Anda di halaman 1dari 37

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Gangguan mental organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat


suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit
cerebrovaskuler,intoksifikasi obat).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional adalah
gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum
(contohnya Skizofrenia. Depresi) Dari sejarahnya, bidang neurologi telah
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan Psikiatri
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1 Didalam
DSM IV diputusakan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan
fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang
disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai
Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan
Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di
tempatlain.1
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan
jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan
adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak,
disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang
langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan
penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau
sistem tubuh.4 PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan
Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan
sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan
Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiolognnya (diduga)
jelas Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau
tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom Otak
Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya
penyakit yang menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah
kesadaran yang menurun (delirium )dan sesudahnya terdapat amnesia, pada
Sindrom Otak Organik menahun (kronik) ialah demensia.2,4

1
PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS
GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :
1. Demensia pada penyakit Alzheimer
1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
1.2 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
1.3 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.
1.4 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).
2. Demensia Vaskular
2.1 Demensia Vaskular onset akut.
2.2 Demensia multi-infark
2.3 Demensia Vaskular subkortikal.
2.4 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
2.5 Demensia Vaskular lainnya
2.6 Demensia Vaskular YTT
3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
3.1 Demensia pada penyakit Pick.
3.2 Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob.
3.3 Demensia pada penyakit huntington.
3.4 Demensia pada penyakit Parkinson.
3.5 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).
3.6 Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
4. Demensia YTT.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4


sebagai berikut :

2
1. Tanpa gejala tambahan.
2. Gejala lain, terutama waham.
3. Gejala lain, terutama halusinasi
4. Gejala lain, terutama depresi
5. Gejala campuran lain.
5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
6.1 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
6.2 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
6.3 Delirium lainya.
6.4 DeliriumYTT.
7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik.
7.1 Halusinosis organik.
7.2 Gangguan katatonik organik.
7.3 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
7.4 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
7.4.1 Gangguan manik organik.
7.4.2 Gangguan bipolar organik.
7.4.3 Gangguan depresif organik.
7.4.4 Gangguan afektif organik campuran.
7.5 Gangguan anxietas organik
7.6 Gangguan disosiatif organik.
7.7 Gangguan astenik organik.
7.8 Gangguan kopnitif ringan.
7.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
lain YDT.
7.10 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
YTT.
8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
8.1 Gangguan keperibadian organik
8.2 Sindrom pasca-ensefalitis

3
8.3 Sindrom pasca-kontusio
8.4 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan
dan disfungsi otak lainnya.
8.5 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan
dan disfungsi otak YTT.
9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:


1. Demensia dan Delirium
2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.
3. Aterosklerosis otak
4. Demensia senilis
5. Demensia presenilis.
6. Demensia paralitika.
7. Sindrom otak organik karena epilepsi.
8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan
intoksikasi.
9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:


1. Delirium
1.1 Delirium karena kondisi medis umum.
1.2 Delirium akibat zat.
1.3 Delirium yang tidak ditentukan (YTT)
2. Demensia.
2.1 Demensia tipe Alzheimer.
2.2 Demensia vaskular.
2.3 Demensia karena kondisi umum.
2.3.1 Demensia karena penyakit HIV.
2.3.2 Demensia karena penyakit trauma kepala.
2.3.3 Demensia karena penyakit Parkinson.
2.3.4 Demensia karena penyakit Huntington.

4
2.3.5 Demensia karena penyakit Pick
2.3.6 Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob
2.4 Demensia menetap akibat zat
2.5 Demensia karena penyebab multipel
2.6 Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik
3.1 Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

1. DEMENSIA
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat
dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar, dan ingatan,
bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi,
pertimbangan dan kemampuan social. Kepribadian pasien juga terpengaruhi.
Jika pasien memiliki suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan
memenuhi kriteria diagnostic untuk delirium. Butir klinis dari demensia adalah
identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan
mungkin progresif atau statis, permanen atau reversible. Kemungkinan
pemulihan demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan
ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15 persen
orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang reversible juka
dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan
yang irreversible. 1,6

Epidemiologi
Demensia sebebnarnya adalah penyakit penuaan. Kira-kira lima persen
dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe

5
Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai 25% sari semua orang yang
berusia 85 atau lebih. Factor risiko untuk perkembangan demensia tipe
Alzheime adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan
gangguan tersebut. Dan mempunyai riwayat cedera kepala. Sindrom down juga
secara karakteristik berhubungan dengan perkembangan demensia tipe
Alzheimer. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vascular-
yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit
serebrovakular. Demensia vascular berjumlah 15 sampai 30 persen dari semua
kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang berusia
antara 60 sampai 70 tahun, dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10
sampai 15 persen pasien menderita demensia vascular dan demensia tipe
Alzheimer yang terjadi bersama-sama. Penyebab demensia lainnya yang sering
masing-msing mencerminkan satu sampai 5 persen kasus adalah trauma kepala,
demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan. Contoh penyakit
Huntington, dan penyakit Parkinson. 1,6

Penyebab
1. Demensia Vakular
Penyebab utama demensia vascular dianggap adalah penyakit
vascular serebral yang multiple, yang menyebabkan pola gejala demensia.
Gangguan dulu disebut sebagai demensia multi infark. Demensia vascular
paling sering ditemui pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan
hipertensi yang telah ada sebelunya atau factor kardiovaskular lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil
dansedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim
multiple yang menyebabr pada daerah otak yang luas. Penyebab infark
mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat
menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi atau pembesaran kamar
jantung. 1,6
Penyakit Binswanger

6
Penyakit ini juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik
subkortikal. Penyakit ini ditandai dengan adanya infark kecil pada
substansia alba, jadi menyerang daerah korikal. Walaupun penyakit ini
sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan teknik
pencitraan telah menemukan bahwa kondisi tersebut lebih sering terjadi.
2. Penyakit Pick
Penyakit ini ditandai dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal,
gliosis, dan adanya badan pick neuronal, yang merupakan masa elemen
sitoskletal. Penyakit pick ini berjumlah kira-kira lima persen dari semua
demensia yang irreversible. Penyakit pick ini sulit dibedakan dengan
demensia Alzheimer walaupun stadium awal dari penyakit ini lebih sering
ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif
lain yang lebih bertahan. 1,6
3. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit ini adalah penyakit degenerative otak yang jarang
disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat
ditransmisikan, paling mungkin suatu prion yagn merupakan agen
proteinaseus yang tidak mengandung RNA dan DNA. Penyakit ini secara
cepat dan progresif menyebabkan demensia yang berat dan kematiandalam
usia 6 sampai 12 tahun. Penyakit ini ditandai oleh adanya pola
elektroensefalogram (EEG) yang tidak bisa, yang terdiri dari lonjakan
gelombang lambat dengan tegangan tinggi. 1,6
4. Penyakit Huntington
Penyakit ini bisanya disertai dengan perkembangan demensia.
Demensia yang terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia subkortikal
yang ditandai dengan kelainan motoric yang lebih banyak dan kelainan
bicara yagn lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia
padapenyakiti huntinton ditandai oleh perlambatan psikomotor dan
kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan,bahasa, dan
tilikan tetap relative utuh pada stadium awal dan menegah penyakit. Tetapi
saat penyakit berkembang demensia menjadi lengkap, can ciri yang

7
membedakan ini dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya
insidensi depsresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan
kortikosteroid yang klasik. 1,6
5. Penyakit Parkinson
Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit
ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi.
Diperkirakan 20-30% pasien dengan dengan penyakit perkinsin menderita
demensia. Pergerakan yang lambat pada penyakit Parkinson adalah disertai
dengan berpikir yagn lambar pada beberapa pasien yang terkena., hal ini
disebut juga bradyphenia. 1,6

Diagnosis

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :


A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,
1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas
motoric ataupun fungsi motorik adalah utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik adalah utuh)
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon
dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya

8
berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium
adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel
yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang
berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
1. Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia
2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi
(termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode
depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah
gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan.
4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada
gambaran klinis sekarang.Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.

Diagnosis Klinis
Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien,
termasuk pemeriksaan status mental dan pada informasi dari anggota keluarga,
dan kerabat. Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi
pelupa harus diperhatikan, perhatikan juga bukti pengelakan, penyangkalan,
atau rasionalisasi yang ditujukan untuk menyembunyikan deficit kognitif
keteraturan yang berlebihan, penarikan social, atau kecendrungan untuk
menghunungkan perstiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan
karakteristik. Ledakan kemaraha yang tiba-tiba, atau sarkasme dapat terjadi.
Labilitas emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan, gurauan
yang bodoh, atau ekspresi wajah dan gaya yang bodoh, apatik, atau kosong
menyatakan demensia, terutama jika disertai dengangn gangguan ingatan. 1,6

Gambaran klinis
Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk
kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan

9
untuk gagal jika suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan
penggeseran strategi pemecahan masalah. Ketidak mampuan mengerjakan
tugas menjadi semakin berat. Defek utama dalam demensia melibatkan
orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran. Dan semua fungsi
tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut .
perubahan afektif dan perilaku, seperti control impuls yang defektif dan labilitas
emosional sering ditemukan., seperti juga penonjolan dan perubahan sifat
kepribadian premorbid. 1,6
1. Gangguan Daya Ingat
Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada
demensia yang mengenai korteks, sperti demensia tipe Alzheimer, pada
awal perjalanan demensia gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya
paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan demensia
berkembang gangguan emosional menjadi parah dan hanya informasi yang
dipelajari paling baik dipertahankan. 1,6
2. Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang,
tempat, dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama
1,6
perjalanan penyakit demensia.
3. Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe
Alzheimer sdan demensia vascular dapat mempengaruhi kemampuan
berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata
yang samar, stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Psien jugakesulitan
untuk menyebutkan nama suatu benda. 1,6
4. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu.
Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan
demensia. Pssien dengan demenisa juga mungkin introvert dan tampaknya
kurang memperhatikan tentang efdek prilaku mereka terhadap orang lain.
Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap
bermusuhan terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasein dengan

10
gangguan frontal dan temporal kemunginan mengalami perubahan
kepribadian yangjelas dan mudah marah yang meledak-ledak.1,6
5. Psikosis
Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan
demensia tipe Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki
waham, terutama dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak
sistematik, walaupunn waham yang kompleks menetap, tersistematik
dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk
kekerasan lainnya adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai
gejala psikotik. 1,6
6. Gangguan lain
6.1.Psikiatrik.
Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan
adalh gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia.
Walaupun sindrom gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan
pada 10 sampai 20 % psien demensia. Pasien dengan demensia juga
menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang
extreme tanpa provokasi yang terlihat. 1,6
6.2.Neurologis
Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering
juga terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi
neurologis yang atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan.
Reflex primitive seperti reflex menggenggam, moncong, mengisap, kaki
tonik, dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan
neurologis dan ditemukan juga jerks mioklonis. Pasien dengan
demensia vascular mungkin mempunyai gejala tambahan seperti nyeri
kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal dan ganggua
tidur yang mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular.
Pasli serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering pada demnsia
vaksular daripada demensia lain. 1,6
6.3.Reaksi katastropik

11
Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam
berprilaku abstrak, kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil
perbedaan dan persamaandari konsep tersebut. Sulitmemecahkan
masalah danalasan yang logis. Ditemukan juga control impulse yang
buruk, khususnya pad ademnsia yang mempenaruhi lobus frontalis. 1,6
6.4.Syndrome Sundowner
Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh
secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan
yang mengalami sedasi berat da pada pasien demensia yang bereaksi
secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif.
Sindrom ini juga terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli
external. 1,6

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis


Perjalanan klasik dari dementia adalah onsetnya pada pasien yang
berusia 50 an dan 60 an denga perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun,
yang akhirnya menyebabkan kematian. Usia saat onset dan kecepatan
perburukannya adalah bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan
dalam kategori diagnostic individual. 1,6
Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda
yang samar-samar yang pada awalnya mungkin diketahui oleh pasien dan orang
yang paling dekat denga pasien. Onset gejala yang bertahap paling sering
berhubungan denga demensia tipe Alzheimer, demensia vascular,
endokrinopati, tumor otak dan gangguan metabolis. Sebaliknya onset demensia
yang disebabkan oleh trauma kepala, henti jantung dan hipoksia serebral atau
ensefalopati mungkin terjadi secara tiba-tiba. Walaupun gejala fase awal
demensia adalah samar-samar, gejala menjadi jelas saat demensia berkembang.
Pasien demensia mungkin peka terhadap penggunaan benzodiazepine atau
alcohol yang dapat mencetuskan perilaku yang teragitasi, agresif dan psikotik.
Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena sifat

12
otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang
hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat. 1,6
Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada
demensia yang reversible jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia
bervariasi dari kemajuan yang tetap dampai bemburukan demensia yang
bertambah sampai suatu demensia yang stabil. 1,6
1. Factor psikososial
Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor
psikososial. Pasien yang mempunyai onset demensia yang cepet
menggunakan lebih sedikit pertahanan dibandingkan denga pasien yang
mengalami onset bertahap/ kecemasan dan depresi mungkin memperkuat
dan memperburuk gejala, pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang
mengeluh gangguan daya ingat, tetapi pada kenyataannya, menderita dari
suatu gangguan depresif. Jika depresi diobati, defek kognitif menghilang. 1,6
2. Demensia Tipe Alzheimer
Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien
dengan demensia tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia
kurang dari 65 dan 70 tahun. Perjalanan gangguan secara karakteristik
adalah penurunan bertahap selama 8 sampai 10 tahun, walaupun perjalanan
dapat jauh lebih cepat atau jauh lebih bertahap. Jika gejala demensia telah
menjadi berat kematian sering kali terjadi setelah periode waktu yang
singkat.1,6
3. Demensia Vaskular
Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vascular
kemungkinan mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer
terdapat penahanan kepribadian yang lebih besar pada pasiendengan
demensia vascular. Perjalanan demensia vascular sebelumnya telah
digambarkan sebagai bertahap dan setengah-setengah. 1,6
Pengobatan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak
yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika
pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Pendekatan pengobatan

13
umumpada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan media
suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, danpengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik. 1,6
1. Pengobatan Famakologis
Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan,
dokter meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresan untuk depresi, dan antipsikotik untuk waham dan halusinasi.
Tapi perlu diperhatikan adanya efdek idiosinkrartik dari obat lanjut usia
sperti perangsanganyang paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat
dengan aktivitas kolinergik tinggi dihindari. Benzodiazepine kerja singkat
dalam dosis kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedative lebih disukai
untuk pasien demensia. 1,6
Tetrahydroaminoacridine telah dianjurkan oleh FDA sebagai suatu
pengobatan untuk penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor
akitivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang. Karen
aktivitas kolinimimetik dari obat, dapat terjadi peningktan kadar enzim hati.
1,6

2. Faktor psikodinamik
Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang
bermakna pada pasien dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki
kontinuitas selama perjalanan waktu adalah tergantung pada ingatan. Dari
segi psikodinamik, dapat tidak terdapat hal tertentu seperti suatu demensia
yang tidak dapat diobati.

14
GANGGUAN SUASANA PERASAAN

A. Definisi

Mood didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat pervasif dan


bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.
Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood yang
patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang merupakan
gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu, gangguan mood dikenal
dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood lebih disukai
karena mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap dari seseorang
sedangkan afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat itu. Gangguan
mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan gejala-gejala
yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang mempengaruhi
fungsi dan pola kehidupan sehari-hari.1 Pemeriksa dapat menilai suasana
perasaan pasien dari pernyataan yang disampaikan oleh pasien, dari ekspresi
wajah, perilaku motorik, atau bila perlu dapat ditanyakan kepada pasien tentang
suasana perasaan yang dialaminya.3

Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) merupakan


sekelompok penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan fundamental dari
kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).3

Mood dapat digambarkan dengan mood yang depresi, berputus asa, iritabel,
cemas, marah, ekspansif, euforia, kosong, bersalah, perasaan terpesona, sia-sia,
merendahkan diri, ketakutan, kebingungan. Mood dapat labil, ber-flukmasi,
atau berubah-ubah dengan cepat dan ekstrim (misalnya tertawa keras pada saat
tertentu kemudian berubah menangis dan berputus asa). Berikut uraian
beberapa mood yang dikenal:
1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan

15
2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya
mood yang tertekan atau melambung.
3. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang
tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap
kepentingan atau makna seseorang.
4. Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat mudah
diganggu atau dibuat marah.
5. Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan depresi atau
dibuat marah.
6. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan kesenangan;
suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.
7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.
8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy): perasaan kegairahan yang kuat.
9. Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis.
10. Anhedonia: hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas
rutin dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.
11. Duka cita (berkabung): kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang
nyata.
12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau
menyadari emosi atau mood seseorang.

Gangguan mood didefinisikan dalam jangka kejadian-terpisah periode waktu


di mana perilaku seseorang didominasi oleh baik mood depresi atau manic.
Sayangnya, kebanyakan orang dengan pengalaman gangguan mood
mengalaminya lebih dari satu peristiwa/episode.

Dua tipe utama gangguan mood, yaitu :


Unipolar disorder adalah gangguan psikologis dimana seseorang hanya
mengalami kejadian depresi, tidak terdapat episode manic.
Bipolar disorder adalah gangguan psikologi, ditandai dengan perubahan mood
atau perasaan yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan
mania.Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati

16
penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar)
yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang
ekstrim.

Afek merupakan respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat
ekspresi wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuh pasien (bahasa
tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi sesaat, dapat bersesuaian dengan
mood maupun tidak. Penilaian terhadap afek dapat berupa afek normal, terbatas,
tumpul, atau mendatar.2 Gambaran afek normal dapat terlihat dari variasi
ekspresi wajah, intonasi suara, serta penggunaan tangan dan pergerakan tubuh.
Ketika afek menjadi terbatas, maka luas dan intensitas ekspresi pasien
berkurang. Pada gambaran afek vang menumpul, terlihal intensitas ekspresi
emosi berkurang lebih jauh. Afek mendatar ditandai dengan tidak adanya
ekspresi aktif, intonasi bicara monoton, dan ekspresi wajah datar. Tumpul,
datar, dan terbatas digunakan untuk menggambarkan kedalaman emosi,
sedangkan depresi, bangga, marah, ketakutan, cemas, rasa bersalah, euforia, dan
ekspansif digunakan untuk menunjukkan suatu gambaran afek tertentu. Berikut
uraian afek:
1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang
harmonis (sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang
menyertai; digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau
penuh, di mana rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara
sesuai.
2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan antara
irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan.
3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang
dimanifestasikan oleh penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan
yang diungkapkan keluar.
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas
irama perasaan yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas
menurun.

17
5. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda
ekspresi afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.
6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan
tiba-tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.

B. Etiologi

1. Faktor Biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting
dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi
yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi
antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat yang normal,
otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan
neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan
depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab
gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania.4

Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering dihubungkan


dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada
beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang
rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresan jangka
panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin. Dopamin
juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data
menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat
pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada
penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai juga
dengan gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti
tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi
jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi
pada depresi.1

18
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan
memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-
dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium channel
blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu regulasi
kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi
glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.5

Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin


dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second
messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium
mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood.1

Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi


abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis, disregulasi
pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam
gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami penurunan sekresi
melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan
LH serta penurunan kadar testosteron pada laki-laki.1

Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah


mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan
gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan
kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.1

Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan


pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel
serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan
gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa
pasien dengan gangguan depresif berat memiliki nukleus kaudatus yang lebih

19
kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan
penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada
pasien depresi berat.1

Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem


limbik, ganglia basalis, dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan
sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat ditemukan
bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus dihubungkan
dengan perubahan pola tidur, nafsu makan, dan perilaku seksual pada pasien
dengan depresi.1

2. Faktor Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko
lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya.
Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang
menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi, namun diperlukan
suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh
gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih
berpengaruh pada individu muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian
oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth
University menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor
genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari
depresi berat.4

Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan


petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen reseptor D1
terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase yaitu enzim yang
membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di kromosom 11.1 Sekitar
25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus dekat sentromer
pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada kromosom 21q22.3.
Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan bipolar namun gangguan ini

20
biasanya merupakan hasil dari kombinasi faktor keluarga, biologis, psikologis
dan faktor sosial.7

3. Faktor Psikososial
Dalam mengulas kontribusi genetik terhadap penyebab depresi dapat
dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada
pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik
untuk masing-masing individu.
a. Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-orang
yang dimintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup menganggur,
sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan hubungan, kesulitan ekonomi, dan
lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya gangguan mood
atau kambuhnya sebuah gangguan mood, terutama depresi mayor. Dan pada
orang-orang dengan depresi mayor ini sering kali kurang memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah interpersonal
dengan teman, teman kerja atau supervisor.
b. Teori Humanistic
Menurut teori ini, seseorang menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi
keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan
autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap sebagai
tempat yang menjemukan (Nevid, 2003: 240-243).
c. Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat atribusi
bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam kehidupannya (baik
sesuai kenyataan maupun tidak).
d. Negative Cognitive Styles
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang difokuskan secara
negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian terdekatnya, dan masa
depannya. Di mana menurut Beck, penderita depresi memandang yang terburuk
dari segala hal. Bagi mereka, kemunduran terkevil sekalipun merupakan
bencana besar.

21
C. Gangguan Suasana Perasaan PPDGJ III

Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III:3


F30 Episode Manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.2 Mania dengan gejala psikotik
F30.8 Episode manik lainnya
F30.9 Episode Manik YTT
F31 Gangguan Afektif Bipolar
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala
psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala
psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau
sedang
.30 Tanpa gejala somatik
.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa
gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan
gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT
F32 Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik

22
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan Depresif Berulang
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan
gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap
F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
lainnya
F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya
F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal
lainnya
.00 Episode afektif campuran

23
F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang
lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya YDT
F39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

E. Gangguan Mood Menurut DSM-IV-TR

Gangguan Depresi
296.xx Gangguan Depresi Mayor
300.4 Gangguan Distimia
311 Gangguan Depresi yang Tidak dapat Dispesifikasi
Gangguan Bipolar
296.xx Gangguan Bipolar I (GB-I)
296.89 Gangguan Bipolar II (GB-II)
301.13 Gangguan Siklotimia
296.80 Gangguan Bipolar yang Tidak Dapat Dispesifikasi
Gangguan Mood Lainnya
293.83 Gangguan Mood disebabkan…. (tunjukkan kondisi medik umumnya)
29.x.xx Gangguan Mood Akibat Zat
296.90 Gangguan Mood yang Tidak dapat Dispesifikasi

24
E. Terapi Farmakologi

Stabilisator Mood
Litium
Indikasi : episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat
sebagai terapi rumatan GB.
Dosis : Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan
menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4
mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis
untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi
rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil
dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas
litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
Efek samping : mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan
penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pulaterjadi
akibat penggunaan litium. Neurotoksisitas bersifat ireversibel.
Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya,
ataksia, defisist memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi
litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal.
Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya

25
penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium dapat mengalami poliuri.
Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.
Kontraindikasi : gangguan ginjal, kehamilan.

Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania. Valproat tersedia dalam bentuk:
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan
sodium valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang
dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria

Dosis : Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat


dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia
diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk
mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan
setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45-125 mg/mL.
Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit
serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum >100 mg/mL. Untuk terapi
rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100
mg/mL.

Indikasi : Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor
akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium,
siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.

26
Efek Samping : anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat
ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi
pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan
berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada
penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet
salut sodium divalproat.

Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat
kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.
Indikasi : Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik
akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis : Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Efek Samping : Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan
berbagai bentuk kemerahan di kulit.

Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai
terapi lini pertama untuk GB.

Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
Dosis :Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar
pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP)
dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk
orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua
minggu.

27
Indikasi :Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk
terapi rumatan.
Efek Samping : sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat
badan, berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak
terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering,
mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya
sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada
pemberian risperidon.

Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas
terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2);
muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik.
Indikasi : Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode
akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis : Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
Efek Samping : Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat
rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya
diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik
lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya
merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.

Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai
antagonis 5-HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor
adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih
tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.
Dosis : Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800
mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg,

28
100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga
tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi : Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,
campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
Efek Samping : Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi
merupakan efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang
dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat badan
lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik.

Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. Aripiprazol merupakan
agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5-HT2A. Ia juga
mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c,
5-HT7, a1- adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan
tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
Dosis : Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila
ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis.
Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan
tolerabilitas.
Indikasi : Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran
akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi
tambahan pada GB I, episode depresi.
Efek Samping : Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh
kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak
berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-
kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan
penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan
berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu,

29
peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan
perubahan interval QTc.

Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus
dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi
hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania,
antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan
antipsikotika atipik.

F. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok,
psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya.
Intervensipsiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan remisi.

G. PROGNOSIS
Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan
suasana perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini
memiliki perjalanan yang panjang dan pasien cenderung mengalami
kekambuhan.

Prognosa baik apabila:


 Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik
 Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali perawatan
 Selama masa remaja memiliki riwayat persahabatan yang erat dan baik
 Pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh
 Fungsi keluarga yang stabil dan baik
 Tidak ada gangguan psikiatri komorbid
 Tidak ada gangguan kepribadian.5
Prognosa buruk apabila:

30
 Adanya penyerta gangguan distimik
 Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya
 Gejala gangguan kecemasan
 Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.
 Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan
perempuan.1
Gangguan depresif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini
cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami
relaps. Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Sepertiga dari semua
pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-bukti penurunan
sosial yang bermakna.1

31
GANGGUAN NEUROTIK

A. Pengertian Neurotik
Gangguan neurotik adalah gangguan di mana gejalanya membuat
distres yang tidak dapat diterima oleh penderitanya. Hubungan sosial mungkin
akan sangat terpengaruh tetapi biasanya tetap dalam batas yang dapat diterima.
Gangguan ini relatif bertahan lama atau berulang tanpa pengobatan.
Neurotik merupakan suatu penyakit mental yang lunak, dicirikan dengan
tanda-tanda: wawasan yang tidak lengkap mengenai sifat – sifat kesukarannya,
konflik-konflik batin, reaksi-reaksi kecemasan, kerusakan parsial atau sebagian
pada struktur kepribadiannya, seringkali, tetapi tidak selalu ada, disertai pobia,
gangguan pencernaan, dan tingkah laku obsesif kompulsif (Chaplin, 2002).

B. Macam – macam Gangguan Neurotik


1. Gangguan fobik
2. Gangguan panik
3. Gangguan ansietas menyeluruh
4. Gangguan campuran ansietas dan depresi
5. Gangguan Obsesif kompulsif
6. Gangguan penyesuaian
7. Gangguan somatoform

C. Gejala-Gejala Neurotik
Walaupun penderita neurotik menujukkan berbagai gejala, namun pada
umumnya ditunjukkan oleh adanya gambaran diri yang negatif, cenderung
merasa kurang mampu dan merasa rendah diri. Gejala utamanya adalah
kecemasan, selain itu perasaan depresi juga dapat ditemui pada penderita
neurotik, pada umumnya sering terlihat murung. Gejala lain dari neurotik
adalah individu menjadi sangat perasa, penyesuaian diri yang salah, kesulitan
konsentrasi atau dalam mengambil keputusan.
Orang yang mengalami gangguan neurotik ditandai oleh:

32
1. Anxiety, sebagai simbol rasa takut, gelisah, rasa tidak aman, tidak mampu,
mudah lelah, dan kurang sehat.
2. Depressive Fluctuations, tanda mudah tertekan, susah, suasana hati muram,
mudah kecewa.
3. Emosional Sensitivity, sangat perasa, tidak mampu menyesuaikan secara
baik emosi dan sosialnya, labil. Mudah tersinggung dan banyak melakukan
mekanisme pertahanan diri.
a. Gejala Utama:
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
b. Gejala Tambahan:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan/perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan terganggu

D. Penyebab Neurotik
Sebab-sebab timbulnya gangguan neurotik, adalah:
1. Tekanan-tekanan menyebabkan ketakutan yang disertai dengan kecemasan
dan ketegangan-ketegangan dalam batin sendiri yang kronis berat sifatnya.
Sehingga orang yang bersangkutan mengalami mental breakdown.
2. Individu mengalami banyak frustrasi, konflik-konflik emosionil dan konflik
internal yang serius, yang sudah dimulai sejak kanak-kanak.
3. Individu sering tidak rasionil sebab sering memakai defence
mechanism yang negatif dan lemahnya pertahanan diri secara fisik dan
mental.
4. Pribadinya sangat labil tidak imbang dan kemauannya sangat lemah sosial
dan tekanan

33
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab gangguan
neurotik bisa berasal dari individu itu sendiri, seperti keterbatasan individu
dalam menghadapi masalahnya, gagalnya individu untuk memecahkan
persoalan yang dihadapi. Penyebab lainnya berasal dari luar individu, seperti
adanya tekanan-tekanan sosial dan tekanan kultural yang sangat kuat, adanya
pengaruh lingkungan yang buruk. Semua itu bisa menyebabkan ketakutan yang
disertai dengan kecemasan, ketegangan batin, frustrasi, konflik-konflik
emosional, individu menggunakan mekanisme pertahanan diri yang negatif,
yang bisa mengakibatkan gangguan mental. Gangguan mental itu adalah
perilaku individu yang neurotik.

E. Perawatan pada Klien dengan Gangguan Neurotik


Tujuan dari perawatan pada klien dengan gangguan neurotik antara lain :
1. Menurunkan atau menghilangkan gejala gangguan neurotik
2. Mengembalikan fungsi utama tubuh
3. Meminimalkan resiko relaps atau rekurens
a. Terapi Non-Farmakologi
1) Olahraga Teratur
2) Asupan Diet Berimbang
3) Hindari minum alcohol atau menggunakan narkoba dan pengobatan
yang tidak dianjurkan
4) Tidur yang cukup
5) Bersabar dan bersikap baik pada diri sendiri
6) Curhat
7) Lakukan rutinitas
8) Hindari kerja ekstra atau lembur
9) Melakukan psikoterapi

34
b. Terapi Farmakologi
Jenis Obat lini Dosis Obat Lini Alternatif
Gangguan pertama Kedua

Gangguan Venlafaxin 75mg/hari Benzodiazepin Hidroksizin


kecemasan
Paroksetin 20mg/hari Imipramin
umum
Escitalopram 10mg/hari Buspiron

Gangguan Fluoksamin 20mg/hari Imipramin Fenelzin


kepanikan
Fluoksetin 20mg/hari Klomipramin

Alprazolam

Klonazepam

Gangguan Paroksetin 20mg/hari Citalopram Busipron


kecemasan
Sertralin 50mg/hari Escitalopram Gabapentin
social
Venlafaxin XR 37,5/75mg/hari Fluvoxamin Fenelzin

Klonazepam

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.
2. Elvira, Silvia D. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. FKUI.
3. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III:
Pedoman Diagnostik: F 30-39: Gangguan Suasana Perasaan (Mood
[Afektif]). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK Unika Atmajaya. 2007.
4. Lubis NL. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2009.
5. Soreff S, McInnes LA. Bipolar Affective Disorder. [Online]. 2010 Feb 9 [cited
2010 June 4]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/286342-overview
6. Baldwin DS, Birtwistle J. An Atlas of Depression. New York: The Parthenon
Publishing Group. 2002.
7. Pedoman Tatalaksana GB PDSKJI 2010 diakses dari http://pdskji.org tanggal
02 April 2015.
8. Bipolar disorder. National Institute of Mental Health.
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-
disorder/index.shtmldiakses tanggal 02 April 2015.
9. Appendix D—DSM-IV-TR Mood Disorders-Managing Depressive Symptoms
in Substance Abuse Clients During Early Recovery diakses dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK64063/ diakses tanggal 02 April 2015
.
10. Neal, Michael J. Depresi dalam At a Glance Farmakologi Medis edisi 4.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 2008.
11. Neal, Michael J. Gangguan Afektif Bipolar dalam At a Glance Farmakologi
Medis edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2008.

36
12. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak
Psikiatri Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal
481-570.
13. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi
keenam, cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995. hal 28-42.
14. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2008. hal 189-192.
15. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi
Maslim. Jakarta 2003. hal 3-43.
16. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga
University Press, Surabaya 1992. hal 179-211.
17. Kaplan. H. I, Sadock B.J. Phsychiatry Text Book.

37

Anda mungkin juga menyukai