Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa)

dari genus plasmodium yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles

betina. Istilah malaria dari dua kata bahasa Italia, yaitu “mal” (buruk) dan “area”

(udara) atau buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawan-rawan yang

mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa nama lain,

seperti demam aroma, deman rawa, demam tropik, demam pantai, demam

changers dan demam kura. Malaria ditemukan hampir seluruh bagian dunia,

terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis (Ikrayama, 2007).

Perilaku masyarakat terhadap lingkungan merupakan faktor penting dalam

penyakit malaria. Pengetahuan yang rendah tentang malaria, sikap yang tidak

waspada terhadap malaria dan tindakan yang buruk terhadap lingkungan,

merupakan pendukung hadirnya vektor malaria yang pada akhirnya menularkan

penyakit malaria kepada manusia. Kebiasaan masyarakat berada di luar rumah

pada malam hari tanpa memakai baju tertutup atau pelindung diri dari gigitan

nyamuk seperti lotion anti nyamuk, obat anti nyamuk bakar akan mempercepat

transmisi penularan penyakit malaria, karena nyamuk malaria aktif menggigit

sepanjang malam. Demikian juga tindakan masyarakat yang tidak perduli dengan

lingkungannya, dimana sekitar rumah kotor banyak sampah berserakan dan

1
genangan air yang tidak dibersihkan sehingga menyebabkan tempat yang

potensial untuk perindukan nyamuk (Saragih, 2004).

Badan kesehatan Dunia WHO (Word Health Organization) menyatakan

sebanyak 26 juta kasus dilaporkan pada tahun 2011, 106.820 orang dilaporkan

meninggal akibat penyakit malaria (WHO, 2013).

Hal ini terbukti dengan dimasukannya upaya pengendalian penyakit

malaria sebagai isu penting dalam mencapai tujuan Millenium Development Goal

(MDGs) atau pembangunan Millenium pada tahun 2015. Data tentang jumlah

penderita malaria di Indonesia 1.774.845 jiwa (16,45%) dan jumlah penderita

malaria di Sulawesi Tengah pada tahun 2008 secara klinis 75.020 kasus dan yang

dinyatakan positif adalah 10.926 kasus, sebanyak 1.048 orang diketahui rawat

inap di berbagai RSU di kota Palu (Profil SulTeng, 2011). Berdasarkan data profil

Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2010, angka kesakitan malaria

yang diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) sebesar 6,55 %. Begitu juga

angka kesakitan malaria yang diukur dengan Annual Malaria Incidence (AMI)

sebesar 36,15 % (Profil Sulteng, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari survey Puskesmas Singgani, angka

prevalensi P. falciparum di kelurahan Poboya cukup besar yaitu sebesar 3,81%

dengan menderita positif P. falciparum sebesar 11,28% dengan vektor spesies

An.Barbirostris yang cukup banyak sehingga daerah ini digolongkan daerah passif

case detection (PCD) (Samarang, 2007).

Cukup banyak masyarakat yang menderita penyakit malaria dan belum

diketahui bagaimana pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan

2
penyakit malaria pada masyarakat Sulawesi Tengah secara khusus di Kelurahan

Poboya Kota Palu. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Pencegahan Penyakit

Malaria di Kelurahan Poboya Kota Palu Tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan penyakit malaria di

kelurahan Poboya Kota Palu tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku

pencegahan penyakit malaria di kelurahan Poboya Kota Palu tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang penyakit malaria di kelurahan

Poboya Kota Palu tahun 2014.

b. Diketahuinya sikap tentang penyakit malaria di kelurahan Poboya Kota

Palu tahun 2014.

c. Diketahuinya perilaku pencegahan penyakit malaria di kelurahan Poboya

Kota Palu tahun 2014.

3
d. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku

pencegahan penyakit malaria di kelurahan Poboya Kota Palu tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan (keilmuan)

Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan

penyakit malaria.

2. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

a. Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi untuk mahasiswa dan

mahasiswi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Tadulako tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap

perilaku pencegahan penyakit malaria.

b. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah kepustakaan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako dalam

bidang karya tulis ilmiah.

3. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini bermanfaat sebagai syarat mengikuti ujian Block 13 pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Tadulako.

b. Penelitian ini bermanfaat dalam menambah pengalaman peneliti dalam

melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap

terhadap perilaku pencegahan penyakit malaria.

4
4. Bagi Kelurahan Poboya Kota Palu/Puskesmas/Instansi Kesehatan

Memberikan gambaran tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap

terhadap perilaku pencegahan penyakit malaria di kelurahan Poboya Kota Palu

sehingga penyuluhan tentang penyakit malaria dapat ditingkatkan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap

perilaku pencegahan penyakit malaria juga pernah dilakukan. Beberapa penelitian

yang hampir serupa dengan penelitian ini antara lain yaitu penelitian dari

Fransiska (2013) tentang perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan dan

pengobatan penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Larat Tanimbar Utara

Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan metode penelitian kuantitatif dengan

pendekatan studi observasional potong lintang (cross-sectional). Pada penelitian

ini didapatkan bahwa faktor predisposing yang menyangkut pengetahuan dan

sikap penderita dalam hal ini memiliki hubungan yang berarti dalam perilaku

pencegahan penyakit malaria yang dilakukan pada 85 sampel.

Arista (2012) juga melakukan penelitian mengenai gambaran perilaku

masyarakat tentang penyakit malaria intervensi perilaku dan lingkungan dalam

pencegahan kejadian penyakit malaria di desa Tunggulo Kecamatan Limboto

Barat Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif. Dari hasil penelitian ini, hasil penelitian yang dilakukan yaitu

pengetahuan responden tentang penyakit malaria sudah banyak yang

pengetahuannya baik yakni sebanyak 199 orang (74,5%), untuk Sikap masyarakat

5
tentang penyakit malaria yaitu hanya dalam tingkatan cukup yaitu sebanyak 226

orang (84,6%), dan untuk perilaku responden yang mencakup 3 domain perilaku

kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan yang terbanyak adalah cukup

yaitu sebanyak 223 orang (83,5%). Hal ini menggambarkan bahwa perilaku

masyarakat yang ada di Desa Tunggulo baru sebatas pada perilaku sakit yaitu

belum ada kesadaran sepenuhnya tentang penanganan penyakit malaria, sehingga

mengakibatkan peningkatan penyakit malaria di Desa Tunggulo Tersebut.

Beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, memang berkaitan

dengan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan penyakit

malaria, namun terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.

Penelitian ini memiliki waktu, tempat dan desain penelitian yang berbeda yaitu

dilakukan di Kelurahan Poboya Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah pada Januari

2014 dengan jenis penelitian kualitatif dengan desain penelitian studi survei

deskriptif. Karakteristik dari subyek yang akan diteliti dalam penelitian ini pun

berbeda, mengingat wilayah desmografi penelitian yang akan dilakukan berbeda

dengan penelitian lain yang pernah dilakukan sebelumnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan

yakni (Notoatmodjo, 2003):

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

7
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya

apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak

akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan

yaitu (Notoatmodjo, 2003):

a. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan

materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

8
d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu

kriteria yang telah ada.

2. Sikap

a. Pengertian sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologi

sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Lebih

dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoatmodjo, 2003).

9
Diagram dibawah ini lebih dapat menjelaskan uraian tersebut

Stimulus Proses Reaksi

Rangsang Stimulus Tingkah Laku


(Terbuka)

Sikap

(Tertutup)

Gambar 2.1 Diagram Sikap

b. Komponen sikap

Sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu: (Notoatmodjo, 2003).

1) Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan

berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,

2003).

c. Tingkatan sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai

tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2003).

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan

memperhatikan stimulus yang di berikan.

10
2) Merespon (responding)

Dimana saat seseorang dapat memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah satu

indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan dan mengerjakan tugas yang di berikan terlepas dari apakah

pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide

tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah dengan orang lain adalah suatu indikasi sikap tingkatan

ketiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah di pilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Tinjauan Tentang Penyakit Malaria

a. Pengertian

1) Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, di

sebabkan oleh protozoa genus plasmodium di tandai dengan demam,

anemia, dan splenomegali (Mansjoer, 2001).

2) Malaria adalah penyakit menular akibat infeksi parasit plasmodium

yang menyerang sel darah merah. Malaria adalah penyakit yang

11
menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata

dan hewan pengerat (Silalahi, 2004).

b. Penyebab

1) Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu

plasmodim vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, dan

plasmodium ovale. Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu

manusia maupun vertebra lainnya, dan hospes definitif, yaitu nyamuk

Anopheles (Mansjoer, 2001).

a) Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa

dari genus plasmodium. Penyakit ini memiliki empat jenis dan

masing-masing disebabkan spesies parasit yang berbeda. Jenis

malaria itu adalah malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan

plasmodium vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua

hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama dua

minggu setelah infeksi).

b) Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau

disebut juga malaria tropika, disebabkan plasmodium falciparum

merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria.

Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak,

menyebabkan koma, mengigau dan kematian.

c) Malaria kuartana yang disebabkan plasmodium malariae, memiliki

masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau

tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40

12
hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi

tiap tiga hari.

d) Malaria yang paling jarang ditemukan adalah yang disebabkan

plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana

2) Siklus Hidup Nyamuk Anopeles (Nurmaini, 2003)

Nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama

dengan serangga yang mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda-

beda. Dalam siklus hidup nyamuk terdapat 4 stadia dengan 3 stadium

berkembang di dalam air dari satu stadium hidup dialam bebas:

a) Nyamuk dewasa

Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk

jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul

nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di

dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong,

setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung

mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya

nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur

tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur dan

kelembaban serta species dari nyamuk.

b) Telur nyamuk

Nyamuk biasanya meletakkan telur di tempat yang berair, pada

tempat yang keberadanya kering telur akan rusak dan mati.

13
Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda -beda tergantung

dari jenisnya:

(1) Nyamuk anopeles akan meletakkan telurnya dipermukaan air

satu persatu atau bergerombolan tetapi saling lepas, telur

anopeles mempunyai alat pengapung.

(2) Nyamuk culex akan meletakkan telur diatas permukaan air

secara bergerombolan dan bersatu berbentuk rakit sehingga

mampu untuk mengapung.

(3) Nyamuk Aedes meletakkan telur dan menempel pada yang

terapung di atas air atau menempel pada pemukaan benda

yang merupakan tempat air pada batas pemlukaan air dan

tempatnya. Sedangkan nyamuk mansonia meletakkan telurnya

menempel pada tumbuhan-tumbuhan air, dan diletakkan

secara bergerombol berbentuk karangan bunga. Stadium telur

ini memakan waktu 1 -2 hari.

c) Jentik nyamuk

Pada perkembangan stadium jentik, adalah pertumbuhan dan

melengkapi bulubulunya, stadium jentik mermerlukan waktu 1

minggu. Pertumbuhan jentik dipengaruhi faktor temperatur,

nutrien, ada tidaknya binatang predator.

d) Kepompong

Merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air,

pada stadium ini memerlukan makanan dan terjadi pembentukan

14
sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu

lebih kurang 1-2 hari.

e) Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)

Dalam perkembang biakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam

tempat yaitu:

(1) Tempat berkembang biak (breeding places)

(2) Tempat untuk mendapatkan unpan/darah (feeding places)

(3) Tempat untuk beristirahat (reesting palces).

Nyamuk mempunyai tipe breeding palces yang berlainan seperti:

(1) Culex dapat berkembang di sembarangan tempat air.

(2) Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih

dan tidak beralaskan tanah langsung.

(3) Mansonia senang berkembang biak di kolam-kolam, rawa-rawa

danau yang banyak tanaman airnya.

Anopeheles bermacam breeding placec, sesuai dengan jenis

anophelesnya sebagai berikut:

(1) Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus dan anopheles

vagus senang berkembang biak di air payau.

(2) Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi

nyamuk anopheles sundaicus, anopheles mucaltus dalam

berkembang biak.

15
(3) Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi

anopheles vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang

biak.

(4) Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk

anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat

berkembang biak.

(5) Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat

disenangi anopheles acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk

berkembang biak.

f) Siklus Hidup

Waktu keaktifan mencari darah dari masing-masing nyamuk

berbeda–beda, nyamuk yang aktif pada malam hari menggigit

adalah anopheles dan colex sedangkan nyamuk yang aktif pada

siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles,

nyamuk ini bila menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit

langsung keluar rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap

darah adalah nyamuk betina.

g) Tempat beristirahat (resting places)

Biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk

tersebut akan beristirahat selama 2 -3 hari, misalnya pada bagian

dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab,

tempat yang berwarna gelap dan lain-lain merupakan tempat yang

disenangi nyamuk untuk berisitirahat.

16
h) Bionomik nyamuk (kebiasaan hidup)

Bionomik sangat penting diketahui dalam kegiatan tindakan

pemberantasan misalnya dalam pemberantasan nyamuk dengan

insectisida kita tidak mungkin melaksanakannya, bilamana kita

belum mengetahui kebiasaan hidup dari nyamuk, terutama yang

menjadi vektor dari satu penyakit. Pada hakekatnya serangga

sebagai mahluk hidup mempunyai bermacam-macam kebiasaan,

adapun yang perlu diketahui untuk pemberantasan/pengendalian

misalnya:

(1) Kebiasaan yang berhubungan dengan perkawinan/mencari

makan, danlamanyan hidup.

(2) Kebiasaan kegiatan diwaktu malam, dan perputaran

menggigitnya.

(3) Kebiasaan berlindung diluar rumah dan di dalam rumah.

(4) Kebiasaan memilih mangsa.

(5) Kebiasaan yang berhubungan dengan iklim, suhu, kelembaban.

c. Patogenesis (Mansjoer, 2001)

Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual eksogen

(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksul (skizogoni)

dalam badan hospes vertebra termasuk manusia.

1) Fase aseksual

Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada

fase jaringan, sporozoitmasuk dalam aliran darah ke sel hati dan

17
berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan

merozoit proses ini di sebut skizogoni praeritrosit. Lama fase ini

berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit

keluar dan masuk aliran darah, di sebut sporulasi. Pada p. Vivax dan p.

Ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati sehingga

dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekuens. Fase eritrosit

di mulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk

trifozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah

2-3 generasi merozoit di bentuk, sebagian merozoit berubah menjadi

bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai di temukannya

parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa

tunas/inkubasi intrinsik di mulai dari masuknya sporozoit dalam badan

hospes samapai timbulnya gejala klinis demam.

2) Fase seksual

Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk

ini mengalami pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan

terjadilah pembuahan yang di sebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Bila ookista

pecah, ribuan sporozoit di lepaskan dan mencapai kelenjar liur

nyamuk.

Patogenesis malaria ada 2 cara (Mansjoer, 2001):

1) Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.

18
2) Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah

manusia melalui tranfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalu

plasenta ibu yang terinfeksi (kongenial).

d. Tanda dan Gejala (Silalahi, 2004)

Gejala serangan malaria pada penderita terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1) Gejala klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari

daerah non endemis malaria atau yang belum mempunyai kekebalan

(immunitas), atau yang pertama kali menderita malaria. Gejala ini

merupakan suatu parokisme, yang terdiri dari tiga stadium berurutan:

a) Menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya sizon

dalam eritrosit dan keluar zat-zat antigenik yang menimbulkan

mengigil-dingin.

b) Demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita mengigil,

demam dengan suhu badan sekitar 37,5-40 derajad celcius, pada

penderita hiper parasitemia (lebih dari 5 persen) suhu meningkat

sampai lebih dari 40 derajad celcius.

c) Berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat

gangguan metabolisme tubuh sehingga produksi keringat

bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat, keringat sampai

membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah

berkeringat, penderita merasa sehat kembali.

d) Di daerah endemis malaria dimana penderita telah mempunyai

imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas timbul tidak

19
berurutan bahkan bisa jadi tidak ditemukan gejala tersebut- kadang

muncul gejala lain.

2) Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:

a) Demam

b) Menggigil

c) Berkeringat

d) Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual dan muntah.

e) Gejala khas daerah setempat: diare pada balita (di Timtim), nyeri

otot atau pegal-pegal pada orang dewasa (di Papua), pucat dan

menggigil-dingin pada orang dewasa (di Yogyakarta).

3) Gejala malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria klinis ringan

diatas dengan disertai salah satu gejala di bawah ini:

a) Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)

b) Kejang beberapa kali

c) Panas tinggi diikuti gangguan kesadaran

d) Mata kuning dan tubuh kuning

e) Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan

f) Jumlah kencing kurang (oliguri)

g) Warna urine seperti teh tua

h) Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)

i) Nafas sesak

Seseorang bisa diketahui terserang penyakit malaria lewat

penampakan klinis (seperti gejala-gejala di atas) atau pemeriksaan

20
laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium (SD), seseorang bisa

diketahui terkena malaria ringan atau tanpa komplikasi:

a) Malaria falciparum (tropika), disebabkan plasmodium falciparum

b) Malaria vivak/ovale (tertiana), disebabkan plasmodium vivax/ovale

c) Malaria malariae (kuartana), disebabkan plasmodium Malariae

d) Malaria berat atau komplikasi.

e. Penanganan Penyakit Malaria (Silalahi, 2004)

Sejak 1638, malaria sudah ditangani dengan menggunakan getah

batang pohon cinchona yang dikenal sebagai kina, untuk menekan

pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada 1930, ahli obat-obatan

Jerman berhasil menemukan Atabrine (quinacrine hydrocloride) yang

pada saat itu lebih efektif daripada quinine, dan kadar racunnya lebih

rendah. Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu

menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total dan lebih efektif

menekan jenis-jenis malaria tanpa perlu digunakan secara terus menerus,

dibandingkan atabrine atau quinine. Obat itu juga mengandung kadar

racun paling rendah daripada obat-obatan terdahulu.

Tapi baru-baru ini, strain Plasmodium falciparum, organisme yang

menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap

klorokuin serta obat anti malaria sintetik lainnya. Strain jenis ini

ditemukan terutama di Vietnam, di semenanjung Malaysia, Afrika dan

Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain

plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya strain parasit yang

21
kebal terhadap obat-obatan itu, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk

pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida, telah

mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa

negara tropis.

Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami

peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke

Asia dan Amerika Tengah dan juga di antara pengungsi-pengungsi dari

daerah itu. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti penyakit

malaria yang tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria seperti

profilaksis (obat pencegah).

Pengobatan malaria bertujuan untuk menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan

relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria).

Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:

1) Membunuh semua stadium dan jenis parasit

2) Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps

3) Toksisitas dan efek samping sedikit

4) Mudah cara pemberiannya

5) Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat

Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional

dan teknis. Hambatan operasioanal itu adalah:

1) Produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik

bahkan obat palsu.

22
2) Distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di

puskesmas.

3) Kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis

trandar yang telah ditetapkan.

4) Kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis

yang dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu

hari saja)

5) Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi

terhadap obat.

6) Untuk pengobatan malaria, beberapa jenis obat yang dikenal umum

adalah:

a) Obat standar: klorokuin dan primakuin

b) Obat alternatif: Kina dan Sp (Sulfadoksin + Pirimetamin)

c) Obat penunjang: Vitamin B Complex, Vitamin C dan SF (Sulfas

Ferrosus)

d) Obat malaria berat: Kina HCL 25% injeksi (1 ampul 2 cc)

e) Obat standar dan Klorokuin injeksi (1 ampul 2 cc) sebagai obat

alternatif.

4. Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria

a. Konsep Perilaku (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada

hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Oleh

23
karena itu perilaku manusia mempunyai rentang yang sangat luas,

mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya.

Bahkan kegiatan internal sendiri seperti berpikir, persepsi dan emosi juga

merupakan perilaku manusia.

Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik (keturunan)

dan lingkungan merupakan penentu daripada perilaku mahluk hidup

termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan merupakan

konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku mahluk hidup itu

untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau

merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme

pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya

perilaku disebut proses belajar (Learning process).

b. Proses Pembentukan Perilaku (Notoatmodjo, 2003).

Seperti telah disebutkan di atas, sebagian besar perilaku manusia adalah

operant response. Untuk itu untuk membentuk jenis respon atau operasi

atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang

disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam

operant conditioning adalah sebagai berikut:

1) Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau

reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil

yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-

24
komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju

kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

3) Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-

tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk

masing-masing komponen tersebut.

4) Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah

dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan

komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering

dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan komponen

(perilaku) yang kedua yang kemudian diberi hadiah (komponen

pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang

sampai komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh

perilaku yang diharapkan terbentuk.

c. Bentuk Perilaku (Notoatmodjo, 2003).

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme

atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut.

Respon ini terbentuk dua macam, yakni:

1) Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.

Misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

2) Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung.

25
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan

sikap adalah merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan yang bersifat terselubung. Sedangkan tindakan nyata

seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice).

d. Perilaku Kesehatan (Notoatmodjo, 2003)

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan,

persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau

practice), sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri dari 4 unsur

pokok yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan

lingkungan.

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar

individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain susunan saraf pusat,

persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan, dan sebagainya.

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat

diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan

melalui panca indera. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda,

meskipun mengamati objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai

suatu dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu pengetahuan juga

dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena

26
emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan dengan

keadaan jasmani yang ada pada hakekatnya merupakan faktor keturunan

(bawaan). Manusia di dalam mencapai kedewasaannya, semua aspek

tersebut di atas akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku adalah merupakan

konsepsi yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu

pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang yang

memberikan predisposisi untuk melakukan respon menurut cara tertentu

terhadap suatu objek.

Becker (1979) dalam Notoatmodjo, 2003 mengajukan klasifikasi

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior)

sebagai berikut:

1) Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan

dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk

mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan,

sanitasi, dan sebagainya.

2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan

yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit,

termasuk juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk

mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha

mencegah penyakit tersebut.

27
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan

atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk

memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh

terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap

orang lain, terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai

kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

e. Upaya Pencegahan Penyakit Malaria

Upaya pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut (Paisal, 2006):

1) Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk

dengan cara:

a) Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi

dengan kelambu berinsektisida.

b) Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).

c) Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun

lainnya.

d) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.

e) Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.

f) Mencegah penderita malaria dari gigitan nyamuk agar infeksi tidak

menyebar.

g) Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas

sarang nyamuk.

28
h) Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian

yang bergantungan serta genangan air.

i) Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva

(bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan

(cyclops) pemakan jentik.

2) Pencegahan dengan obat. Obat yang biasa digunakan adalah klorokuin

difosfat, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria.

Aturan pemakaiannya adalah:

a) Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah

300 mg/minggu, diberikan 1 minggu sebelum berangkat dan

selama berada di lokasi diberikan selama 4 minggu.

b) Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap

tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat hanya diminum

selama 12 minggu (3 bulan).

c) Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin

dosis tunggal 600 mg jika daerah itu plasmodium falciparum sudah

resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak tiga

tablet.

29
5. Kerangka Teori

Pengetahuan Sikap Penyebab:


Plasmodium
- Vivax
- Falciparum
Perilaku - Malariae
Pencegahan - Ovale

Vektor
Malaria Anopheles

Siklus Hidup
Nyamuk
Tanpa Obat: Dengan Obat
- Menggunakan kelambu Klorokuin: - Tempat
- Menggunakan Repellent berkembang
- Menggunakan pembasmi - Pendatang biak (Breeding
nyamuk sementara places)
- Memasang kawat pada ke daerah - Tempat
jendela endemis mendapat
- Tempat tinggal jauh dari - Penduduk makanan
kandang ternak lama/baru (feeding places)
- Mencegah gigitan di daerah - Tempat
dengan mengurangi endemis beristirahat
kebiasaan keluar malam - Semua (resting places)
hari penderita
- Memberantas sarang demam di Daur hidup
nyamuk daerah nyamuk
- Tidak menggantung endemis - Fase aseksual
pakaian - Fase seksual
- Hindari kondisi rumah
yang gelap, lembap dan Bionomik
kotor Nyamuk
- Menggunakan bubuk Tanda dan
abate dan ikan pemakan Gejala
jentik.
Penanganan
Gambar 2.2 Kerangka Teori

30
6. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan
Perilaku Pencegahan

Penyakit Malaria
Sikap

Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsep

B. Landasan Teori

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini

secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina. Infeksi ini dapat

menyebabkan anemia dan penurunan produktivitas pada penderitanya bahkan

menyebabkan kematian. Saat ini tercatat 18,6 juta kasus malaria per tahun.

Berdasarkan konsep Blum, perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang cukup

dominan dalam mempengaruhi status kesehatan seseorang (Ikrayama, 2007).

Berdasarkan luasnya dampak yang diakibatkan oleh penyakit ini maka

negara-negara di dunia sepakat untuk menjalankan suatu program pemberantasan

malaria yang di sebut Global Malaria Action Plan (GMAP). Organisasi Kesehatan

dunia menetapkan pemberantasan penyakit Malaria hingga prevalensi minimal

sebagai salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) (Ikrayama,

2007).

31
Upaya preventif ini juga dapat dilakukan dalam penanggulangan malaria.

Hal yang dapat dilakukan baik oleh stake holder maupun petugas lapangan adalah

memprioritaskan program intervensi terhadap perilaku dan lingkungan dalam

setiap upaya peningkatan derajat kesehatan. Hal ini sejalan dengan teori yang

dikembangkan oleh Blum bahwa faktor yang memberikan kontribusi paling besar

terhadap status kesehatan seseorang adalah perilaku dan lingkungan. Perubahan

lingkungan dan iklim banyak mempengaruhi dinamika populasi vector. Hal ini

menjadi faktor utama yang harus diperhatikan dalam upaya intervensi lingkungan

guna menurunkan insiden penyakit malaria. Penanggulangan penyakit yang

ditularkan vektor tidak hanya melalui pengobatan pada manusianya tetapi juga

pemberantasan vektornya yang secara terpadu. Hal ini tidak hanya menjadi

tanggung jawab pemerintah tetapi hendaknya melibatkan peran serta dari

masyarakat secara aktif. Keterlibatan masyarakat dalam memberantas kejadian

malaria merupakan kontribusi yang penting. Masyarakat perlu dibina agar secara

sadar hidup dalam lingkungan yang bersih sehingga mencegah perkembangbiakan

vektor malaria. Oleh karena itu, intervensi lingkungan dan perilaku menjadi kunci

pokok dalam penanggulangan penyakit malaria (Fransiska, 2013).

C. Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku

pencegahan penyakit malaria di kelurahan Poboya Kota Palu tahun 2014

H1 : Ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan

penyakit malaria di kelurahan Poboya Kota Palu tahun 2014.

32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian kualitatif

dengan desain penelitian studi survei deskriptif (descriptive). Dalam penelitian

survei deskriptif, penelitian diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan

suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari 2014.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Poboya Kota Palu.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua masyarakat di Kelurahan Poboya kota Palu

berjumlah 1.648 orang.

33
2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini

adalah sebagian populasi yaitu sebagian masyarakat di Kelurahan Poboya

Kota Palu dengan perhitungan besar sampel dihitung menggunakan rumus

Slovin yaitu sebagai berikut:


N
n=
1 + N (d2)
Keterangan:

N = besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Dimana :

N = 1.648

d = 10% (0,1)

1.648
n =
1 + 1.648 (0,1)2

n = 1.648
1 + 1.648 (0,01)

n = 1.648
1 +16,48

n = 1.648
17,48

n = 94,27
jadi jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 94 responden.

34
D. Tehnik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara probability sampling/random sampling

dengan cara cluster sampling. Pada teknik ini sampel bukan terdiri dari unit

individu, tetapi terdiri dari kelompok atau gugusan. Gugusan atau kelompok yang

diambil sebagai sampel ini terdiri dari unit geografis (desa, kecamatan, kabupaten

dan sebagainya), unit organisasi dan sebagainya. Pengambilan sampel secara

gugus, peneliti tidak mendaftar semua anggota atau unit yang ada di dalam

populasi, melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok atau gugus yang ada

di dalam populasi itu (Notoatmodjo, 2005).

Rukun Perhitungan sampel Jumlah Sampel


No. Jumlah warga
Warga (%) (n)

654
1. RW I 654 37
x 94 = 37,30
1.648
546
2. RW II 546 31
x 94 = 31,14
1.648
448
3 RW III 448 26
x 94 = 25,55
1.648
TOTAL 1.648 94

Sumber: Data sekunder

Tabel 3.1 Perhitungan Jumlah Sampel berdasarkan Cluster Sampling

E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karateristik yang diamati (Nursalam, 2008).

35
1. Variabel Independen

a. Pengetahuan

Definisi : Pemahaman yang dimiliki masyarakat tentang penyakit

malaria yang meliputi pengertian malaria, penyebab

malaria, tanda dan gejala malaria, siklus hidup nyamuk

anopheles, bionomik nyamuk anopheles dan penangan

penyakit malaria.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Wawancara mendalam dalam diskusi kelompok terarah

(focus group discussion)

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : Pertanyaan untuk pengetahuan sebanyak 12 soal dengan

bentuk pertanyaan tertutup yang terdiri dari pilihan

jawaban a dan b. Jika menjawab benar maka diberi nilai

satu (skor = 1), sedangkan jika menjawab salah diberi

nilai nol. Untuk menentukkan skor kategorinya, maka

perhitungannya adalah sebagai berikut:

1) Menentukkan skor terbesar dan terkecil

Skor terbesar = 12

Skor terkecil = 0

2) Menentukkan nilai rentang (R)

Rentang = skor terbesar – skor terkecil

R = 12 – 0 = 12

36
3) Menentukkan nilai panjang kelas (i)

Panjang kelas (i) = Rentang (R)

Banyaknya kategori

= 12

= 4

4) Menentukkan skor kategori

Kurang = 0 + 4 = 4 (dari jumlah pertanyaan,

responden menjawab dengan benar hanya

0-4 pertanyaan).

Cukup = 4 + 4 = 8 (dari jumlah pertanyaan,

responden menjawab dengan benar hanya

5-8 pertanyaan).

Baik = 8 + 4 = 12 (dari jumlah pertanyaan,

responden menjawab dengan benar hanya

9-12 pertanyaan).

b. Sikap

Definisi : Sikap yang dimiliki masyarakat tentang penyakit

malaria.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Wawancara mendalam dalam diskusi kelompok terarah

(focus group discussion)

Skala Ukur : Ordinal

37
Hasil Ukur : Untuk menilai tentang sikap menggunakan skala Likert

yang menggunakan empat kategori untuk setiap

pernyataan sebagai berikut: (a) bila bentuk pernyataan

positif, alternatif jawaban: sangat setuju (SS) skornya 4,

setuju (S) skornya 3, tidak setuju (TS) skornya 2, sangat

tidak setuju (STS) skornya 1; (b) bila bentuk pernyataan

negatif, alternatif jawaban: sangat setuju (SS) skornya 1,

setuju (S) skornya 2, tidak setuju (TS) skornya 3, sangat

tidak setuju (STS) skornya 4. Untuk mendapatkan

kriteria digunakan perhitungan sebagai berikut:

1) Menentukkan skor terbesar dan terkecil

Skor terbesar = 40

Skor terkecil = 10

2) Menentukkan nilai rentang (R)

Rentang = skor terbesar – skor terkecil

R = 40 – 10 = 30

3) Menentukkan nilai panjang kelas (i)

Panjang kelas (i) = Rentang (R)

Banyaknya kategori

= 30

= 15

38
4) Menentukkan skor kategori

Positif = jika responden memiliki jumlah skor 26-

40.

Negatif = jika responden memiliki jumlah skor 10-

25

Hasil untuk sikap positif menandakan bahwa,

masyarakat tersebut telah baik dan benar dalam

mencegah penyakit malaria, sedangkan untuk sikap

negatif menandakan masyarakat tersebut belum

bersikap benar dalam mencegah penyakit malaria.

2. Variabel Dependen

Perilaku pencegahan penyakit malaria

Definisi : Merupakan usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam

mecegah penyakit malaria baik pencegahan tanpa

menggunakan obat dan pencegahan menggunakan obat.

Cara Ukur : Wawancara mendalam dalam diskusi kelompok terarah

(focus group discussion).

Alat Ukur : Kuesioner

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : Untuk menilai tentang perilaku menggunakan skala

Likert yang menggunakan empat kategori untuk setiap

pernyataan sebagai berikut: (a) bila bentuk pernyataan

positif, alternatif jawaban: sangat setuju (SS) skornya 4,

39
setuju (S) skornya 3, tidak setuju (TS) skornya 2, sangat

tidak setuju (STS) skornya 1; (b) bila bentuk pernyataan

negatif, alternatif jawaban: sangat setuju (SS) skornya 1,

setuju (S) skornya 2, tidak setuju (TS) skornya 3, sangat

tidak setuju (STS) skornya 4. Untuk mendapatkan

kriteria digunakan perhitungan sebagai berikut:

1) Menentukkan skor terbesar dan terkecil

Skor terbesar = 40

Skor terkecil = 10

2) Menentukkan nilai rentang (R)

Rentang = skor terbesar – skor terkecil

R = 40 – 10 = 30

3) Menentukkan nilai panjang kelas (i)

Panjang kelas (i) = Rentang (R)

Banyaknya kategori

= 30

= 15

4) Menentukkan skor kategori

Aktif = jika responden memiliki jumlah skor 26-40.

Pasif = jika responden memiliki jumlah skor 10-25.

Hasil untuk perilaku aktif menandakan bahwa,

masyarakat tersebut telah berperan aktif dalam

40
mencegah penyakit malaria, sedangkan untuk

perilaku pasif menandakan masyarakat tersebut

berperan pasif dalam mencegah penyakit malaria.

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang dikumpulkan adalah :

1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner kepada masyarakat di Kelurahan Poboya Kota Palu.

Kuesioner yang berisi pertanyaan tentang pengetahuan, pernyataan tentang

sikap serta pernyataan untuk variabel perilaku pencegahan.

2. Data sekunder, yaitu data yang didapat dari kelurahan Poboya Kota Palu

tentang jumlah masyarakat yang ada di kelurahan Poboya Kota Palu.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar atau membagikan kuesioner

kepada responden. Responden adalah masyarakat di kelurahan Poboya Kota Palu.

Adapun langkah-langkah untuk pengumpulan data primer (pembagian

kuesioner saat penelitian sebagai berikut:

1. Sebelum kuesioner diserahkan kepada responden, peneliti terlebih dahulu

memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian.

2. Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka responden dimintai

kesediannya untuk mengisi lembar persetujuan menjadi responden.

3. Jika responden telah menyatatakan kesediaannya, maka kuesioner diberikan

kepada responden.

41
4. Responden diminta untuk mempelajari dahulu tentang tata cara pengisian

kuesioner.

5. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, maka saat itu juga kuesioner

dikumpulkan oleh peneliti sebagai data penelitian yang siap diolah dan

dianalisis.

6. Peneliti mengucapkan terima kasih atas partisipasi responden.

H. Alur Penelitian

Penyusunan kuesioner Masyarakat Kelurahan Poboya


Kota Palu

Memenuhi
Pengujian validitas dan kriteria inklusi
realibilitas kuesioner

Responden

Kuesioner
penelitian
Pemberian kuesioner
pada responden

Analisis data dan penyusunan


hasil penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian

42
I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah kuesioner yang

berguna untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap

perilaku pencegahan penyakit malaria di kelurahan Poboya Kota Palu. Kuesioner

yang digunakan ini harus diuji sebelumnya mengenai validitas dan realibilitasnya.

J. Pengelolaan Data

Tahap-tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:

1. Editing : Memeriksa kembali data dan menyelesaikannya dengan

rencana semula seperti yang diinginkan, apakah tidak ada

yang salah.

2. Coding : Pemberian nomor-nomor kode atau bobot pada jawaban yang

bersifat kategori.

3. Entry : Memasukkan data ke program komputer untuk keperluan

analisis.

4. Cleaning : Membersihkan data dan melihat variabel yang digunakan

apakah datanya sudah benar atau belum.

5. Describing : Menggambarkan atau menerangkan data dalam bentuk tabel

dan narasi atau kalimat.

K. Teknik Analisis Data

Data kualitatif diolah dengan teknik analisis kualitatif. Dalam teknik ini

digunakan proses berfikir induktif; artinya dalam pengujian hipotesis-hipotesis

43
bertitik tolak dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Proses berfikir

induktif dimulai dari keputusan-keputusan khusus (data yang terkumpul)

kemudian diambil kesimpulan secara umum. Teknik ini biasanya digunakan untuk

menganalisis data yang diperoleh dari metode observasi, wawancara tak

berstruktur dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion). Teknik

analisis yang digunakan adalah analisis univariat, dilakukan untuk mengetahui

distribusi frekwensi dan proporsi masing-masing variabel independen (bebas) dan

variabel dependen (terikat). Analisis data disesuaikan dengan variabel yang akan

diuji. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program Statistic

Package for Social Science (SPSS) for MS Windows versi 17.0 (Notoatmodjo,

2005).

L. Etika Penelitian

1. Informed Consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden oleh peneliti dengan

menyertakan judul penelitian agar subjek mengerti maksud dan tujuan

penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghargai atau menghormati hak-hak yang dimiliki responden (subjek).

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi lembar tersebut diberikan kode.

44
3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

45
DAFTAR PUSTAKA

Arista, M., 2012. Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Malaria di


Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo. Jurusan
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan
Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Fransiska, 2013. Perilaku Masyarakat dalam Upaya Pencegahan dan Pengobatan


Penyakit Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Larat Tanimbar Utara
Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ikrayama, B., 2007. Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Malaria.


Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Mansjoer, A., dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.


Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Nurmaini, 2003. Mentifikasi Vektor Dan Pengendalian Nyamuk Anopheles


Aconitus Secara Sederhana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Bagian Kesehatan
Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Paisal, 2006. Pencegahan Malaria. [Online] Available at:


<http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/spirakel/article/download/2968/
2153> [Diakses pada 16 Desember 2013].

Profil Sulteng, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011.
Dinas Kesehatan UPT Surveilans, Sulawesi Tengah.

Samarang, 2007. Survei Malaria di Wilayah Puskesmas Singgani Kota Palu


Sulawesi Tengah. Jurnal Vektor Penyakit Vol. 1 No.1 pp. 1-5. Badan Litbang
Kesehatan Depkes RI, Palu Sulawesi Tengah.

Saragih, L., 2004. Perilaku Masyarakat tentang Penyakit Malaria. [Online]


Available at:
<http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/vektorp/article/download/1252/
759> [Diakses pada 16 Desember 2013].

Silalahi, L., 2004. Malaria. [Online] Available at: <http://www.ppmplp


.depkes.go.id/malaria.html> [Diakses pada 16 Desember 2013].

46
World Health Organization (WHO), 2013. Data Penyakit Malaria di Dunia.
[Online] Available at: http://who.int/gho/malaria/en/index.html [Diakses pada
27 Desember 2013].

47
M. Kelemahan Penelitian

48
5. Kerangka Teori

Pengetahuan Sikap

Penyebab:
Plasmodium
- Vivax
Malaria
- Falciparum
- Malariae
- Ovale

Perilaku Vektor  Anopheles


Pencegahan

Siklus Hidup Nyamuk

Tanpa Obat: Dengan Obat


Klorokuin: - Tempat berkembang
- Menggunakan kelambu biak (Breeding places)
- Menggunakan Repellent - Pendatang - Tempat mendapat
- Menggunakan pembasmi sementara ke makanan (feeding
nyamuk daerah places)
- Memasang kawat pada endemis - Tempat beristirahat
jendela - Penduduk (resting places)
- Tempat tinggal jauh dari lama/baru di
kandang ternak daerah
Daur hidup nyamuk
- Mencegah gigitan endemis
- Fase aseksual
dengan mengurangi - Semua
- Fase seksual
kebiasaan keluar malam penderita
hari demam di
- Memberantas sarang daerah Bionomik Nyamuk
nyamuk endemis
- Tidak menggantung Tanda dan Gejala
pakaian
- Hindari kondisi rumah Penanganan
yang gelap, lembap dan
kotor
- Menggunakan bubuk
abate dan ikan pemakan
jentik.

49
Gambar 2.2 Kerangka Teori

50

Anda mungkin juga menyukai