Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Laporan keuangan diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai kinerja


keuangan perusahaan dan bagaimana manajemen perusahaan bertanggung jawab
kepada pemilik. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan
informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang
berkaitan dengan investasi dana mereka (Halim et.al. 2005). Akan tetapi informasi
yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
sebenarnya. Dalam kondisi yang demikian ini dikenal sebagai informasi yang
tidak simetris atau asimetri informasi (asymmetric information) (Haris, 2004).
Adanya asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) akan
memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba
(earnings management) (Richardson, 1998).
Manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen timbul sebagai akibat dari
adanya konflik keagenan. Konflik keagenan tersebut terjadi karena terdapat
perbedaaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal) dan manajemen
perusahaan (agent). Teori keagenan berasumsi bahwa setiap individu baik
principal maupun agent memilki motivasi dan kepentingan yang berbeda
sehingga akan mengakibatkan adanya konflik kepentingan diantara mereka.
Untuk memaksimalkan kesejahteraannya dengan profitabilitas yang terus
meningkat, pemilik perusahaan mengadakan kontrak dengan manajemen.
Sedangkan, manajer termotivasi untuk dapat memaksimumkan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya.

BAB II
PEMBAHASAN

Proses Konvergensi
Dewasa ini Indonesia sebagai salah satu Negara G20 juga telah memutuskan
untuk konvergensi ke IFRS. Konvergensi sendiri berarti to become similar or the
same. Dengan demikian konvergensi ke IFRS dapat diartikan membuat standar
akuntansi suatu Negara sama dengan IFRS (Kartikahadi, 2010) Konvergensi
standar akuntansi standar akuntansi dapat dilakukan dengan 2 (tiga cara) yaitu:
adopsi (mengambil langsung dari IFRS),) dan harmonisasi secara sederhana dapat
diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku
secara internasional. Negara tersebut hanya membuat agar standar akuntansi yang
mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional.
Mengingat standar akuntansi tidak terlepas dari tata hukum, social, ekonomi dan
budaya suatu Negara maka pengertian konvergensi ke IFRS lebih masuk akal
untuk harmonisasi (Kartikahadi,2010). Konvergensi standar akan menghapus
perbedaan tersebut perlahanlahan dan bertahap sehingga nantinya tidak akan ada
lagi perbedaan antara standar negara tersebut dengan standar yang berlaku secara
internasional.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi yang awalnya single standard telah
berubah
menjadi triple standard, yaitu : pertama, standar akuntansi Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik yang digunakan untuk perusahaan kecil dan menengah atau
perusahaan yang tidak memiliki akuntanbilitas public dan tidak memiliki fungsi
fiducia, atau perusahaan yang mempunyai fungsi fiducia tetapi diwajibkan oleh
regulator menggunakan standar SAK ETAP contohnya BPR. Kedua, Standar
Akuntansi Syariah, yang digunakan oleh entitas yang melakukan transaksi
berbasis syariah, Ketiga adalah standar akuntansi berbasis IFRS yang digunakan
untuk entitas yang mempunyai fungsi fiducia dan mempunyai
pertanggungjawaban publik.

Manajemen Laba
a. Definisi
Konsep manajemen laba menggunakan pendekatan teori keagenan. Teori agency
berfokus pada dua individu yaitu principal dan agen yang masing-masing pihak
yaitu agen dan principal berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya
sendiri, sehingga menimbulkan konflik kepentingan diantara principal dan agen
(Scott, 1997:240 dalam ).
Earnings management merupakan intervensi dari pihak manajemen untuk
mengatur laba yaitu dengan menaikkan atau menurunkan laba akuntansi dengan
memanfaatkan atau kelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi.
Karena standar akuntansi memperbolehkan perusahaan untuk memilih metode
akuntansi.
b. Motivasi Manajemen Laba
Beberapa motivasi yang mendorong earnings management antara lain informasi
earnings atau laba banyak digunakan oleh para investor dan kreditur dalam
membuat keputusan investasi atau pemberian kredit. Watts, Zimmerman 1986
dalam Pramudji, Trihartati, 2010 ) menyatakan bahwa motivasi manajemen laba
antara lain :
1) Bonus plan hypothesis dimana laba juga sebagai dasar dalam pemberian bonus
kepada karyawan. Misalnya pada saat keuntungan dijadikan patokan dalam
pemberian bonus, maka akan menciptakan dorongan kepada para manajer untuk
memanaje data keuangan agar dapat menerima bonus seperti yang diinginkan
2) Debt (equity) hypothesis menagaskan bahwa perusahaan dengan rasio debt to
equity ratio lebih besar, cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi
yang dapat menaikkan labanya
3) Political cost hypothesis, perusahaan cenderung memilih metode akuntansi
yang dapat menurunkan laba bersih yang dilaporkan. Manajamen laba yang
dilakukan manajer akan menurunkan kualitas laba. Manajemen laba akan
membuat kemampuan laba untuk memprediksi laba masa depan menjadi
berkurang.
Dua motivasi utama para manajer melakukan manajemen laba, yaitu tujuan
oportunis dan informasi (signaling) kepada investor. Tujuan oportunis mungkin
dapat merugikan pemakai laporan keuangan karena informasi yang disampaikan
manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan.
Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang
diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal
choice (Kondisi yang memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan
tertentu dalam melaporkan kinerja yang menguntungkan bagi dirinya sendiri
ketika menghadapi situasi tertentu). Sikap curang tersebut didefinisikan sebagai
satu atau lebih tindakan yang disengaja dan didesain untuk menipu orang lain
sehingga menyebabkan hilangnya kekayaan (Beneish 2001). Tujuan informatif
(signaling) kemungkinan besar membawa dampak yang baik bagi pemakai
laporan keuangan. Manajer berusaha menginformasikan kesempatan yang dapat
diraih oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer
sangat erat kaitanya dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas
investasi maupun operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi
yang lebih baik mengenai prospek perusahaan masa datang. Oleh karena itu,
manajer dapat mengestimasi secara baik laba masa datang dan diinformasikan
kepada investor atau pemakai laporan keuangan lainya. Manajer dapat
menggunakan diskresi akrual untuk merefleksikan kinerja perusahaan tersebut
melalui laporan laba (Gul et al. 2003).

c. Teknik Manajemen laba


Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam
Pramudji, Trihartati, (2010) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Manajemen dapat mempengaruhi laba melalui perkiraan terhadap estimasi
akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu
depresiasi asset tetap atau amortisasi asset tidak berwujud, estimasi biaya garansi,
dll.
2. Mengubah metode akuntansi
Manajemen laba dapat dilakukan dengan mengubah metode akuntansi yang
digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Contoh mengubah depresiasi asset
tetap dari metode jumlah angka tahun ke metode garis lurus.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen laba dapat dilakukan dengan menggeser periode atau pendapatan.
Contohnya dengan mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian
sampai pada periode akuntansi periode berikutnya, mempercepat atau menunda
pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda
pengiriman produk ke pelanggan, mengatur penjualan aset tetap perusahaan.
Manajemen laba dapat terjadi karena dalam penyusunan laporan keuangan
menggunakan basis akrual. Akuntansi berbasis akrual meng-gunakan prosedur
akrual, deferral, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapat-
an, biaya, keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk menggambarkan
kinerja perusaha-an selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan
dikeluarkan (Sulistyanto, 2008). Manajamen laba diproksikan dengan mengguna-
kan discretionary accruals (DAC). Menurut Healy (1985) konsep model akrual
memiliki dua kom-ponen, yaitu discretionary accruals dan non dis-cretionary
accruals. Discretionary accruals me-rupakan komponen akrual yang dapat diatur
dan direkayasa sesuai dengan kebijakan (discretion) manajerial, sementara non
discretionary accruals merupakan komponen akrual yang tidak dapat diatur dan
direkayasa sesuai dengan kebijakan manajer perusahaan. Manajer akan melakukan
manajemen laba dengan memanipulasi akrual-akrual tersebut untuk mencapai
tingkat pen-dapatan yang diinginkan.

International Financial Reporting Standard (IFRS)


2.6.1 Pengenalan IFRS
IFRS (International Financial Reporting Standards) merupakan standar,
interpretasi dan kerangka kerja dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan
keuangan yang diadopsi oleh IASB (International Accounting Standards Board).
Sebelumnya IFRS ini lebih dikenal dengan nama Inter-national Accounting
Standards (IAS).
2.6.2 Konvergensi Akuntansi Indonesia ke IFRS
Konvergensi IFRS di Indonesia perlu didukung agar Indonesia mendapatkan
pengakuan maksimal. Pengakuan maksimal ini didapat dari komunitas
internasional yang sudah lama menganut standar ini. Jurang pemisah terdalam
PSAK dengan IFRS telah teratasi yaitu dengan diperbolehkannya penggunaan
nilai wajar (fair value) dalam PSAK. Angkoso (2012) menyatakan secara umum,
manfaat dari konvergensi IFRS ini adalah : 1) Memudahkan pemahaman atas
laporan keuangan dengan penggunaan Stan-dar Akuntansi Keuangan yang dikenal
secara internasional (enhance comparability). 2) Meningkatkan arus investasi
global melalui transparansi. 3) Menurunkan biaya modal dengan membuka
peluang fund raising melalui pasar modal. 4) Menciptakan efisiensi penyusunan
laporan keuangan. 5) Meningkatkan kualitas laporan keuangan, antara lain dengan
mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) telah
memulai proses konvergensi IFRS sejak 2009 dan diharapkan selesai sebelum
awal tahun 2012. Sasaran konvergensi IFRS tahun 2012 adalah merevisi PSAK
agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif
1 Januari 2012. Untuk memperlancar proses adopsi IFRS keberhasilan masa
transisi adalah kunci utamanya. langkah efektif yang perlu dilakukan perusahaan
selama masa transisi adalah membentuk tim adhoc konvergensi IFRS yang
bertanggung jawab untuk melakukan persiapan awal dan mengorganisasikan
sumber daya. Selain itu dibutuhkan kesiapan dari para praktisi, antara lain akuntan
manajemen, akuntan publik, akuntan akademisi dan kesiapan para regulator
maupun profesi pendukung lain, seperti penilai dan aktuaris.
2.6.3 Tujuh manfaat dalam Penerapan IFRS
Adapun tujuh manfaat dalam penerapan IFRS adalah sebagai berikut :1)
Meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK), 2) mengurangi biaya
SAK, 3) meningkatkan kredibilitas & kegunaan laporan keuangan, 4)
meningkatkan kom-parabilitas pe-laporan keuangan, 5) meningkatkan
transparansi keuangan, 6) menurunkan biaya modal dengan membuka peluang
penghimpunan dana melalui pasar modal, dan 7) meningkatkan efisiensi pe-
nyusunan laporan keuangan.
Menurut Immanuella (2009) tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan
keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam
laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang terdiri
dari : 1) Transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang
periode yang disajikan, 2) Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi
yang berdasarkan pada IFRS, 3) Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak
melebihi manfaat untuk para pengguna dan 4) meningkatkan investasi.

Persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci


IFRS mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik
kualitatif maupun
kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan
data/informasi yang dipakai
untuk pengambilan keputusan yang diambil oleh manajemen. Tingkat
pengungkapan yang makin
mendekati pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi tingkat
asimetri informasi
(ketidakseimbangan informasi) ketidakseimbanagan informasi antara manajer
dengan pihak pengguna
laporan keuangan. Asimetri informasi adalah kondisi dimana manajer mempunyai
informasi superior
dibandingkan dengan pihak laik. Oleh karena itu manajer akan melakukan
diysfunctional behavior dengan melakukan manajemen laba terutama jika
informasi tersabut terkait dengan pengukuran kinerja
manajer. Jadi dapat disimpulkan kondisi informasi asimteri inilah yang
merupakan kondisi yang
dibutuhkan untuk dilakukannya manajemen laba. Dengan kata lain tingkat
pengungkapan memiliki
hubungan negatif dengan manajemen laba hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh
Siregar dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa perusahaan yang melakukan
manajemen laba
cenderung mengungkapkan informasi lebih sedikit dalam laporan keuangannya
agar tidak terdeteksi.
Perusahaan dengan tingkat pengungkapan minimal cenderung melakukan
manajemen laba dan
sebaliknya

Anda mungkin juga menyukai