A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis gejala
klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi. Terminologi
sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-
gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. saat
ini telah dibuat standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan
septik syok sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan untuk
mendiagnosis, mengobati, dan membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi
ini. Dalam terminologi yang baru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic
Inflamatory Response Syndrome” (SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP
2004).
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai
macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif,
fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi
menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses
yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik
syok (Norwitz,2010).
Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of
the American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine
Consen-sus Confrence Committee. American College of Chest
Physician/Society of Critical Care Medicine Consensus Confrence untuk
berbagai macam manifestasi infeksi.
1. Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi
karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril
oleh organisme ini.
2. Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
3. Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan
manifestasi
dua atau lebih dari keadaan berikut ini:
Septik syok temperatur lebih dari 38 C atau kurang dari 36 C
Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2
kurang dari 32 mmHg.
Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm3
atau
ku-rang dari 4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10%
netrofil
imatur.
4. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ,
hipoperfusi,
atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk,
tetapi tidak terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status
mental akut.
5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana
ditemukan disfungsi dari beberapa organ.
B. ETIOLOGI
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses),
protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock
sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus,
sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi
eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita
yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi
dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab
sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan
humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS
sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator
inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan
polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF)
dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan
sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang
mengalami sepsis.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendisitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus
urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus
atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis
menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Kardiovaskular
i. Perubahan sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya
tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi
yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator (
prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator
yang sama tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya
permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume
intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian
mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap
penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ),
biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.
Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi
maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang
dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan
vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran
yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya
menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi
massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya
agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan
organ dan endotel yang tidak dapat pulih.
ii. Perubahan miokardial
Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan
fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor
depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik,
adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga
diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh
syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas
terhadap katekolamin.
Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok
septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan
TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik.
Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan
peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.
3. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa,
protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai
pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten
insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam
berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen
menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya
eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang
sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk
digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak
mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan
selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.
Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi
kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak
organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory
distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi
susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).
Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi
organ akan meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf
pusat karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya
odem otak peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya
destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit
neurologik fokal dapat terjadi akibat meningkatnya aggregasi platelet dan
eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.
Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sumber : Levy MN et
all:2001,Crit Care Med
31:1250,2003.
4. Manifestasi Pulmonal
Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung.
Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi
pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan
menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air
ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi
menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim
pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya
cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan
pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.
E. PATOFISIOLOGI
Septikimia karena hasil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor
penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Edema paru difus dapat terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam
paru.
Edema paru adalah gambaran yang sering dijumpai pada syok sepsis. Hal ini
jelas tidak berhubungan dengan hipotensi saja, karena hal ini juga dapat timbul
pada klien dengan sepsis tanpa syok
Sepsis sering ditemukan pada klien yang diduga menderita insufisiensi paru
pascatrauma sehingga diperkirakan sebahai faktor penyebab kecuali pada luka
bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateter intravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
b. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-
genesis dan
glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan
selulaer dalam metabolisme.
g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan /
gagalan hati.
h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap
lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolic terjadi karena kegagalan
mekanisme kompensasi.
i. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
j. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas
didalam abdomen dapat menunjukan
infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang
menyerupai infark miokard.
G. PATHWAY
Infasi mikroba
Pelepasan endotoksin atau eksotoksin
Respon sistemik tubuh terhadap infeksi
SEPSIS
Stimulasi Efek berbagai Efek neutrofil Respon
sel imun mediator inflamasi berbagai teraktivasi inflamasi
tubuh (protaglandin, kinin, mediator
histamin) inflamasi infiltrasi di Peningkatan
produksi (protaglan jar. pulmonal suhu tubuh
sitokin respon inflamasi din, kinin, dan vaskuler
proinflam masif di jaringan histamin) HIPERTER
asi vaskuler akumulasi MIA
berlebih Vasodilata cairan
agregasi leukosit dan si, ekstravaskule
RISIKO penimbunan fibrin peningkata r di paru
INFEKS n
I penyumbatan kapiler permeabili edema
tas kapiler pulmonal
KETIDAKEFEKT
IFAN PERFUSI Volume kompliance
JARINGAN intravaskul paru
PERIFER er
GG.
Volume PERTUKAR
sirkulasi AN GAS
efektif
TVS
CO
meningkat
u/
kompensas
i
Asedemia
laktat
responsivit
as
terhadap
katekolami
n
fs. jantung
terganggu
(fraksi
ejeksi
ventrikel
turun,
gangguan
kontraktilit
as)
RISIKO
SYOK
H. PENATALAKSANAAN
RAPID ASSESSMENT
I. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear
- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut
setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara
nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan
kusmaul.
- Circulation:
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang
meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan
penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke
jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2
detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan
frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ?
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi
penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang
semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan
suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat
>100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh <
37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ?
hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer
(hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2 detik,
penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik,
produksi sputum, hemoptysis
2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat
penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau
testicular, aborsi.
3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat
autitis media / sinusitis.
4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia,
jaundice,
5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan,
kelainan congenital.
7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada
daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama
fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
II. Database
A. Poin utama pengkajian fisik
1. Mental Status
2. Vital sign
3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4. Heent. Sinusitis, otitis media
5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7. Suara jantung. Takikardi, murmur.
8. Abdomen. Abdominal tenderness
9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.
III. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
IV. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya
B. Pengkajian
Umum
1. Aktifitas: Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil
curah jantung tetap meningkat).
Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik):
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok).
Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat
mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak
seimbangan elektrolit.
Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik
(vasokontriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi
urine, perkembangan ke arah oliguri,anuria.
5. Nyeri/Kenyamanan
: Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau
ketidak nyamanan, urtikaria, pruritus.
6. Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, pengguna-
an kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal
pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal.
Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema.
Ruam eritema macular
7. Seksualitas
Gejala : Pruritus perineal.
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.
8. Pendidikan kesehatan
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya hati, ginjal,
sakit jantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive,
luka traumatic.
Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka panjang
).
C. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Infasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga
pasien mengatakan Pelepasan endotoksin
pasien menderita sakit atau eksotoksin
kronis, demam
Respon sistemik tubuh
DO (f.risiko): terhadap infeksi
adanya penyakit
kronis SEPSIS
penekanan sistem
imun Stimulasi sel imun tubuh
pertahanan primer
yang tidak adekuat produksi sitokin
(luka, trauma proinflamasi berlebih
jaringan kulit)
pertahanan sekunder Risiko infeksi
inadekuat (Hb turun,
leukopenia)
prosedur infasif
malnutrisi
DS: Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sensasi jaringan perifer
DO: Pelepasan endotoksin
TD turun/hipotensi atau eksotoksin
RR meningkat
CRT >2 detik Respon sistemik tubuh
akral ekstremitas terhadap infeksi
dingin
kulit pucat SEPSIS
edema ekstremitas
nadi lemah Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)
respon inflamasi masif
di jaringan vaskuler
agregasi leukosit dan
penimbunan fibrin
penyumbatan kapiler
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Ketidakefektifan 1. Melakukan S:
Perfusi Jaringan pengkajian
Perifer komprehensif O:
terhadap sirkulasi TD DBN
perifer RR DBN
2. Memantau tingkat CRT < 3 detik
ketidaknyamanan akral ekstremitas
atau nyeri saat hangat
warna kulit tidak
melakukan latihan
pucat
fisik
ekstremitas tidak
3. Memantau status edema
cairan termasuk kekuatan nadi
asupan dan normal
haluaran
4. Memantau A:
perbedaan Masalah teratasi
ketajaman atau
ketumpulan, panas P:
atau dingin Lanjutkan intervensi
5. Memantau berikutnya,
parestesia, kebas, pertahankan kondisi
kesemutan, klinis pasien
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Memantau
tromboflebitis dan
thrombosis vena
profunda
7. Menganjurkan
pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi,
duduk, berbaring
atau mengubah
posisi
8. Mengajarkan
pasien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan
integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA