas komponen utama, kJ
kgC
wi : berat komponen utama, kg
Heat capacity dari masing-masing unsur adalah sebagai berikut:
 NaCl : c1 = 0,186 + 7,24 x10-5
 KCl : c2 = 0,146 + 5,08 x 10-5 T
 CaCl : c3 = 0,152 + 3,48 x 10-5 T
Dikarenakan heat capacity dari garam padat mendekati harga 0,2, terutama
untuk perbandingan Na/K 10:1, maka heat capacity untuk brine didapatkan dari
total padatan terlarut, yaitu:
 w 
cb  1- t   0,002wt ....................................................................... . (2-73)
 100 
Sementara, untuk korelasi Tortike (1989), kapasitas panas meliputi:
1. Kapasitas panas fasa cair c pL 

c pL  0,1E-6T 3  0,00003T 2  0,0048T  3,9406 ............................... . (2-74)

2. Kapasitas panas fasa uap c pV 

c pV  0,1E-8T 4  0,3E-6T 3  0,00006T 2  0,0027T  1,8943 ............. . (2-75)

Kapasitas panas ini berlaku dalam kisaran temperatur 99,6 - 212,4°C, dimana
T dalam satuan °C dan kapasitas panas batuan dalam satuan kJ .
kgC

2.7. Kondisi Reservoir Panasbumi


Kondisi reservoir panasbumi meliputi tekanan dan temperatur. Parameter-
parameter ini menciptakan suatu kondisi fluida di dalam reservoir yang akan
menentukan apakah fasa fluida reservoir tersebut berupa liquid (fasa cair), vapor
(fasa uap) atau mungkin dalam kondisi saturasi dua fasa (fasa uap dan fasa cair)
seperti terlihat pada. Kedua parameter tersebut juga mempengaruhi semua kegiatan
eksploitasi, seperti pada proses pemboran dan proses produksi.

2.7.1. Tekanan Reservoir


Tekanan reservoir adalah tekanan yang diberikan oleh fluida yang mengisi
rongga reservoir, baik uap, air, maupun gas. Tekanan ini juga sering disebut sebagai
tekanan formasi. Tekanan reservoir ini disebabkan oleh adanya tekanan overburden
dan tekanan pori.
Tekanan overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban
(berat) batuan di atasnya yang berada pada suatu kedalaman tertentu tiap satuan
luas. Gradient tekanan overburden adalah 1 psi/ft. Beban tersebut mengakibatkan
tekanan pada batuan yang ada di bawahnya. Secara umum, tekanan overburden
meningkat sebanding dengan kedalaman. Sementara, tekanan pori merupakan
tekanan yang diakibatkan oleh pori batuan yang terisi fluida. Normalnya, besar
tekanan pori adalah 0,465 psi/ft.
Tekanan reservoir atau formasi dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu
: tekanan formasi subnormal, normal, dan abnormal.
Tekanan formasi subnormal adalah tekanan formasi di bawah tekanan pori
normal. Pada lapangan panasbumi, fenomena ini terjadi pada daerah yang
mengalami subsidence, dimana jumlah air isian (recharge) yang masuk lebih kecil
dibandingkan fluida yang terproduksi di sumur-sumur. Tekanan formasi normal
pada beberapa keadaan geologi akan sama dengan tekanan pori yang menyebar
pada permukaan hingga formasi di bawah permukaan. Sementara, tekanan formasi
abnormal adalah tekanan formasi yang lebih tinggi dari gradien tekanan pori
normal. Dari Gambar 2.28. terlihat berupa tekanan formasi yang menyimpang dari
kecenderungan garis tekanan normal.
Menurut Dench (1980), tekanan reservoir harus diukur pada kedalaman yang
mempunyai permeabilitas tinggi. Dengan pengukuran tekanan setelah pemboran
eksplorasi, akan didapatkan data yang sangat akurat. Alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan di reservoir panasbumi adalah KPG (Kuster Pressure Gauge),
yang dimasukkan ke dalam lubang bor setelah pemboran selesai. Alat ini dapat juga
mengukur tekanan pada tiap interval kedalaman.

Gambar 2.28.
Skema Diagram Tekanan Formasi Bawah Permukaan
2.7.2. Temperatur Reservoir
Temperatur reservoir akan naik seiring dengan bertambahnya kedalaman, hal
ini dikenal sebagai gradien geothermal. Besarnya gradien geothermal ini bervariasi
antara satu tempat dengan tempat lainnya tergantung pada keadaan topografi daerah
dan didukung pula oleh konduktivitas panas batuan. Gradien geothermal normal
pada umumnya adalah 30ᵒC/km. Lapangan panasbumi memiliki gradien
geothermal abnormal yang disebabkan oleh adanya peristiwa-peristiwa geologi
yang mendangkalkan daerah tersebut, misalnya karena adanya aktivitas tektonik.
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut:
Td  Ta  Gtf . D  ................................................................................ . (2-76)

keterangan:
Td : temperatur reservoir pada kedalaman d-ft, ºF
Ta : temperatur permukaan, ºF

Gtf : gradien temperatur, F


100 ft
D : kedalaman, ft
Pengukuran temperatur reservoir juga dapat dilakukan setelah komplesi
sumur dilaksanakan. Temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama
diproduksikannya reservoir kecuali apabila dilakukan proses injeksi.
Pada lapangan panasbumi, temperatur bawah permukaan diperoleh dari
openhole well log, namun hasil yang diperoleh lebih kecil dari temperatur yang
sebenarnya karena pada saat itu temperatur formasi mengalami penurunan akibat
adanya fluida pemboran. Penurunan temperatur ini dapat mencapai 20 - 80˚F,
sehingga temperatur yang diukur oleh tools selalu lebih rendah dari temperatur
formasi sebenarnya (bottom hole temperature static).
Pentingnya peranan temperatur statik formasi sebagai parameter bagi proses
eksplorasi, pemboran, logging, well completion, dan teknik reservoir, maka
diperlukan sebuah metode yang memungkinkan penentuan temperatur statik
formasi dari data rekaman temperatur maksimum yang diperoleh selama operasi
logging. Dengan berdasar pada konsep pengukuran pressure build up, Timko and
Fertl (1972) mengusulkan penggunaan teknik Horner Plot untuk menentukan
besarnya temperatur formasi statik. Hal ini disebabkan oleh kesamaan antara
fenomena kenaikan temperatur dan tekanan.
Konsep dasar yang digunakan metode ini adalah dengan mengekstrapolasi
plot BHT (Bottom Hole Temperature) yang diperoleh dari operasi logging terhadap
waktu tidak berdimensi (dimensionless time) berupa perbandingan 𝑑𝑡⁄(𝑑𝑡 + 𝑡). dt

adalah waktu setelah sirkulasi lumpur berhenti (dalam jam), sementara t adalah
waktu lamanya sirkulasi (dalam jam). Plot hubungan antara BHT dengan
dimensionless time ini dibuat di dalam grafik semilog. Ekstrapolasi berupa garis
lurus ke sumbu vertikal pada Horner Plot hingga 𝑑𝑡⁄(𝑑𝑡 + 𝑡) = 1, sebagaimana

terlihat pada Gambar 2.29., yang menunjukkan besarnya harga temperatur formasi
statik.

Gambar 2.29.
Penentuan Temperatur Formasi Statis
pada Lapangan Roosevelt Hot Spring, Utah
Pada tahun 1971, Kehle mengusulkan hubungan fungsi kedalaman untuk
memperkirakan temperatur statis formasi (Tf, oF) dari kedalaman (D, ft) dan
temperatur dasar sumur terukur (BHT, oF) sebagai berikut:
T f  BHT  8,819 x1012 D 3  2,143 x10 8 D 2  4,375 x10 3 D  1,018 .... (2-77)

Sedangkan, untuk menghitung gradien panasbumi suatu sumur dapat


digunakan persamaan berikut:
T f  Tms
G  ………………………..……………………............... (2-78)
D
keterangan:
G : gradien panasbumi, oF/ft
Tf : temperatur di bawah lubang yang sudah terkoreksi atau temperatur statik
formasi, oF
Tms : temperatur rata-rata di permukaan, oF
D : total kedalaman sumur, ft
Temperatur merupakan salah satu kunci parameter pada sumur-sumur
panasbumi yang biasa berperan sebagai:
1. Mencerminkan variasi-variasi litologi, overpressure, dan kualitas uap dan air
2. Masuknya fluida-uap ke dalam lubang sumur
3. Mendefinisikan dan mengidentifikasikan kelarutan metana
4. Mendefinisikan batasan-batasan bagi peralatan logging
5. Mempengaruhi sifat-sifat batuan, pemboran, dan komplesi

2.8. Klasifikasi Reservoir Panasbumi


Klasifikasi reservoir panasbumi dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
antara lain :
 Berdasarkan sumber panas.
 Berdasarkan fasa fluida.
 Berdasarkan enthalpi.
 Berdasarkan temperatur.
 Berdasarkan fluida.
2.8.1. Berdasarkan Sumber Panas
Berdasarkan sumber panasnya, reservoir panasbumi dapat dibagi menjadi
beberapa sistem, yaitu hydrothermal system, geopressure system, magmatic system
dan hot dry rock system.

2.8.1.1. Hydrothermal System


Sistem ini terdiri dari fasa cair dan atau fasa uap bertemperatur tinggi yang
tersimpan dalam batuan permeable dan porous. Akibat adanya sirkulasi konveksi,
fasa cair dan atau fasa uap akan mengalir melalui patahan-patahan atau rekahan dan
tertransportasikan menuju dekat permukaan, dimana gaya yang menyebabkan
aliran ini adalah gaya apungan (buoyancy effect) karena adanya perbedaan densitas.
Hot water system biasanya ditemukan pada daerah batuan sedimen
permeable dan batuan vulkanik yang pada umumnya didominasi oleh batuan
granite. Indikasi sistem ini dapat diketahui dengan adanya aktivitas vulkanik yang
masih muda juga adanya aliran panas secara konduksi.
A. J. Ellis dan W. A. J. Mahon (1977) mengklasifikasikan hydrothermal
system menjadi :
 Cyclic system.
Fluida reservoir berasal dari air meteorik selama periode yang panjang
pada kedalaman formasi kemudian mengalami pemanasan dan keluar
keatas permukaan. Cyclic system harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
 Adanya formasi batuan yang menjamin sirkulasi air pada kedalaman
tertentu.
 Adanya sumber panas.
 Tersedianya air dalam jumlah yang cukup.
 Waktu yang cukup serta adanya daerah sirkulasi panas yang
memungkinkan air terpanaskan.
 Adanya struktur rekahan pada batuan sampai permukaan .
 Mempunyai ciri khas tersendiri dan dapat diperkirakan mendekati
geopressure system. Sistem ini dibagi menjadi dua, yaitu :
 Sistem cekungan sedimen.
Ciri khasnya adalah komposisi air formasi yang sangat kompleks
karena adanya reaksi antar lapisan. Reservoir ini umumnya sangat
dalam.
 Sistem metamorfik pada proses metamorfosa .
Diperkirakan ditemukan pada beberapa lokasi seperti didaerah
California, Amerika Serikat yang dapat ditemukan endapan air raksa
(mercury) sebagai petunjuk adanya daerah metamorfosa.

2.8.1.2. Geopressure System


Geopressure reservoir biasanya ditemukan pada sedimentary basin yang
cukup dalam, dimana sedimennya sangat kompak, terjadi dalam waktu geologi
yang panjang dan terdapat cap rock yang efektif seperti shale. Kompaksi yang
melebihi keadaan normal akan menyebabkan keluarnya air dari pori-pori batuan.
Pada beberapa sistem geopressure, tekanan fluida mendekati berat
keseluruhan batuan penutup (lithostatic pressured). Sistem air dengan tekanan
tinggi dapat disetarakan dengan gradien temperatur diatas batas normal karena
bertambahnya kapasitas panas jenis batuan yang menekan air. Fluida geopressure
biasanya mempunyai konsentrasi gas terlarut yang tinggi. Hampir seluruh sinclinal
basin besar didunia merupakan zona geopressure.

2.8.1.3. Magmatic System


Sistem ini didapatkan pada kedalaman minimal 3 kilometer didaerah
vulkanik. Jika pemboran dilakukan pada daerah vulkanik dengan kedalaman 3-6
kilometer, akan diperoleh sumber panas dengan temperatur antara 650-1200 °C.
Teknologi untuk menentukan lokasi pemboran dan memproduksikan cadangan
reservoir pada saat ini belum dikembangkan.

2.8.1.4. Hot Dry Rock System


Sistem ini tidak mengandung air reservoir namun dapat diusahakan untuk
mengembangkan lapangan panasbumi dengan kualitas yang baik. Pada sistem ini,
panas diambil dari batuan kristalin yang permeabilitasnya rendah yang disebut
dengan hot dry rock. Gambar 2.30. menerangkan skema dari sistem hot dry rock.

Panas ini menyebabkan terjadinya gradien geothermal sebesar 2 C .


100 meter
Temperatur atau gradien geothermal akan naik terhadap kedalaman. Namun
teknologi yang ada sekarang belum mampu untuk mengeksploitasi sistem ini.

Gambar 2.30. Skema Hot Dry Rock System

2.8.2. Berdasarkan Fasa Fluida


Berdasarkan jumlah fasa fluida, reservoir panasbumi dapat dikelompokkan
menjadi reservoir satu fasa dan dua fasa. Klasifikasi reservoir panasbumi
berdasarkan fasa fluida yang dihasilkan dapat dibagi menjadi liquid dominated
system, vapour dominated system dan superheated system.

2.8.2.1. Reservoir Satu Fasa


Reservoir ini mempunyai temperatur dibawah 250 °C dengan tekanan tidak
terlalu tinggi karena reservoir ini sebagian besar tidak mempunyai cap rock yang
dapat menahan temperatur dan tekanan serta air recharge dari luar, sebagian lagi
mempunyai cap rock namun air panas menjadi turun temperaturnya. Reservoir satu
fasa (liquid system) dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sistem air hangat (warm
water system) dan sistem air panas (hot water system).
 Sistem air hangat (warm water system).
Temperatur berkisar antara 90-180 °C, pendidihan tidak akan terjadi
sampai dieksploitasi. Penggunaannya untuk keperluan non-listrik.
Contoh pemanfaatan sistem ini adalah pemanfaatan yang dilakukan
pada daerah Tianjin (RRC) dan Waiwera (Selandia Baru).
 Sistem air panas (hot water system).
Fluida reservoir dapat berupa air panas secara keseluruhan akan tetapi
pendidihan terjadi setelah dilakukan eksploitasi secara ekstensif.
Temperaturnya berkisar antara 200-250 °C. Pada temperatur tersebut
seringkali terjadi pendidihan yang disebabkan adanya kandungan gas
pada reservoir yang bersangkutan. Contoh sistem ini terdapat didaerah
Achuachapan (El Salvador), Salton Sea (Amerika Serikat) dan Krafla
(Islandia).

2.8.2.2. Reservoir Dua Fasa


Reservoir sistem dua fasa berisi campuran antara air panas dan uap. Apabila
produksi air panas lebih banyak daripada uap disebut liquid dominated system,
apabila sebaliknya disebut vapour dominated system.

2.8.2.2.1. Liquid Dominated System


Pada sistem ini, uap yang keluar adalah uap basah. Uap ini dihasilkan oleh
proses flashing pada saat tekanan mengalami penurunan didalam sumur ataupun
didalam reservoir. Dalam reservoir dua fasa, pada bagian terdalam terdapat lapisan
cairan panas pada keadaan netral. Temperatur bervariasi antara 220-300 °C. Oleh
karena itu, untuk sistem ini fluida reservoir masih berwujud air panas seperti yang
terlihat pada Gambar 2.31.
Gambar 2.31. Kondisi Tekanan dan Temperatur Reservoir Liquid
Dominated System
2.8.2.2.2. Vapour Dominated System
Pada sistem ini tekanan tidak terlalu tinggi namun masih berada diatas
tekanan atmosfer sehingga akan memungkinkan fluida reservoir berubah
seluruhnya menjadi fasa uap.

Gambar 2.32. Skema Reservoir Vapour Dominated System


Gambar 2.33. Kondisi Tekanan dan Temperatur Reservoir Vapour
Dominated System
Fasa uap terdapat pada bagian atas lapisan dua fasa, pada bagian ini fasa
cair sangat jarang ditemukan, menyebar luas dan immobile (Gambar 2.32.).
Contoh sistem ini terdapat pada Larderello dan Amiata (Italia), Kamojang dan
Darajat (Indonesia). Temperatur fluida berkisar antara 250-320 °C. Pada kondisi
ini, gradien temperatur akan relatif tetap setelah mencapai titik didihnya, sehingga
fluida yang terdapat pada reservoir sudah berwujud fasa uap seperti pada Gambar
2.33.

2.8.3. Berdasarkan Enthalpi


Pengelompokkan jenis reservoir panasbumi berdasarkan enthalpi sesuai
dengan temperatur fluida produksi dan fasa fluidanya, pengelompokkan ini terdiri
atas enthalpi rendah, enthalpi menengah dan enthalpi tinggi.

2.8.3.1. Enthalpi Rendah


Sumur-sumur produksi adakalanya memproduksi fluida hanya satu fasa
saja, yaitu air panas. Ini dikarenakan temperatur reservoir tidak mencapai titik didih
fluida pada tekanan tertentu. Biasanya reservoir jenis ini tidak dapat dimanfaatkan
sebagai pembangkit tenaga listrik karena hanya menghasilkan air panas, sedangkan
untuk menggerakkan turbin membutuhkan fluida satu fasa yaitu fasa uap (steam),
jadi biasanya dimanfaatkan sebagai sarana pengeringan hasil pertanian, kolam
mandi air panas, pemanas ruangan dan lain sebagainya yang lebih dikenal sebagai
geothermal direct use.

2.8.3.2. Enthalpi Menengah


Reservoir jenis ini memiliki temperatur melebihi titik didih fluida pada
kondisi reservoir tetapi dalam perjalanannya keatas permukaan, fluida produksi
mengalami penurunan tekanan dan temperatur. Oleh karena itu, setelah fluida
produksi keluar dari sumur produksi akan berupa fluida dua fasa (fasa uap dan fasa
cair) namun fasa cairnya lebih besar prosentasenya dibandingkan dengan fasa
uapnya atau disebut juga sebagai liquid dominated. Contoh dari lapangan
panasbumi enthalpi menengah seperti Dieng (Indonesia).
2.8.3.3. Enthalpi Tinggi
Lapangan panasbumi yang menghasilkan uap panas kering (superheated
steam) dan reservoir sistem vapour dominated disebut sebagai lapangan yang
menghasilkan fluida dengan enthalpi tinggi. Temperatur reservoir yang melebihi
titik didih air pada tekanan tertentu menyebabkan fasa cair yang ada didalam
reservoir berubah fasa menjadi fasa uap. Fluida tersebut diproduksikan melalui
sumur produksi dalam kondisi uap satu fasa, namun apabila mengalami penurunan
tekanan yang cukup besar maka fluida dapat berubah menjadi dua fasa dengan
prosentase uap yang lebih besar daripada fasa cairnya.

2.8.4. Berdasarkan Temperatur


2.8.4.1. Semi Thermal Field
Reservoir semi thermal mempunyai temperatur hingga 100 °C dengan
kedalaman antara 1-2 km. Panas reservoir ini tidak cukup tinggi karena sebagian
besar tidak mempunyai cap rock sehingga fluida reservoir akan lebih mudah
menerobos menuju permukaan.
Thermal gradient dan kedalaman aquifer yang permeabel pada semi
thermal field seharusnya cukup untuk menimbulkan arus sirkulasi konvektif, tetapi
temperatur bagian atas reservoir tidak mungkin lebih dari 100 °C karena tidak
adanya cap rock untuk menekan reservoir hingga terjadi pressure build-up diatas
tekanan atmosfer dan mungkin karena tercampurnya air tanah dingin dari aquifer
yang dangkal.

2.8.4.2. Hyper Thermal Field


Hyper thermal field membutuhkan lima unsur dasar, yaitu sumber panas,
bed rock, aquifer atau zona permeabel, sumber air dan cap rock. Hyper thermal
reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu wet hyper thermal field dan
dry hyper thermal field berdasarkan fasa fluidanya.

2.8.4.2.1. Wet Hyper Thermal Field


Wet hyper thermal field menghasilkan campuran air panas dan uap, maka
variabel tekanan kepala sumur (well head pressure) dan temperatur kepala sumur
(well head temperature) serta enthalpi dan kualitas fluida saling bergantung satu
dengan yang lainnya. Fluida yang terproduksi (uap dan air panas) pada suatu sumur
produksi dipengaruhi oleh tekanan kepala sumurnya dan juga tergantung pada
temperatur dan tekanan reservoir serta permeabilitas formasinya, maka setiap
sumur produksi memiliki suatu sifat aliran tersendiri. Karakteristik dari setiap
sumur produksi tidak tetap dan produksinya selalu cenderung menurun sebagai
fungsi dari waktu.

2.8.4.2.2. Dry Hyper Thermal Field


Reservoir ini mempunyai temperatur sangat tinggi, namun tekanannya tidak
setinggi tekanan pada wet hyper thermal field yang memungkinkan air panas dalam
reservoir jenis ini berubah menjadi fasa uap seluruhnya. Jika terjadi hubungan
antara permukaan dengan reservoir melalui lubang bor, maka sebagian uap jenuh
akan berubah menjadi uap superheated.
2.8.5. Berdasarkan Fluida Jenis Fluida
Berdasarkan jenis fluidanya, reservoir panasbumi terdiri dari chloride
water, carbonate water dan sulphate water. Giggenbach (1991) mengilustrasikan
jenis fluida panasbumi dalam bentuk segitiga yang dikenal dengan segitiga
Giggenbach (Giggenbach’s triangle). Penentuan jenis fluida reservoir dengan
menggunakan segitiga Giggenbach (Gambar 2.34.) yaitu dengan memplot
besarnya prosentase kandungan Cl, SO4 dan HCO3 sehingga didapatkan satu titik.
Titik tersebut adalah titik dimana jenis fluida reservoir termasuk didalamnya.

Gambar 2.34. Segitiga Giggenbach

2.8.5.1. Chloride Water


Garam terlarut dalam air jenis ini umumnya berupa sodium dan potassium
chloride walaupun kadang-kadang ditemukan calcium dalam konsentrasi yang
kecil. Air reservoir ini juga mengandung silika dalam konsentrasi yang tinggi dan
terdapat pula dalam konsentrasi yang cukup berarti seperti sulfate, bicarbonate,
fluoride, ammonia, arsenic, lithium, rubidium, calcium dan asam borate.
Perbandingan chloride dan sulfat biasanya cukup tinggi dan pH berkisar
dari asam sampai cukup basa (pH 5-9). Gas yang terlarut dalam air reservoir ini
terutama karbondioksida dan hydrogen sulfide. Air reservoir ini seringkali
ditemukan pada daerah-daerah yang terdapat spring (mata air) atau daerah adanya
aktivitas geyser dan daerah yang banyak terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen.

2.8.5.2. Carbonate Water


Air panas yang mengandung chloride dengan kadar yang rendah dapat
terjadi didekat permukaan pada daerah vulkanik dimana uap yang mengandung
karbondioksida dan hydrogen sulfide mengembun kedalam aquifer. Pada kondisi
diam, air bereaksi dengan batuan menghasilkan larutan bicarbonate atau
bicarbonate sulphate dengan pH netral.

2.8.5.3. Sulphate Water


Acid sulphate water mengandung chloride dengan kadar yang rendah dan
dapat terbentuk pada daerah vulkanik, dimana fasa uap dibawah temperatur 400 oC
mengembun dipermukaan air. Hydrogen sulfide dari fasa uap kemudian teroksidasi
menjadi sulphate. Acid sulphate water didapat pada daerah dimana fasa uap akan
naik dari bawah tanah dengan temperatur tinggi dan didaerah vulkanik, adanya
proses pendinginan pada karbondioksida dan gas sulfur tetap akan naik bersama
fasa uap melalui batuan.

Anda mungkin juga menyukai