Anda di halaman 1dari 35

1

LAPORAN PENDAHULUAN
CEREBRO VASCULAR ACCUTE INFARK

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular
Disease (CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi
kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan
suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan
suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang
disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh
sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Penyebab dari stroke adalah 1) trombosis, 2) embolisme serebral (3/4
kasus stroke), dan 3) perdarahan baik intra serebral maupunn subarachnoid
(1/4 kasus stroke) (Hudak & Gallo, 1996: 254).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit
neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak.
Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder
terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam
tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall
Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000)

2. Anatomi Fisiologi
a. Otak
2

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang
lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu
serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak),
dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan
korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus
frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab
untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk
impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan
otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula
oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata
merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor,
pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden
dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum
dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan
3

menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau


tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer
yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b. Sirkulasi darah otak


Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20%
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis
komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke
dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi
suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen
basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah
untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini
bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai
setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah
dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan
4

temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A.


Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena
interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan
karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral,
arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri
komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah
bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan
sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak
& Gallo, 1996: 254)

3. Faktor Resiko Stroke


a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
5

o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)

4. Klasifikasi
a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
a) Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi
secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja
et. al, 1994)
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
(Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).

(b) Perdarahan Subarachnoid


6

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau


AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar
parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya
ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan
Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya
hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan
yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
7

dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa


sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)

Gejala PIS PSA


Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang Syaraf
RSUD Dr. Soetomo Surabaya

b) Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.

Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat serangan) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
8

Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu
aterosklerosis di retina, hypertensi,
koroner, perifer. Emboli aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP -
X foto Skedel + +
Kemungkinan
Angiografi Oklusi, stenosis pergeseran glandula
pineal
Aneurisma. AVM.
CT Scan Densitas berkurang massa intra hemisfer/
(lesi hypodensi) vaso-spasme.
Massa intrakranial
Opthalmoscope Crossing phenomena densitas bertambah.
Silver wire art (lesi hyperdensi)
Lumbal pungsi Perdarahan retina atau
Tekanan Normal corpus vitreum
Warna Jernih
Eritrosit < 250/mm3 Meningkat
Arteriografi oklusi Merah
EEG di tengah >1000/mm3
ada shift
shift midline echo
Disadur dari Makalah Simposium Sehari Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan dalam Rangka
Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung
PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya.

b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:


a) TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
c) Stroke komplit:
9

Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai


dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a. Defisit Motorik
Hemiparese, hemiplegia
Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)

b. Defisit Sensori
Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri)
Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah
bidang pandang pada sisi yang sama)
Diplopia (penglihatan ganda)
Penurunan ketajaman penglihatan
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)

c. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan


menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek
dengan tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indera)
10

Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang,


memperkirakan ukurannya dan menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri

d. Defisit Bahasa/Komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan
respons satu kata
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu
untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan
tidak sadar tentang kesalahan ini)
Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan)

e. Defisit Intelektual
Kehilangan memori
Rentang perhatian singkat
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Penilaian buruk
Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke
situasi yang lain
Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir
secara abstrak

f. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis


Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak
tepat)
Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
11

Penurunan toleransi terhadap stres


Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Kekacauan mental dan keputusasaan
Menarik diri, isolasi
Depresi

g. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)


Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol
partial kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih,
dorongan dan inkontinensia urine.
Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan
lateral yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung
kemih dengan kehilangan semua kontrol miksi
Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih
sangat baik
Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran,
dehidrasi dan imobilitas
Konstipasi dann pengerasan feses

h. Gangguan Kesadaran
11

6. Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan arteri)
Aliran darah

Obstruksi vena Obstruksi arteri

Dilatasi tek.pulsasi & aliran darah

tek.kapiler & reduksi aliran drh Hilangnya aliran pulsatif

Vasoparalisis
Stagnasi darah

Aliran kolateral
Edema Diapedesis Adesi & penimbunan Iskemia
interstitial trombosit

Otak
Endotelium
Edema
Infark hemoragik Gel fibrin interstitial
Edema Edema
Edema Pelepasan neuronal astrositik
seluler prostasiklin
Jendalan darah
Akumulasi lipid, aktivitas lisosomal
autofagik, inclusion nuclear & Mati
Diapedesis &
penurunan resistensi sitoplasmik, vakuolasi, modifikasi dalam
sawar darah otak mikrotubuli, inhibisi divisi mikotik
12

Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan

Pembuluh darah

Trombus/Embolus karena plak ateromatosa, fragmen,


lemak, udara, bekuan darah Hypertensi/aterosklerosis

PD lunak Mendesak arteriol


Oklusi

Herniasi/pecahnya tunika intima


Perfusi jaringan cerebral
PD pecah
Aneurisma
Iskemia
Perdarahan

Hypoxia
Oksipital Temporalis kiri Parietalis Frontal
Ssefalgia mata Nyeri telinga Nyeri homolateral, Hemiparese
Metabolisme Aktifitas elektrolit Nekrotik jaringan otak ipsilateral, homolateral, disfasia, defisit sensorik kontralateral,
anaerob terganggu (mikrositik neuron) hemianopia hemianopia, kontralateral, sefalgia bifrontal
kuadranopia hemipares ringan

Asam laktat Na & K pump gagal Infark

Na & K influk Gg.kesadaran, Gg. rasa nyaman (nyeri), Gg. Istirahat, intoleransi aktivitas,
kejang fokal, defisit perawatan diri (sindroma), Gg. Komunikasi/bicara,
hemiplegia, defek ketergantungan, Gg.persepsi sensori, Gg. Perfusi jaringan, Gg.
Retensi cairan medan penglihatan, Mobilitas fisik, Gg. Konsep diri, Gg. Menelan, integritas kulit,
afasia Gg. Nutrisi, resiko injury, dll

ODEMA
SEREBRAL
13

Perdarahan

Thalamus Pons Subtalamik Subthalamus & Putamen Medula oblongata Mesensefalon


Nyeri kepala diensefalon mesensefalon Hemiplegia Gg. Jantung Paralisis
Rigiditas deserebri Bola mata melirik dorsal Sefalgia Gg. Pernafasan okulomorius
Hemisfer dominan Hemiplegia ke bawah-dalam dg Pupil mengecil Muntah Refleks telan ipsilateral
Afasia kontralateral paralisis gerakan Reaksi terhadap Kedasaran Muntah Koma
anomia berat dg Paralisis fasia ke atas & posisi cahaya lambat Defek Hypersalivasi TIK
pemahaman & homolateral kedua bola mata hemisensorik Gg. Sistem
repetisi lumayan Defiasi mata melihat ujung Gg.Grk bola mata syaraf simpatis
hidung
Hemisfer non
dominan TIK
Koma mendadak Hemisfer Serebelum gg. perfusi jaringan
Anosognosia Gg. Okulomotor
Gg. sensori gg. Sirkulasi
penglihatan Gg. Keseimbangan bersihan jalan nafas
Kapsula interna
Mati Frontalis Nistagmus tidak efektif
Hemiparese Gg. motorik Muntah terus- resti aspirasi
hemiplegia Parietalis menerus gg. Eliminasi uri &
kontralateral
gg. rasa nyaman (nyeri) Gg. proses & Singultus alvi
gg. Istirahat/tidur integrasi informasi gg. Pola nafas tak
substansia alba sensorik
kejang efektif
hemianopia Temporalis TIK gg. Nutrisi kurang
resiko injury
Gg. pendengaran
gg. Perfusi jaringan dari kebutuhan
Oksipitalis rasa nyaman
kebutuhan oksigen
Gg. penglihatan &
gg. komunikasi integritas kulit kebersihan mulut, dll
sensori warna gg. perfusi jaringan, defisit volume cairan,
verbal, integritas mobilitas fisik pola nafas tak efektif, resiko perubahan
kulit, mobilitas perawatan diri suhu tubuh, resiko infeksi, resiko cedera,
fisik, perawatan intoleransi aktifitas resiko perubahan nutrisi kurang dari
diri, intoleransi gg. Sensori persepsi kebutuhan, bersihan jalan nafas tak efektif
aktivitas, konsep
diri, ketergan-
tungan, dll
14

GANGGUAN KESADARAN

A. PENGERTIAN KESADARAN
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan
lingkungan serta dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan
(limitasi) terhadap lingkungan dan dirinya sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran baik,
maka akan terjadi orientasi (waktu, tempat dan orang), pengertian yang baik serta pemakaian
informasi yang masuk secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Maramis, 1994:
101).
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting
yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan
khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak & Gallo, 1996:
160)

B. JENIS KESADARAN
a. Isi Kesadaran
a) Kognitif
b) Afektif
b. Derajat/tingkat kesadaran (Aurosal) (Juwono, 1993: 1)

C. BENTUK KESADARAN
a. Kesadaran Menurun
Kesadaran menurun adalah keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan
pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif), kemudian muncullah
amnesia sebagian atau total.
Beberapa tingkat dalam menurunnya kesadaran yaitu:
a) Apati
Mulai mengantuk, acuh-tak acuh terhadap stimulus, untuk menarik perhatiannya
diperlukan stimulus yang sedikit lebih keras
b) Somnolen
15

Sudah mengantuk, untuk menarik perhatiannya dibutuhkan stimulus yang lebih keras
c) Sopor
Ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang. Hanya berespon dengan
rangsangan yang keras
d) Subkoma dan koma
Tidak ada respon terhadap stimulus yang kuat/keras, pupil melebar, reflek muntah
hilang. (Maramis, 1996: 101)

b. Kesadaran Meninggi
Kesadaran meninggi adalah keadaan dengan respon yang meninggi terhadap
stimulus, biasanya disebabkan pengaruh berbagai zat yang menstimulus otak
(psikosimultan) atau oleh faktor psikologi. (Maramis, 1996: 102)
Selain kesadaran menurun, terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan, istilah-istilah tersebut
antara lain: (Hudak & Gallo, 1996: 160)
a) Terjaga: normal
b) Sadar
Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi
berorientasi sempurna ketika bangun.
Dapat berorientasi dan berkomunikasi
c) Letargi/somnolen
Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang
d) Stupor
Sangat sulit dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau
berbicara satu kata atau frase pendek. Menjawab secara refleks terhadap rangsangan
nyeri. Pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Non verbal dengan
menganggukkan kepala.
e) Semikomatosa
Gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren
f) Koma
16

Dapat berespon dengan postur secara refleks ketiak distimulasi atau dpat tidak
berespon pada setiap stimulus.
Berdasarkan kwalitas kesadaran, yaitu pengkajian mutu mental seseorang
terhadap dunia luar: (Catatan Ruang Tropik Wanita, 1998)
a) Composmentis
Bereaksi secara adekuat
b) Abstensia/kesadaran tumpul/drowsky
Tidak tidur dan tidak megitu waspada, perhatian terhadap sekeliling berkurang,
cenderung mengantuk
c) Bingung/confused
Disorientasi waktu, tempat dan orang
d) Delirium
Mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan
pikirannya
e) Apatis
Tidak tidur, tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

D. GANGGUAN KESADARAN
a. Gangguan Isi Kesadaran
a) Gangguan Kognitif
Afasia
Gangguan persepsi
Gangguan berfikir
Gangguan daya ingat
b) Gangguan Afektif
Apatis
Agitasi

b. Gangguan Kesadaran Akut


a) Kesadaran Berkabut (clouding of Consciousness)
Penurunan kewaspadaan (awareness)
17

Penurunan keadaan bangun


Hypereksitabilitas
Iritabilitas
Mengantuk diselingi agitasi
Gagguan perhatian
Kebingungan
Gangguan persepsi sensori (terutama persepsi visual)
Tidak selalu ada disorientasi
Akut atau subacut confusional state bila berat
Salah interpretasi
Gangguan ingatan (kesulitan mengulang angka-angka ke belakang lebih dari 4
atau 5 angka).
b) Delirium
Disorientasi
Takut
Iriabilitas
Gangguan persepsi sensori dan halusinasi visual
Tidak mengenal diri sendiri dan lingkungannya
Penyakiy yang menyebabkan delirium
c) Optundation
Penumpulan mental (torpidity)
Penurunan kewaspadaan yang cukup berat
Penurunan minat
Lambatnya jawaban terhadap rangsangan
Sering mengantuk dan banyak tidur
d) Stupor
e) Koma

c. Gangguan Kesadaran Sub akut atau Kronik


a) Demensia
b) Hypersomnia
18

c) Keadaan vegetatif (termasuk coma vigil, spsllic syndrome, mati serebral, mati
neokortikal, dementia total)
d) Mutisme akinetik
e) Apallic syndrome: fungsi neokorteks tidak ada tapi batang otak masih ada
f) Locked-in syndrome:
Tidak ada penurunan kesadaran
Kelumpuhan keempat ekstremitas dan syaraf otak bawah
Pergerakan bola mata ke atas dan berkedip masih ada
g) Mati otak
Fungsi korteks, subkortikal dan batang otak secara permanen sudah tidak ada.
(Juwono, 1993: 1-4)

E. PROSES PATOLOGIS PENYEBAB GANGGUAN KESADARAN


a. Keadaan yang secara luas dan langsung menekan fungsi hemisfer serebri (biasanya pada
waktu bersamaan juga mengenai struktur batang otak)
b. Kelainan yang menekan atau merusak substansia grisea (diencepalon, mesenchepalon dan
pons atas).

F. CARA PENGUKURAN TINGKAT KESADARAN


a. Glasgow Coma Scale (GCS)
a) Respon Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
b) Respon Verbal
Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara mengguman 2
Tidak ada respon 1
19

c) Respon Motorik
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulasi 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1
Penilaian:
Nilai 3 : kesadaran terburuk
Nilai 3-5 : koma yang dalam
Nilai 6-10 : gangguan kesadaran intermediate
Nilai 11-14 : kesadaran lebih baik
Nilai 15 : terbaik

b. Penggambaran stimulus dan respon klien


a) Panggil pasien dengan namanya
b) Panggil namanya dengan keras
c) Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan ringan
d) Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan kasar (guncangan dan kejutan)
e) Timbulkan nyeri

c. Skala Tingkat (Reaksi Stimuli)


1 Terjaga; tidak menunda respon
2 Mengantuk tetapi berespon terhadap stimulus lembut. Bingung
tentang nama, tempat dan waktu
3 Sangat mengantuk, berespon terhadap rangsangan yang kuat dengan
orientasi gerakan mata, memenuhi perintah atau menunjuk dan
secara aktif berupaya untuk menyingkirkan stimulus
4 Tidak sadar. Dapat menunjuk tetapi tidak berhasil menyingkirkan
stimulus
5 Tidak sadar. Gerakan menghindar pada setiap stimulus
6 Tidak sadar. Gerakan fleksi yang umum terhadap nyeri
7 Tidak sadar. Gerakan ekstensi yang umum terhadap nyeri
8 Tidak sadar. Tidak berespon pada stimulasi nyeri
20

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak
terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
21

(d) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
22

Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.
Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges,
2000)

(h) Pemeriksaan fisik


Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
23

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang


tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor
resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
24

Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada


salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama,
refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000:
291)
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema,
hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
(2) MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000: 292)
(3) Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan
penyebab stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri, adanya titik oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
(4) Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes,
2000: 292)
b) Pemeriksaan laboratorium
25

(1) Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan
TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

b. Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-
hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan dalam
konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan
tindakan/rehabilitasi

c. Tujuan Pemulangan
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat
diminimalkan/dapat didtabilkan
2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan
yang minimal dari orang lain
26

4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami

d. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral,
edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)
3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4) Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum (Donna
D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 298)
5) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang
tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan (
Barbara Engram, 1998)
7) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi,
integrasi, stres psikologis (Doengoes, 2000: 300)
8) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi,
kerusakan neuromuskuler, kehilangan kontrol/koordinasi otot, penurunan
kekuatan/ketahanan, kerusakan perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995,
Doengoes, 2000: 301)
9) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram,
1998)
10) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks
batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
11) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi,
disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)
12) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, persepsi
kognitif (Doengoes, 2000: 303)
27

e. Perencanaan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral,
edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan
memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan
emosi, perubahan VS
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif dan motorik/sensori
Tidak ada tanda TIK meningkat
Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20
kali permenit)
Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan
otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
28

e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total
dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia


Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan mempertahankan fungsi
secara optimal)
Bertambahnya kekuatan otot
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori
29

Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.


Kriteria hasil:
Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian
tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan
pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan
yang normal
e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti
stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana
tindakan
b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap
keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.
c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri.
Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang
terpengaruh.
d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
30

e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang
sakit.
f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan
dengan sensori berlebih.
g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi
stimulus.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi


Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan
Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap
sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha
secara kontinyu
31

e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan


mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
Hb dan albumin dalam batas normal

Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui
selang
Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
32

f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan


terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama


Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
33

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI
/RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach,
An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing
Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.


34

Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai