Review Tentang Mengajarkan Membaca Sejak Lahir
Review Tentang Mengajarkan Membaca Sejak Lahir
Jadi, dapatkah kita mengajarkan membaca kepada anak semenjak kanak-kanak? Jika
yang dimaksud adalah reciting aloud atau pun reading aloud, bahkan sejak bayi pun kita
dapat mengenalkannya. Ini merupakan salah satu cara mengakrabkan anak dengan membaca
yang sangat baik. Tetapi jika yang dimaksud dengan adalah mengajarkan simbol (huruf dan
tanda baca) secara terstruktur kepada anak,maka kita perlu menunggu hingga mereka
mencapai kesiapan membaca (reading readiness). Kesiapan ini memang bukan sesuatu yang
kita hanya dapat kita tunggu kedatangannya secara pasif. Kita dapat member rangsang
kepada mereka dengan banyak member pengalaman pra-membaca. Apa yang terjadi jika kita
mengajarkan membaca secara terstruktur pada saat anak belum memiliki kesiapan? Banyak
hal. Salah satu akibat yang sangat mungkin terjadi adalah hilangnya antusiasme belajar pada
saat anak memasuki usia sekolah. Dalam hal ini, ada tiga titik usia yang sangat penting, yakni
6, 10 dan 14 tahun.Kesalahan proses yang terjadi pada saat anak di play-group atau TK,
mendatangkan masalah di saat anak usia 6 atau 10 tahun. Jika muncul di usia 6 tahun, kita
lebih mudah menangani. Semisal, saat TK sangat bersemangat membaca, begitu masuk SD
tak punya gairah sama sekali. Yang lebih sulit adalah jika masalah itu baru muncul di saat
anak berusia sekitar 10 tahun. Awalnya cemerlang, tetapi kemudian kehilangan motivasi
secara sangat drastis.
Sebaliknya jika kita lebih menitik beratkan pada upaya membangun kemauan
membaca, memanfaatkan kegiatan bermainnya untuk belajar,menanamkan cinta ilmu,
membangun adab serta dorongan untuk siap berpayah-payah belajar demi memperoleh ilmu,
maka anak akan lebih antusias terhadap belajar. Bersebab tingginya antusiasme belajar,
sangat boleh jadi anak mampu membaca di usia dini melalui proses yang lebih alamiah. Di
antara bentuk rangsangan belajar yang sangat baik adalah memberi pengalaman pra-membaca
dalam bentuk reciting aloud (mengucapkan serangkaian ayat), lalu anak menirukannya. Jika
ada memiliki adab dan antusiasme belajar, di usia dini ia bermain sambil belajar. Tiap waktu
adalah kesempatan untuk belajar. Tetapi jika anak hanya memiliki kemampuan, sementara
antusiasme tak terbangun, sudah usia sekolah pun ia masih cenderung belajar sambil bermain.
Sekilas sama, tetapi sangat berbeda antara bermain sambil belajar (ia berusaha belajar bahkan
di saat bermain) dengan belajar sambil bermain (bahkan di saat seharusnya belajar pun, ia
masih main-main).