Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN SEPSIS

A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu respon sistemik terhadap infeksi. Pada sepsis gejala
klinis yang terdapat pada SIRS diikuti oleh adanya bukti infeksi. Terminologi
sepsis masih membingungkan karena penggunaan yang tidak tepat dan berba-
gai macam definisi yang meyebabkan kebingungan pada literatur medis. saat
ini telah dibuat standardisasi terminologi infeksi, bakteriemia, sepsis, dan
septik syok sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan untuk
mendiagnosis, mengobati, dan membuat formulasi untuk prognosa dari infeksi
ini. Dalam terminologi yang baru, sepsis mewakili subgrup dalam “Systemic
Inflamatory Response Syndrome” (SIRS) (Gordon MC 1997, Wheeler AP
2004).
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik yang disebabkan oleh berbagai
macam organisme yang infeksius; bakteri gram negatif, bakteri gram positif,
fungi, parasit, dan virus. Tidak semua individu yang mengalami infeksi
menjadi sepsis, dan terdapat suatu rangkaian dari beratnya infeksi dari proses
yang terlokalisisir menjadi bakteriemia sampai ke sepsis dan menjadi septik
syok (Norwitz,2010).
Definisi berikut ini dibuat pada konsensus konfrensi dari Members of
the American College of Chest Physician/Society of Critical Care Medicine
Consen-sus Confrence Committee. American College of Chest
Physician/Society of Critical Care Medicine Consensus Confrence untuk
berbagai macam manifestasi infeksi.
1. Infeksi : Fenomena mikroba dengan karakteristik adanya respon inflamasi
karena adanya mikroorganisme atau invasi dari jaringan host yang steril
oleh organisme ini.
2. Bakteriemia : Terdapatnya bakteri yang viabel pada darah.
3. Sepsis (simpel) : Respon sistemik terhadap infeksi dengan 
manifestasi
dua atau lebih dari keadaan berikut ini:
 Septik syok temperatur lebih dari 38 C atau kurang dari 36 C
 Peningkatan denyut jantung lebih dari 90 kali per menit;
 Takipnu, pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCo2 

kurang dari 32 mmHg.
 Perubahan hitung lekosit, yaitu lekosit lebih dari 12.000/mm3
 atau
ku-rang dari 4000/mm3, atau terdapatnya lebih dari 10% 
netrofil
imatur.
4. Sepsis (berat) : Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, 
hipoperfusi,
atau hipotensi. Hipoperfusi dan abnormalitas perfusi dapat termasuk,
tetapi tidak terbatas pada laktat asidosis, oliguria, atau perubahan status
mental akut.
5. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) keadaan dimana
ditemukan disfungsi dari beberapa organ.

B. ETIOLOGI
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses),
protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan
adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock
sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus,
sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991).
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi
eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita
yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi
dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab
sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan
humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS
sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator
inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan
polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF)
dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan
sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang
mengalami sepsis.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendisitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus 
urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus 
atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sepsis
menurut beberapa penelitian adalah sebagai berikut:
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi Kardiovaskular
i. Perubahan sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya
tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi
yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator (
prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator
yang sama tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya
permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume
intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian
mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap
penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ),
biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.
Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi
maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang
dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan
vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran
yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya
menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi
massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya
agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan
organ dan endotel yang tidak dapat pulih.
ii. Perubahan miokardial
Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan
fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor
depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik,
adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga
diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh
syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas
terhadap katekolamin.
Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok
septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan
TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik.
Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan
peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.

Gambar 2. Cardiovascular changes associated with septic shock and the


effects of fluid resuscitation.
A.Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic,
C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular
management of septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)
2. Manifestasi Hematologi
Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis
melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang
respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang
melindungi.
Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine.
Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler.
Proses ini selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta
timbulnya edema interstisial.
Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin
secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya
pelepasan lebih banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A).
platelet teragregasi yang bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular,
menyebabkan sumbatan aliran darah dan melemahnya metabolism selular.
Selain itu endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya
dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan, koagulapati berpotensi
untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.

3. Manifestasi Metabolik
Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh
menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa,
protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai
pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten
insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam
berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen
menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya
eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang
sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk
digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak
mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan
selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.
Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk
menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid
menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism
oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.
Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi
kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak
organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory
distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi
susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).
Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi
organ akan meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf
pusat karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya
odem otak peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya
destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit
neurologik fokal dapat terjadi akibat meningkatnya aggregasi platelet dan
eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.

tabel 3. Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik


Variable Umum
Temperature >38.3 c atau < 36 c
HR > 90x/mnt
Takipnea
Penurunan status mental
Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam
Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sumber : Levy MN et
all:2001,Crit Care Med
31:1250,2003.

4. Manifestasi Pulmonal
Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung.
Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi
pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan
menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air
ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi
menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim
pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya
cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan
pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.

E. PATOFISIOLOGI
Septikimia karena hasil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor
penyebab penting edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Edema paru difus dapat terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam
paru.
Edema paru adalah gambaran yang sering dijumpai pada syok sepsis. Hal ini
jelas tidak berhubungan dengan hipotensi saja, karena hal ini juga dapat timbul
pada klien dengan sepsis tanpa syok
Sepsis sering ditemukan pada klien yang diduga menderita insufisiensi paru
pascatrauma sehingga diperkirakan sebahai faktor penyebab kecuali pada luka
bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateter intravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
b. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpiondah ke kiri) yang mempublikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati
atau sirkulasi toksin atau status syok.
e. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
f. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneo-
genesis dan 
 glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan
selulaer dalam metabolisme.
g. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / 
 gagalan hati.
h. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap 
 lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolic terjadi karena kegagalan 
 mekanisme kompensasi.
i. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
j. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas 
 didalam abdomen dapat menunjukan
infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
k. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang 
menyerupai infark miokard.

G. PATHWAY
Infasi mikroba

Pelepasan endotoksin atau eksotoksin

Respon sistemik tubuh terhadap infeksi

SEPSIS
    
Stimulasi Efek berbagai Efek neutrofil Respon
sel imun mediator inflamasi berbagai teraktivasi inflamasi
tubuh (protaglandin, kinin, mediator  
 histamin) inflamasi infiltrasi di Peningkatan
produksi  (protaglan jar. pulmonal suhu tubuh
sitokin respon inflamasi din, kinin, dan vaskuler 
proinflam masif di jaringan histamin)  HIPERTER
asi vaskuler  akumulasi MIA
berlebih  Vasodilata cairan
 agregasi leukosit dan si, ekstravaskule
RISIKO penimbunan fibrin peningkata r di paru
INFEKS  n 
I penyumbatan kapiler permeabili edema
 tas kapiler pulmonal
KETIDAKEFEKT  
IFAN PERFUSI Volume kompliance
JARINGAN intravaskul paru
PERIFER er 
 GG.
Volume PERTUKAR
sirkulasi AN GAS
efektif

TVS

CO
meningkat
u/
kompensas
i

Asedemia
laktat

responsivit
as
terhadap
katekolami
n

fs. jantung
terganggu
(fraksi
ejeksi
ventrikel
turun,
gangguan
kontraktilit
as)

RISIKO
SYOK

H. PENATALAKSANAAN
RAPID ASSESSMENT
I. Immediate Question
a. Survey Primer
Cek Airway, Breathing, Circulation
- Airway: clear
- Breathing:
Tidak terdapat masalah pada fase awal syok septik
Gangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut
setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara
nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan
kusmaul.
- Circulation:
Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal
(hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang
meningkat.
Pada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan
penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke
jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2
detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan
frekuensi > 100 x/menit
b. Bagaimana status mental dan vital sign ?
Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi
penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang
semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan
suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat
>100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh <
37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.
c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ?
hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer
(hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2 detik,
penurunan urin output
d. Riwayat penyakit ?
1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik,
produksi sputum, hemoptysis
2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri
abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat
penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau
testicular, aborsi.
3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat
autitis media / sinusitis.
4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia,
jaundice,
5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus
dekubitus, riwayat drakius,
6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan,
kelainan congenital.
7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada
daerah persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama
fraktur terbuka, riwayat pembedahan,
e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV,
diabetes, gangguan autoimun, kanker).
f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).
II. Database
A. Poin utama pengkajian fisik
1. Mental Status
2. Vital sign
3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.
4. Heent. Sinusitis, otitis media
5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity
6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,
7. Suara jantung. Takikardi, murmur.
8. Abdomen. Abdominal tenderness
9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/
discharge vagina.
10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.
11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.
III. Laboratory data
1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.
2. Urin. Kultur.
3. CSF. Kultur,
4. Sputum. Kultur.
5. Drainase luka. Kultur.
IV. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya

TATA LAKSANA SYOK SEPTIK


Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan
pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload
dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup
pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai
tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang
dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg
berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2
<70 %, dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan
hematokrit optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik
diturunkan bila MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit. (Gambar
2)
Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy
Sumber : Rivers 2001
Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life
Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap
sebagai berikut (gambar 4):

Stages ABC: Immediate Stabilization


Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan
keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. manajemen
Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif,
baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan
mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan
menggunakan ventilasi mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan intubasi
endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk
menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi
mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan status mental, kegagalan
ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan hampir
selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan
oksigen oleh otot-otot pernafasan, bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan
ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.
Stage C: re-establishing the circulation
Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation
patologis dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan
awal adalah upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan
mengisi pohon vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan
resusitasi volume agresif meningkatkan hasil pada sepsis
Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat
ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke
interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous .
Pemberian resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena
hyperchloremia (disebut "asidosis dilutional"). Cairan Ringer laktat tidak aman
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati parah.
 Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh
mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan
antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari
organisme yang terlibat.
 Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C
Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:
- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap
mikroba)
- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis
pasien diperlakukan
- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C
memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan
mengurangi kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan
protein endogen yang mempromosikan fibrinolisis dan menghambat
trombosis dan inflamasi.

 Step F = Find and control the source of infection


Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda
harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan
detektif yang lebih luas. Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan
sebagai bagian dari penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut
perlu dilakukan, yang biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic
lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi
terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan
dikendalikan.
 Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation
- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi
- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan
restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus
membutuhkan oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh.
Keberadaan lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap translokasi
bakteri
1) Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi
perlindungan telah muncul: menggabungkan vasodilator splanknik,
seperti dobutamine, dengan makan Immunonutrition
2) Strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan
menggabungkan glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan
ribonucleotides dan zat makan konvensional. Ada beberapa bukti
bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.
 Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention
of organ failure.
- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ
- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -
menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran
tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk
membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan
darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk memantau status
volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH,
defisit dasar dan laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua
perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus
bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam serum.
• Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications
Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula
darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi. Pasien sakit kritis di unit
perawatan intensif memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber infeksi .
Tim kesehatan harus berupaya untuk melakukan tindakan yang akan
memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis vena dalam (DVT), luka
tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi
organisme untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular
blocking agents dan steroids dapat menjadi factor predisposisi terjadinya
polymiopati. Semua intervensi yang diberikan dapat memberikan efek
komplikasi pada pasien. Pemasangan central line dapat menimbulkan
pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji betul manfaat dari
semua intervensi yang dilakukan.
 Step J = Justify your therapeutic plan
- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah
dilakukan
- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah
stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa
kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat
memberikan risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba harus
dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif upaya untuk
melakukan penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik
harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis,
Anda harus mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum
teridentifikasi
 Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are
there secondary sources of infection/inflammation.
- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah
menguasai sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi
/ peradangan.
- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal
yang harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-
tanda infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah
infeksi baru cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran
cerna tidak boleh dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis,
perforasi tukak lambung.

 Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood


sugar. Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive
dialysis in renal failure
Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa
bila ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis adalah penyakit multisistem
dipengaruhi oleh respon neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat dihindari
dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula darah meningkatkan harapan
hidup.

Gambar 4. Stepwise approach to sepsis and septic shock


I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Pendekatan ABCDE
Airway
 yakinkan kepatenan jalan napas
 berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
 jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
Breathing
 kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
 kaji saturasi oksigen
 periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
 berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
 auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
 periksa foto thorak
Circulation
 kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
 monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
 periksa waktu pengisian kapiler
 pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
 berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
 pasang kateter
 lakukan pemeriksaan darah lengkap
 siapkan untuk pemeriksaan kultur
 catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36oC
 siapkan pemeriksaan urin dan sputum
 berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan
dan tempat sumber infeksi lainnya.

Tanda ancaman terhadap kehidupan


Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan
fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka
pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut:
 Penurunan fungsi ginjal
 Penurunan fungsi jantung
 Hyposia
 Asidosis
 Gangguan pembekuan
 Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema
pulmonal.

B. Pengkajian
 Umum
1. Aktifitas: Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :

 Tekanan darah normal atau sedikit dibawah normal (selama hasil
curah jantung tetap meningkat).

 Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik):
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok).

 Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat
mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis atau ketidak
seimbangan elektrolit.

 Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat,lembab,burik
(vasokontriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare

4. Makanan/Cairan

Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah: Penurunan haluaran, konsentrasi
urine, perkembangan ke arah oliguri,anuria.
5. Nyeri/Kenyamanan 
 : Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit atau
ketidak nyamanan, urtikaria, pruritus.
6. Pernafasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, pengguna-
an kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat (37,9°C atau lebih) tetapi mungkin normal
pada lansia atau mengganggu pasien, kadang subnormal.

Luka yang sulit atau lama sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema.
Ruam eritema macular
7. Seksualitas

Gejala : Pruritus perineal.

Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.

8. Pendidikan kesehatan

Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemah, misalnya hati, ginjal,
sakit jantung, kanker,DM, kecanduan alcohol.
Riwayat splenektomi: Baru saja menjalani operasi / prosedur invasive,
luka traumatic.
 Penggunaan antibiotic ( baru saja atau jangka panjang
).
C. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Infasi mikroba Risiko Infeksi
Pasien atau keluarga 
pasien mengatakan Pelepasan endotoksin
pasien menderita sakit atau eksotoksin
kronis, demam 
Respon sistemik tubuh
DO (f.risiko): terhadap infeksi
 adanya penyakit 
kronis SEPSIS
 penekanan sistem 
imun Stimulasi sel imun tubuh
 pertahanan primer 
yang tidak adekuat produksi sitokin
(luka, trauma proinflamasi berlebih
jaringan kulit) 
 pertahanan sekunder Risiko infeksi
inadekuat (Hb turun,
leukopenia)
 prosedur infasif
 malnutrisi
DS: Infasi mikroba Ketidakefektifan perfusi
Perubahan sensasi  jaringan perifer
DO: Pelepasan endotoksin
 TD turun/hipotensi atau eksotoksin
 RR meningkat 
 CRT >2 detik Respon sistemik tubuh
 akral ekstremitas terhadap infeksi
dingin 
 kulit pucat SEPSIS
 edema ekstremitas 
 nadi lemah Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)

respon inflamasi masif
di jaringan vaskuler

agregasi leukosit dan
penimbunan fibrin

penyumbatan kapiler

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

DS:- Infasi mikroba Risiko Syok



DO (f.risiko): Pelepasan endotoksin
 hipotensi atau eksotoksin
 hipovolemia 
 hipoksemia Respon sistemik tubuh
 hipoksia terhadap infeksi
 infeksi 
 sepsis SEPSIS

Efek berbagai mediator
inflamasi (protaglandin,
kinin, histamin)

Vasodilatasi,
peningkatan
permeabilitas kapiler

Volume intravaskuler

Volume sirkulasi efektif

TVS

CO meningkat u/
kompensasi

Asedemia laktat

responsivitas terhadap
katekolamin

fs. jantung terganggu
(fraksi ejeksi ventrikel
turun, gangguan
kontraktilitas)

risiko syok

DS:- Infasi mikroba Gangguan pertukaran


 gas
DO: Pelepasan endotoksin
 Pernafasan abnormal atau eksotoksin
(kecepatan, irama, 
kedalaman) Respon sistemik tubuh
 Warna kulit terhadap infeksi
abnormal (pucat, 
kehitaman) SEPSIS
 hiperkapnia 
 hipoksemia neutrofil teraktivasi
 hipoksia 
 takikardi infiltrasi di jar. pulmonal
dan vaskuler

akumulasi cairan
ekstravaskuler di paru

edema pulmonal

kompliance paru

gg. pertukaran gas
DS:- Infasi mikroba Hipertermia

DO: Pelepasan endotoksin
 suhu tubuh di atas atau eksotoksin
normal 
Respon sistemik tubuh
terhadap infeksi

SEPSIS

Respon inflamasi

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermia

D. Rencana Intervensi Keperawatan


No. Dx. Kep. Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Risiko Syok Tujuan: NIC: shock management
Setelah dilakukan 1. Monitor TTV, tekanan
tindakan keperawatan darah ortostatik, status
selama 1x24 jam mental dan urine
diharapkan klien dapat output
terhindar dari risiko 2. Monitor nilai
syok laboratorium sebagai
NOC: Risk Control: bukti terjadinya
Shock Prevention perfusi jaringan yang
Kriteria Hasil: inadekuat (misalnya
 Tekanan darah peningkatan kadar
DBN (110-130/70- asam laktat, penurunan
90 mmHg) pH arteri)
 Nadi DBN (70- 3. Berikan cairan IV
90x/menit)
kristaloid sesuai
 RR DBN (16-20
x/menit) dengan kebutuhan
 Suhu DBN (36,5- (NaCl 0,9%; RL;
37,50C) D5%W)
 Hb DBN (12 – 18 4. Berikan medikasi
gr/dL) vasoaktif
 CRT < 3 detik 5. Berikan terapi oksigen
dan ventilasi mekanik
6. Monitor trend
hemodinamik
7. Monitor frekuensi
jantung fetal
(bradikardia bila HR
<110 kali/menit) atau
(takikardia bila HR
>160 kali per menit)
berlangsung lebih
lama dari 10 menit
8. Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
AGD dan monitor
oksigenasi jaringan
9. Dapatkan patensi
akses vena
10. Berikan cairan untuk
mempertahankan
tekanan daarah atau
cardiac output
11. Monitor penentu
pengiriman oksigen ke
jaringan (SaPO2, level
Hb, cardiac output)
12. Catat bila terjadi
bradicardia atau
penurunan tekanan
darah, atau
abnormalitas tekanan
arteri sistemik yang
rendah misalnya pucat,
cyanosis atau
diaphoresis
13. Monitor tanda dan
gejala gagal nafas
(rendahnya PaO2,
peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot
pernafasan)
14. Monitor kadar glukosa
darah dan tangani bila
ada abnormalitas
15. Monitor koagulasi dan
complete blood count
dengan WBC
differential
16. Monitor status cairan
meliputi intake dan
output
17. Monitor fungsi ginjal
(nilai BUN dan
creatinin)
18. Lakukan pemasangan
kateter urinaria
19. Lakukan pemasangan
NGT dan monitor
residu lambung
20. Atur posisi pasien
untuk mengoptimalkan
perfusi
21. Berikan dukungan
emosional kepada
keluarga
22. Berikan harapan yang
realistic kepada
keluarga

2. Risiko Infeksi Tujuan: NIC: Infection Control


Setelah dilakukan 1. Instruksikan
tindakan keperawatan pengunjung untuk
selama 1x24 jam mencuci tangan saat
diharapkan klien dapat memasuki dan keluar
terhindar dari risiko dari ruangan pasien
infeksi 2. Gunakan sarung
NOC: Risk Control: tangan dalam setiap
Infectious Process tindakan pada pasien
Kriteria Hasil: 3. Kolaborasi dengan
 Suhu DBN (36,5- tenaga medis
37,50C) pemberian terapi
 Jumlah leukosit antibiotic
DBN 4. Monitor kerentanan
 tidak terdapat terhadap infeksi
tanda-tanda infeksi
yang semakin
memburuk
3. Gangguan Tujuan: NIC: Acid Base
pertukaran gas Setelah dilakukan management, Respiratory
tindakan keperawatan Monitoring
selama 3x24 jam 1. Kaji pola pernapasan
diharapkan kondisi pasien Monitor TTV
klinis klien terkait 2. Kaji terhadap tanda
pertukaran gas membaik dan gejala hipoksia
NOC: Respiratory dan hiperkapnia
Status: Gas Exchange 3. Kaji TD, nadi apikal
Kriteria Hasil: dan tingkat kesadaran
 Pernafasan normal setiap jam, laporkan
(kecepatan, irama, perubahan tingkat
kedalaman) kesadaran.
 Warna kulit normal 4. Pantau dan catat
(tidak
pemeriksaan gas
pucat/kehitaman)
darah, kaji adanya
 RR DBN
 Hb DBN kecenderungan
 Nadi DBN kenaikan dalam
 BGA normal PaCO2 atau
penurunan dalam
PaO2
5. Bantu dengan
pemberian ventilasi
mekanik sesuai
indikasi, kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
6. Auskultasi dada untuk
mendengarkan bunyi
nafas setiap jam
7. Tinjau kembali
pemeriksaan sinar X
dada harian,
perhatikan
peningkatan atau
penyimpangan
8. Pantau irama jantung
9. Berikan cairan
parenteral sesuai hasil
kolaborasi
10. Berikan obat-obatan
sesuai pesanan:
bronkodilator,
antibiotik, steroid.
11. Evaluasi AKS dalam
hubungannya dengan
penurunan kebutuhan
oksigen.
4. Ketidakefektifan Tujuan: NIC: Circulation Care
perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
perifer tindakan keperawatan komprehensif terhadap
selama 3x24 jam sirkulasi perifer
diharapkan perfusi 2. Pantau tingkat
jaringan perifer klien ketidaknyamanan atau
meningkat nyeri saat melakukan
NOC: Circulation latihan fisik
Status 3. Pantau status cairan
Kriteria Hasil: termasuk asupan dan
 TD DBN haluaran
 RR DBN 4. Pantau perbedaan
 CRT < 3 detik ketajaman atau
 akral ekstremitas ketumpulan, panas
hangat atau dingin
 warna kulit tidak 5. Pantau parestesia,
pucat
kebas, kesemutan,
 ekstremitas tidak
edema hiperestesia dan
 kekuatan nadi hipoestesia
normal 6. Pantau tromboflebitis
dan thrombosis vena
profunda
7. Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi, duduk,
berbaring atau
mengubah posisi
8. Ajarkan pasien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit setiap
hari untuk mengetahui
perubahan integritas
kulit
5 Hipertermi b.d Kriteria Hasil: Intervensi:
kerusakan control  Suhu  Monitoring
suhu sekunder tubuh tanda-tanda
akibat infeksi dalam vital setiap
atau inflamasi batas dua jam dan
normal pantau warna
(36.5- kulit
37.5) Rasional:
 Nadi Perubahan
dalam tanda-tanda
batas vital yang
normal signifikan akan
(110-120 mempengaruhi
x/menit) proses regulasi
 Frekuensi ataupun
napas metabolisme
dalam dalam tubuh
batas  Observasi
normal adanya
(40-60 kejang dan
x/menit) dehidrasi
Rasional:
Hipertermi
sangat
potensial untuk
menyebabkan
kejang yang
akan semakin
memperburuk
kondisi pasien
 Berikan
kompres denga
air hangat
pada aksila,
leher dan
lipatan paha,
hindari
penggunaan
alcohol
untuk
kompres
Rasional:
Kompres
pada aksila,
leher dan
lipatan paha
terdapat
pembuluh-
pembuluh
dasar besar
yang akan
membantu
menurunkan
demam
 Berikan
antipiretik
sesuai
kebutuhan
Rasional: Pemberian
antipiretik juga diperlukan
untuk menurunkan panas dengan
segera
E. Implementasi dan Evaluasi
Dx. Kep Tanggal Implementasi Evaluasi
& Jam
Risiko Syock 1. Memonitor TTV, S:
tekanan darah
ortostatik, status O:
mental dan urine  Tekanan darah
output DBN (110-
2. Memonitor nilai 130/70-90 mmHg)
laboratorium  Nadi DBN (70-
90x/menit)
sebagai bukti
 RR DBN (16-20
terjadinya perfusi x/menit)
jaringan yang  Suhu DBN (36,5-
inadekuat 37,50C)
(misalnya  Hb DBN (12 – 18
peningkatan kadar gr/dL)
asam laktat,  CRT < 3 detik
penurunan pH
arteri) A:
3. Memberikan Masalah teratasi
cairan IV
kristaloid sesuai P:
dengan kebutuhan Lanjutkan intervensi
(NaCl 0,9%; RL; berikutnya,
D5%W) pertahankan kondisi
4. Memberikan klinis pasien
medikasi vasoaktif
5. Memberikan
terapi oksigen dan
ventilasi mekanik
6. Memonitor trend
hemodinamik
7. Memoonitor
frekuensi jantung
fetal (bradikardia
bila HR <110
kali/menit) atau
(takikardia bila
HR >160 kali per
menit)
berlangsung lebih
lama dari 10 menit
8. Mengambil
sampel darah
untuk pemeriksaan
AGD dan monitor
oksigenasi
jaringan
9. Mendapatkan
patensi akses vena
10. Memberikan
cairan untuk
mempertahankan
tekanan daarah
atau cardiac output
11. Memonitor
penentu
pengiriman
oksigen ke
jaringan (SaPO2,
level Hb, cardiac
output)
12. Mencatat bila
terjadi bradicardia
atau penurunan
tekanan darah,
atau abnormalitas
tekanan arteri
sistemik yang
rendah misalnya
pucat, cyanosis
atau diaphoresis
13. Memonitor tanda
dan gejala gagal
nafas (rendahnya
PaO2, peningkatan
PCO2,
kelumpuhan otot
pernafasan)
14. Memonitor kadar
glukosa darah dan
tangani bila ada
abnormalitas
15. Memonitor
koagulasi dan
complete blood
count dengan
WBC differential
16. Memonitor status
cairan meliputi
intake dan output
17. Memonitor fungsi
ginjal (nilai BUN
dan creatinin)
18. Melakukan
pemasangan
kateter urinaria
19. Melakukan
pemasangan NGT
dan monitor residu
lambung
20. Mengatur posisi
pasien untuk
mengoptimalkan
perfusi
21. Memberikan
dukungan
emosional kepada
keluarga

Risiko Infeksi 1. Mengnstruksikan S:


pengunjung untuk
mencuci tangan O:
saat memasuki  Suhu DBN (36,5-
dan keluar dari 37,50C)
ruangan pasien  Jumlah leukosit
2. Menggunakan DBN
sarung tangan  tidak terdapat
dalam setiap tanda-tanda
tindakan pada infeksi yang
pasien semakin
3. Berkolaborasi memburuk
dengan tenaga
medis pemberian A:
terapi antibiotic Masalah teratasi
4. Memonitor
kerentanan P:
terhadap infeksi Lanjutkan intervensi
berikutnya,
pertahankan kondisi
klinis pasien
Gangguan 1. Mengkaji pola S:
Pertukaran Gas pernapasan pasien
Monitor TTV O:
2. Mengkaji terhadap  Pernafasan normal
tanda dan gejala (kecepatan, irama,
hipoksia dan kedalaman)
hiperkapnia  Warna kulit
normal (tidak
3. Mengkaji TD,
pucat/kehitaman)
nadi apikal dan  RR DBN
tingkat kesadaran  Hb DBN
setiap jam,  Nadi DBN
laporkan  BGA normal
perubahan tingkat
kesadaran. A:
4. Memantau dan Masalah teratasi
catat pemeriksaan
gas darah, kaji P:
adanya Lanjutkan intervensi
kecenderungan berikutnya,
kenaikan dalam pertahankan kondisi
PaCO2 atau klinis pasien
penurunan dalam
PaO2
5. Membantu dengan
pemberian
ventilasi mekanik
sesuai indikasi,
kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
6. Melakukan
auskultasi dada
untuk
mendengarkan
bunyi nafas setiap
jam
7. Meninjau kembali
pemeriksaan sinar
X dada harian,
perhatikan
peningkatan atau
penyimpangan
8. Memantau irama
jantung
9. Memberikan
cairan parenteral
sesuai hasil
kolaborasi
10. Memberikan obat-
obatan sesuai
pesanan:
bronkodilator,
antibiotik, steroid.
11. Mengevaluasi
AKS dalam
hubungannya
dengan penurunan
kebutuhan
oksigen.

Ketidakefektifan 1. Melakukan S:
Perfusi Jaringan pengkajian
Perifer komprehensif O:
terhadap sirkulasi  TD DBN
perifer  RR DBN
2. Memantau tingkat  CRT < 3 detik
ketidaknyamanan  akral ekstremitas
atau nyeri saat hangat
 warna kulit tidak
melakukan latihan
pucat
fisik
 ekstremitas tidak
3. Memantau status edema
cairan termasuk  kekuatan nadi
asupan dan normal
haluaran
4. Memantau A:
perbedaan Masalah teratasi
ketajaman atau
ketumpulan, panas P:
atau dingin Lanjutkan intervensi
5. Memantau berikutnya,
parestesia, kebas, pertahankan kondisi
kesemutan, klinis pasien
hiperestesia dan
hipoestesia
6. Memantau
tromboflebitis dan
thrombosis vena
profunda
7. Menganjurkan
pasien atau
keluarga untuk
memantau posisi
bagian tubuh saat
pasien mandi,
duduk, berbaring
atau mengubah
posisi
8. Mengajarkan
pasien atau
keluarga untuk
memeriksa kulit
setiap hari untuk
mengetahui
perubahan
integritas kulit

DAFTAR PUSTAKA

Dolan’s,1996, Critical care nursing clinical management through the nursing


process, Davis Company, USA.
Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st
Louis.
Hudak galo, 1996, keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta.
Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and
management, Mosby, USA.
Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St
Louis.
Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu
penyakit dalam, PDSPDI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai