Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKHIAL

A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronkhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea,
batuk dan mengi (Smeltzer,C.Suzanne). Asma adalah adanya gangguan pada selaput
bronkus yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan (Murwani, 2011).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan
saluran komplek yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi
otonomik dan psikologi (Somantri, 2008). Asma merupakan bentuk inflamasi kronis
yang terjadi pada saluran jalan nafas dengan memperlihatkan berbagai inflamasi sel
dengan gejala hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkatan, obstruksi jalan nafas,
dan gejala pernafasan yang lain (mengi dan sesak) (Mansjoer).
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma
bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun
hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
C. Faktor Predisposisi/Presipitasi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polus
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
D. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. Tanda dan Gejala
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah–olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema
paru yaitu :
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal
eosinopil.
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana
4) menandakan terdapatnya suatu infeksi
5) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
G. Pathway
H. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan sekarang
a. Waktu terjadinya sakit
Berapa lama sudah terjadinya sakit
b. Proses terjadinya sakit
Kapan mulai terjadinya sakit
Bagaimana sakit itu mulai terjadi
c. Upaya yang telah dilakukan
Selama sakit sudah berobat kemana
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi
d. Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
TTV meliputi tekanan darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi
Adanya patofisiologi lain seperti saat diauskultasi adanya ronky,wheezing.
2. Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker paru-paru,emfisema, dan
bronchitis kronis. Anamnesa harus mencakup:
a. Usia mulai merokok secara rutin
b. Rata- rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
c. Usai menghentikan kebiasaan merokok.
d. Pengobatan saat ini dan masa lalu
e. Alergi
f. Tempat tinggal
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan pengkajian ini:
a. Penyakit infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang ke orang.
b. Kelainan alergi seperti asma bronchial, menujukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu.Asma bisa juga terjadi akibat konflik keluarga.
c. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkatpolusi
udaranya tinggi.Polusi ini bukan sebagai penyebab timbulnyapenyakit tapi
bisa memperberat.
4. Riwayat kesehatan lingkungan
5. Pola kesehatan fungsional
a. Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
1) Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot–
otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)
2) Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi,
dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara
tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi
3) Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan
tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
b. Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
Kualitas dan kuantitas jam tidur
c. Pola nutrisi – metabolic
1) Berapa kali makan sehari
2) Makanan kesukaan
3) Berat badan sebelum dan sesudah sakit
4) Frekuensi dan kuantitas minum sehari
d. Pola eliminasi
1) Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
2) Nyeri
3) Kuantitas
e. Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
1) Pola konsep diri
2) Gambaran diri
3) Identitas diri
4) Peran diri
5) Ideal diri
6) Harga diri
7) Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
f. Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
g. Pola peran hubungan
1) Hubungan dengan anggota keluarga
2) Dukungan keluarga
3) Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
h. Pola nilai dan kepercayaan
1) Persepsi keyakinan
2) Tindakan berdasarkan keyakinan
6. Pemeriksaan Fisik
a. Data klinik, meliputi:
1) TTV
2) Keluhan Utama
b. Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
1) Kulit: Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
2) Kepala: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
3) Mata: Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+)
4) Telinga: Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
5) Hidung: simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
6) Mulut: gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
7) Leher: trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar
tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
8) Thorax
a) Jantung: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung
dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.
b) Paru-paru: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri,
nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar
vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.
9) Abdomen
a) Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan.
b) Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.
c) Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen.
d) Palpasi: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba
massa.
10) Ekstremitas
a) Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup.
b) nferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-),
tonus otot cukup
I. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler –
alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
10. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai