Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC/TB) merupakan suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Tuberkulosis paru masih terus
menjadi masalah kesehatan didunia terutama dinegara berkembang. Tuberkulosis
biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula menyerang susunan saraf pusat, system
limfatik, system pernapasan, system genitourinaria,tulang, persendian bahkan kulit
(Kemenkes RI, 2012; Amin et al, 2009)
Secara global pada tahun 2016, terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta
– 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. WHO
mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk TBC
berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR-TBC. Indonesia bersama 13
negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia
memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC. (WHO, 2017)
Angka prevalensi TB Indonesia pada tahun 2014 sebesar 297 per 100.000
penduduk. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TB
dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk
berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TB BTA positif sebesar 257 per 100.000
penduduk berumur 15 tahun ke atas. Pada tahun 2017, jumlah kasus baru TBC di
Indonesia sebanyak 420.994 kasus (data per 17 Mei 2018). (Kemenkes RI, 2015;
Kemenkes RI, 2018).
Jawa Timur menempati posisi kedua sebagai penyumbang kasus TB terbesar
setelah Jawa Barat. Kota Surabaya merupakan kota dengan tingkat kasus TB Tertinggi
di Jawa Timur. Berdasarkan Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017, dari
39.292.972 penduduk di Jawa Timur terdapat jumlah kasus TBC sebanyak 48.323,
dimana 22.585 diantaranya dengan BTA positif. (Kemenkes RI, 2017).
Jumlah penemuan seluruh kasus TB di Kabupaten Madiun pada bulan Januari-
Desember 2018, yaitu sebanyak 1.103 kasus dari 681.394 penduduk, yang mana 423
kasus dengan BTA+, 558 kasus dengan BTA negatif dan rontgen postif, 77 kasus TB
ekstraparu, 17 kasus kambuh/gagal/dropout, dan 29 kasus anak-anak. Pencapaian Case
Detection Rate (CDR) di Kabupaten Madiun tahun 2018 adalah 58,9%, angka tersebut

1
masih dibawah target CDR yang ditetapkan yaitu sebesar 70%. (Dinas Kesehatan
Kabupaten Madiun, 2018)
Berdasarkan data dari puskesmas Kare, dari 30.334 penduduk didapatkan jumlah
kasus temuan penderita TB dan diobati pada tahun 2018, adalah 10 orang, antara lain 5
orang dengan BTA +, 3 kasus dengan BTA negatif dan rontgen postif, 1 kasus TB
ekstraparu, 1 kasus kambuh/gagal/dropout. Target CDR yang ditetapkan yaitu sebesar
70%. Pencapaian Case Detection Rate (CDR) TB di Puskesmas Kare tahun 2018 adalah
12%, angka tersebut masih jauh di bawah target CDR TB yang ditetapkan yaitu sebesar
70%. (SPM Puskesmas Kare, 2018)
Desa Randualas menjadi salah satu desa dari 8 Desa di Kecamatan Kare yang
masuk dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), data
Kemenkes RI per Januari 2019 menunjukkan bahwa desa Randualas memiliki
persentase cukup rendah pada indikator kesehatan TB paru, dimana jumlah penderita
TB paru yang mendapatkan pengobatan sesuai standar di desa tersebut hanya sebesar
15,69% dari total persentase 100%. (Kemenkes RI, 2019)
Penyakit TB paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh menurun.
Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit sebagai hasil interaksi
antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment)
dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan
terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
seseorang pada saat itu. (Kemenkes RI, 2018)
Pada negara yang sedang berkembang terdapat keadaan dimana adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu lebar (sangat
kaya hingga sangat miskin). Masih banyak ditemukan masalah kemiskinan (masalah
kondisi sanitasi, papan, sandang, pangan, dan gizi buruk) disebagian kelompok
masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit tuberkulosis menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
angka kejadian tuberkulosis (Kemenkes, 2014).
TB dapat bisa disembuhkan bila ditangani dengan tepat, dan bisa berujung
kematian bila dibiarkan. Sering terjadi under-treatment atau over-diagnosis karena
berbagai alasan. Misalnya orang yang tak sadar bahwa ia sakit TB sehingga tidak
berobat, lalai minum obat, dsb. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan seperti rantai
penularan yang terus berlanjut dan kuman yang menjadi resisten terhadap obat (TB-
MDR, multi drugs resistance). Kasus infeksi oleh kuman yang resisten akan menambah
beban baik pasien maupun negara. Karena sulit, kasus TB-MDR perlu 1,5 tahun
pengobatan dengan biaya yang mahal.(Depkes, 2014)

2
Oleh karena itu, penulis ingin membuat suatu program penanggulangan TB
secara komprehensif dimulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative dengan
menggerakkan sumber daya manusia yang ada dalam upaya penanggulangan TB, yaitu
kader kesehatan masyarakat. Kader kesehatan masyarakat diharapkan dapat ikut
berperan serta membantu upaya penjaringan suspek TB hingga ikut memantau
pengobatan TB pada masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakan pengaruh penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan kader
mengenai penyakit Tuberkulosis di Desa Randualas?

C. Tujuan Program
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan penemuan suspek Tuberkulosis di Desa Randualas
sehingga membantu penyembuhan penderita dan memutus rantai penularan
Tuberkulosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kader tentang penyakit Tuberkulosis.
b. Meningkatkan wawasan dan pengetahun kader mengenai Tuberkulosis
c. Meningkatkan partisipasi kader dalam penanganan Tuberkulosis di Desa
Randualas
d. Meningkatkan angka penemuan suspek Tuberkulosis di Puskesmas Kare

D. Manfaat Program
1. Manfaat bagi Puskesmas
a. Sebagai bahan informasi bagi puskesmas untuk meningkatkan angka penemuan
suspek TB di Puskesmas Kare.
b. Memberikan kontribusi data pada puskesmas sebagai evaluasi program promosi
kesehatan TB di Puskesmas Kare
c. Sebagai masukan dalam upaya untuk meningkatkan promosi kesehatan
mengenai penyakit TB di wilayah kerja Puskesmas Kare.
2. Manfaat bagi Kader
a. Membuka wawasan dan pengetahuan kader mengenai TB
b. Meningkatkan peran serta kader dalam penanggulangan TB
3. Manfaat bagi Masyarakat
a. Mengurangi dan memutus rantai penularan TB di masyarakat
b. Membantu penderita agar mendapatkan pengobatan yang tepat dalam
menangani penyakitnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis / TB / TBC
1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman TB dapat menyerang berbagai
organ tubuh, tetapi sebagian besar menyerang paru. Yang disebut dengan suspek TB
adalah orang yang memiliki gejala atau tanda TB seperti batuk produktif lebih dari 2
minggu dengan disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptysis)
dan/atau gejala tambahan seperti tidak nafsu makan, berat badan turun, mudah lelah
dan berkeringat malam (Isbaniyah F. et al, 2011; Kemenkes RI 2011)
Untuk menentukan suatu kasus TB pasti adalah dari spesimen klinik
(jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) ditemukan Mycobacterium
tuberculosis. Apabila terdapat keterbatasan kapasitas laboratorium dalam
mengidentifikasi kuman TB, penegakan diagnosis TB adalah dengan ditemukan satu
atau lebih dahak BTA positif. Selain itu apabila pasien telah melakukan pemeriksaan
penunjang untuk TB dan telah didiagnosis menderita TB oleh dokter atau maupun
petugas kesehatan dan dilakukan pengobatan dengan panduan serta lama
pengobatan yang lengkap (Isbaniyah F. et al, 2011)

2. Manifestasi Klinis
Pada penderita TB gejala yang ditunjukkan berupa gejala umum dan gejala
respiratorik. Gejala umum seperti demam dan malaise. Demam yang disertai dengan
berkeringat timbul pada petang dan malam hari dan bersifat hilang timbul. Malaise
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama berupa pegal-pegal, rasa lelah,

4
anoreksia, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan dan pada perempuan
dapat terjadi amenorea (Djojodibroto, 2007)
Gejala respiratorik yang dapat terjadi adalah batuk kering atau pun batuk
produktif. Sifat dari batuk ini persisten oleh karena perkembangan penyakit yang
lambat Batuk tersebut bisa menjadi indikasi penyakit tuberkulosis paru aktif. Sesak
napas dapat timbul apabila terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan
bronkus atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar. Jika terjadi
nyeri dada, hal ini karena pleura terlibat dalam proses penyakit dan nyeri bersifat
nyeri pleuritik. Hemoptysis bisa saja terjadi dari yang ringan sampai masif
(Djojodibroto, 2007)
Pada fase awal penyakit, pemeriksaan fisik sangat tidak sensitif dan sangat
non spesifik. Diagnosis lebih mudah ditegakkan pada fase lanjut melalui
pemeriksaan fisik. Pada fase ini terdapat demam, penurunan berat badan, crackle,
mengi dan suara bronkial. (Djojodibroto, 2007)

3. Klasifikasi
Terdapat 4 klasifikasi kasus TB, yaitu (1) letak anatomi penyakit, (2) hasil
pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi), (3) riwayat
pengobatan sebelumnya dan (4) status HIV pasien (Isbaniyah F. et al, 2011)
1. Letak anatomi penyakit
Berdasarkan lokasi anatomi penyakit, TB dibagi menjadi TB Paru karena
mengenai parenkim paru dan TB Ekstraparu apabila mengenai organ di luar paru
seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus),
traktus genitourinarius, abdomen, selaput otak, sendi, tulang dan kulit.
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi)
TB paru dengan BTA (Bakteri Tahan Asam) positif jika terdapat minimal
satu dari sekurang-kurangnya dari dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil
positif pada laboratorium yang telah memenuhi syarat external quality
assurance (EQA) dan sebaiknya untuk satu kali pemeriksaan dahak diambil
ketika pagi hari. Apabila tidak terdapat laboratorium dengan syarat EQA, TB
paru dengan BTA positif apabila ditemukan dua atau lebih hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau satu hasil dahak BTA positif disertai dengan foto toraks
yang sesuai dengan gambaran TB. Selain itu, disebut juga TB paru BTA positif
apabila hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.
Tuberculosis positif

5
TB paru dengan BTA negatif jika sedikitnya dua dari hasil pemeriksaan
laboratorium dengan syarat EQA hasilnya negatif. Untuk memastikan diagnosis,
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak
negatif terutama jika berada pada daerah yang prevalens HIV > 1% atau pasien
TB dengan kehamilan ≥ 5%.
Kasus bekas TB adalah apabila hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan
juga negatif bila ada gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang sudah
tidak aktif, atau foto serial (dalam 2 bulan) gambaran menetap. Akan lebih
mendukung apabila memiliki riwayat pengobatan OAT (Obat Anti Tuberculosis)
yang adekuat.
3. Riwayat pengobatan sebelumnya
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pasien TB dibagi menjadi
beberapa tipe yaitu (Hasan, 2010):
1) Baru
Merupakan pasien yang belum pernah diobat dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (<4 minggu/ < 28 dosis).
2) Kambuh (Relaps)
Merupakan pasien TB yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan telah lengkap,
tetapi didiagnosis kembali dengan TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis.
3) Pengobatan setelah putus berobat (Default/Lost to Follow up) Merupakan
pasien dengan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
4) Gagal (failure)
Merupakan pasien yang hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Pindah (Transfer In)
Merupakan pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan lain
yang mempunya register TB untuk melanjutkan pengobatan.
6) Lain-lain
Merupakan kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria di depan. Kasus
kronik termasuk dalam kelompok ini. Kasus kronik adalah pasien dengan
hasil pemeriksaan BTA masih positif meskipun pengobatan ulangan telah
selesai.

6
4. Status HIV pasien
Mengetahui status HIV pasien adalah hal yang sangat penting untuk
menetapkan proses pengobatan. Pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA),
infeksi TB laten mudah berkembang menjadi TB aktif karena sistem imunitas
yang menurun (Isbaniyah F. et al, 2011).

4. Patogenesis dan Patologi


Penyakit TB menular dari penderita ke orang lain secara langsung melalui
udara. Dengan ada hubungan yang dekat dengan penderita, maka akan semakin
mudah tertular (terinfeksi). Ketika penderita TB batuk dan menghasilkan droplet
yang mengandung basil TB melayang di udara dan terhirup oleh orang yang sehat,
droplet akan masuk ke dalam dinding sistem pernapasan. Droplet-droplet tersebut
akan masuk dan terdampar pada bagian-bagian di saluran pernapasan. Droplet besar
terdampar pada saluran pernapasan atas dan droplet kecil masuk ke dalam alveoli.
Basil TB yang sudah masuk ke dalam saluran pernapasan akan membentuk tempat
pembiakan basil tuberkulosis sehingga membuat tubuh penderita mengalami reaksi
inflamasi. Ketika Basil TB masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perlawanan terhadap
Basil TB tetapi jenis perlawanan bergantung kepada pengalaman tubuh apakah
sudah pernah mengenal basil TB atau belum. (Djojodibroto, 2007).
Pada individu yang baru pertama kali terinfeksi basil TB, awalnya akan
memberikan reaksi seperti ketika terdapat benda asing di dalam saluran pernapasan
karena tubuh belum mempunyai pengalaman dengan basil TB. Basil TB akan
difagositosis oleh makrofag, tetapi makrofag yang akan memfagositosis belum aktif
dan selama periode itu basil TB berkembang biak dengan bebas, intraseluler
maupun ekstraseluler di dalam sel yang memfagositosisnya. Selama tiga minggu,
terjadi proses peradangan, tetapi tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas
seluler. Setelah tiga minggu, tubuh akan mengenali seluk beluk basil TB. Setelah 3-
10 minggu, tubuh memberikan perlawanan yang berarti terhadap basil TB sehingga
timbul reaktivitas dan peradangan spesifik. Dalam 10 minggu, pembentukan
pertahanan imunitas seluler lengkap11.Lewat dari minggu ke 3, basil TB akan
difagositosis oleh makrofag dan basil tersebut pada umumnya mati, tetapi basil TB
yang virulen tetap bertahan hidup. Tidak ada gejala atau tanda-tanda yang terlihat
pada orang yang terinfeksi basil TB, tetapi apabila dilakukan tes mantoux (setelah 3
minggu terinfeksi) dapat terlihat hasil positif terinfeksi basil TB. (Sudoyo et al,
2009; Djojodibroto, 2007).

7
Basil TB dapat membelah diri dengan lambat di alveolus dan di tempat
pembelahan tersebut akan terbentuk lesi inisial tempat pembentukan granuloma.
Lesi tersebut dapat mengalami nekrosis dan perkijuan (kaseasi) di tengah, kemudian
terbentuk fibrosis yang mengelilingi granuloma sehingga infeksi tidak menyebar.
Stadium ini disebut infeksi primer. (Djojodibroto, 2007).
Terdapat orang yang dapat mengatasi fokus infeksi primer dan menjadi tidak
sakit, tetapi tidak semua basil TB dapat terbunuh atau tersingkir. Basil TB ini akan
berada pada fase dorman dalam waktu lama. Orang-orang yang terinfeksi basil TB
hanya 10% yang memberikan gejala.Pada awal stadium infeksi primer, terdapat
kemungkinan basil TB menyebar ke tempat lain melalui aliran darah di luar lesi
inisial. Basil TB yang keluar dari lesi inisial tersebut akan berkembang biak di
tempat yang baru (secondary settlement). Secondary settlement dapat terjadi di
apeks paru, ginjal, ujung tulang panjang dan otak. Yang paling sering terjadi
secondary settlement adalah di apeks paru. Meskipun basil TB menyebar, apabila
daya tahan tubuh individu prima maka tidak akan menderita TB. Pada penderita TB
dengan daya tahan tubuh yang lemah, secondary settlement dapat terjadi di seluruh
tubuh dan menderita TB milier (Sudoyo et al, 2009; Djojodibroto, 2007).

5. Penegakaan Diagnosis
a. Diagnosis TB paru
Untuk mendiagnosis TB paru, dilakukan pemeriksaan 3 spesimen dahak
dalam waktu dua hari yang dikumpulkan dengan urutan sewaktu-pagi-sewaktu
(SPS) pada semua suspek TB. (Kemenkes RI 2011)
1) S : Ketika suspek TB berkunjung pertama kali dahak dikumpulkan. Suspek
TB membawa pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari berikutnya.
2) P : Ketika suspek masih di rumah, dahak dikumpulkan di pot setelah bangun
tidur, kemudian pot dibawa ke fasyankes dan diserahkan sendiri kepada
petugas.
3) S : Saat menyerahkan dahak pagi, dahak dikumpulkan lagi di pot untuk
dikumpulkan di fasyankes. Diagnosis TB paru dapat ditegakkan apabila
ditemukan kuman TB
Berdasarkan program TB nasional, diagnosis utama TB adalah dengan
ditemukan BTA pada pemeriksaan dahak mikroskopis. Untuk penunjang
diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti foto toraks,
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat TB apabila sesuai dengan indikasi.

8
Foto toraks tidak dapat menjadi patokan diagnosis TB karena gambaran khas TB
paru tidak selalu muncul sehingga bisa terjadi overdiagnosis. (Kemenkes RI
2011)
b. Diagnosis TB ekstraparu
Pada TB ekstra paru, gejala dan keluhan yang muncul tergantung pada
organ yang terkena. Apabila meningitis TB maka terdapat kaku kuduk, pada TB
pleura (pleuritis) terdapat nyeri dada, pada limfadenitis TB terdapat pembesaran
kelenjar limfe superfisialis, dan lain-lain. Untuk menegakkan diagnosis pasti
perlu dilakukan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopalogis pada
jaringan tubuh yang terkena. (Kemenkes RI 2011)
c. Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)
Pada ODHA penegakan diagnosis TB paru dan TB ekstra paru adalah
sebagai berikut:
1) Pada ODHA dengan TB Paru BTA Positif minimal ditemukan satu
pemeriksaan dahak positif
2) Pada ODHA dengann TB Paru BTA Negatif dari hasil pemeriksaan dahak
negatif dan dari gambaran klinis dan radiologis mendukung TB atau BTA
negatif dengan hasil kultur TB positif
Pada TB Ekstra Paru dilakukan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan
atau histopatologi dari jaringan tubuh yang terkena. (Kemenkes RI 2011)
Pemeriksaan tes cepat Xpert MTB/Rif dapat dilakukan pada ODHA
karena pemeriksaan mikroskopis dahak pada ODHA sering memberikan hasil
negatif. Resistensi terhadap Rifampisin dapat diketahui dengan tes cepat Xpert
MTB/Rif sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pada ODHA.
Tes cepat dapat dilakukan bersamaan (paralel) dengan pemeriksaan mikroskopis
jika fasilitas memungkinkan. (Kemenkes RI, 2014)

9
Gambar 1. Alur Diagnosis TB
(Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

6. Penatalaksanaan
Untuk mengatasi TB, perlu dilakukan pengobatan yang adekuat dan
pengobatan memakan waktu minimal 6 bulan (Djojodibroto, 2007).. Tujuan
pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadi resistensi kuman terhadap Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) (Kemenkes, 2011).

10
Prinsip pengobatan TB menggunakan multidrugs regimen dan OAT dibagi
menjadi dua golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua. Obat lini
pertama meliputi, Isoniazid (H), Etambutol (E), Streptomisin (S), Pirazinamid (Z)
Dan Rifampisin (R). obat lini pertama dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kategori 1
2(HRZE/4(HR)3, kategori 2 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3, kategori anak
2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR. Obat lini kedua digunakan dalam
tatalaksana pasien TB resisten yang terdiri dari Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS (Kemenkes, 2014).
Terdapat kode standar dalam rejimen pengobatan TB yang menunjukkan
tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan
kombinasi OAT dengan dosis tetap. Contoh: 2HRZE/4H3R3 untuk TB kategori 1,
artinya tahap awal/intensif 2HRZE lama pengobatan 2 bulan dan masing-masing
OAT (HRZE) diberikan setiap hari. Tahap lanjutan 4H3R3 lama pengobatan 4 bulan
dan masing-masing OAT diberikan 3 kali seminggu (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2005)

Tabel 1. OAT Lini Pertama


Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan

Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi

Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan, gangguan

Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis

Sumber : Kemenkes, 2014


Dalam program penanggulangan TB, Strategi Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) telah direkomendasikan oleh WHO sejak 1995.
Penatalaksanaan TB dari penemuan pasien sampai dengan pengobatan dikelola
dengan strategi DOTS. DOTS bertujuan untuk menurukan angka kematian serta
kesakitan dan mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Dalam
penatalaksanaan penyakit TB, termasuk dalam surveilans penyakit. Pasien tidak
hanya dipastikan telah menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga
berkaitan dengan sarana bantu yang dibutuhkan. Sarana tersebut meliputi, petugas

11
yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjut
(Kemenkes, 2011).
Prinsip pengobatan TB dalam strategi DOTS adalah dengan memberikan
OAT dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Penggunaan OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin
kepatuhan pasien dalam menelan obat, dilakukan pengawasan langsung oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)3. Paduan OAT-KDT lini pertama diberikan
untuk pasien baru yaitu, pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB paru
terdiagnosis klinis, pasien TB ekstraparu (Kemenkes, 2014).

Tabel 2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR) 3


Tahap Intensif tiap hari selama
Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
Berat Badan 56 hari RHZE
selama 16 minggu RH (150/150)
(150/75/400/2751)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT
≥71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT
Sumber : Kemenkes, 2014

Selain paduan OAT KDT, terdapat paket kombipak. Paket kombipak adalah
paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Pasien yang mengalami efek samping pada
pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya dapat menggunakan paduan OAT ini
(Kemenkes, 2014).
Tabel 3. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

Dosis per hari/kali


Jumlah
Tahap hari/kali
Lama Tablet
Pengobatan Tablet Kaplet Tablet menelan
Pengobatan
Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol obat
@300 mgr @450 mgr @500 mgr @250 mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Sumber : Kemenkes, 2014

Paduan OAT kategori -2 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3 diberikan untuk


pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu

12
pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
aebelumnya dan pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow
up) (Kemenkes, 2014).

Tabel 4. Dosis Paduan OAT kategori 2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3


Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH
Berat
(150/75/400/275 + S) (150/150) + E (400)
Badan
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
2 tab 4KDT + 500
30-37 kg 2 tab 4 KDT 2 tab 2 KDT + 2 Etambutol
mg streptomisin inj.
3 tab 4 KDT + 750
38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab Etambutol
mg streptomisin inj.
4 tab 4KDT + 1000
55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 2 KDT + 4 Etambutol
mg streptomisin inj.
5 tab 4 KDT + 1000 5 tab 4 KDT (>
≥71 kg 5 tab 2 KDT + 5 tab Etambutol
mg streptomisin inj. do maks)
Sumber : Kemenkes, 2014

Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZE/HRZE/5H3R3E3


Tablet Etambutol Junlah
Isoniazid Kaplet Tablet Tablet Tablet hari/kali
Tahap Lama @ 300 Rifampisin Pirazinamid @ 250 @400 Streptomisin menelan
pengobatan Pengobatan mgr @450 mgr @500 mgr mgr Mgr injeksi obat
Tahap Awal
2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis
harian) 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
Tahap
Lanjutan 5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Sumber : Kemenkes, 2014

Terdapat dua tahapan selama proses pengobatan penyakit TB yaitu,


tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan. Pada tahap awal (intensif) untuk mencegah
terjadi resistensi, pasien mendapat obat setiap hari dan diawasi secara langsung.
Dalam waktu dua minggu, apabila pasien dalam tahap intensif diobati dengan tepat,
pasien menular akan menjadi tidak menular dan pada sebagian besar pasien TB
BTA positif menjadi BTA negatif dalam waktu dua bulan. Untuk tahap lanjutan,
pasien mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit, tetapi pengobatan dilakukan

13
dalam jangka waktu yang lebih lama. Pada tahap lanjutan ini, kuman persisten
dibunuh untuk mencegah terjadi kekambuhan. (Kemenkes, 2011)

B. Penyuluhan
1. Pengertian
Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui
pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang
dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah dengan peran serta aktif
individu, kelompok, atau masyarakat untuk memecahkan masalah dengan
memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan budaya setempat. Selanjutnya,
penyuluhan gizi dapat diartikan sebagai suatu pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam
peningkatan derajat kesehatan dan mempertahankan gizi baik (Suhardjo, 2003).

2. Metode Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2005), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin
dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada 3 (tiga) yaitu:
a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan sasaran secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena
sasaran dapat langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus
dari penyuluh.
Kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai kurang
efektif, karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan
membimbing sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan banyak
tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama.
b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Metode ini
cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan
kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama. Salah satu cara efektif
dalam metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah. Dalam
pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil seperti transfer
informasi, tukar pendapat, umpan balik, dan interaksi kelompok yang memberi

14
kesempatan bertukar pengalaman. Namun pada metode ini terdapat kesulitan
dalam mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktifitas.
c. Metode berdasarkan pendekatan massa
Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang banyak.
Ditinjau dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, tapi terbatas
hanya dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan saja. Metode
pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan tapi, jarang bisa
mewujudkan perubahan perilaku
.
3. Media Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari media karena
melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk dipahami. Media dapat
menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, dan mempermudah
pengertian. Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu promosi
kesehatan. Dengan demikian, sasaran dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan
mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan, media dibagi
menjadi 3 (tiga) (Notoatmodjo, 2005) yakni:
a. Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan yaitu:
1) Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan kesehatan dalam
bentuk lembar balik, dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan
dibaliknya berisi informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut.
2) Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan
maupun gambar.
3) Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar atau simbol untuk
menyampaikan pesan/ informasi kesehatan.
4) Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk kalimat,
gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang dilipat.
5) Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.
6) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu
masalah kesehatan.
7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
b. Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
memiliki jenis yang berbeda, antara lain:

15
1) Televisi: penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk sandiwara,
diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah kesehatan.
2) Radio: penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tanya jawab,
sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan.
3) Video: penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran video yang
berhubungan dengan kesehatan.
4) Slide dan Film strip
c. Media papan (Bill Board) yang dipasang di tempat umum dapat diisi dengan
pesan kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan kesehatan yang
ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum.

C. Kader Kesehatan
1. Pengertian
Kader kesehatan yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat, yang dipilih oleh
masyarakat sendiri dan bekerja secara sukarela untuk menjadi penyelenggara di
Desa siaga (Fallen & Budi, 2010). Kader merupakan tenaga masyarakat yang
dianggap paling dekat dengan masyarakat. Pada kader kesehatan masyarakat itu
seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga
memungkinkan karena untuk membaca, menulis, dan menghitung secara sederhana
(Nugroho, 2008). Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap
masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat-pusat
kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh
para pembimbing dalam jalinan kerja dari sabuah tim kesehatan. Para kader
kesehatan masyarakat itu mungkin saja bekerja secara full time atau part time dalam
bidang pelayanan kesehatan, dan mereka tidak dibayar dengan uang atau bentuk
lainnya. oleh masyarakat setempat atau oleh puskesmas (Meilani, 2009).

2. Karakteristik Kader Posyandu


Kader posyandu dipilih secara sukarela dari anggota masyarakat yang bersedia,
mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan posyandu secara sukarela.
Kriteria kader posyandu antara lain diutamakan berasal dari anggota masyarakat
setempat, dapat membaca dan menulis huruf latin, mempunyai jiwa pelopor,
pembaharu dan penggerak masyarakat, serta bersedia bekerja secara sukarela,
memiliki kemampuan dan waktu luang (Depkes RI, 2008).

16
Karakteristik kader posyandu adalah keterangan mengenai diri kader posyandu
yang meliputi umur, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan,pengalaman,
pengetahuan, perilaku, sikap, status kesehatan dan status sosial ekonomi (Depkes
RI, 2008).

3. Tugas Kegiatan Kader


Tugas kegiatan kader akan di tentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader
bukanlah tenaga professional melainkanhanya membantu dalam pelayanan
kesehatan. Hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut
jumlah maupun jenis pelayanan. Nugroho (2008) menyebutkan adapun kegiatan
pokok yang perlu diketahui oleh dokter dan semua pihak dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun di luar
posyandu antara lain:
a. Kegiatan yang dilakukan kader Posyandu antara lain 1) Melaksanakan
pendaftaran; 2) Melaksanakan penimbangan bayi dan balita; 3) Melaksanakan
pencatatan hasil penimbangan; 4) Memberikan penyuluhan; 5) Memberi dan
membantu pelayanan; 6) Merujuk.
b. Kegiatan yang dapat dilakukan diluar Posyandu KB-kesehatan adalah 1) bersifat
yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan
diare; 2) mengajak ibu-ibu untuk dating pada hari kegiatan Posyandu; 3)
kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan
permasalahan yang ada: pemberantasan penyakit menular; penyehatan rumah;
pembersihan sarang nyamuk; pembuangan sampah; penyediaan sarana air
bersih; menyediakan sarana jamban keluarga; pembuatan sarana pembuangan air
limbah; pemberian pertolongan pertama pada penyakit; P3K; dana sehat;
kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.

4. Keaktifan Kader Kesehatan


Kader kesehatan adalah perwujudan peran aktif masyarakat dalam pelayanan
terpadu (Depkes RI (2008). Keaktifan merupakan suatu kegiatan atau kesibukan
(Depkes RI 2008). Keaktifan kader kesehatan dapat diasumsikan bahwa kader
kesehatan yang aktif melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawabnya, maka kader kesehatan tersebut termasuk dalam kategori
yang aktif. Namun, apabila kader kesehatan tidak mampu melaksanakan tugasnya
maka mereka tergolong yang tidak aktif (Rochmawati, 2010).

17
BAB III
METODE

A. Desain Kegiatan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menjelaskan pengaruh
penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan kader mengenai TB.

B. Lokasi dan Waktu Kegiatan


Kegiatan pengumpulan data dilakukan di Desa Randualas pada hari Senin, 14
Januari 2019

C. Populasi dan Sampel Data


Populasi yang digunakan adalah seluruh kader posyandu Desa Randualas,
sedangkan sampel yang diambil adalah kader yang hadir pada pertemuan rutin kader di
desa Randualas. Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan teknik incidental
sampling.
1. Kriteria Inklusi
a. Kader yang bersedia menjadi subjek penelitian
b. Kader yang berdomisili di Desa Randualas
2. Kriteria Eksklusi
a. Kader yang tidak hadir pada pertemuan rutin
b. Kader yang tidak mengikuti rangkaian acara pre-test, penyuluhan, dan post-test
secara lengkap

D. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data adalah pengumpulan data secara primer dengan
mengikuti pertemuan rutin bulanan kader posyandu desa Randualas. Instrumen
penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertulis mengenai Tuberkulosis. Data
diperoleh dari pengisian kuesioner pre-test dan post-test yang telah disiapkan.

18
Pengetahuan responden dinilai dari jawaban responden pada kuesioner, dimana tiap
item jawaban benar diberi nilai 1, jawaban salah -1, dan jawaban salah 0. Tingkat
pengetahuan dikelompokkan berdasarkan cut-off dari rerata skor post-test. Interpretasi
diatas cut-off menunjukkan pengetahuan baik, nilai dibawah cut-off menunjukkan
pengetahuan yang kurang.

E. Definisi Operasional Variabel


1. Variabel bebas : Penyuluhan tentang Tuberkulosis
Definisi : Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan dimana terdapat hubungan
timbale balik antara dua orang individu (penyuluhan dan klien)
untuk mencapai pengertian mengenai penyakit Tuberkulosis
2. Variabel terikat : Tingkat pengetahuan kader
Definisi : Jenjang atau peringkat kemampuan responden dalam memahami
dan mengetahui penyakit meliputi penyebab, cara penularan,
gejala, pengobatan, dan pencegahan Tuberkulosis

F. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
a. Mendiskusikan dengan penanggung jawab Puskesmas Kare mengenai
permasalahan kesehatan yang masih menjadi prioritas pemecahan masalah.
b. Melakukan koordinasi dengan programer bidan desa Randualas dan
menanyakan masalah kesehatan warga dan kader kesehatan Desa Randualas.
c. Menyiapkan alat penelitian berupa kuesioner.
2. Pelaksanaan
a. Menentukan target yang akan diberikan penyuluhan.
b. Melaksanakan pre-test menggunakan kuesioner
c. Melaksanakan penyuluhan mengenai penyakit Tuberkulosis
d. Melaksanakan post-test menggunakan kuesioner.
Populasi
3. Tahap Target
evaluasi Kader Posyandu di Desa Randualas
a. Melakukan anaslisa data pada hasil kuesioner
b. Penyusunan laporanKader
penelitian
yang hadir pada pertemuan rutin
Populasi Sumber
kader di Desa Randualas

Kriteria Inklusi
Insidental Sampling
Kriteria Eksklusi
G. Rancangan Penelitian
Sampel

Pre-test

Penyuluhan

Post-test
19
Data

Analisis Data
Gambar 2. Rancangan Penelitian

H. Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase. Hasil penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk distribusi
frekuensi pengetahuan kader pre-test dan post-test

BAB IV
PELAKSANAN KEGIATAN

A. Lokasi dan Waktu Kegiatan


1. Lokasi
Kegiatan penyuluhan dilakukan di Balai Desa Randualas
2. Waktu
Pertemuan Rutin kader posyandu desa Randualas yang dilaksanakan pada hari Senin,
14 Januari 2019

20
B. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan yang dilakukan diantaranya :
1. Pre-test
Pengisian kuesioner yang diawalii dengan informed consent secara lisan, pengisian
identitas, dan kuesioner pre-test. Pengisian dilakukan mandiri oleh responden,
namun jika responden tidak dapat membaca pengisian jawaban dibantu oleh peneliti
tanpa merubah pilihan jawaban dari responden
2. Pembagian leaflet
Kegiatan pembagian leaflet tentang TB dilakukan setelah penyuluhan. Leaflet
diberikan kepada tiap responden dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan
dan sikap responden terhadap TB.
3. Penyuluhan (penyampaian materi)
Kegiatan ini adalah komunikasi 1 arah untuk meningkatkan pengetahuan kader
tentang Tuberkulosis. Penyuluhan berisi tentang materi penyebab, cara penularan,
gejala, pengobatan, dan pencegahan Tuberkulosis, serta mengajak kader untuk ikut
serta berperan aktif dalam penanggulangan dan penjaringan penderita TB. Secara
keseluruhan kegiatan berjalan lancer dan responden antusias mendengarkan
informasi yang di berikan.
4. Sesi Tanya jawab
Kegiatan ini adalah komunikasi 2 untuk memberikan kesempatan responden
menanyakan hal yang masih beum jelas saat sesi penyuluhan. Sesi Tanya jawab
berjalan dengan baik, masyarakat cukup aktif bertanya dan berdiskusi
5. Post-test
Responden diberikn beberapa pertanyaan yang sama untuk mengukur pemahaman
setelah diberikan penyuluhan. Pengisian dilakukan mandiri oleh responden, namun
jika responden tidak dapat membaca pengisian jawaban dibantu oleh peneliti tanpa
merubah pilihan jawaban dari responden

C. Alur Kegiatan

Penyuluhan
Pre-test Pembagian Leaflet (Penyampaian
materi)

21
Post-test Sesi Tanya Jawab

Gambar 3. Alur Kegiatan

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden
Tabel 6. Identitas Kader

No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Alamat

1 Ny. TU 50 SD Ibu Rumah Tangga Karang Agung


2 Ny. Y 45 SMP Ibu Rumah Tangga Karang Agung
3 Ny. SPN 40 SMP Ibu Rumah Tangga Dawung
4 Ny. JW 44 SMP Petani Dawung
5 Ny. PM 37 SMA Ibu Rumah Tangga Panggung
6 Ny. MR 34 SMA Ibu Rumah Tangga Karang Agung
7 Ny. WDL 22 SMA Ibu Rumah Tangga Randualas
8 Ny. M 35 SMP Ibu Rumah Tangga Slaji
9 Ny. SMN 49 SMP Ibu Rumah Tangga Karang Agung
10 Ny. D 42 SMA Ibu Rumah Tangga Dawung
11 Ny. TI 41 SMA Ibu Rumah Tangga Dawung
12 Ny. I 28 S1 Ibu Rumah Tangga Kayen
13 Ny. WA 31 SMP Ibu Rumah Tangga Randualas
14 Ny. WI 50 SMP Ibu Rumah Tangga Karang Agung

22
15 Ny. SYN 37 SMP Ibu Rumah Tangga Slaji
16 Ny. SDT 46 SMA Ibu Rumah Tangga Slaji
17 Ny. SRTK 37 SMP Swasta Kayen
18 Ny. HTT 32 SMP Ibu Rumah Tangga Kayen
19 Ny. PTN 41 SMP Ibu Rumah Tangga Kayen
20 Ny. HTK 30 SMA Ibu Rumah Tangga Kayen
21 Ny. AD 28 SMA Wiraswasta Slaji
22 Ny. UNF 28 SMP Wiraswasta Slaji
23 Ny. SH 47 SMA Ibu Rumah Tangga Karangpoh
24 Ny. SPM 44 SMA Ibu Rumah Tangga Karangpoh

Jumlah responden yang hadir sebanyak 24 orang yang merupakan kader


posyandu desa Randualas.

Tabel 7. Usia Responden


No Usia Jumlah Persentase
1 20-30 tahun 5 20,8%
2 31-40 tahun 8 33,3%
3 41-50 tahun 11 45,9%
Total 24 100%
Karakteristik responden berdasarkan usia, didapatkan 5 orang (20,8%) termasuk
dalam kelompok usia 20-30, 8 orang (33,3%) kelompok usia 31-40 tahun, 11 orang
(45,9%) kelompok usia 41-50 tahun

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Responden


No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 Tidak Sekolah 0 0
2 SD 1 4,2%
3 SMP 12 50%
4 SMA 10 41,6%
5 Perguruan Tinggi 1 4,2%
Total 24 100%

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, didapatkan 1 orang


(4,2%) lulus Sekolah Dasar, 12 orang lulus Sekolah Menengah Pertama, 10 orang
(41,6%) lulus Sekolah Menengah Atas, dan 1 orang (4,2%) lulus perguruan tinggi.

Tabel 9. Pekerjaan Responden


No Pekerjaan Jumlah Persentase
1 Petani 1 4,2%
2 Ibu Rumah Tangga 20 83,3%
3 Pegawai Negeri 0 0
4 Swasta 1 4,2%
5 Wiraswasta 2 8,3%
6 Lainnya 0 0
Total 24 100%

23
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, didapatkan 1 orang (4,2%)
petani, 20 orang (83,3%) Ibu Rumah Tangga, 1 orang (42%) swasta, 2 orang *8,3%)
wiraswasta.

B. Penilaian Soal Kuesioner


Tabel 10. Skor Penularan TB
Benar Salah Tidak tahu
Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Apakah TB
24 orang 24 orang
adalah penyakit 0 0 0 0
(100%) (100%)
menular?

Dari tabel skor penularan TB diketahui bahwa 24 orang (100%) menjawab


pertanyaan dengan benar pada pre-test (sebelum dilakukan penyuluhan) maupun post-
test. (sesudah dilakukan penyuluhan)

Tabel 11. Skor Cara Penularan TBC


Benar Salah Tidak tahu
No Pertanyaan Post-
Pre-test Post-test Pre-test Pre-test Post-test
test
Ditularkan
melalui 3 orang
21 orang 24 orang
1. Percikan dahak (12.5% 0 0 0
(87.5%) (100%)
ketika )
batuk/bersin
Tidak di
tularkan 22 orang 19 orang 1 orang 2 orang 4 orang
2. 0
melalui Jabat (92%) (79%) (4.2 %) (8%) (17%)
tangan
Tidak di
tularkan 11 orang 17 orang 7 orang 4 orang 6 orang 3 orang
3.
melalui Alat (46%) (71%) (29%) (17%) (25%) (13%)
makan/ minum
Tidak di
tularkan 8 orang 4 orang 8 orang
8 orang 18 orang 2 orang
4. melalui (33,3% (16.7% (33,3%
(33,3%) (75%) (8.3%)
Berbagi ) ) )
makanan

24
Tidak di
tularkan
melalui
17
Menyentuh 6 orang 20 orang 1 orang 1 orang 3 orang
5. orang
barang (25%) (83%) (4.2%) (4.2%) (13%)
(71%)
ditempat
umum / barang
milik penderita

Dari data skor pre-test dan post-test menunjukkan tingkat pengetahuan


masyarakat yang bervariasi mengenai cara penularan TB, pada pertanyaan nomor
1,3,4,dan 5 (TB ditularkan melalui percikan dahak ketika batuk/bersin, TB tidak di
tularkan melalui alat makan/ minum, TB tidak di tularkan melalui berbagi makanan, TB
tidak di tularkan melalui menyentuh barang ditempat umum / barang milik penderita)
terdapat kenaikan persentase jawaban benar responden pada hasil post test jika
dibandingkan dengan hasil pre-test, namun pada pertanyaan nomor 2 (TB tidak di
tularkan melalui jabat tangan) menunjukan penurunan persentase jawaban benar
responden pada hasil post-test jika dibandingkan dengan hasil pre-test.

Tabel 12. Skor Faktor Resiko TB


Benar Salah Tidak tahu
No Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Orang yang
kontak erat 7 orang
10 orang 24 orang 7 orang
1. dengan 0 (29,2% 0
(41,7%) (100%) (29,2%)
penderita )
TBC aktif
Bayi, anak-
20 orang 22 orang 1 orang 3 orang 2 orang
2. anak, dan 0
(83%) (92%) (4.2%) (13%) (8.3%)
lansia
Orang yang
5 orang
tinggal di 12 orang 22 orang 7 orang 2 orang
3. 0 (20.8%
daerah padat (50%) (92%) (29,2%) (13%)
)
penduduk

25
Dari data diatas menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persentase jawaban
benar responden pada hasil post test jika dibandingkan dengan hasil pre-test pada
pertanyaan mengenai faktor resiko TB.
Tabel 13. Skor Tanda dan Gejala TBC
Benar Salah Tidak tahu
No Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Batuk >2 15 orang 22 orang 5 orang 4 orang 2 orang
1. 0
minggu (62.5%) (92%) (20,8%) (16,7%) (13%)
Batuk
17 orang 21 orang 4 orang 3 orang 3 orang
2. bercampur 0
(70,8%) (87.5%) (16,7%) (12,5%) (13%)
darah
15 orang 22 orang 5 orang 4 orang 2 orang
3. Demam 0
(62.5%) (92%) (20,8%) (16,7%) (13%)
Berkeringat 7 orang 24 orang 10 orang 7 orang
4 0 0
dimalam hari (29.2%) (100%) (41.7%) (29.2%)
Penurunan 10 orang 22 orang 8 orang 6 orang 2 orang
5 0
berat badan (41.7%) (92%) (33.3 %) (25 %) (13%)
Nafsu makan 8 orang 21 orang 9 orang 7 orang 3 orang
6 0
menurun (33.3 %) (87.5%) (37.5%) (29.2%) (13%)
Sesak
17 orang 21 orang 2 orang 5 orang 3 orang
7 napas/nyeri 0
(70,8%) (87.5%) (8,33 %) (20,8%) (13%)
dada
Dari data diatas, skor pertanyaan mengenai gejala TB (batuk >2 minggu, batuk
bercampur darah, demam, berkeringat dimalam hari, penurunan berat badan, nafsu
makan menurun, sesak napas/nyeri dada) menunjukkan bahwa terdapat kenaikan
persentase jawaban benar hasil post-test responden jika dibandingkan dengan hasil
pre-test.
Tabel 14. Skor Kesembuhan TB
Benar Salah Tidak tahu
Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Apakah TBC
18 orang 18 orang 1 orang 5 orang 6 orang
dapat 0
(75%) (75%) (4.2%) (20,8%) (25 %)
disembuhkan?

Dari data diatas, skor pertanyaan Apakah TBC dapat disembuhkan,


menunjukkan bahwa persentase jawaban benar responden pada hasil post-test (75%)
sama dengan hasil pre-test (75%)
Tabel 15. Skor Cara Pengobatan TB

26
Benar Salah Tidak tahu
No Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Pasien TBC
harus
menuntaskan 17 orang 20 orang 1 orang 3 orang 6 orang 1 orang
1.
pengobatan (70,8%) (83%) (4.2%) (13%) (25 %) (4.2%)
selama minimal
6 bulan
Pasien TBC
tidak boleh
berhenti minum
obat setelah 3 8 orang
7 orang 15 orang 6 orang 9 orang 3 orang
2. bulan (33.3
(29,2%) (62.5%) (25 %) (37.5%) (13%)
pengobatan jika %)
merasa kondisi
tubuhnya sudah
membaik

Dari data diatas, skor pertanyaan mengenai cara pengobatan TB (pasien TBC
harus menuntaskan pengobatan selama minimal 6 bulan, pasien TBC tidak boleh
berhenti minum obat setelah 3 bulan pengobatan jika merasa kondisi tubuhnya sudah
membaik) menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persentase jawaban benar hasil post
responden jika dibandingkan dengan hasil pre-test.

Tabel 16. Skor Pencegahan TB


Benar Salah Tidak tahu
No Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Menutup
mulut atau 5 orang
16 orang 23 orang 3 orang 1 orang
1. menggunakan 0 (20,8%
(66,6%) (95.8%) (13%) (4,1%)
masker ketika )
batuk/bersin
Tidak
2 orang 5 orang
meludah atau 17 orang 21 orang 3 orang
2. (8,33 0 (20,8%
buang dahak (70,8%) (87.5%) (13%)
%) )
sembarangan
3 Mempunyai 16 orang 21 orang 2 orang 0 6 orang 3 orang
ventilasi (66,67%) (87.5%) (8,33 (25 %) (13%)

27
udara yang
%)
baik
Dari data diatas, skor pertanyaan mengenai pencegahan TB (Menutup mulut
atau menggunakan masker ketika batuk/bersin, Tidak meludah atau buang dahak
sembarangan, mempunyai ventilasi udara yang baik dan membiarkan matahari masuk
ke dalam ruangan) menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persentase jawaban benar
hasil post responden jika dibandingkan dengan hasil pre-test.

C. Penilaian Tingkat Pengetahuan Responden


Pengetahuan responden di ukur secara menyeluruh menggunakan poin-poin
yang terdiri dari : 1) dapat menjawab dengan benar bahwa TB adalah penyakit menular;
2) Mengetahui cara penularan TB (TB ditularkan melalui percikan dahak ketika
batuk/bersin, TB tidak di tularkan melalui alat makan/ minum, TB tidak di tularkan
melalui berbagi makanan, TB tidak di tularkan melalui menyentuh barang ditempat
umum / barang milik penderita); 3) Mengetahui faktor resiko TB (Orang yang kontak
erat dengan penderita TBC aktif, Bayi, anak-anak, dan lansia, Orang yang tinggal di
daerah padat penduduk); 4) Mengetahui tanda dan gejala TB (batuk >2 minggu, batuk
bercampur darah, demam, berkeringat dimalam hari, penurunan berat badan, nafsu
makan menurun, sesak napas/nyeri dada); 5) dapat menjawab dengan benar bahwa TB
dapat disembuhkan, 6) Mengetahui cara pengobatan TB (Pasien TBC harus
menuntaskan pengobatan selama minimal 6 bulan, Pasien TBC tidak boleh berhenti
minum obat setelah 3 bulan pengobatan jika merasa kondisi tubuhnya sudah membaik),
7) Mengetahui cara pencegahan TB (Menutup mulut atau menggunakan masker ketika
batuk/bersin, Tidak meludah atau buang dahak sembarangan, Mempunyai ventilasi
udara yang baik dan membiarkan matahari masuk ke dalam ruangan
Kuesioner terdiri dari 22 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai dengan
memberi skor 1 pada jawaban yang benar dan skor -1 pada jawaban yang salah, dan
skor 0 pada jawaban tidak tahu, kemudian secara menyeluruh dijumlah sehingga
didapatkan jumlah skor. Hasil dari post-test dikelompokkan berdasarkan cut off dari
rerata skor. Interpretasi nilai diatas cut-off menunjukkan pengetahuan yang baik, nilai
dibawah cut-off menunjukkan pengetahuan yang kurang.

Tabel 17. Skor Tingkat Pengetahuan Secara Menyeluruh

No Nama Pre-Test Post-Test

1 Ny. TU 5 6

28
2 Ny. Y 7 22
3 Ny. SPN 4 6
4 Ny. JW 7 6
5 Ny. PM 17 22
6 Ny. MR 18 20
7 Ny. WDL 2 22
8 Ny. M 2 22
9 Ny. SMN 9 16
10 Ny. D 13 20
11 Ny. TI 7 22
12 Ny. I 13 22
13 Ny. WA 12 21
14 Ny. WI 10 22
15 Ny. SYN 10 18
16 Ny. SDT 10 22
17 Ny. SRTK 8 16
18 Ny. HTT 11 16
19 Ny. PTN 3 22
20 Ny. HTK 4 19
21 Ny. AD 20 20
22 Ny. UNF 21 20
23 Ny. SH 13 20
24 Ny. SPM 17 20
Mean (Rerata) ±10,12 ±18,41

Dari data diatas dapat diketahui bahwa rata-rata nilai pengetahuan sebelum
penyuluhan (pre-test) adalah 10,12 dan rata-rata nilai pengetahuan sesudah dilakukan
penyuluhan (post-test) adalah 18,41. Setelah pemberian materi penyuluhan terdapat
kenaikan jumlah nilai dari soal kuesioner yang sama. Hal ini dapat dilihat dari nilai
post-test didapatkan rata-rata sebesar 18,41 dibandingkan dengan hasil nilai pre-test
yaitu sebesar 10,12. Kenaikan skor post-test terhadap pre-test sebesar 81,91%.

Tabel 18. Skor Pengetahuan Responden berdasarkan post-test

Skor Post-test Frekuensi Persentase


6 3 12,5 %
7 0 0
8 0 0
9 0 0
10 0 0
11 0 0
12 0 0
13 0 0
14 0 0
15 0 0

29
16 3 12,5 %
17 0 0
18 1 4,2 %
19 1 4,2 %
20 6 25 %
21 1 4,2 %
22 9 37,5 %
Total 24 responden 100 %

Penilaian pengetahuan responden dibagi menjadi 2 berdasarkan cut-off dari hasil


post-test yaitu 18,41. Berdasarkan hasil pengetahuan responden, sebagian besar
responden memiliki pengetahuan yang baik. Responden yang memiliki pengetahuan
kurang (skor post-test <18,41) sebanyak 7 orang (29,17%) dan responden yang
memiliki pengetahuan baik (skor post-test >18,41) sebanyak 17 orang (70,83%)
Hasil analisis data penelitian mengenai tingkat pengetahuan menjelaskan bahwa
responden telah memiliki pengetahuan tentang TB jika dilihat dari hasil pre-test dan
meningkat lebih baik dengan adanya peningkatan nilai tingkat pengetahuan pada post-
test. Hal ini dapat dilihat dari nilai rerata pre-test yang lebih rendah daripada nilai rerata
post-test. Sehingga menunjukkan bahwa penyuluhan tentang penyakit TB pada kader
Desa Randualas ini memiliki peran menambah tingkat pengetahuan tentang penyakit
TB. Masyarakat yang telah mendapatkan informasi tentang penyakit TB akan berpikir
dan berusaha supaya anggota keluarganya tidak terkena TB, sehingga berniat akan
melakukan pencegahan terhadap penyakit TB.
Perlu adanya partisipasi puskesmas supaya program ini dapat berjalan
berkesinambungan dan diadakan di setiap desa di Kecamatan Kare, Kegiatan
penyuluhan dapat dilanjutkan sebagai bentuk pelatihan kepada kader pada setiap
pelaksanaan posyandu atau pertemuan rutin bulanan kader, sehingga kader dapat ikut
berperan serta aktif dalam memberikan informasi yang valid terhadap masyarakat dan
penanggulangan serta penjaringan kasus TB yang lebih efektif.

30
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa
program penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan kader tentang
penyakit TB di Desa Randualas, sehingga dapat menjadi alternative kegiatan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pencapaian penemuan kasus TB di Desa Randualas.

B. Saran
1. Perlunya partisipasi puskesmas untuk melakukan penyuluhan penyakit TB secara
bertahap dan menyeluruh di setiap Desa di Kecamatan Kare, sehingga kegiatan
dapat tetap berlangsung secara berkesinambungan.
2. Perlu dilakukan evaluasi mengenai peran serta kader dalam penjaringan suspek TB.
3. Perlunya pendampingan dari programmer, bidan desa, dan kader yang dilakukan
secara berkesinambungan dalam meningkatkan pengetahuan dan peran serta kader
dalam penjaringan kasus suspek TB baru.
4. Pembagian leaflet yang berisikan materi edukasi TB diharapkan dapat ditingkatkan
lagi, dan dapat disebarka ke anggota keluarga atau tetangga, sehingga banyak pihak
yang dapat menerima informasi tentang penyakit TB.
5. Disarankan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan penyuluhan TB dengan
menggunakan metode lain serta jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengetahui
jenis penyuluhan yang terbaik dan efektif bagi kader.

31
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z. & Asril, B., 2009. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo, Aru W., Setiyohadi,
Bambang, Alwi, Idrus, Simadibrata, Marcellus, & Setiati, Siti, 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Interna Publishing. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2008. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2014. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia.


Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, 2018. Rekapitulasi Jumlah Kasus TB yang diobati
Per Faskes di Kabupaten Madiun Tahun 2016. Madiun.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005.

Djojodibroto, R. D, T. I. Perdan, D. Susanto, Editors. Respirologi (Respiratory


Medicine)..) Jakarta: EGC. 2007.

Fallen, R., & R.Budi Dwi .K. (2010). Catatan kuliah keperawatan komunitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Hasan, Helmia, Wibisono M, Winariani, Hariadi S, editors. Tuberkulosis Paru. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR –
RSUD Dr. Soetomo. 2010.

Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi P, Burhan E, Reviono, Soedarsono, et al,..


Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
PDPI. 2011

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.

32
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2015. Survei Prevalensi Tuberkulosis 2013-2014, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017.
Jakarta

Kementerian Kesehatan RI, 2018. Info DATIN Tuberkulosis 2018, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2019. http://dashboard-


keluargasehat.kemkes.go.id/index.php diakses tanggal 28 Januari 2019.

Meilani, N. 2008. Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya.

Notoatmodjo, S, 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama. PT.
Rineka Cipta : Jakarta
Nugroho. 2008. Kegiatan dalam Posyandu. Jakarta

Rochmawati , Arva. 2010. Hubungan Antara Keaktifan Kader Kesehatan Dengan


Pengembangan Program Desa Siaga Di Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.
Melalui <http://eprints.uns.ac.id/4197/> [4/6/2018].

SPM Puskesmas Kare, 2018. Tuberkulosis. Kabupaten Madiun.

Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, Simadibrata, Marcellus, & Setiati,
Siti, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Interna Publishing. Jakarta

Suhardjo, 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. PT Bumi Aksara, Jakarta.


WHO, 2017. Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa.

33

Anda mungkin juga menyukai