Anda di halaman 1dari 7

90

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan studi
kasus asuhan keperawatan pada Ny. A dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Anggrek
RSkJ Soeprapto. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikososial, dan
spiritual (Direja, 2011).
Penulis melakukan pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan
mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan, pembicaraan, dan perilaku klien.
Kemudian ditambah dengan menelaah catatan medik dan catatan keperawatan. Dalam
pengkajian ini penulis mengkaji data dari tanggal klien masuk RSKJ, identitas klien,
identitas penggung jawab, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor prestisipitasi,
pemeriksaan fisik, keluhan fisik, psikososial (genogram dan analisa genogram) konsep
diri, hubungan sosial, spirtual, status mental, kebutuhan persiapan pulang, meknisme
koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan klien, aspek penunjang dan
aspek medik.
menurut Fitria (2009), tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang muncul
biasanya adalah mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku, mengancam,
mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus,
menyerang orang lain, melukai diri sendiri,merusak lingkungan,amuk atau agresif dan
mengamuk. Hal ini sesuai dengan kasus pada Ny.A dimana pada alasan masuk
didapatkan data Ny.A mengatakan tidak merasa puas, berkata kasar dan ingin mengamuk,
emosi labil.
91

Menurut Yosep (2010, dalam Damaiyanti 2012), dalam faktor predisposisi


perilaku kekerasan terdapat beberapa teori yang menjadi penyebab munculnya
perilaku ini salah satunya yaitu teori biologis teori ini menyatakan adanya faktor gen
yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut Direja
(2011), faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan dapat terjadi
karena stimulus lingkungan dan putus obat. Berdasarkan teori yang telah disampaikan
tersebut sama dengan data pengkajian faktor predisposisi yang ditemukan pada kasus
klien Ny.A dimana keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti
klien .
Menurut Yosep (2007), dalam pengkajian faktor presipitasi yaitu seseorang akan
berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam, ancaman tersebut dapat
berupa injurysecara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep
diri seseorang. Menurut Yosep (2010, dalam Damaiyanti 2012), faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan berkaitan dengan ekspresi dari tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar dan kondisi ekonominya. Berdasarkan teori yang telah disampaikan,
ada kesamaan dengan apa yang dihadapi klien, bahwa klien mengatakan saat di rumah
klien sering merasa tidak sesuai dengan apa yang dinginkannya, dan karena kondisi
ekonomi keluarganya yang kurang mampu sehingga terjadi kekambuhan lagi dan klien
berhenti minum obat.
Pengkajian status mental, dari cara berpenampilan klien rapi memakai seragam
rumah sakit, klien tidak pernah mendengar suara-suara atau bisikan maupun bayangan,
klien tidak mengalami halusinasi, dalam proses pikir klien pembicaraanya masih
terarah dan masih dapat dimengerti, tetapi pada saat dikaji pembicaraan klien
intonasinya tinggi, keras dan berkata kasar, diaktivitas motorik klien terlihat tegang
dan gelisah, mondar mandir, ketika berinteraksi dengan temanya terkadang klien
terlihat marah dan tampak mengepalkan tanganya dan ingin memukul. Menurut
(Direja,2011), tanda gejala klien perilaku kekerasan dapat dilihat dari pengkajian
status mental dalam pembicaraan dengan nada keras, kasar mengancam dan aktivitas
motorik tangan mengepal, tegang, muka merah, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri atau orang lain dan lingkungan.
92

Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program pengobatan klien


yang dimulai dari segera setelah klien masuk rumah sakit. Hal ini merupakan proses
yang menggambarkan usaha kerja sama antara tim kesehatan, keluarga, klien, dan
orang yang penting bagi klien (Yosep, 2007). Pengkajian persiapan pulang penulis
hanya mengkaji tentang berapa kali klien makan dan menu yang dikonsumsi klien,
seharusnya penulis harus mengkaji apakah klien mandiri dalam makan atau harus
dengan bantuan. Kemudian pada pengkajian BAB dan BAK penulis juga hanya
mengkaji frekuensi dan kondisi feses dan urin, seharusnya penulis juga harus mengkaji
bagaimana proses BAB dan BAK apakah mandiri atau dengan bantuan, dan dimana
klien BAB dan BAK. Kemudian pada pengkajian istirahat tidur, penulis hanya
mengkaji frekuensi tidur klien dari jam berapa sampai jam berapa. Seharusnya
dilengkapi data kegiatan apa yang dilakukan klien sebelum tidur dan sesudah tidur.
Kesulitan yang penulis hadapi dalam proses pengkajian adalah proses komunikasi
teraupetik belum maksimal sehingga ada sebagian data-data yang
pendokuimentasianya kurang mendalam.
Aspek medik, diagnosa medik Depresi Dengan Psikotik dan terapi medik yang diberikan
Clozapin 2 x 25 mg. Clozapin adalah jenis obat antipskotik yang digunakan untuk gejala
psikosis. psikposis adaah kumpulan gejala gangguan jiwa dimana sesorng merasa terpisah dari
kenyataan ynga sebenarnya, di tandai denga timbulnya delusi dan halusinasi. Clozapin
diberikan kepada penderita skizopfrenia, clozapine juga dapat membantu mengurangi
kecendrungan bunuh diri dan biasanya diunkan jika obat anti psikotik lainnya tidak
memberikan perkembangan pada kondisi penderita. efek samping clozapin pusing, mual,
merasa panas, berat badan bertambah dan napsumakan berkurang, mulit kering disertai
meningkatnya ar liur sulitbungan air.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah dari data pengkajian yang digunakan
untuk mengarahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan
(Damaiyanti, 2012).
Menurut Fitria (2009) Diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada kasus
perilaku kekerasan antara lain perilaku kekerasan, resiko mencederai diri sendiri,
93

orang lain, dan lingkungan, perubahan persepsi sensori : halusinasi, harga diri rendah
kronis, isolasi sosial, dan berduka disfungsional. Diagnosa utama yang diangkat pada
Ny. A yaitu resiko perilaku kekerasan, diagnosa ini didukung dengan data subyektif
klien mengatakan jika sedang berinteraksi pada teman-temanya di ruangan terkadang
klien marah dan meludah orang di sekitar. Kemudian data obyektifnya klien terlihat
marah, tampak tegang, mata melotot tangan mengepal dan klien mondar-mandir.
Diagnosa ini diambil menjadi prioritas utama karena pada saat pengkajian data-data
diatas yang paling aktual.
Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem adalah perilaku
kekerasan, etiologinya yaitu harga diri rendah, dan sebagai efek yaitu resiko meciderai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Fitria,2009).
Berdasarkan teori yang disebutkan ada perbedaan dengan kasus, bahwa yang menjadi
core problem adalah resiko perilaku kekerasan, tetapi pada etiologi dan efek sama,
yaitu harga diri rendah sebagai etiologi, dan resiko menciderai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan sebagai efek. Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku
yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk
destruktif dan masih terkontrol (Yosep, 2007).

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan
rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian
permasalahan dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian
tujuan khusus telah dicapai (Direja, 2011).
Menurut Stuart (2001, dalam Direja, 2011), tujuan khusus berfokus pada penyelesaian
etiologi dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang
perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan
masalah dan kebutuhan klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat
dibagi menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk
menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang
diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar
klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah.
94

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Ny. A berdasarkan pada teori


keperawatan jiwa, dimana terdapat tujuan umumnya yaitu klien tidak melakukan
tindakan kekerasan, dan terdapat sembilan tujuan khusus yaitu tujuan khusus pertama
adalah bina hubungan saling percaya dengan klien, rasionalnya adalah hubungan
saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya, tujuan khusus
kedua yaitu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, rasionalnya adalah klien
beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dapat membantu mengurangi stres
dan penyebab perasaan jengkel atau kesal dapat diketahui, tujuan khusus ketiga adalah
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, rasionalnya adalah untuk
mengetahui hal yang dialami dan dirasa saat jengkel, tujuan khusus keempat adalah
mengidentififkasi jenis perilaku kekerasan, rasionalnya adalah dapat membantu klien
dalam menemukan cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Intervensi keperawatan selanjutnya pada tujuan khusus kelima adalah
mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan, rasioanalanya adalah membantu klien
untuk menilai perilaku kekerasan yang dilakukanya, tujuan khusus keenam adalah
mengidentifikasi cara yang dilakukan ketika perilaku kekerasan muncul, rasionalnya
adalah agar klien dapat mempelajari cara yang lain konstruktif, tujuan khusus ketujuh
adalah ajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan, rasionalnya adalah memberikan
simulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku kekerasan secara tepat, tujuan
khusus kedelapan adalah ajarkan pada
keluarga cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, rasionalnya adalah agar
keluarga dapat merawat klien dengan perilakun kekerasan, tujuan kesembilan adalah
anjurkan pada klien menggunakan obat dengan benar, rasionalnya adalah klien dan
keluarga dapat mengetahui nama-nama obat yang diminum oleh klien (Damaiyanti,
2012). Dalam rencana keperawatan yang penulis susun pada masalah keperawatan Ny
A, penulis sesuaikan dengan teori diatas.

4. Implementasi
Implementasi merupakan standar dari standar asuhan yang berhubungan dengan
aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan oleh perawat, dimana implementasi
95

dilakukan pada pasien, keluarga dan komunitas berdasarkan rencana keperawatan


yang dibuat (Damaiyanti, 2012).
Menurut Keliat (2009), strategi pelaksanaan klien resiko perilaku kekerasan ada lima
yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik pertama yaitu nafas dalam. Strategi pelaksanaan kedua membantu
klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan
cara pukul bantal atau kasur. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara verbal. Strategi pelaksanaan keempat
membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
Strategi pelaksanaan kelima membantu klien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan minum obat.
Teori tersebut sesuai dengan yang penulis lakukan, tetapi penulis hanya dapat
melaksanakan strategi pelaksanaan pertama melatih cara mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu nafas dalam dilakukan pada tanggal 10-20
Desember 2017, pukul 11.00 WIB. Strategi pelaksanaan kedua membantu klien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua yaitu dengan cara pukul
bantal atau kasur dilakukan pada tanggal 21-20 Desember 201, pukul 15.00 WIB.
Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara verbal dilakukan pada tanggal 23-25 Desember 2017, pukul 10.00 WIB.
Strategi pelaksanaan keempat membantu klien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara spiritual dan strategi pelaksanaan kelima membantu klien
latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara minum obat, tidak dapat
dilaksanakan penulis karena keterbatasan waktu dan kemampuan klien dalam
memahami yang penulis ajarkan.

5. Evaluasi
Menurut Kurniawati (2004, dalam Nurjanah, 2005), Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
96

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut: S:


Subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, O: Respon
obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A: Analisa
diatas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
muncul atau muncul masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan masalah
yang ada. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut perawat (Direja, 2011). Dalam
penulisan kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil (sumatif) serta menggunakan
system penulisan S.O.A.P sesuai dengan teori diatas. Evaluasi dilakukan setiap hari
sesudah dilakukan interaksi terhadap klien.
Hasil evaluasi yang didapatkan penulis sesuai dengan kriteria evaluasi yang penulis
buat. Evaluasi yang didapatkan penulis antara lain pada tujuan khusus yang pertama
yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, tujuan khusus kedua yaitu
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, tujuan khusus ketiga yaitu klien dapat
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, tujuan khusus keempat yaitu klien
dapat mengidentififkasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, tujuan khusus
kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, tujuan khusus
keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon terhadap
kemarahan, tujuan khusus ketujuh yaitu klien dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam (SP 1), dengan cara
pukul bantal atau kasur (SP 2), dengan cara verbal (SP 3). Hasil evaluasi yang penulis
dapatkan sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis buat.
Hambatan penulis selama proses keperawatan dilakukan yaitu tujuan khusus dalam
diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua. Tujuan khusus kedelapan klien
mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan tidak tercapai,
dikarenakan selama proses keperawatan tidak ada keluarga yang datang menjenguk
klien. Tujuan khusus kesembilan klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum
dan kegunaanya tidak tercapai, sehingga penulis melakukan pendelegasian tugas
terkait masalah keperawatan pada Ny. A dengan perawat diruangan.

Anda mungkin juga menyukai