PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC/TB) merupakan suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Tuberkulosis paru masih terus
menjadi masalah kesehatan didunia terutama dinegara berkembang. Tuberkulosis
biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula menyerang susunan saraf pusat, system
limfatik, system pernapasan, system genitourinaria,tulang, persendian bahkan kulit
(Kemenkes RI, 2012; Amin et al, 2009)
Secara global pada tahun 2016, terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta
– 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. WHO
mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk TBC
berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR-TBC. Indonesia bersama 13
negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia
memiliki permasalahan besar dalam menghadapi penyakit TBC. (WHO, 2017)
Angka prevalensi TB Indonesia pada tahun 2014 sebesar 297 per 100.000
penduduk. Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TB
dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk
berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TB BTA positif sebesar 257 per 100.000
penduduk berumur 15 tahun ke atas. Pada tahun 2017, jumlah kasus baru TBC di
Indonesia sebanyak 420.994 kasus (data per 17 Mei 2018). (Kemenkes RI, 2015;
Kemenkes RI, 2018).
Jawa Timur menempati posisi kedua sebagai penyumbang kasus TB terbesar
setelah Jawa Barat. Kota Surabaya merupakan kota dengan tingkat kasus TB Tertinggi
di Jawa Timur. Berdasarkan Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017, dari
39.292.972 penduduk di Jawa Timur terdapat jumlah kasus TBC sebanyak 48.323,
dimana 22.585 diantaranya dengan BTA positif. (Kemenkes RI, 2017).
Jumlah penemuan seluruh kasus TB di Kabupaten Madiun pada bulan Januari-
Desember 2018, yaitu sebanyak 1.103 kasus dari 681.394 penduduk, yang mana 423
kasus dengan BTA+, 558 kasus dengan BTA negatif dan rontgen postif, 77 kasus TB
ekstraparu, 17 kasus kambuh/gagal/dropout, dan 29 kasus anak-anak. Pencapaian Case
Detection Rate (CDR) di Kabupaten Madiun tahun 2018 adalah 58,9%, angka tersebut
1
masih dibawah target CDR yang ditetapkan yaitu sebesar 70%. (Dinas Kesehatan
Kabupaten Madiun, 2018)
Berdasarkan data dari puskesmas Kare, dari 30.334 penduduk didapatkan jumlah
kasus temuan penderita TB dan diobati pada tahun 2018, adalah 10 orang, antara lain 5
orang dengan BTA +, 3 kasus dengan BTA negatif dan rontgen postif, 1 kasus TB
ekstraparu, 1 kasus kambuh/gagal/dropout. Target CDR yang ditetapkan yaitu sebesar
70%. Pencapaian Case Detection Rate (CDR) TB di Puskesmas Kare tahun 2018 adalah
12%, angka tersebut masih jauh di bawah target CDR TB yang ditetapkan yaitu sebesar
70%. (SPM Puskesmas Kare, 2018)
Desa Randualas menjadi salah satu desa dari 8 Desa di Kecamatan Kare yang
masuk dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), data
Kemenkes RI per Januari 2019 menunjukkan bahwa desa Randualas memiliki
persentase cukup rendah pada indikator kesehatan TB paru, dimana jumlah penderita
TB paru yang mendapatkan pengobatan sesuai standar di desa tersebut hanya sebesar
15,69% dari total persentase 100%. (Kemenkes RI, 2019)
Penyakit TB paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh menurun.
Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit sebagai hasil interaksi
antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment)
dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan
terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
seseorang pada saat itu. (Kemenkes RI, 2018)
Pada negara yang sedang berkembang terdapat keadaan dimana adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu lebar (sangat
kaya hingga sangat miskin). Masih banyak ditemukan masalah kemiskinan (masalah
kondisi sanitasi, papan, sandang, pangan, dan gizi buruk) disebagian kelompok
masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit tuberkulosis menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
angka kejadian tuberkulosis (Kemenkes, 2014).
TB dapat bisa disembuhkan bila ditangani dengan tepat, dan bisa berujung
kematian bila dibiarkan. Sering terjadi under-treatment atau over-diagnosis karena
berbagai alasan. Misalnya orang yang tak sadar bahwa ia sakit TB sehingga tidak
berobat, lalai minum obat, dsb. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan seperti rantai
penularan yang terus berlanjut dan kuman yang menjadi resisten terhadap obat (TB-
MDR, multi drugs resistance). Kasus infeksi oleh kuman yang resisten akan menambah
beban baik pasien maupun negara. Karena sulit, kasus TB-MDR perlu 1,5 tahun
pengobatan dengan biaya yang mahal.(Depkes, 2014)
2
Oleh karena itu, penulis ingin membuat suatu program penanggulangan TB
secara komprehensif dimulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative dengan
menggerakkan sumber daya manusia yang ada dalam upaya penanggulangan TB, yaitu
kader kesehatan masyarakat. Kader kesehatan masyarakat diharapkan dapat ikut
berperan serta membantu upaya penjaringan suspek TB hingga ikut memantau
pengobatan TB pada masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakan pengaruh penyuluhan terhadap peningkatan pengetahuan kader
mengenai penyakit Tuberkulosis di Desa Randualas?
C. Tujuan Program
1. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan penemuan suspek Tuberkulosis di Desa Randualas
sehingga membantu penyembuhan penderita dan memutus rantai penularan
Tuberkulosis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kader tentang penyakit Tuberkulosis.
b. Meningkatkan wawasan dan pengetahun kader mengenai Tuberkulosis
c. Meningkatkan partisipasi kader dalam penanganan Tuberkulosis di Desa
Randualas
d. Meningkatkan angka penemuan suspek Tuberkulosis di Puskesmas Kare
D. Manfaat Program
1. Manfaat bagi Puskesmas
a. Sebagai bahan informasi bagi puskesmas untuk meningkatkan angka penemuan
suspek TB di Puskesmas Kare.
b. Memberikan kontribusi data pada puskesmas sebagai evaluasi program promosi
kesehatan TB di Puskesmas Kare
c. Sebagai masukan dalam upaya untuk meningkatkan promosi kesehatan
mengenai penyakit TB di wilayah kerja Puskesmas Kare.
2. Manfaat bagi Kader
a. Membuka wawasan dan pengetahuan kader mengenai TB
b. Meningkatkan peran serta kader dalam penanggulangan TB
3. Manfaat bagi Masyarakat
a. Mengurangi dan memutus rantai penularan TB di masyarakat
b. Membantu penderita agar mendapatkan pengobatan yang tepat dalam
menangani penyakitnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis / TB / TBC
1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh
infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman TB dapat menyerang berbagai
organ tubuh, tetapi sebagian besar menyerang paru. Yang disebut dengan suspek TB
adalah orang yang memiliki gejala atau tanda TB seperti batuk produktif lebih dari 2
minggu dengan disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, hemoptysis)
dan/atau gejala tambahan seperti tidak nafsu makan, berat badan turun, mudah lelah
dan berkeringat malam (Isbaniyah F. et al, 2011; Kemenkes RI 2011)
Untuk menentukan suatu kasus TB pasti adalah dari spesimen klinik
(jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) ditemukan Mycobacterium
tuberculosis. Apabila terdapat keterbatasan kapasitas laboratorium dalam
mengidentifikasi kuman TB, penegakan diagnosis TB adalah dengan ditemukan satu
atau lebih dahak BTA positif. Selain itu apabila pasien telah melakukan pemeriksaan
penunjang untuk TB dan telah didiagnosis menderita TB oleh dokter atau maupun
petugas kesehatan dan dilakukan pengobatan dengan panduan serta lama
pengobatan yang lengkap (Isbaniyah F. et al, 2011)
2. Manifestasi Klinis
Pada penderita TB gejala yang ditunjukkan berupa gejala umum dan gejala
respiratorik. Gejala umum seperti demam dan malaise. Demam yang disertai dengan
berkeringat timbul pada petang dan malam hari dan bersifat hilang timbul. Malaise
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama berupa pegal-pegal, rasa lelah,
4
anoreksia, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan dan pada perempuan
dapat terjadi amenorea (Djojodibroto, 2007)
Gejala respiratorik yang dapat terjadi adalah batuk kering atau pun batuk
produktif. Sifat dari batuk ini persisten oleh karena perkembangan penyakit yang
lambat Batuk tersebut bisa menjadi indikasi penyakit tuberkulosis paru aktif. Sesak
napas dapat timbul apabila terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan
bronkus atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar. Jika terjadi
nyeri dada, hal ini karena pleura terlibat dalam proses penyakit dan nyeri bersifat
nyeri pleuritik. Hemoptysis bisa saja terjadi dari yang ringan sampai masif
(Djojodibroto, 2007)
Pada fase awal penyakit, pemeriksaan fisik sangat tidak sensitif dan sangat
non spesifik. Diagnosis lebih mudah ditegakkan pada fase lanjut melalui
pemeriksaan fisik. Pada fase ini terdapat demam, penurunan berat badan, crackle,
mengi dan suara bronkial. (Djojodibroto, 2007)
3. Klasifikasi
Terdapat 4 klasifikasi kasus TB, yaitu (1) letak anatomi penyakit, (2) hasil
pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi), (3) riwayat
pengobatan sebelumnya dan (4) status HIV pasien (Isbaniyah F. et al, 2011)
1. Letak anatomi penyakit
Berdasarkan lokasi anatomi penyakit, TB dibagi menjadi TB Paru karena
mengenai parenkim paru dan TB Ekstraparu apabila mengenai organ di luar paru
seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus),
traktus genitourinarius, abdomen, selaput otak, sendi, tulang dan kulit.
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi)
TB paru dengan BTA (Bakteri Tahan Asam) positif jika terdapat minimal
satu dari sekurang-kurangnya dari dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil
positif pada laboratorium yang telah memenuhi syarat external quality
assurance (EQA) dan sebaiknya untuk satu kali pemeriksaan dahak diambil
ketika pagi hari. Apabila tidak terdapat laboratorium dengan syarat EQA, TB
paru dengan BTA positif apabila ditemukan dua atau lebih hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau satu hasil dahak BTA positif disertai dengan foto toraks
yang sesuai dengan gambaran TB. Selain itu, disebut juga TB paru BTA positif
apabila hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.
Tuberculosis positif
5
TB paru dengan BTA negatif jika sedikitnya dua dari hasil pemeriksaan
laboratorium dengan syarat EQA hasilnya negatif. Untuk memastikan diagnosis,
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak
negatif terutama jika berada pada daerah yang prevalens HIV > 1% atau pasien
TB dengan kehamilan ≥ 5%.
Kasus bekas TB adalah apabila hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan
juga negatif bila ada gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang sudah
tidak aktif, atau foto serial (dalam 2 bulan) gambaran menetap. Akan lebih
mendukung apabila memiliki riwayat pengobatan OAT (Obat Anti Tuberculosis)
yang adekuat.
3. Riwayat pengobatan sebelumnya
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pasien TB dibagi menjadi
beberapa tipe yaitu (Hasan, 2010):
1) Baru
Merupakan pasien yang belum pernah diobat dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (<4 minggu/ < 28 dosis).
2) Kambuh (Relaps)
Merupakan pasien TB yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB
sebelumnya dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan telah lengkap,
tetapi didiagnosis kembali dengan TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis.
3) Pengobatan setelah putus berobat (Default/Lost to Follow up) Merupakan
pasien dengan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
4) Gagal (failure)
Merupakan pasien yang hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Pindah (Transfer In)
Merupakan pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan lain
yang mempunya register TB untuk melanjutkan pengobatan.
6) Lain-lain
Merupakan kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria di depan. Kasus
kronik termasuk dalam kelompok ini. Kasus kronik adalah pasien dengan
hasil pemeriksaan BTA masih positif meskipun pengobatan ulangan telah
selesai.
6
4. Status HIV pasien
Mengetahui status HIV pasien adalah hal yang sangat penting untuk
menetapkan proses pengobatan. Pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA),
infeksi TB laten mudah berkembang menjadi TB aktif karena sistem imunitas
yang menurun (Isbaniyah F. et al, 2011).
7
Basil TB dapat membelah diri dengan lambat di alveolus dan di tempat
pembelahan tersebut akan terbentuk lesi inisial tempat pembentukan granuloma.
Lesi tersebut dapat mengalami nekrosis dan perkijuan (kaseasi) di tengah, kemudian
terbentuk fibrosis yang mengelilingi granuloma sehingga infeksi tidak menyebar.
Stadium ini disebut infeksi primer. (Djojodibroto, 2007).
Terdapat orang yang dapat mengatasi fokus infeksi primer dan menjadi tidak
sakit, tetapi tidak semua basil TB dapat terbunuh atau tersingkir. Basil TB ini akan
berada pada fase dorman dalam waktu lama. Orang-orang yang terinfeksi basil TB
hanya 10% yang memberikan gejala.Pada awal stadium infeksi primer, terdapat
kemungkinan basil TB menyebar ke tempat lain melalui aliran darah di luar lesi
inisial. Basil TB yang keluar dari lesi inisial tersebut akan berkembang biak di
tempat yang baru (secondary settlement). Secondary settlement dapat terjadi di
apeks paru, ginjal, ujung tulang panjang dan otak. Yang paling sering terjadi
secondary settlement adalah di apeks paru. Meskipun basil TB menyebar, apabila
daya tahan tubuh individu prima maka tidak akan menderita TB. Pada penderita TB
dengan daya tahan tubuh yang lemah, secondary settlement dapat terjadi di seluruh
tubuh dan menderita TB milier (Sudoyo et al, 2009; Djojodibroto, 2007).
5. Penegakaan Diagnosis
a. Diagnosis TB paru
Untuk mendiagnosis TB paru, dilakukan pemeriksaan 3 spesimen dahak
dalam waktu dua hari yang dikumpulkan dengan urutan sewaktu-pagi-sewaktu
(SPS) pada semua suspek TB. (Kemenkes RI 2011)
1) S : Ketika suspek TB berkunjung pertama kali dahak dikumpulkan. Suspek
TB membawa pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari berikutnya.
2) P : Ketika suspek masih di rumah, dahak dikumpulkan di pot setelah bangun
tidur, kemudian pot dibawa ke fasyankes dan diserahkan sendiri kepada
petugas.
3) S : Saat menyerahkan dahak pagi, dahak dikumpulkan lagi di pot untuk
dikumpulkan di fasyankes. Diagnosis TB paru dapat ditegakkan apabila
ditemukan kuman TB
Berdasarkan program TB nasional, diagnosis utama TB adalah dengan
ditemukan BTA pada pemeriksaan dahak mikroskopis. Untuk penunjang
diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti foto toraks,
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan obat TB apabila sesuai dengan indikasi.
8
Foto toraks tidak dapat menjadi patokan diagnosis TB karena gambaran khas TB
paru tidak selalu muncul sehingga bisa terjadi overdiagnosis. (Kemenkes RI
2011)
b. Diagnosis TB ekstraparu
Pada TB ekstra paru, gejala dan keluhan yang muncul tergantung pada
organ yang terkena. Apabila meningitis TB maka terdapat kaku kuduk, pada TB
pleura (pleuritis) terdapat nyeri dada, pada limfadenitis TB terdapat pembesaran
kelenjar limfe superfisialis, dan lain-lain. Untuk menegakkan diagnosis pasti
perlu dilakukan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopalogis pada
jaringan tubuh yang terkena. (Kemenkes RI 2011)
c. Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)
Pada ODHA penegakan diagnosis TB paru dan TB ekstra paru adalah
sebagai berikut:
1) Pada ODHA dengan TB Paru BTA Positif minimal ditemukan satu
pemeriksaan dahak positif
2) Pada ODHA dengann TB Paru BTA Negatif dari hasil pemeriksaan dahak
negatif dan dari gambaran klinis dan radiologis mendukung TB atau BTA
negatif dengan hasil kultur TB positif
Pada TB Ekstra Paru dilakukan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan
atau histopatologi dari jaringan tubuh yang terkena. (Kemenkes RI 2011)
Pemeriksaan tes cepat Xpert MTB/Rif dapat dilakukan pada ODHA
karena pemeriksaan mikroskopis dahak pada ODHA sering memberikan hasil
negatif. Resistensi terhadap Rifampisin dapat diketahui dengan tes cepat Xpert
MTB/Rif sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pada ODHA.
Tes cepat dapat dilakukan bersamaan (paralel) dengan pemeriksaan mikroskopis
jika fasilitas memungkinkan. (Kemenkes RI, 2014)
9
Gambar 1. Alur Diagnosis TB
(Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
6. Penatalaksanaan
Untuk mengatasi TB, perlu dilakukan pengobatan yang adekuat dan
pengobatan memakan waktu minimal 6 bulan (Djojodibroto, 2007).. Tujuan
pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadi resistensi kuman terhadap Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) (Kemenkes, 2011).
10
Prinsip pengobatan TB menggunakan multidrugs regimen dan OAT dibagi
menjadi dua golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua. Obat lini
pertama meliputi, Isoniazid (H), Etambutol (E), Streptomisin (S), Pirazinamid (Z)
Dan Rifampisin (R). obat lini pertama dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kategori 1
2(HRZE/4(HR)3, kategori 2 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3, kategori anak
2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR. Obat lini kedua digunakan dalam
tatalaksana pasien TB resisten yang terdiri dari Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS (Kemenkes, 2014).
Terdapat kode standar dalam rejimen pengobatan TB yang menunjukkan
tahap dan lama pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan
kombinasi OAT dengan dosis tetap. Contoh: 2HRZE/4H3R3 untuk TB kategori 1,
artinya tahap awal/intensif 2HRZE lama pengobatan 2 bulan dan masing-masing
OAT (HRZE) diberikan setiap hari. Tahap lanjutan 4H3R3 lama pengobatan 4 bulan
dan masing-masing OAT diberikan 3 kali seminggu (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2005)
11
yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjut
(Kemenkes, 2011).
Prinsip pengobatan TB dalam strategi DOTS adalah dengan memberikan
OAT dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Penggunaan OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin
kepatuhan pasien dalam menelan obat, dilakukan pengawasan langsung oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)3. Paduan OAT-KDT lini pertama diberikan
untuk pasien baru yaitu, pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB paru
terdiagnosis klinis, pasien TB ekstraparu (Kemenkes, 2014).
Selain paduan OAT KDT, terdapat paket kombipak. Paket kombipak adalah
paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Pasien yang mengalami efek samping pada
pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya dapat menggunakan paduan OAT ini
(Kemenkes, 2014).
Tabel 3. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
12
pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
aebelumnya dan pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow
up) (Kemenkes, 2014).
13
dalam jangka waktu yang lebih lama. Pada tahap lanjutan ini, kuman persisten
dibunuh untuk mencegah terjadi kekambuhan. (Kemenkes, 2011)
B. Penyuluhan
1. Pengertian
Penyuluhan merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui
pendekatan edukatif. Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang
dilakukan secara sistematik, terencana, dan terarah dengan peran serta aktif
individu, kelompok, atau masyarakat untuk memecahkan masalah dengan
memperhitungkan faktor sosial, ekonomi, dan budaya setempat. Selanjutnya,
penyuluhan gizi dapat diartikan sebagai suatu pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam
peningkatan derajat kesehatan dan mempertahankan gizi baik (Suhardjo, 2003).
2. Metode Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2005), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin
dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada 3 (tiga) yaitu:
a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Pada metode ini, penyuluh berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan sasaran secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena
sasaran dapat langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus
dari penyuluh.
Kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai kurang
efektif, karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk mengunjungi dan
membimbing sasaran secara individu, selain itu juga membutuhkan banyak
tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama.
b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Metode ini
cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan
kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama. Salah satu cara efektif
dalam metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah. Dalam
pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil seperti transfer
informasi, tukar pendapat, umpan balik, dan interaksi kelompok yang memberi
14
kesempatan bertukar pengalaman. Namun pada metode ini terdapat kesulitan
dalam mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktifitas.
c. Metode berdasarkan pendekatan massa
Metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang banyak.
Ditinjau dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, tapi terbatas
hanya dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan saja. Metode
pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan tapi, jarang bisa
mewujudkan perubahan perilaku
.
3. Media Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari media karena
melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk dipahami. Media dapat
menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, dan mempermudah
pengertian. Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu promosi
kesehatan. Dengan demikian, sasaran dapat mempelajari pesan-pesan kesehatan dan
mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan, media dibagi
menjadi 3 (tiga) (Notoatmodjo, 2005) yakni:
a. Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan yaitu:
1) Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan kesehatan dalam
bentuk lembar balik, dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan
dibaliknya berisi informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut.
2) Booklet ialah pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan
maupun gambar.
3) Poster ialah lembaran kertas dengan kata-kata dan gambar atau simbol untuk
menyampaikan pesan/ informasi kesehatan.
4) Leaflet ialah penyampaian informasi kesehatan dalam bentuk kalimat,
gambar ataupun kombinasi melalui lembaran yang dilipat.
5) Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.
6) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah mengenai bahasan suatu
masalah kesehatan.
7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
b. Media elektronik sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
memiliki jenis yang berbeda, antara lain:
15
1) Televisi: penyampaian informasi kesehatan dapat dalam bentuk sandiwara,
diskusi, kuis, cerdas cermat seputar masalah kesehatan.
2) Radio: penyampaian pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tanya jawab,
sandiwara radio, ceramah tentang kesehatan.
3) Video: penyampaian informasi kesehatan dengan pemutaran video yang
berhubungan dengan kesehatan.
4) Slide dan Film strip
c. Media papan (Bill Board) yang dipasang di tempat umum dapat diisi dengan
pesan kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan kesehatan yang
ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan umum.
C. Kader Kesehatan
1. Pengertian
Kader kesehatan yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat, yang dipilih oleh
masyarakat sendiri dan bekerja secara sukarela untuk menjadi penyelenggara di
Desa siaga (Fallen & Budi, 2010). Kader merupakan tenaga masyarakat yang
dianggap paling dekat dengan masyarakat. Pada kader kesehatan masyarakat itu
seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga
memungkinkan karena untuk membaca, menulis, dan menghitung secara sederhana
(Nugroho, 2008). Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap
masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat-pusat
kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh
para pembimbing dalam jalinan kerja dari sabuah tim kesehatan. Para kader
kesehatan masyarakat itu mungkin saja bekerja secara full time atau part time dalam
bidang pelayanan kesehatan, dan mereka tidak dibayar dengan uang atau bentuk
lainnya. oleh masyarakat setempat atau oleh puskesmas (Meilani, 2009).
16
Karakteristik kader posyandu adalah keterangan mengenai diri kader posyandu
yang meliputi umur, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan,pengalaman,
pengetahuan, perilaku, sikap, status kesehatan dan status sosial ekonomi (Depkes
RI, 2008).
17
BAB III
METODE
A. Desain Kegiatan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menjelaskan pengaruh
penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan kader mengenai TB.
18
Pengetahuan responden dinilai dari jawaban responden pada kuesioner, dimana tiap
item jawaban benar diberi nilai 1, jawaban salah -1, dan jawaban salah 0. Tingkat
pengetahuan dikelompokkan berdasarkan cut-off dari rerata skor post-test. Interpretasi
diatas cut-off menunjukkan pengetahuan baik, nilai dibawah cut-off menunjukkan
pengetahuan yang kurang.
F. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
a. Mendiskusikan dengan penanggung jawab Puskesmas Kare mengenai
permasalahan kesehatan yang masih menjadi prioritas pemecahan masalah.
b. Melakukan koordinasi dengan programer bidan desa Randualas dan
menanyakan masalah kesehatan warga dan kader kesehatan Desa Randualas.
c. Menyiapkan alat penelitian berupa kuesioner.
2. Pelaksanaan
a. Menentukan target yang akan diberikan penyuluhan.
b. Melaksanakan pre-test menggunakan kuesioner
c. Melaksanakan penyuluhan mengenai penyakit Tuberkulosis
d. Melaksanakan post-test menggunakan kuesioner.
Populasi
3. Tahap Target
evaluasi Kader Posyandu di Desa Randualas
a. Melakukan anaslisa data pada hasil kuesioner
b. Penyusunan laporanKader
penelitian
yang hadir pada pertemuan rutin
Populasi Sumber
kader di Desa Randualas
Kriteria Inklusi
Insidental Sampling
Kriteria Eksklusi
G. Rancangan Penelitian
Sampel
Pre-test
Penyuluhan
Post-test
19
Data
Analisis Data
Gambar 2. Rancangan Penelitian
BAB IV
PELAKSANAN KEGIATAN
20
B. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan yang dilakukan diantaranya :
1. Pre-test
Pengisian kuesioner yang diawalii dengan informed consent secara lisan, pengisian
identitas, dan kuesioner pre-test. Pengisian dilakukan mandiri oleh responden,
namun jika responden tidak dapat membaca pengisian jawaban dibantu oleh peneliti
tanpa merubah pilihan jawaban dari responden
2. Pembagian leaflet
Kegiatan pembagian leaflet tentang TB dilakukan setelah penyuluhan. Leaflet
diberikan kepada tiap responden dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan
dan sikap responden terhadap TB.
3. Penyuluhan (penyampaian materi)
Kegiatan ini adalah komunikasi 1 arah untuk meningkatkan pengetahuan kader
tentang Tuberkulosis. Penyuluhan berisi tentang materi penyebab, cara penularan,
gejala, pengobatan, dan pencegahan Tuberkulosis, serta mengajak kader untuk ikut
serta berperan aktif dalam penanggulangan dan penjaringan penderita TB. Secara
keseluruhan kegiatan berjalan lancer dan responden antusias mendengarkan
informasi yang di berikan.
4. Sesi Tanya jawab
Kegiatan ini adalah komunikasi 2 untuk memberikan kesempatan responden
menanyakan hal yang masih beum jelas saat sesi penyuluhan. Sesi Tanya jawab
berjalan dengan baik, masyarakat cukup aktif bertanya dan berdiskusi
5. Post-test
Responden diberikn beberapa pertanyaan yang sama untuk mengukur pemahaman
setelah diberikan penyuluhan. Pengisian dilakukan mandiri oleh responden, namun
jika responden tidak dapat membaca pengisian jawaban dibantu oleh peneliti tanpa
merubah pilihan jawaban dari responden
C. Alur Kegiatan
Penyuluhan
Pre-test Pembagian Leaflet (Penyampaian
materi)
21
Post-test Sesi Tanya Jawab
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Tabel 6. Identitas Kader
22
15 Ny. SYN 37 SMP Ibu Rumah Tangga Slaji
16 Ny. SDT 46 SMA Ibu Rumah Tangga Slaji
17 Ny. SRTK 37 SMP Swasta Kayen
18 Ny. HTT 32 SMP Ibu Rumah Tangga Kayen
19 Ny. PTN 41 SMP Ibu Rumah Tangga Kayen
20 Ny. HTK 30 SMA Ibu Rumah Tangga Kayen
21 Ny. AD 28 SMA Wiraswasta Slaji
22 Ny. UNF 28 SMP Wiraswasta Slaji
23 Ny. SH 47 SMA Ibu Rumah Tangga Karangpoh
24 Ny. SPM 44 SMA Ibu Rumah Tangga Karangpoh
23
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, didapatkan 1 orang (4,2%)
petani, 20 orang (83,3%) Ibu Rumah Tangga, 1 orang (42%) swasta, 2 orang *8,3%)
wiraswasta.
24
Tidak di
tularkan
melalui
17
Menyentuh 6 orang 20 orang 1 orang 1 orang 3 orang
5. orang
barang (25%) (83%) (4.2%) (4.2%) (13%)
(71%)
ditempat
umum / barang
milik penderita
25
Dari data diatas menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persentase jawaban
benar responden pada hasil post test jika dibandingkan dengan hasil pre-test pada
pertanyaan mengenai faktor resiko TB.
Tabel 13. Skor Tanda dan Gejala TBC
Benar Salah Tidak tahu
No Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Batuk >2 15 orang 22 orang 5 orang 4 orang 2 orang
1. 0
minggu (62.5%) (92%) (20,8%) (16,7%) (13%)
Batuk
17 orang 21 orang 4 orang 3 orang 3 orang
2. bercampur 0
(70,8%) (87.5%) (16,7%) (12,5%) (13%)
darah
15 orang 22 orang 5 orang 4 orang 2 orang
3. Demam 0
(62.5%) (92%) (20,8%) (16,7%) (13%)
Berkeringat 7 orang 24 orang 10 orang 7 orang
4 0 0
dimalam hari (29.2%) (100%) (41.7%) (29.2%)
Penurunan 10 orang 22 orang 8 orang 6 orang 2 orang
5 0
berat badan (41.7%) (92%) (33.3 %) (25 %) (13%)
Nafsu makan 8 orang 21 orang 9 orang 7 orang 3 orang
6 0
menurun (33.3 %) (87.5%) (37.5%) (29.2%) (13%)
Sesak
17 orang 21 orang 2 orang 5 orang 3 orang
7 napas/nyeri 0
(70,8%) (87.5%) (8,33 %) (20,8%) (13%)
dada
Dari data diatas, skor pertanyaan mengenai gejala TB (batuk >2 minggu, batuk
bercampur darah, demam, berkeringat dimalam hari, penurunan berat badan, nafsu
makan menurun, sesak napas/nyeri dada) menunjukkan bahwa terdapat kenaikan
persentase jawaban benar hasil post-test responden jika dibandingkan dengan hasil
pre-test.
Tabel 14. Skor Kesembuhan TB
Benar Salah Tidak tahu
Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Apakah TBC
18 orang 18 orang 1 orang 5 orang 6 orang
dapat 0
(75%) (75%) (4.2%) (20,8%) (25 %)
disembuhkan?
26
Benar Salah Tidak tahu
No Pertanyaan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Pasien TBC
harus
menuntaskan 17 orang 20 orang 1 orang 3 orang 6 orang 1 orang
1.
pengobatan (70,8%) (83%) (4.2%) (13%) (25 %) (4.2%)
selama minimal
6 bulan
Pasien TBC
tidak boleh
berhenti minum
obat setelah 3 8 orang
7 orang 15 orang 6 orang 9 orang 3 orang
2. bulan (33.3
(29,2%) (62.5%) (25 %) (37.5%) (13%)
pengobatan jika %)
merasa kondisi
tubuhnya sudah
membaik
Dari data diatas, skor pertanyaan mengenai cara pengobatan TB (pasien TBC
harus menuntaskan pengobatan selama minimal 6 bulan, pasien TBC tidak boleh
berhenti minum obat setelah 3 bulan pengobatan jika merasa kondisi tubuhnya sudah
membaik) menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persentase jawaban benar hasil post
responden jika dibandingkan dengan hasil pre-test.
27
udara yang
%)
baik
Dari data diatas, skor pertanyaan mengenai pencegahan TB (Menutup mulut
atau menggunakan masker ketika batuk/bersin, Tidak meludah atau buang dahak
sembarangan, mempunyai ventilasi udara yang baik dan membiarkan matahari masuk
ke dalam ruangan) menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persentase jawaban benar
hasil post responden jika dibandingkan dengan hasil pre-test.
1 Ny. TU 5 6
28
2 Ny. Y 7 22
3 Ny. SPN 4 6
4 Ny. JW 7 6
5 Ny. PM 17 22
6 Ny. MR 18 20
7 Ny. WDL 2 22
8 Ny. M 2 22
9 Ny. SMN 9 16
10 Ny. D 13 20
11 Ny. TI 7 22
12 Ny. I 13 22
13 Ny. WA 12 21
14 Ny. WI 10 22
15 Ny. SYN 10 18
16 Ny. SDT 10 22
17 Ny. SRTK 8 16
18 Ny. HTT 11 16
19 Ny. PTN 3 22
20 Ny. HTK 4 19
21 Ny. AD 20 20
22 Ny. UNF 21 20
23 Ny. SH 13 20
24 Ny. SPM 17 20
Mean (Rerata) ±10,12 ±18,41
Dari data diatas dapat diketahui bahwa rata-rata nilai pengetahuan sebelum
penyuluhan (pre-test) adalah 10,12 dan rata-rata nilai pengetahuan sesudah dilakukan
penyuluhan (post-test) adalah 18,41. Setelah pemberian materi penyuluhan terdapat
kenaikan jumlah nilai dari soal kuesioner yang sama. Hal ini dapat dilihat dari nilai
post-test didapatkan rata-rata sebesar 18,41 dibandingkan dengan hasil nilai pre-test
yaitu sebesar 10,12. Kenaikan skor post-test terhadap pre-test sebesar 81,91%.
29
16 3 12,5 %
17 0 0
18 1 4,2 %
19 1 4,2 %
20 6 25 %
21 1 4,2 %
22 9 37,5 %
Total 24 responden 100 %
30
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa
program penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan kader tentang
penyakit TB di Desa Randualas, sehingga dapat menjadi alternative kegiatan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pencapaian penemuan kasus TB di Desa Randualas.
B. Saran
1. Perlunya partisipasi puskesmas untuk melakukan penyuluhan penyakit TB secara
bertahap dan menyeluruh di setiap Desa di Kecamatan Kare, sehingga kegiatan
dapat tetap berlangsung secara berkesinambungan.
2. Perlu dilakukan evaluasi mengenai peran serta kader dalam penjaringan suspek TB.
3. Perlunya pendampingan dari programmer, bidan desa, dan kader yang dilakukan
secara berkesinambungan dalam meningkatkan pengetahuan dan peran serta kader
dalam penjaringan kasus suspek TB baru.
4. Pembagian leaflet yang berisikan materi edukasi TB diharapkan dapat ditingkatkan
lagi, dan dapat disebarka ke anggota keluarga atau tetangga, sehingga banyak pihak
yang dapat menerima informasi tentang penyakit TB.
5. Disarankan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan penyuluhan TB dengan
menggunakan metode lain serta jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengetahui
jenis penyuluhan yang terbaik dan efektif bagi kader.
31
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z. & Asril, B., 2009. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo, Aru W., Setiyohadi,
Bambang, Alwi, Idrus, Simadibrata, Marcellus, & Setiati, Siti, 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Interna Publishing. Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, 2018. Rekapitulasi Jumlah Kasus TB yang diobati
Per Faskes di Kabupaten Madiun Tahun 2016. Madiun.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005.
Fallen, R., & R.Budi Dwi .K. (2010). Catatan kuliah keperawatan komunitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
32
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI, 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017.
Jakarta
Notoatmodjo, S, 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama. PT.
Rineka Cipta : Jakarta
Nugroho. 2008. Kegiatan dalam Posyandu. Jakarta
Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, Simadibrata, Marcellus, & Setiati,
Siti, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Interna Publishing. Jakarta
33