PENDAHULUAN
telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam (Wibowo
Telinga luar (auris externa) terletak pada pars tympanica ossis temporalis dan
pada bagian belakang berbatasan dengan processus mastoideus. Telinga luar terdiri dari
daun telinga (auricula/pinna) dan liang telinga (meatus acusticus externus) sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang sejati. Panjangnya liang telinga
mencapai 2.5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar
serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada dua
pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen (Emanuel dan Letowski,
Telinga luar berperan dalam fungsi pendengaran dan proteksi indra pendengaran.
Fungsi pendengaran oleh telinga luar yaitu mengumpulkan gelombang suara dan
menghantarkannya menuju telinga tengah. Fungsi telinga luar dalam perambatan suara
tergantung dari intensitas, frekuensi, arah, dan ada atau tidaknya hambatan dalam
dalam telinga baik secara anatomis, proteksi mekanik dengan rambut yang tumbuh pada
satu per tiga luar liang telinga, dan proteksi biologis dengan memproduksi serumen yang
menstabilkan gelombang suara dari lingkungan yang masuk ke telinga tengah, serta
menjaga telinga tengah dari aliran udara serta trauma fisik (Emanuel dan Letowski,
2009).
Otitis Eksterna (OE) adalah suatu peradangan pada liang telinga luar, baik akut
maupun kronis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri dan
atau jamur dengan gambaran umum berupa maserasi kulit dan jaringan subkutan, yang
dapat terlokalisir ataupun difus. Otitis eksterna terbagi menjadi otitis eksterna
superfisialis dan otitis eksterna profunda atau Otitis Eksterna Akut (OEA). Otitis eksterna
profunda merupakan jenis otitis yang paling sering ditemukan pada instalasi rawat jalan
Penyakit ini sering dijumpai pada daerah beriklim panas dan lembab dan lebih
jarang ditemukan pada daerah beriklim sejuk dan kering. Dari beberapa penelitian,
disebutkan bahwa terjadinya otitis eksterna juga banyak ditemukan pada perenang yang
bahkan lebih rentan mengalami rekurensi. Disebutkan pula bahwa faktor yang penting
sebagai penyebab terjadinya otitis eksterna adalah keadaan panas, lembab, dan trauma
terhadap sel epitel liang telinga bagian luar. Penelitian lainnya mengatakan bahwa
pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadinya otitis
eksterna baik akut maupun kronis (Adam dan Boies, 1997; Amri et al, 2013).
pada penyakit otitis eksterna. Kebiasaan berenang masih sangat sering ditemukan di
masyarakat, baik pada atlit, hingga pelancong. Bahkan, kebiasaan berenang umumnya
diakomodasi oleh pusat kunjungan turis/resort dengan berbagai bentuk hiburan untuk
aktivitas berenang seperti kolam renang, atau pantai (Milodar et al, 2012).
akibat paparan air yang meningkatkan potensi infeksi yang tinggi, juga dapat
menimbulkan trauma akibat paparan halogen dan/atau klorin konsentrasi tinggi pada
individu yang berenang di kolam renang, dimana penggunaan kedua zat kimia ini
ditujukan untuk proses disinfeksi kolam renang. Berenang dalam air yang tidak
disterilisasi/disinfeksi seperti air laut maupun sungai juga berisiko mencetuskan infeksi
pada lingkungan telinga luar. Dalam hasil kultur patogen pada pasien dengan kebiasaan
berenang yang mengalami otitis eksterna, bakteri yang paling sering ditemukan adalah
meningkat pada individu dengan kebiasaan berenang (Amri et al, 2013; Milodar et al,
2012).
dicontohkan dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW, selama kegiatan olahraga yang
(Umar, 2012). Namun di sisi lain, kebiasaan berenang dapat berisiko menimbulkan
penyakit-penyakit tertentu diantaranya otitis eksterna, yang dapat menurunkan kualitas
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih jauh
terkait tentang kebiasaan berenang sebagai faktor risiko terjadinya otitis eksterna ditinjau
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
agama penulis dan teman sejawat mengenai kebiasaan berenang sebagai faktor risiko
agama masyarakat mengenai kebiasaan berenang sebagai faktor risiko terjadinya otitis
auditorik/pendengaran dan juga keseimbangan. Pada manusia, terdapat tiga bagian utama
dari telinga, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam (Soepardi et al, 2011).
suara, untuk kemudian diteruskan ke telinga tengah lalu telinga dalam. Reseptor yang ada
pada telinga dalam akan menerima rangsang gelombang tersebut kemudian
meneruskannya sebagai impuls auditorik menuju otak otak untuk diolah sebagai stimulus
yang kemudian akan menghasilkan respon terdengarnya suara (Soepardi et al, 2011).
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna/aurikula), saluran telinga luar (meatus
tympani, dimana hasil dari getaran tersebut diteruskan ke telinga tengah kemudian ke
telinga dalam lalu menuju otak (Sherwood, 2014; Soepardi et al, 2011).
Meatus akustikus eksternus terbentang dari lubang telinga luar hingga membran
tympani. Meatus akustikus eksternus tampak sebagai saluran silindris dengan celah
sempit berdinding kaku. Meatus akustikus eksternus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
sel-sel folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar seruminosa (Soepardi et al, 2011).
Bagian akhir dari telinga luar adalah membran timpani. Membran timpani terbagi
menjadi dua bagian yaitu pars flaksida dan pars tensa. Pars flaksida terletak superior
terhadap prosesus lateral dari tulang malleus, melekat pada tulang petrous. Pars tensa
mendominasi bagian dari membran timpani dengan struktur yang lebih tebal
dibandingkan pars flaksida, dan pada pusatnya membentuk cincin fibrokartilago yang
disebut anulus timpanikus. Titik tengah dari pars tensa menyembul ke dalam setinggi
tulang malleus, membentuk struktur yang disebut umbo. Dari umbo, bermula suatu serat
sirkuler dan radial yang membentuk refleks cahaya (cone of light) ke arah pukul 7 pada
membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran timpani kanan (Soepardi et al, 2011).
Gambar 2. Daun Telinga (Netter, 2014).
Daun telinga (aurikula/pinna) terdiri atas tulang rawan elastin, yang ditutupi
lapisan kulit di seluruh sisinya. Meatus akustikus eksterna terdiri atas epitel berlapis
skuamosa, dan mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat
keringat yang mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa; suatu kelenjar apokrin
tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan serumen. Satu per tiga dinding luarnya
terdiri atas tulang rawan elastin dan dua pertiga dinding dalam terdiri atas tulang
temporal. Membran timpani terdiri atas dua bagian yaitu pars flaksida dan pars tensa.
Pars flaksida terdiri atas lapisan epitel dari meatus akustikus eksternus pada bagian luar
dan epitel kuboid bersilia pada bagian dalamnya, sedangkan pars tensa terdiri atas lapisan
epitel kuboid, jaringan ikat fibrosa, dan lapisan mukosa (Gartner et al, 2007).
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
oleh trauma baik akibat infeksi bakteri, jamur, dan virus, ataupun akibat trauma yang
disebabkan oleh kebiasaan mengorek liang telinga dan penggunaan zat kimia pada
telinga. Penyakit ini sering dijumpai pada populasi yang tinggal di daerah–daerah panas
dan lembab, dan jarang ditemukan pada populasi yang tinggal di iklim–iklim sejuk dan
berenang, atau beraktivitas di lingkungan dengan kelembaban tinggi. Otitis eksterna yang
terjadi pada individu dengan kerentanan akan kondisi lembab tersebut dikenal dengan
sebutan “Swimmer’s Ear”, yaitu otitis eksterna dengan bentuk peradangan difus yang
terjadi di dalam kanalis auditorius eksternus yang dapat meluas ke arah distal menuju
peradangan tidak beresolusi, infeksi dapat menginvasi jaringan lunak dan tulang di
sekitar area telinga luar, menyebabkan otitis eksterna maligna/ganas (necrotizing), yang
merupakan bentuk kegawatdaruratan yang sering ditemukan terutama pada pasien lanjut
berikut (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, 2013; Soepardi et al, 2011):
1. Otitis eksterna akut, yang terdiri atas otitis eksterna sirkumskripta dan otitis
eksterna difus.
Peradangan pada sepertiga luar liang telinga akibat infeksi yang umumnya
Otitis eksterna yang terjadi pada dua per tiga kulit liang telinga bagian
2. Otomikosis, infeksi jamur pada liang telinga yang disebabkan kelembaban liang
3. Herpes zoster otikus, yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella zoster.
4. Infeksi kronis liang telinga. Infeksi yang berlangsung lama, yang dapat
Terjadinya otitis eksterna serta tatalaksana yang dapat diberikan sebagai terapinya
pada dapat dijelaskan sebagai berikut (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, 2013;
kulit liang telinga sepertiga bagian luar yang membentuk furunkel yang dapat
menyumbat liang telinga, dan menyebabkan nyeri hebat pada penekanan dan
furunkel di liang telinga. Apabila furunkel telah berkembang menjadi abses, maka
dilakukan drainase abses dengan aspirasi atau insisi. Tatalaksana juga dapat
Otitis eksterna difus terjadi pada dua per tiga kulit liang telinga bagian dalam
dengan gambaran edema dan hiperemis dengan batas tidak jelas akibat reaksi
berbau tak berlendir, penyempitan liang telinga, dan pembesaran kelenjar getah
bening regional. Otitis eksterna difus ditatalaksana dengan membersihkan liang
3. Otomikosis
Kelainan telinga luar akibat infeksi jamur yang disebabkan faktor kelembaban
tinggi pada lingkungan liang telinga. Infestasi jamur dapat merusak integritas
lapisan epidermis kulit liang telinga dengan tumbuhnya hifa atau akar semu
membentuk gambaran sisik atau ketombe, dapat terasa gatal atau bahkan tidak
membersihkan liang telinga dengan larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan
povidon iodine 5%, atau dengan tetes telinga antibiotik-steroid. Dapat juga
Penderita herpes yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella zoster yang meluas
hingga area telinga menyebabkan timbulnya lesi kulit vesikuler pada kulit sekitar
liang telinga dan wajah, disertai otalgia dan dalam keadaan yang berat dapat
Infeksi yang berlangsung lama pada liang telinga luar dapat menimbulkan
6. Keratosis obturans
Terjadinya abnormalitas berupa kegagalan migrasi sel epitel menuju telinga luar
sehingga melebarkan liang telinga, menyebabkan rasa nyeri hebat dan tuli
7. Kolesteatoma eksternal
Invasi kolesteatoma pada liang telinga luar yang menyebabkan perioesteitis akibat
nyeri tumpul menahun disertai dengan sekresi otore, dan sering terjadi unilateral.
jaringan nekrotik pada liang telinga, namun juga dapat dilakukan secara
konservatif dengan irigasi telinga menggunakan obat tetes campuran alkohol atau
Infeksi yang tidak ditangani atau terjadi pada pasien dengan predisposisi penyakit
metabolik (pasien usia lanjut, diabetes melitus), dapat meluas secara progresif
hingga lapisan subkutis, tulang rawan dan tulang sekitarnya sehingga timbul
maligna umumnya ditemukan pada individu usia lanjut dengan diabetes melitus,
sistem imun, dengan gejala gatal, nyeri yang terus meningkat intensitasnya,
pembengkakan liang telinga, disertai sekresi otore dengan jumlah yang terus
selama 6-8 minggu. Tindakan ini diikuti dengan debridemen luka secara radikal
pada individu atlet profesional olahraga yang melibatkan kegiatan berenang, maupun
pada individu bukan atlet. Faktor-faktor yang menentukan terjadinya otitis eksterna pada
individu dengan kebiasaan berenang antara lain sifat fisis air (suhu air, jenis air; air asin,
air tawar, air kolam yang disterilisasi), higienitas perenang, kondisi imunitas dan faktor
predisposisi yang dapat memungkinkan terjadinya otitis eksterna pada perenang (usia,
penyakit metabolik, lama dan frekuensi paparan dalam air), serta kondisi iklim dan cuaca
eksterna yang disebabkan kebiasaan berenang pada atlet dan bukan atlet, diketahui bahwa
individu yang lebih sering mengalami otitis eksterna akibat kebiasaan berenang adalah
anak-anak, lebih sering ditemukan pada atlet perenang (perenang dan atlet polo air)
dibandingkan atlet bukan perenang (atlet sepakbola) dengan perbandingan 2.5:1, lebih
sering terjadi pada atlet profesional yang lebih sering dan lama terpajan oleh air, lebih
sering disebabkan oleh faktor higienitas pribadi atlet (tidak menggunakan penutup liang
telinga saat berenang, menggunakan korek kuping untuk membersihkan liang telinga
setelah berenang, higienitas pasca aktivitas renang yang tidak baik), juga ditemukan pada
perenang bukan atlet (lebih sering terjadi pada perenang di musim panas dibandingkan
musim lainnya), dan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh higienitas air. Penelitian ini
infeksi oleh jasad renik pada liang telinga. Meningkatnya kelembaban telinga
menyebabkan meningkatnya habitasi jasad renik infeksius pada liang telinga, yang
menimbulkan respon inflamasi pada liang telinga. Respon inflamasi yang terjadi memicu
peradangan dan trauma yang diikuti rasa gatal subjektif pada liang telinga. Trauma yang
penyempitan liang telinga. Reaksi peradangan dapat meluas ke area rambut telinga dan
menimbulkan furunkulosis, dan/atau lapisan kulit liang telinga sehingga terjadi perluasan
infeksi hingga membran timpani (Milodar et al, 2012; Soepardi et al, 2011).
Pada otitis eksterna yang disebabkan kebiasaan berenang, dilakukan tatalaksana
sebagaimana otitis eksterna pada umumnya, ditambah dengan mengurangi paparan liang
telinga terhadap air, dan edukasi higienitas sebelum, sesaat, dan setelah kegiatan renang,
penggunaan alat pelindung telinga dari paparan air (earplug) saat melakukan aktivitas
renang, serta edukasi untuk tidak membersihkan liang telinga dengan mengorek liang