Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran
udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai
dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis.
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di
negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan
pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi
oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan congenital.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan
diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak
bahkan dapat berupa kelainan kongenital.

1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus yang berjudul “BRONKIEKSTASIS” ini adalah
untuk membahas gejala-gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, dan prognosis bagi penderita penyakit ini, mengingat kasus
BRONKIEKSTASIS semakin meningkat pada penduduk dengan golongan sosio ekonomi
rendah. Dengan begitu diharapkan kita mampu menekan angka morbiditas dan mortalitas
BRONKIEKSTASIS.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny.NR
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Kristen
Alamat : KP PULO 07 05, Pinang Ranti Makasar Jakarta Timur
Tanggal Masuk : 05 Oktober 2013
Tanggal Periksa : 08 Oktober 2013
No RM : 49.17.03.00
B. Keluhan Utama
Sesak nafas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak ± 3 hari SMRS. Pasien
mengatakan dadanya sesak dan semakin lama semakin bertambah berat.
± 1 hari SMRS pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas
dirasakan semakin lama semakin memberat. Keluhan dirasa semakin memberat
terutama jika pasien bersaktivitas. Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk
dengan dahak. Dahak yang keluar berwarna putih kekuningan tidak disertai
dengan darah.
Pasien mengaku sebelumnya pernah menderita TB paru sejak tahun 2006.
Sebelumnya pengobatan pasien dari tahun 2006 hingga 2012 tidak teratur.pasien
mulai minum obat teratur pada tahun 2013 Demam (+), penurunan berat
badan(+), nafsu makan menurun, keringat malam (-), nyeri dada (-) saat batuk.
BAB tidak ada kelainan. dan BAK tidak ada kelainan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal

2
Riwayat minum OAT : tahun 2006
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : dari tahun 2006
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal
Riwayat asma :di keluarga pasien tidak ada yang memiliki
penyakit asma

F. Riwayat Kebiasaan Pribadi


Riwayat olah raga : pasien jarang berolahraga
Riwayat minum alkohol : pasien tidak ada riwayat minum alkohol
Riwayat merokok : pasien tidak merokok

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : tampak sakit sedang,
B. Kesadaran : compos mentis
C. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,9° C
D. Kepala : normocephali, simetris.
E. Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).
F. Hidung: Nafas cuping hidung (-),deformitas (-), deviasi septum (-), darah (-),
secret (-).
G. Telinga : darah (-), secret (-).
H. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).
I. Leher : limfonodi tidak membesar.
J. Thorax :
3
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, retraks, nafas dangkal,
kostal tampak jelas, bentuk dada barrel chest..
Palpasi : Vocal Fremitus suara simetris kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler
Suara tambahan Rhonki basah (+/+)
Wheezing (-/-)
K. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) 4x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak tera
L. Ekstremitas
Oedem Akral dingin

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium darah (05-10-2013)

4
H2TL
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12.9 gr/dl 12-14 g/dl
Hematokrit 39.9 vol% 37-43 vol%
Leukosit 15.9 ribu /mm3 5-10 ribu/mm3
Trombosit 317.000/mm3 150.000-400.000/ mm3

B. Pemeriksaan Radiologi ( Foto thorax PA, tanggal 3 September 2013)


 Sinus/ diafragma baik
 Mediastinum tidak melebar
 Jantung kesan baik
 Paru: infiltrate kedua lapangan paru
 Ruang pleura tidak melebar
 Tulang tidak tampak kelainan
Kesan : TB Paru , aktif

RESUME/DAFTAR MASALAH
A. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan sesak dan batuk yang berlangsung sejak
3 hari yang lalu, keluhan ini sudah dirasakan terus menerus. Keluhan dirasa
semakin memberat terutama jika pasien bersaktivitas. Sesak nafas diikuti
dengan keluhan batuk dengan dahak. Dahak yang keluar berwarna putih
kekuningan tidak disertai dengan darah.Nafsu makan menurun. Pasien
sebelumnya pernah menderita TB paru sejak tahun 2006 dan menjalani
pengobatan tidak teratur hingga tahun 2012. Pasien baru teratur di tahun
2013 ini.

B. Diagnosis Fisik
Vital Sign : RR : 28x/menit
Thorak : Bentuk dada barrel chest, purse lip breathing, Rhonki basah
halus (+/+)

C. Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks : Jantung dalam batas normal.
Paru; infiltrate kedua lapangan paru
KESAN: TB paru , aktif

5
IV. DIAGNOSIS KERJA
Bronkiekstasis
V. DIAGNOSIS BANDING
Bronkitis kronis

VI. PENATALAKSANAAN
1. Pro rawat inap
2. Diet: lunak tidak merangsang
3. IVFD: II RL+aminophillin II/24 jam
4. O2 2-4L/mnt
5. Inhalasi dengan ventolin, pulmicort 3x/hari
6. Medikamentosa: - Pulmicort + Ventolin 3x1/hari
- Levofloxacin 1 x 1 gr
- Aminopilin tab 3 x 1 gr
- Ambroksol tab 3 x 1 gr
- Dexametason 2 x 0.5 mg
- Ranitidine 2 x1 amp
I. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia et malam
Ad fungsionam : dubia et malam

6
FOLLOW UP
06 oktober 2013
S : Sesak, batuk berdahak
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 110/70 mmHg
Nadi 84x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24x/m
Temperatur 36,6oC

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-),
Leher Pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest, sela iga melebar
Cor :
Bj I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
I: statis simetris, dinamis:
P: stem fremitus simetris kanan dan kiri
P: sonor pada kedua lapangan paru
A: Bunyi nafas dasar ekspirasi memanjang, ronkhi
(+/+), wheezing (-/-)

Abdomen I: perut tampak datar,


P: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
A: bising usus (+) 3x/menit,
P: timpani
Edema pretibial (-/-), Akral hangat, Clubbing finger
Ekstremitas (-/-)
A : Bronkiekstasis
P : - O2 nasal 2-4 lpm
- Diet lunak tidak merangsang
- IVFD: II RL/24 JAM
- Levofloxacin 1x1 tab
- Aminofilin 3x1 tab
- Ambroxol tab 3x1 tab
- Dexametason 3x1
- Inhalasi dengan ventolin + pulmikort 3x/hari

7
07 Oktober 2013
S : Sesak, batuk berdahak
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 120/90 mmHg
Nadi 84x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 20x/m
Temperatur 36,6°C

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-),
Leher Pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest, sela iga melebar
Cor :
Bj I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
I: statis simetris, dinamis:
P: stem fremitus simetris kanan dan kiri
P: sonor pada kedua lapangan paru
A: Bunyi nafas dasar ekspirasi memanjang, ronkhi
(-/-), wheezing (+/+)

Abdomen I: perut tampak datar,


P: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
A: bising usus (+) 3x/menit,
P: timpani
Edema pretibial (-/-), Akral hangat, Clubbing finger
Ekstremitas (-/-)
A : Bronkiekstasis
P : - O2 nasal 2-4 lpm
- Diet lunak tidak merangsang
- IVFD: II RL/24 JAM
- Levofloxacin 1x1 tab
- Aminofilin 3x1 tab
- Ambroxol tab 3x1 tab
- Dexametason 3x1
- Inhalasi dengan ventolin + pulmikort 3x/hari

8
08 Oktober 2013
S : Sesak berkurang, batuk berdahak,
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 120/70 mmHg
Nadi 90x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24x/m
Temperatur 36,5oC

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-),
Leher Pembesaran KGB (-)
Thorax Barrel chest, sela iga melebar
Cor :
Bj I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
I: statis simetris, dinamis:
P: stem fremitus simetris kanan dan kiri
P: sonor pada kedua lapangan paru
A: Bunyi nafas dasar ekspirasi memanjang, ronkhi
(-/-), wheezing (+/+)

Abdomen I: perut tampak datar,


P: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
A: bising usus (+) 3x/menit,
P: timpani
Edema pretibial (-/-), Akral hangat, Clubbing finger
Ekstremitas (-/-)
A : Bronkiekstasis
P : - O2 nasal 2-4 lpm
- Diet lunak tidak merangsang
- IVFD: II RL/24 JAM
- Levofloxacin 1x1 tab
- Aminofilin 3x1 tab
- Ambroxol tab 3x1 tab
- Dexametason 3x1
- Inhalasi dengan ventolin + pulmikort 3x/hari

9
BAB III
BRONKIEKSTASIS

3.1 Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis
digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai
peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps ,lalumenyebabkan obstruksi aliran
udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai
dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:
1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau
2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru
Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanyaberkaitan
dengan penyakit sistemik dan atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan
lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell
Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia),
akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit
inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab
tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang
ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan.
Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel
yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel
ini terdiri dari:
- Sel penghasil lendir
- Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu
partikel-partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.
- Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan
tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago
(tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai
kebutuhan. Pembuluhdarahdanjaringanlimfoidberfungsisebagaipemberi
zatmakanandansistempertahananuntukdindingbronkus. 4
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang
bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan
radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT
Scan. 1

10
3.2 Etiologi
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6
a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus
pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai
penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William
Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1,2,3,5,6,7
b. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
proses berikut:
 Infeksi:
o Campak
o Pertusis
o Infeksi adenovirus
o InfeksibaktericontohnyaKlebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas.
o Influenza
o Tuberkulosa
o Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9
 Penyumbatanbronkus
o Benda asing yang terisap
o Pembesaran kelenjar getahbening
o Tumor paru
o Sumbatanoleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9
 Cederapenghirupan
o Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
1,2,3,4
o Menghirup getah lambung dan partikel makanan
 Kelainanimunologik
o Sindromakekuranganimunoglobulin
o Disfungsiseldarahputih
o Defisiensikomplemen
o Infeksi HIV
o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid, kolitis
ulcerativa1,2,3,4,5
 Keadaan lain
o Penyalahgunaanobat (misalnya heroin) 4

11
3.3 Patofisiologi
Berdasarkan defenisinya,bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana
terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat
dari destruksi komponen muscular dan elastis padad inding bronkus. Rusaknya kedua
komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh
cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system
imun tubuh sebagai responterhadap antigen. 5
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus
atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan
nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas.
Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal
melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada
lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan
keluar atau tertelan. 3
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak
langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang
kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga
bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang
menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel
yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan
memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya
bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan
antara infeksi dan kerusakan jalan nafas. 3

Gambar 2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan


dan daerah
bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan. (dikutip dari kepustakaan 3)

12
3.4 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian
yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang
bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas
dengan infeksi akut. 1
Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan
sedikit atau tanpa produksi sputum.Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele
(gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. 1
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada
pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif
mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan
eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang
akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang
berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum
yang berbau. 1
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90%
pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran
pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang
diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya
penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen,
kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau
yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi
karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan
sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan
sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan
berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada
umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin
terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis
biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis
tipe ini jarang ditemukan. 1,2
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan
merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis
luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti
oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan
kondisi yang mengiringi, seperti asma. 1,2
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada
sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi
juga terjadi pada eksaserbasi akut. 1,2
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat.
Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan
peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada
umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. 1
Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang. 1

13
2. Pemeriksaan fisik
Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk
dengan pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda-
tanda fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis
komplikasi bronkiektasis. 1
Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor
pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung
pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal
atau difus. 1
Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat predisposisi.
Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus bawah paru
yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi basah ini hilang
sesudah pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila
bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan
kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah
yang terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena.
Bila terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan
pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus. 1

3. Gambaran Radiologis

- Foto thorax
Denganpemeriksaanfotothoraks, makapadabronkiektasisdapat ditemukan
gambaran seperti dibawah ini:
 Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter
cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran
‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut
menunjukkan kelainan yang terjadipadabronkus. 11,12,13,14

14
Gambar 3. Tampak Ring Shadow yang pada bagian bawah paru yang menandakan adanya
dilatasi bonkus (dikutip dari kepustakaan 13)

Gambar 4. Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah (dikutip dari
kepustakaan 1)

Gambar 5. Tampak Ring Shadow yang menandakan adanya dilatasi bonkus (dikutip dari
kepustakaan 13)

 Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat
terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna
hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah
parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah
parahilus. 11,12,13,14

15
Gambar 6. Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung (dikutip dari kepustakaan 13)

 Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm.
gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran
ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis. 11,13

 Glove finger shadow


Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-
jari pada sarung tangan. 11,13

- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke
dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini
selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk
bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik)
dan varikosis. 12,13

16
Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di
lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami
bronkiektasis yang akan diangkat. 12
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya
yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan
reaksi tubuh terhadap kontras media. 5

- CT-Scan thorax

Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri.
(dikutipdarikepustakaan 15)

17
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk
mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak
kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi
tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% danspesifisitassebesar 93%.2,8,14
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding
bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama
penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan. 14

3. Patologi Anatomi
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus
yang terkena maupun beratnya penyakit.6
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses
inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi
sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses
fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga
elemen-elemen elastis. 6
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel
menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel
inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi
pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. 6
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa
pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan
yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-
kista berisi nanah. 6

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis


Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :
a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada
bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. 1,5,6
b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan
penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk
kista. 1,5,6
c. Varicose bronkiektasis
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini
digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh
vena. 1,5,6

18
3.5 Diagnosis banding
Fibrosis Kistik

Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang
lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang memperlihatkan
bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi: hiperinflasi, penebalan dan
dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan
tanda interstisial dan penyebaran nodul-nodul.

3.6 Penatalaksanaan
Prinsip tata laksana bronkiektasis infeksi adalah pengendalian infeksi
aktif dan perbaikan bersihan sekresi serta higienisitas bronkial sehingga dapat
mengurangi beban mikroba di jalan napas dan meminimalkan risiko infeksi
berulang.
1. Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik ditujukan pada patogen penyebab ataupun yang diduga
sebagai penyebab dan sebaiknya segera diberikan saat eksaserbasi akut,
biasanya untuk jangka waktu 5-10 hari.

2. Bronkial Hygiene
Berbagai pendekatan dapat dicoba untuk meningkatkan bersihan sekret
pada bronkiektasis seperti hidrasi dan pemberian mukolitik, aerosolisasi
bronkodilator dan agen hiperosmolar (hipertonik salin), dan fisioterapi dada
(drainase postural, perkusi dada mekanis tradisional dengan menepuk-
nepuk dada dengan telapak tangan atau dengan penggunaan alat modern).

3. Terapi Anti Inflamasi

Para ahli meyakini bahwa pengendalian respon inflamasi mungkin


bermanfaat pada bronkiektasis. Sebuah penelitian berskala kecil yang telah
dilakukan menunjukkan perbaikan gejala dyspnea, penurunan kebutuhan
inhalasi β-agonis, dan penurunan produksi sputum melalui inhalasi
glukokortikoid. Akan tetapi, tidak ada perbedaan signifikan dalam fungsi paru
atau laju eksaserbasi bronkiektasis. Risiko imunosupresi dan supresi adrenal
harus diperhatikan pada penggunaan terapi antiinflamasi pada bronkiektasis
infeksi. Akan tetapi, pemberian glukokortikoid oral atau sistemik penting pada
pengobatan bronkiektasis karena etiologi tertentu seperti ABPA (allergic
bronchopulmonary aspergillosis), atau bronkiektasis non infeksi karena suatu
kondisi yang mendasari, khususnya suatu kondisi autoimun yang aktif
seperti artritis rheumatoid atau sindrom Sjogren.
BAB IV
ANALISIS KASUS

19
Seorang perempuan berinisial Tn. NR berusia 56 tahun yang beralamat di KP Pulo
07 05,pinang ranti makasar jakarta timur datang ke RS UKI dengan keluhan utama sesak
yang bertambah hebat sejak ± 1 hari SMRS. Dari keluhan tersebut, yang dapat kita
pikirkan adalah gangguan di sistem respirasi/paru, gangguan di hepar, gagal jantung, dan
gangguan ginjal.
± 1 bulan SMRS, pasien mengeluh sesak nafas yang disertai dengan batuk, darah
(+), warna putih, ± 1 sendok makan setiap batuk. Demam (+) tinggi, demam turun naik,
nyeri dada (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun, BAB dan BAK biasa. Pasien
berobat ke Rumah Sakit UKI dan dirawat selama ± 1 minggu. Pasien mengatakan saat
dirawat pasien sering diuap.
± 1 bulan SMRS, pasien kembali mengeluh sesak nafas terus menerus disertai
batuk berdahak semakin sering, dahak warna kuning ± 1 sendok makan setiap batuk,
hilang timbul, Demam (-).
± 1 hari SMRS pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan
terus menerus dan semakin lama semakin memberat. Keluhan dirasa memberat terutama
jika malam hari dan pasien sering sulit tidur pada malam hari karena sesak. Pasien tidur
lebih nyaman dengan 3 bantal atau duduk tegap. Sesak nafas diikuti dengan keluhan
batuk dengan dahak. Dahak yang keluar berwarna putih kekuningan tidak disertai dengan
darah. demam (+), penurunan berat badan (+) , nafsu makan menurun, keringat malam
(-), nyeri dada (+) saat batuk. BAB tidak ada kelainan. BAK tidak ada kelainan.
Riwayat memiliki darah tinggi disangkal, kencing manis disangkal. Riwayat
penyakit asma disangkal. Riwayat minum obat selama 6 bulan (+).pasien mengaku
pengobatan ini sejak tahun 2006 minum obat OAT tetapi tidak teratur hingga tahun 2012.
Pasien baru mulai teratur memnium obat OAT teratur pada tahun 2013 ini. Riwayat sakit
maag disangkal. Riwayat merokok (-). Di keluarga pasien memiliki riwayat asma. Dari
anamnesis ini, dapat diketahui terdapat faktor resiko yaitu pengobatan TB yang tidak
teratur
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan os tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan
24x/menit, temperatur 36,9°C. Pada pemeriksaan paru, inspeksi Statis, dinamis simetris
kanan sama dengan kiri, barrel chest, dan sela iga yang melebar, dengan perkusi dada
didapatkan sonor pada lapangan paru kanan dan kiri. Pada auskultasi, Vesikuler menurun
pada paru kanan, ronkhi (+/+), wheezing (-/-). Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat
ditegakkan diagnosis bronkiekstasis.

20
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hemoglobin dan hematokrit
yang normal, leukosit yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat
dipikirkan kemungkinan bronkiekstasis.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah O2 nasal 2-4 lpm, lunak tidak
merangsang, dan infuse II RL serta medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH
syrup, antibiotik, kortikosteroid, vitamin, serta inhalasi. Prognosis dari Bronkiekstasis
tergantung dari penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Emmons EE. Bronchiectasis. www.emedicine.com last update Januari 2007.

21
2. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition. Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams &Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255-274.
3. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last update
Januari 2008.
4. Anonymous. Bronkiektasis. http://medicastore.com/med/detail_pyk.php, 2004
5. Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update December,8 2006
6. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid II EdisiKetiga. Editor
SlametSuyono. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.
7. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasarIlmuPenyakitParu, Airlangga University
Press. Surabaya. 2006. hal 256-261
8. Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393.
9. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati,
dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740
10. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat AnatomiSystemaRespiratorius.
BagianAnatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.
11. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in
General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56
12. Kusumawidjaja K. RadiologiDiagnostikEdisiKedua. Editor IwanEkayuda. BalaiPenerbit
FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.
13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone. Tottenham.
2003. hal 45, 163, 164 & 168.
14. Patel PR. Lecture Notes RadiologiEdisiKedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41
15. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York.
2005. hal 67-68.
16. Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com. Last
update Februari 2008.
17. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition, Loren H.
Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. hal
18. Wicaksono H. Anatomi Dasar Sistem Pernapasan, www.ilmusehat.com

22

Anda mungkin juga menyukai