Anda di halaman 1dari 4

Hiperglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.

Keadaan ini bisa disebabkan antara lain oleh stres, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu.
Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue),
dan pandangan kabur.

Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hiperglikemia
dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan
infeksi jamur pada vagina.

Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang
berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetic (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS) yang
keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan
kontrol kadar gula darah yang ketat.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg / 100 ml), akan
timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.

Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urinee maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. Dalam hal ini ada dua
teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronis diabetes akibat hiperglikemia, yaitu teori
Sorbitol dan teori glikosilasi.

1. Teori Sorbitol

Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan
dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi
habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel atau jaringan tersebut
dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

2. Teori Glikosilasi

Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama
yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular.
Glukosa langsung bisa masuk ke aliran sirkulasi darah, di dalam darah terdapat hormon
insulin yang jumlahnya normal akan tetapi sel reseptor tidak bisa menangkap insulin secara baik,
sehingga glukosa di darah tidak bisa dibawa ke sel sel tubuh dengan baik.
Reseptor sel yang menerima insulin mengalami kerusakan, sehingga glukosa yang dibawa
insulin untuk diubah menjadi glikogen juga rendah/ sedikit. Proses glikogenesis juga menurun,
sel sel tubuh mengalami kelaparan, ini menyebabkan gejala polifagia pada DM.
Lalu proses selanjutnya, adalah terjadi peningkatan glikogenolisis dimana pemecahan
glikogen menjadi glukosa dalam sel meningkat karena tubuh kita membutuhkan energi, sehingga
berapapun glikogen yang ada di sel akan dipecah terus menerus untuk mencukupi energi.
Akibat jumlah glikogen yang minimal didalam sel tubuh, maka glukosa yang dihasilkan
juga rendah , asam piruvat yang dihasilkan juga rendah, ATP yang diproduksi pun juga sedikit,
akibatnya menjadi lemas.
Glukoneogenesis meningkat, karena persediaan glukosa rendah maka akan
merangsang zat zat seperti lemak dan vitamin untuk dipecah dalam menghasikan energi.

Glukosa langsung bisa masuk ke aliran sirkulasi darah, di dalam darah terdapat hormon
insulin yang jumlahnya normal akan tetapi sel reseptor tidak bisa menangkap insulin secara baik,
sehingga glukosa di darah tidak bisa dibawa ke sel sel tubuh dengan baik.
Reseptor sel yang menerima insulin mengalami kerusakan, sehingga glukosa yang dibawa
insulin untuk diubah menjadi glikogen juga rendah/ sedikit. Proses glikogenesis juga menurun,
sel sel tubuh mengalami kelaparan, ini menyebabkan gejala polifagia pada DM.
Lalu proses selanjutnya, adalah terjadi peningkatan glikogenolisis dimana pemecahan
glikogen menjadi glukosa dalam sel meningkat karena tubuh kita membutuhkan energi, sehingga
berapapun glikogen yang ada di sel akan dipecah terus menerus untuk mencukupi energi.
Akibat jumlah glikogen yang minimal didalam sel tubuh, maka glukosa yang dihasilkan
juga rendah , asam piruvat yang dihasilkan juga rendah, ATP yang diproduksi pun juga sedikit,
akibatnya menjadi lemas.
Glukoneogenesis meningkat, karena persediaan glukosa rendah maka akan
merangsang zat zat seperti lemak dan vitamin untuk dipecah dalam menghasikan energi.

Peran
Walaupun insulin berperan sentral dalam mengontrol penyesuaian-penyesuaian metabolik antara
keadaan absoptif dan pasca absortif, produk sekretorik sel alfa pulau Langerhans pankreas, yaitu
glukagon juga sangat penting. Banyak pakar ilmu faal memandang sel-sel beta penghasil insulin
dan sel-sel alfa penghasil glukagon sebagai pasangan sistem endokrin yang sekresi kombinasinya
merupakan faktor utama dalam mengatur metabolisme bahan-bakar.
Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin, tetapi
umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek insulin. Glukagon bekerja terutama di hati,
tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein.
1. Efek pada karbohidrat

Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat timbul akibat peningkatan


pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
darah. Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen,
meningkatkan glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis.
2. Efek pada lemak
Glukagon juga melawan efek insulin berkenaan dengan metabolisme lemak dengan mendorong
penguraian lemak dan menghambat sintesis trigliderida. Glukagon meningkatkan pembentukan
keton (ketogenesis) di hati dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton.
Dengan demikian, di bawah pengaruh glukagon kadar asam lemak dan badan keton dalam darah
meningkat.
3. Efek pada protein
Glukagon menghambat sintesis protein dan meningkatkan penguraian protein di hati. Stimulasi
glukoneogenesis juga memperkuat efek katabolik glukagon pada metrabolisme protein di hati.
Walaupun meningkatkan katabolisme rptein di hati, glukagon tidak memiliki efek bermakna
pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak mempengaruhi protein otot, simpanan
protein yang utama di tubuh.

Sekresi glukagon
Dengan mempertimbangkan efek katabolik glukagon pada simpanan energi tubuh, anda dapat
dengan tepat memperkirakan bahwa sekresi glukagon meningkat selama keadaan pascaabsoptif
dan menurun selama keadaan absorptif, berkebalikan dengan sekresi insulin. Insulin cenderung
menyebabkan zat-zat gizi disimpan saat kadar mereka dalam darah tinggi, misalnya setelah
makan, sedangkan glukagon mendorong katabolisme simpanan zat gizi antara waktu makan
untuk mempertahankan kadar zat-zat gizi tersebut dalam darah, terutama glukosa darah.
Seperti sekresi insulin, faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung
konsentrasi glukosa darah pankreas endokrin. Dalam hal ini, sel-sel alfa pankreas meningkatkan
sekresi glukagon sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah. Efek hiperglikemik hormon
ini cenderung memuilhkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan
konsentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi glukagon,
yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal.
Dengan demikian, terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara kosentrasi glukosa
darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek
glukosa darah pada sel beta. Dengan kata lain, peningkatan kadar glukosa darah menghambat
sekresi glukagon tetapi merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan glukosa darah
menyebabkan peningkata sekresi glukagon dan penurunan sekresi insulin.
Karena glukagon meningkatkan glukosa darah dan insulin menurunkan glukosa darah,
perubahan sekresi hormon-hormon pankreas sebagai respon terhadap penyimpangan glukosa ini
bekerja sama secara homeostasis untuk mkadar glukosa drah ke normal. Demikian juga,
penurunan konsentrasi asam lemak darah secara langsung merangsang pengeluaran glukagon dan
menghambat pengeluaran insulin oleh pankreas, keduanya merupakan mekanisme kontrol umpan
balik negatif untuk mmeulihkan kadar asam lemak darah ke normal.
Efek-efek yang berlawanan dari konsentrasi glukosa dan asam lemak darah pada sel alfa dan beta
pankreas tersebut sesuai untuk mengatur kadan molekul-molekul nutrient tersebut sesuai untuk
mengatur kadar molekul-molekul nutrient tersebut dalam sirkulasi darah, karena efek insulin dan
glukagon pada metabolisme karbohidrat dan lemak saling berlawanan. Efek konsentrasi asam
amino darah pad asekresi kedua hormon ini adalah cerita yang lain. pengnignkatan konsentrasi
asam amino darah merangsang sekresi glukagon dan insulin. Mengapa hal ini tampak paradox,
karena glukagon tidak menimbulkan efek apapun pada konsentrasi asam amino darah?

Efek peningkatan kadar asam amino darah yang sama pada sekresi glukagon dna insulin akan
masuk akal bila anda meneliti efek kedua hormon ini pada kadar glukosa drah. Apabila selama
penyerapan makanan kaya protein penginaktan asam amino darah hanya merangsang sekresi
insulin, dapat terjadi hipoglikemia. Karena setelah mengkonsumsi makanan kaya protein hanya
terdapat sedikir karbohidrat untuk diserap, peningkatan sekresi insulin yang dipicu oleh asam
amino akan menyebabkan sebagaian besar glukosa masuk ke dalam sel, sehingga, terjadi
penurunan mendadak kadar glukosa darah yang tidak sesuai. Namun, pengningkatan sekresi
glukagon yang terjadi secara bersamaan karena dirangsang oleh peningkatan kadar asam amino
darah akan meningkatkan pembentukan glukosa oleh hati. Karena efek hiperglikemik glukagon
melawan efek hipoglikemik insulin, hasil akhir setelah kita mengkonsumsi makanan kaya protein
tetapi rendah karbohidrat adalah kestabilan kadar glukosa darah (dan pencegahan hipoglikemia
sel-sel otak).

Kelebihan glukagon memperparah hiperglikemia pada DM


Belum diketahui adanya kelainan klinis yang semata-mata disebabkan oleh defisiensi atau
kelebihan glukagon. Namun, diabetes mellitus sering disertai oleh peningkatan berlebihan
sekresi glukagon, karena insulin diperlukan agar glukosa dapat masuk ke dalam sel alfa, tempat
nutrient ini dapat mengontrol sekresi glukagon. Akibatnya, para pengidap diabetes sering
memperlihatkan peningkatan sekersi glukagon bersamaan dengan insufisiensi insulin mereka
karena peningkatan kadar glukosa darah tidak mampu menghambat sekresi glukagon seperti
dalam keadaan normal. Karena glukagon adalah hormon yang meningkatkan kadar gula darah,
kelebihannya akan memperparah hiperglikemia pada diabetes mellitus. Karena itu, sebagian
pengidap diabetes tergantung insulin berepson paling baik terutama terhadap kombinasi terapi
insulin dan somatostatin. Dengan menghambat sekresi glukagon, somatostatin secara tidak
langsung ikut membantu menurunkan konsentrasi glukosa darah dibandingkan dengan apabila
hanya diberikan insulin

Anda mungkin juga menyukai