Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku siswa menjadi manusia

dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat di lingkungan

alam sekitarnya. Melalui pendidikan siswa dapat mengembangkan kemampuan secara

optimal. Untuk itu, langkah yang paling efisien dalam memperbaiki sifat dan akhlak

seorang siswa adalah melalui peningkatan pendidikan. Salah satu cara yang dilakukan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan pembaharuan system

pendidikan. Ada tiga komponen yang perlu disoroti dalam pembaharuan pendidikan

yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas

metode pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran dilakukan untuk

meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Cara yang dapat digunakan yaitu dengan

penerapan strategi atau metode pembelajaran yang efektif di kelas dan lebih

memberdayakan potensi siswa. Penerapan strategi atau metode yang seperti itulah

yang sangat dibutuhkan pada mata pelajaran sains khususnya fisika. Dalam hal ini,

Penerapan strategi pembelajaran memiliki peranan sangat penting dalam menentukan

tinggi rendahnya hasil belajar siswa.

Apabila mendengar kata “Fisika” siswa cenderung merasa malas dan tidak

ingin masuk ke kelas untuk belajar. Karena siswa selalu merasa bahwa fisika adalah

mata pelajaran yang sangat sulit. Hal ini dikarenakan siswa selalu beranggapan

1
bahwa mata pelajaran fisika selalu berkaitan dengan rumus-rumus. Mereka tidak

memahami makna dibalik rumus yang ada. Konsep merupakan salah satu hal yang

sangat penting untuk diketahui, karena dengan mengetahui konsep tersebut akan lebih

memudahkan siswa dalam mengerjakan soal dan menerapkan konsep yang

dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas utama guru

sehingga pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk

pembelajaran siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran masih sering ditemui

adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan siswa. Guru sangat mendominasi

proses pembelajaran yang menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif

sehingga mereka lebih banyak menunggu penjelasan dari guru dibandingkan mencari

dan menemukan pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu perlu adanya suatu

perubahan strategi pembelajaran dari yang berpusat pada guru (teacher centered)

menjadi berpusat pada siswa (student centered). Pembelajaran berpusat pada siswa

adalah pembelajaran yang lebih berpusat pada kebutuhan, minat, bakat, dan

kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan siswa

dapat mengeluarkan potensi dan kemampuan yang mereka miliki. Dengan melibatkan

siswa dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah dalam memahami apa

yang dipelajari dan siswa akan lebih mudah untuk mengingatnya.

Salah satu teori yang dapat digunakan untuk melibatkan siswa dalam proses

pembelajaran adalah teori konstruktivisme. Pada teori konstruktivisme siswa dapat

2
mengeluarkan pendapat mereka, ide-ide yang mereka punya tanpa takut berbeda dari

temannya. Siswa diberikan kesempatan untuk memahami materi yang diajarkan dan

mencari makna dari materi tersebut. Teori kostruktivisme menggunakan srategi yang

berpusat pada siswa (student centered) dimana siswa lebih aktif dan termotivasi

dalam mencari pengetahuan baru. Ada beberapa model pembelajaran yang dapat

meningkatkan keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar. Salah satunya adalah

model pembelajaran yang berpusat pada pemecahan masalah yang ada dalam

kehidupan sehari-hari, yang biasa disebut model pembelajaran Problem Based

Learning.

Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang lebih mendorong

siswa untuk belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian

masalah-masalah yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Contoh masalah dalam

kehidupan digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai

mempelajari suatu materi. Berdasarkan penelitian Yuan (2008), model ini

memungkinkan siswa untuk memperoleh pengetahuan baru dalam pemecahan

masalah. Dalam Problem Based Learning, sikap siswa seperti pemecahan masalah,

berpikir, bekerja kelompok, komunikasi dan informasi berkembang secara positif.

Problem Based Learning juga memfasilitasi siswa untuk saling bertukar pendapat,

menganalisis masalah menggunakan berbagai cara, dan memikirkan kemungkinan-

kemungkinan untuk memecahkan suatu permasalahan. Keadaan seperti ini akan

berdampak langsung pada pemahaman siswa tentang konsep fisika.

3
Model PBL (Problem Based Learning) merupakan suatu model pembelajaran

yang berlandaskan pada teori belajar konstruktivisme. Model pembelajaran ini

mengutamakan pembangunan konsep pada siswa. Langkah-langkah dalam model

PBL dimulai dengan memberikan masalah yang berkaitan dengan materi yang

diajarkan, kemudian guru membimbing siswa dalam menganalisis dan

mengidentifikasi masalah tersebut agar siswa dapat menemukan solusi yang tepat.

Dengan pembelajaran ini, siswa dapat aktif memecahkan masalah sehingga dapat

meningkatkan pemahaman konsep siswa.

Dari hasil penelitian Bilgin dkk. (2008), problem based learning dapat

membantu siswa dalam mengembangkan komunikasi dan kemampuan bekerjasama

dalam menerima informasi dan menggunakannya. Tujuan utama Problem Based

Learning adalah membuat siswa menjadi aktif, bebas, dan belajar mandiri dari pada

pasif menerima pelajaran yang disampaikan kepadanya. Sementara itu, metode

Problem Based Learning juga membutuhkan kerjasama pada proses pembelajaran.

Belajar bekerjasama sangat penting karena di dalamnya terdapat proses bertukar

informasi, berkomunikasi, dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah. Hal

tersebut akan sangat bermanfaat bagi siswa untuk kehidupan yang akan datang.

Pembelajaran menggunakan Model Problem Based Learning dapat

meningkatkan aktivitas dalam belajar, kemampuan memecahkan masalah, dan

mengembangkan sifat atau karakter baik pada diri siswa. Perbedaan kemampuan

siswa dalam suatu kelompok juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa

terutama ketika ia berdiskusi atau mengungkapkan pendapatnya kepada siswa lain.

4
Penerapan model Problem Based Learning pada setiap jenjang pendidikan

saat ini sudah tepat karena pendidikan lebih mengedepankan penguasaan aspek

keilmuan dan kecerdasan peserta didik. Jika peserta didik sudah mencapai nilai

akademik yang memadai, pendidikan dianggap sudah selesai. Pembentukan karakter

dan nilai-nilai budaya dalam diri peserta didik sudah mulai terabaikan. Sedangkan

menurut Suyitno (2012), pendidikan karakter dan budaya bangsa penting karena

dalam kehidupan nyata masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat

akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara.

Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung

oleh Kurikulum 2013. Langkah-langkah pada pendekatan saintifik merupakan bentuk

adaptasi dari langkah-langkah ilmiah pada sains. Proses pembelajaran dapat disatukan

dengan suatu proses ilmiah, karenanya Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi

pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian

emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan

peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah,

para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive

reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductiv reasoning)

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri

atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui),

merumuskan pertanyaan (merumuskan hipotesis), mencoba/mengumpulkan data

(informasi) dengan berbagai teknik, mengasosiasi/ menganalisis/mengolah data

(informasi) dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari

5
kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-

langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta. Oleh karena itu,

peneliti ingin melakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran Problem

Based Learning dengan pendekatan saintifik terhadap pemahaman konsep fisika.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh pemahaman konsep

fisika antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) dengan pendekatan saintifik dan kelas yang menggunakan model pembelajaran

konvensional (pembelajaran langsung) pada siswa kelas X SMA 5 Palu?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

penelitian ini bertujuan “Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemahaman

konsep fisika antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based

Learning dengan pendekatan saintifik dan kelas yang menggunakan model

pembelajaran konvensional (pembelajaran langsung) pada siswa kelas X SMA 5

Palu”.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

6
1. Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

tentang model pembelajaran dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di

sekolah-sekolah.
2. Secara khusus dapat memberikan informasi kepada para guru, khususnya

para guru fisika mengenai arti pentingnya pengajaran dengan menggunakan

model pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

1.5 Batasan Istilah

a. Pemahaman Konsep adalah suatu tingkatan dimana peserta didik mampu

menangkap makna dari suatu konsep baik yang berupa verbal maupun tulisan

sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang

dimaksud adalah perubahan kemampuan mentranslasi, menginterprestasi dan

mengekstrapolasi

b. Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang memberikan

berbagai situasi permasalahan kepada peserta didik dan dapat berfungsi

sebagai pedoman dalam penyelidikan.

c. Pendekatan Saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan

mengamati (untuk mengidentifikasi hal-hal yang ingin diketahui),

merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis),

mencoba/mengumpulkan data (informasi) dengan berbagai teknik,

mengasosiasi/ menganalisis/mengolah data (informasi) dan menarik

7
kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan

untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian dari Mirah Wartini (2010) pendekatan saintifik adalah

pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan keterampilan

keterampilan ilmiah seperti mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Pendekatan ini menuntut

siswa yang aktif dalam melakukan keterampilan ilmiah di atas (bukan

gurunya). Pembelajaran yang menuntut siswa yang aktif dalam melakukan

keterampilan ilmiah tentunya membuat interaksi siswa dengan guru maupun

siswa dengan siswa akan terjalin dengan efektif. Terjalinnya interaksi siswa

dengan guru maupun siswa dengan siswa tentu mampu menumbuhkan sikap

sosial yang positif bagi siswa.

2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rihardani Woro Trisnani (2007) bahwa

penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatan Aktivitas

Siswa dalam Pembelajaran. Aktivitas tersebut meliputi mengajukan

pertanyaan, berdiskusi, menjawab pertanyaan, mengajukan pendapat, dan

melaksanakan tugas.

9
3. Hasil penilitian yang dilakukan oleh Nutri Artanti (2008) tentang penerapan

Problem Based Learning pada pembelajaran Fisika. Proses belajar dengan

metode Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa,

terbukti dengan peningkatan aktivitas siswa dan nilai rata-rata tes siswa

meningkat

4. Menurut Frety Lutviana Saputri (2007) dalam jurnal yang berjudul

“Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi Keterampilan Proses Pada

Pembelajaran Fisika Di SMP” menyimpulkan bahwa ada pengaruh

penggunaan pembelajaran berbasis masalah berorientasi keterampilan

proses terhadap hasil belajar siswa kelas VII dalam pembelajaran fisika di

SMP Negeri 1 Tanggul tahun ajaran 2012/2013. Selain itu keterampilan

proses sains siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tanggul selama pembelajaran

dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah berorientasi

keterampilan proses untuk setiap indikator dapat digolongkan dalam kriteria

baik.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Model Pembelajaran Problem Based Learning

Menurut Buchari Alma (2008), model mengajar merupakan sebuah

perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada

proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku peserta

didik seperti yang diharapkan. Model pembelajaran merupakan strategi yang

digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan

10
peserta didik, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan

pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Pemilihan model

pembelajaran dapat memacu peserta didik untuk lebih aktif dalam belajar. Salah

satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan

berpikir peserta didik dalam memecahkan masalah adalah Model Problem

Based Learning.

Model Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah

merupakan model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang

disajikan. Menurut Arends (2011) PBL merupakan model pembelajaran yang

menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada

peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan

penyelidikan. PBL membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan

berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah. Penerapan model

pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan

prestasi belajar peserta didik karena melalui pembelajaran ini peserta didik

belajar bagaimana menggunakan konsep dan proses interaksi untuk menilai apa

yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, mengumpulkan

informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data

yang telah dikumpulkan. Menurut Trianto (2010), model pembelajaran

berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan

pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni

penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang

11
nyata. Sama halnya menurut Yatim Riyanto (2009), model Problem Based

Learning merupakan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik

untuk aktif dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir

memecahkan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi dengan

rasional dan autentik. Model Problem Based Learning merupakan model

pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mengembangkan keaktifan

dalam kegiatan penyelidikan. Selain itu Model PBL dapat mengembangkan

kemampuan berpikir dalam upaya menyelesaikan masalah.

Landasan teori Problem Based Learning adalah kolaborativisme, suatu

perspektif yang berpendapat bahwa siswa akan menyusun pengetahuan dengan

cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan

dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama

individu. Hal itu menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah dari transfer

informasi fasilitator siswa ke proses konstruksi pengetahuan yang sifatnya sosial

dan individual. Menurut paham konstruktivisme, manusia hanya dapat

memahami melalui segala sesuatu yang dikonstruksinya sendiri. Problem based

learning memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan

pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan,

dan dipresentasikan dalam suatu konteks.

Model Problem Based Learning ini, pemahaman, transfer pengetahuan,

keterampilan berpikir tingkat tinggi, kemampuan pemecahan masalah, dan

kemampuan komunikasi ilmiah merupakan dampak langsung pembelajaran.

12
Sedangkan peluang siswa memperoleh hakikat tentang keilmuan, keterampilan

proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian

dan masalah-masalah non rutin merupakan dampak pengiring pembelajaran.

2.2.1.1 Ciri-Ciri Problem Based Learning

Berbagai pengembangan Problem Based Learning menunjukkan ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Proses belajar harus diawali dengan suatu masalah, terutama masalah dunia

nyata yang belum terpecahkan.

2) Dalam pembelajaran harus menarik perhatian siswa.

3) Guru berperan sebagai fasilitator/ pemandu di dalam pembelajaran.

4) Siswa harus diberikan waktu untuk mengumpulkan informasi menetapkan

strategi dalam memecahkan masalah sehingga dapat mendorong

kemampuan berpikir kreatif.

5) Pokok materi yang dipelajari tidak harus memiliki tingkat kesulitan yang

tinggi karena dapat menakut-nakuti siswa.

6) Pembelajaran yang nyaman, santai dan berbasis lingkungan dapat

mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah.

Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan

model Problem Based Learning dimulai oleh adanya masalah (dapat

dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa mengumpulkan

informasi mereka telah ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa

13
dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga

mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

2.2.1.2 Implementasi Problem Based Learning

Berdasarkan penelitian Yuan (2008), model Problem Based Learning

secara umum implementasinya mulai dengan tujuan dari model Problem

Based Learning, pembentukan kelompok kecil yang terdiri dari 5 atau 7

siswa, pembagian permasalahan yang telah disiapkan, pemecahan masalah,

menguji permasalahan, tetapi jika tidak memberikan masalah dapat membuat

riset atau praktek.

Menurut Sanjaya (2007), model Problem Based Learning dijalankan

dengan langkah-langkah, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahapan Kegiatan Guru Di Kelas

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,


Tahap-1
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
Orientasi siswa pada masalah
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa
untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang
dipilih.

Tahap-2
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
Mengorganisasi siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar yang
belajar berhubungan dengan masalah tersebut.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan


Tahap-3 informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
Membimbing penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
individual maupun kelompok masalah.

14
Tahapan Kegiatan Guru Di Kelas

Tahap-4 Guru membantu siswa dalam


merencanakan dan menyiapkan karya
Mengembangkan dan menyajikan hasil yang sesuai seperti laporan, video, dan
karya model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5 Guru membantu siswa untuk melakukan


refleksi atau evaluasi terhadap
Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan mereka dan proses-proses
pemecahan masalah yang mereka gunakan.

Berikut ini penjelasan secara merinci langkah-langkah yang diperlukan untuk

mengimplementasikan Problem Based Learning dalam pembelajaran sebagai

berikut :

1. Mengorientasikan siswa pada masalah.

Dalam hal ini pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan

pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini sangat

penting dalam penggunaan Problem Based Learning, dimana guru harus

menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan guru

sendiri. Di samping proses yang akan berlangsung, penting juga untuk

menjelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal

ini penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat ikut serta dalam

pembelajaran yang dilakukan. Empat hal penting pada proses ini, yaitu: a)

tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah informasi baru,

tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting

dan bagaimana menjadi mahasiswa yang mandiri; b) permasalahan dan

15
pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar”, sebuah

masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan

seringkali bertentangan; c) selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini),

Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa

harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya; dan d) selama

tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyata-kan ide-

idenya secara terbuka dan penuh kebebasan.Dalam pembelajaran ini, tidak ada

ide yang akan ditawarkan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi

peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide

mereka.

2. Mengorganisasi siswa untuk belajar.

Pemecahan suatu masalah yang membutuhkan kerjasama dan sharing

antar anggota mendorong siswa untuk belajar berkolaborasi. Oleh sebab itu,

guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-

kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan

memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa

dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti:

kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi

yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Hal penting yang

dilakukan guru adalah memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing

kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama

16
pembelajaran. Selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik

yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.

3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.

Pada fase ini guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi

dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir

tentang suatu masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk

memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik

yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang

dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan

yang benar.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Hasil karya yang dimaksud lebih dari sekedar laporan tertulis,

termasuk hal-hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang

bermasalah dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup

representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya, dan program komputer

serta presentasi multimedia.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Fase terakhir Problem Based Learning ini melibatkan kegiatan-

kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan

17
mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan menyelidiki

dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini, guru

meminta siswa untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama

berbagai fase pelajaran. Tantangan utama bagi guru dalam tahap ini adalah

mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan

penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan

penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.

2.2.2 Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung atau Direct Instruction, juga dikenal

dengan istilah strategi belajar ekspositori dan whole class teaching.

Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang terdiri dari

penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa.

Menurut Arends (dalam Trianto, 2010) adalah suatu model pembelajaran

dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan

pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik,

dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah.

Model pengajaran langsung (Direct Instruction) dilandasi oleh teori

belajar perilaku yang berpandangan bahwa belajar bergantung pada pengalaman

termasuk pemberian umpan balik. Satu penerapan teori perilaku dalam belajar

18
adalah pemberian penguatan. Umpan balik kepada siswa dalam pembelajaran

merupakan penguatan yang merupakan penerapan teori perilaku tersebut.

Model pembelajaran langsung adalah suatu model yang menggunakan

peragaan dan penjelasan guru digabungkan dengan latihan dan umpan balik

siswa untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan

nyata yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh. Pembelajaran langsung

didasarkan pada bangunan penelitian yang luas dan terutama efektif saat

berhadapan dengan siswa bermotif prestasi rendah dan siswa dengan kesulitan

belajar (Eggen P. & Kauchak D, 2012).

Menurut Eggen P. & Kauchak D (2012 ) terdapat 4 fase dalam penerapan

pembelajaran langsung. Keempat fase tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Fase dalam penerapan pembelajaran langsung

Fase Tujuan
Fase 1: Perkenalan dan Review - Menarik perhatiaan siswa dan menarik
mereka ke dalam pelajaran
Guru memperkenalkan pelajaran - Secara informal menilai pemahaman siswa
dan mereview pemahaman awal untuk menjamin mereka memiliki
pemahaman mininum yang dibutuhkan untuk
memahami keterampilan
Fase 2: Presentase - Mendorong keterlibatan siswa
Keterampilan baru disajikan, - Memastikan bahwa siswa memahami
dijelaskan, dan digambarkan kerangka kerja konseptual untuk kerampilan
dengan contoh berkualitas tinggi
Fase 3: Latihan dan Terbimbing - Memulai proses mengembangkan
keterampilan
Siswa melatih kemampuan di - Memastikan keberhasilan siswa
bawah bimbingan guru
Fase 4: Latihan Mandiri - Membangun otomatisitas keterampilan
Siswa melatih mandiri - Mendorong transfer ke konteks baru
keterampilan

19
Model pengajaran langsung memberikan kesempatan siswa belajar

dengan mengamati secara selektif, mengingat dan menirukan apa yang

dimodelkan gurunya. Oleh karena itu hal penting yang harus diperhatikan dalam

menerapkan model pengajaran langsung adalah menghindari menyampaikan

pengetahuan yang terlalu kompleks. Di samping itu, model pengajaran langsung

mengutamakan pendekatan deklaratif dengan titik berat pada proses belajar

konsep dan keterampilan motorik, sehingga menciptakan suasana pembelajaran

yang lebih terstruktur.

Guru yang menggunakan model pengajaran langsung tersebut

bertanggung jawab dalam mengidentifikasi tujuan pembelajaran, struktur

materi, dan keterampilan dasar yang akan diajarkan. Kemudian menyampaikan

pengetahuan kepada siswa, memberikan permodelan/demonstrasi, memberikan

kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep/keterampilan yang

telah dipelajari, dan memberikan umpan balik.

Salah satu karakteristik dari suatu model pembelajaran adalah adanya

sintaks/tahapan pembelajaran. Selain harus memperhatikan sintaks, guru yang

akan menggunakan pengajaran langsung juga harus memperhatikan variabel-

variabel lingkungan lain, yaitu fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan

yang tinggi untuk kemajuan siswa, waktu dan dampak dari pembelajaran.

Beberapa keunggulan terpenting dari pembelajaran langsung adalah

adanya Fokus akademik merupakan prioritas pemilihan tugas-tugas yang harus

dilakukan siswa selama pembelajaran, aktivitas akademik harus ditekankan.

20
2.2.3 Pendekatan saintifik

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru

dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional

tertentu. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah

bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi

siswa untuk memahami materi yang disampaikan guru, dengan memelihara

suasana pembelajaran yang menyenangkan (Syaiful Sagala, 2010). Pendekatan

pembelajaran adalah sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang

merujuk pada pandangan tentang terjadinya proses yang sifatnya umum (Andi

Prastowo, 2013). Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik

adalah pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman secara

langsung 14 baik menggunakan observasi, eksperimen maupun cara yang

lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara sebagai informasi atau data yang

diperoleh selain valid juga dapat dipertanggungjawabkan (Agus Sujarwanta,

2012).

Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses

pembelajaran terdiri atas lima tahapan belajar pokok yaitu:

1. Mengamati

Mengamati merupakan metode yang mengutamakan kebermaknaan

proses pembelajaran (meaningfull learning). Kegiatan belajar yang dilakukan

dalam proses mengamati adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat

21
(tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih

kesungguhan, ketelitian, mencari informasi

2. Menanya

Menanya merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan

cara mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa

yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang

apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang

bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan

kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk

membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang

hayat.

3. Mengumpulkan Informasi/Eksperimen

Mengumpulkan informasi/eksperimen merupakan kegiatan

pembelajaran yang berupa eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks,

mengamati objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan narasumber.

Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/

eksperimen adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai

pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan

mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,

mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

22
4. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi

Mengasosiasikan/mengolah informasi merupakan kegiatan

pembelajaran yang berupa pengolahan informasi yang sudah dikumpulkan baik

terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari

kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Kompetensi yang

dikembangkan dalam proses mengasosiasi/mengolah informasi adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan

menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam

menyimpulkan.

5. Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa

menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara

lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetesi yang dikembangkan dalam

tahapan mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti,

toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan

singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan

benar.

Kelima tahapan diatas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru dan

siswa untuk menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran dikelas. Guru

dan siswa mempunyai peran masing-masingdalam setiap kegiatan pembelajaran

yang dilakukan dengan menggunakan tahapan dari pendekatan saintifik.

23
2.2.4 Pemahaman Konsep

Menurut Hamalik (2001), suatu konsep adalah suatu kelas atau

kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Apabila dalam menyatakan

suatu konsep dengan menyebut “nama”. Maka konsep tersebut menunjukkan

ke kelas kategori stimuli.

Menurut Hulse, Egeth dan Deese (dalam Suciyati, 2011) definisi

konsep adalah sekumpulan atau seperangkat sifat yang dihubungkan oleh

aturan-aturan tertentu atau konsep merupakan bayangan mental, ide dan

proses. Walgito mengemukakan bahwa konsep merupakan konstruksi

simbolik yang menggambarkan ciri-ciri suatu objek atau kejadian.

Pembentukan konsep merupakan suatu proses dimana siswa dituntut untuk

menentukan dasar terhadap apa yang akan mereka gunakan untuk membangun

kategori-kategori atau pembentukan konsep merupakan ketajaman berfikir

dalam mengklsifikasikan objek atau ide.

Konsep merupakan ide yang mengkombinasikan beberapa unsur

berbeda ke dalam satu unsur tunggal. Setiap konsep tidak dapat berdiri

sendiri, setiap konsep dapat dihubungkan dengan konsep-konsep lain dan

hanya mempunyai makna bila dikaitkan dengan konsep-konsep lain. Konsep

konsep bersama-sama membentuk semacam jaringan pengetahuan di dalam

kepala manusia. Pemahaman tentang sebuah konsep sangat penting dalam

pembelajaran di kelas karena manfaat belajar konsep akan memberikan

keuntungan bagi siswa. Keuntungan dari belajar konsep adalah:

24
1) mengurangi beban berat memori karena kemampuan manusia dalam

mengkategorikan berbagai stimulus terbatas,

2) meupakan unsur pembangun berpikir,

3) merupakan dasar proses mental yang lebih tinggi,

4) diperlukan untuk memecahkan masalah.

Pemahaman sangat relevan bila kita tinjau dari sudut pandang fisika.

Fisika bukan hanya sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara

sistematik tetapi juga yang terpenting sebagai suatu proses. Perubahan konsep

sangat penting dimiliki oleh siswa yang telah mengalami proses belajar.

Pemahaman konsep yang dimiliki oleh siswa dapat digunakan untuk

menyelesaikan suatu permasalahan yang ada kaitannya dengan konsep yang

dimilki.Dalam pemahaman konsep siswa tidak terbatas hanya mengenal tetapi

siswa harus dapat menghubungkan antara satu konsep dengan konsep lainnya.

Menurut Anderson & Krathwohl (2010) terdapat 7 indikator dalam

pemahaman konsep, seperti pada tabel dibawah ini.

25
Tabel 2.2 Indikator Pemahaman Konsep

No Proses Kognitif Nama-Nama Definisi dan Contoh


Lain
1 Menafsirkan Mengklarifikasi, Mengubah satu bentuk gambaran
. Memparafrasakan (misalnya angka) jadi bentuk lain
, (misalnya, kata-kata) (Misalnya
Merepresentasika memparafrasakan ucapan dan
n dokumen penting)
Menerjemahkan
2 Mencontohkan Mengilustrasikan,Menentukan contoh atau ilustrasi
. Memberi contoh tentang konsep atau prinsip
(Misalnya, memberi contoh tentang
aliran-aliran seni lukis)
3 Mengklasifikasik Mengkategorikan, Menentukan sesuatu dalam satu
. an Mengelompokkan kategori(Misalnya,
mengklasifikasikan kelainan-
kelainan mental yang telah diteliti
atau dijelaskan
4 Merangkum Mengabstraksi, Mengabstraksikan tema umum atau
. Menggeneralisasi poin-poin pokok. Misalnya,
menulis ringkasan pendek tentang
peristiwa-peristiwa yang di
tayangkan di televisi
5 Menyimpulkan Menyarikan, Membuat kesimpulan yang logis
. Mengekstrapolasi dan informasi yang diterima
Menginterpolasi, (Misalnya, dalam belajar bahasa
Memprediksi asing, menyimpulkan tata bahasa
berdasarkan contoh-contohnya.)
6 Membandingkan Mengontakan Menentukan hubungan antara dua
Memetakan, ide, dua objek dan semacnnya
. Mencocokkan (Misalnya, membandingkan
peristiwa-peristiwa sejarah dengan
keadaan sekarang)
7 Menjelaskan Membuat model Membuat model sebab akibat dalam
sistem (Misalnya menjelaskan
. sebab-sebab terjadinya peristiwa-
peristiwa penting pada abad ke 18
di Indonesia)

26
Pemahaman adalah suatu jenjang di ranah kognitif yang menunjukan

kemampuan menjelaskan hubungan yang sederhana antara fakta-fakta dan

konsep (Arikunto, 2008). Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap

makna atau arti dari sesuatu konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya

hubungan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Ada

tiga macam pemahaman yang berlaku umum; pertama pemahaman

terjemahan, yakni kesanggupan menterjemahkan makna yang terkandung di

dalamnya.

Pemahaman yang dimaksud dalam penelititian ini adalah suatu

kemampuan untuk mengerti secara benar konsep-konsep atau fakta-fakta.

Pemahaman sebagai salah satu indikator kadar keberhasilan belajar siswa

dapat bernilai amat baik, baik, cukup, dan jelek. Pemahaman merupakan

prasyarat mutlak untuk menuju tingkatan kognitif yang lebih tinggi, aplikasi,

analisis, sintesis, dan evaluasi.

Pemahaman konsep adalah kemampuan mengungkapkan makna suatu

konsep yang meliputi kemampuan membedakan, menjelaskan, menguraikan

lebih lanjut, dan mengubah konsep. Pemahaman konsep dalam penelitian ini

adalah konsepsi siswa yang sama dengan konsepsi para fisikawan yang

menyangkut pemahaman siswa dalam memahami hubungan antar konsep

pada materi yang diajarkan.

27
2.2.5 Materi Suhu

2.2.5.1 Pengertian suhu

Suhu merupakan suatu besaran (berupa derajat atau tingkatan) yang

menyatakan ukuran dingin atau panasnya suatu benda. Nah, untuk mengetahui

dingin atau panasnya suatu benda dengan pasti, kita membutuhkan suatu

besaran yang dapat diukur dengan alat ukur. Misalnya ketika kita minum es

apa yang kamu rasakan? Pasti yang kita rasakan yaitu dingin. Lalu pada saat

kita merebus air, air yang kita rebus lama kelamaan akan menjadi panas. Itulah

gambaran sederhana dari pengertian atau definisi dari suhu.

2.2.5.2 Alat Pengukur suhu

Untuk mengukur suhu suatu benda, kita membutuhkan alat pengukur

suhu. Dengan alat pengukur suhu, kita bisa mengetahui panas atau dingginya

suatu benda. Ada beberapa alat atau media yang bisa kita gunakan untuk

mengukur suatu benda, antara lain :

1. Mengukur suhu menggunakan bagian tubuh manusia

Bagian tubuh manusia bisa digunakan untuk mengukur suhu suatu

benda, salah satunya yaitu tangan dan jari kita. Misalnya ketika kita ingin

mengetahui suhu suatu minuman di gelas, kita bisa menggunakan tangan kita

untuk menyentuh gelas tersebut sehingga kita bisa mengetahui minuman

tersebut bersuhu dingin, hangat, atau panas. Selain tangan atau jari, kita bisa

28
menggunakan badan kita untuk mengukur suhu udara, dan lidah kita untuk

mengetahui panas atau dinginnya suatu makanan dan minuman. Mengukur

suhu menggunakan badan memang cepat dan instan, akan tetapi megukur

suhu menggunakan badan misalnya tangan mempunyai banyak kekurangan.

Hasil pengukuran suhu antara tangan orang satu dan orang lainnya tidak

sama. Jadi, hasil pengukuran suhu menggunakan alat pengukur suhu

berupa tangan atau anggota badan tubuh manusia tidak tepat.

2. Mengukur suhu menggunakan alat (Termometer)

Hasil pengukuran suhu menggunakan tangan tidak akuran dan tidak

terstandar, oleh karena itu telah tercipta alat yang bisa digunakan oleh manusia

dalam mengukur suhu manusia, yaitu termometer. Termometer pertama kali

dibuat pada tahun 1564-1642 oleh Galileo Galilei. Dengan alat termometer, kita

bisa mengukur suhu suatu benda dengan tepat, dan tentunya terstandar.

2.2.5.3 Macam-macam skala dan satuan suhu

Dalam proses pengukuran suhu, kita akan mendapati angka yang

menunjukkan titik suhu suatu benda. Titik suhu suatu benda dinyatakan dalam

satuan suhu. Secara umum, didunia ini ada empat macam satuan atau skala

suhu yaitu Celcius (C), Reamure (R), Fahrenheit (F), dan Kelvin (K). Mari

kita simak penjelasan empat macam suhu tersebut.

29
1. Skala Fahrenheit

Seorang ilmuwan Jerman (Daniel George Fahrenheit) tahun 1714

membuat termometer yang mula-mula diisi alkohol dan lalu diganti dengan

raksa. Sebagai titik tetap pertama ia memakai campuran garam dapur dan es

yang diberi angka 00F (suhu terendah yang ia ketahui) dan titik tetap kedua ia

memakai tubuh manusia dan diberi angka 960C.

Skala termometer Fahrenheit berdasarkan definisi modern adalah skala

dengan temperatur es melebur sebagai 32 dan derajat temperatur air mendidih

ditetapkan sebagai 212 derajat. Termometer ini pada jaman dulu banyak

digunakan di Amerika Serikat dan Eropa, akan tetapi sekrang ini negara di

Eropa sudah beralih ke termometer Celcius namun negara AS masih

menggunakannya.

2. Skala Celcius

Selang 20 tahun setelah ditemukannya termometer Fahrenheit, seorang

profesor dari Swedia (Ander Celsius) membuat termometer. Termometer

Celsius memakai titik tetap atas adalah suhu air sedang mendidih sebagai

1000C dan titik tetap bawah adalah suhu es sedang mencair sebagai 00C.

30
Skala antar kedua temperatur ini dibagi dalam 100 derajat. Termometer

dengan skala Celsius adalah termometer yang paling banyak digunakan oleh

berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

3. Skala Kelvin

Skala kelvin pada dasarnya sama dengan skala celcius (seperseratus).

Akan tetapi, skala kelvin dimulai dari suhu nol mutlak (0 K) yang nilainya

sama dengan -273,150C. Sehingga untuk suhu air mendidih sama dengan

373,15 K dan es mencair sama dengan 273,15 K.

4. Skala Reamur

Reamur memilih titik 80o untuk air mendidih dan 0o untuk es yang

mencair. Artinya skala reamur mempunyai rentang suhu antara 0oR - 80oR.

2.2.5.4 Cara menghitung Suhu Menggunakan Rumus Konversi suhu

Seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa ada empat skala suhu

yang digunakan di dunia, yaitu Celcius (C), Reamure (R), Fahrenheit (F), dan

Kelvin (K). Keempat skala tersebut dapat kita konversi, artinya dari skala satu

ke skala lain bisa kita hubungkan dan kita ubah nilainya. Contohnya jika kita

mengukur suhu suatu benda menggunakan termometer Celsius, akan tetapi

ingin mengubah (konversi) hasilnya sehingga menjadi satuan Kelvin.

Mengubah skala suhu dari satu satuan ke satuan yang lainnya dinamakan

dengan konversi suhu.

31
1. Rumus Konversi Suhu Cara Mudah

Cara mudah untuk mengubah (konversi) nilai suhi dari Fahrenheit,

Celsius, dan Reamur yaitu dengan menggunaka perbandingan C:F:R = 5:9:4.

Caranya, yaitu (Skala tujuan) / (Skala awal) x Suhu. Contoh soal konversi

dari Celsius ke Fahrenheit 77° Fahrenheit pada skala Celsius = 5/9 x (77-32) =

25.

2. Rumus Konversi Suhu

2.3 Kerangka Pemikiran

Terjadinya miskonsepsi siswa pada suatu materi pelajaran terutama pada

pelajaran fisika disebabkan pembelajaran yang kurang efektif, guru lebih

mengutamakan menyelesaikan materi tanpa memperhatikan kemampuan setiap siswa,

sehingga siswa cenderung pasif dan menerima pembelajaran tanpa mengutamakan

tingkat pemahaman dengan materi yang telah diajarkan.

32
Langkah yang sesuai untuk meminimalisir keadaan tersebut adalah Pemilihan

model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika

siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model Problem

Based Learning. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa diberikan

sebuah masalah yang berkaitan dengan konsep dan dituntun untuk dapat

menyelesaikan suatu masalah yang diberikan secara sistematik melalui langkah-

langkah pada model Problem Based Learning ini. Hal ini dapat membuat siswa

menjadi lebih aktif dalam pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap pemahaman

konsep siswa yaitu siswa memiliki pemahaman konsep yang benar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun paradigma penelitian sebagai berikut

Siswa
Siswa pasif Pembelajaran
mengalami
berbasis pada
miskonsepsi
guru
solusi

Model Pembelajaran Problem Based Learning

Mampu menyelesaikan
Siswa aktif
masalah secara
sistematis

Siswa memiliki pemahaman


konsep yang benar

2.4 Hipotesis Penelitian

33
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya,

maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut “Terdapat perbedaan

pemahaman konsep fisika antara kelas yang menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning dengan pendekatan saintifik dan kelas yang menggunakan

model pembelajaran konvensional (pembelajaran langsung) pada siswa kelas X SMA

5 Palu”.

34
BAB III
MOTODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian eksperimen kuasi.

Metode eksperimen kuasi (quasi experimental) pada dasarnya sama dengan

eksperimen murni, bedanya adalah pada pengontrolan variabel. Pengontrolannya

hanya dilakukan pada satu variabel saja, yaitu variabel yang paling dominan.

Sukmadinata, N.S. (2011).

3.2 Desain penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “pretest-posttest control

group design” yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan dua kelas

yang dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1 : pretest-posttest control group design

Kelompok Pretest Treatment Posttest


Eksperimen T1 X1 T2
Kontrol T1 O T2
Keterangan:

X1 : Perlakuan (Treatment) dengan pemberian model pembelajaran pendekatan

Saintifik

O : Perlakuan (Treatment) dengan pemberian model pembelajaran Konvensional

35
T1 : Tes awal (Pretest) dillakukan sebelum diberikan perlakuan (Treatment) pada

kelas eksperimen maupun kontrol

T2 : Tes akhir (Posttest) dillakukan setelah diberikan perlakuan (Treatment) dan

dilaksanakan pada kelas eksperimen dan control

3.3 Tempat dan waktu


Tempat penelitian : SMA 5 Palu
Waktu Penelitian : Maret 2018

3.4 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat dua variable yaitu variable bebas (X) dan Variabel

terikat (Y). variabel bebas dan variabel terikat itu sebagai berikut :

1. Variabel bebas / independent (X) yaitu model pembelajaran berbasis masalah

(Problem Based Learning).

2. Variabel terikat / dependent (Y) yaitu pemahaman konsep fisika siswa.

3.5 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Adapun populasi penelitian yang digunakan adalah siswa kelas X SMA yang

terdaftar pada tahun ajaran 2017/2018. Sampel penelitian yang digunakan adalah

purposive sampling, yaitu memilih dua kelas yang paling rendah hasil belajarnya

.Adapun kelas yang dipilih dalam penelitian ini yaitu kelas XA dan XB.

3.6 Definisi Operasional Variabel

36
Agar terhindar dari salah paham penafsiran judul penelitian, penulis jelaskan

secara singkat istilah-istilah yang berhubungan dengan judul penelitian sebagai

berikut :
1. Model Pembelajaran berbasis masalah
Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan

model pembelajaran yang membahas suatu konsep dan mengaitkannya dengan

masalah kehidupan sehari-hari.


2. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep adalah kemampuan memahami pengertian-pengertian

serta mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang

lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu

mengaplikasikannya.
3. Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa

digunakan oleh guru mata pelajaran dalam proses pembelajaran. Pada sekolah

yang akan dijadikan objek penelitian model pembelajaran yang saat ini digunakan

oleh guru adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction). Model

pengajaran langsung merupakan model pengajaran yang berpusat pada guru.

37
3.7 Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini mencakup data primer yang bersumber pada sampel

dengan pemberian tes pemahaman konsep fisika di kedua kelompok kemudian

melihat besar perbedaan pemahaman konsep fisika kedua kelompok tersebut.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

 Mencari literatur yang berkaitan dengan judul penelitian


 Menentukan populasi dan sampel penelitian
 Menyusun kisi-kisi soal uji coba dan soal pretest-posttest
 Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian
 Melaksanakan uji coba soal pada kelas lain untuk memilih butir soal

yang dianggap memenuhi syarat.


2. Tahap Pelaksanaan
 Penentuan kelas yang akan dijadikan sampel
 Pemberian tes awal (pretest) pada kelas eksperimen dan kelas control
 Pemberian perlakuan model pembelajaran dengan pendekatan

Saintifik pada kelas eksperimen dan pembelajaran tanpa model

pembelajaran pada kelas control


 Observasi pembelajaran yang dilakukan di kelas
 Pemberian tes akhir (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

3. TahapAkhir

Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah mengolah dan

menganalisis data. Hasil analisa data akan digunakan untuk menyimpulkan

hasil penelitian.

3.9 Instrumen penelitian


- Tes Peningkatan Pemahaman Konsep

38
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi peningkatan pemahaman konsep

siswa. Tes ini berbentuk pilihan ganda, dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu

di awal (pretest) dan akhir (posttest).

3.10 Teknik Analisis Data


1. Analisa Instrumen
a. Analisa Validitas Item Tes
Untuk menghitung validitas hasil uji coba item tes digunakan rumus

korelasi product moment Pearson, sebagai berikut:

N  XY    X   Y 
rXY 
N  X 2
  X 
2
 N  Y 2
 Y 
2

Keterangan:

rxy : koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang

dikorelasikan

X : skor item

Y : skor total

N : jumlah siswa

Tabel Interpretasi besarnya koefesien korelasi adalah sebagai berikut

Tabel 3.2 Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori
0,80< rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,60< rxy ≤ 0,80 tinggi (baik)
0,40< rxy ≤ 0,60 Cukup (sedang)
0,20< rxy ≤ 0,40 rendah (kurang)
0,00< rxy ≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)

39
Kriteria penerimaan tiap item adalah memenuhi jika 0,30 ≤ rp

b. Menentukan Indeks Kesukaran


Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan p yang disebut

indeks kesukaran (Surapranata,2004) yaitu:

P = tingkat kesukaran
∑X = jumlah skor siswa pada soal tertentu
Sm = skor masksimum
N = jumlah peserta tes

40
Tabel 3.3. Klasifikasi interprestasi indeks kesukaran

Batasan Kategori
p ≤ 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 <p ≤ 0,30 Soal sukar
0,30 <p ≤ 0,70 Soal sedang
0,70 <p ≤ 1,00 Soal mudah

c. Menentukan Daya Pembeda

Analisis daya pembeda butir soal dimaksudkan untuk mengetahui

kemampuan suatu butir soal membedakan antara siswa yang pandai dengan

siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda butir

soal digunakan rumus:

Keterangan:
DP = indeks daya pembeda butir tes
SA = jumlah skor yang dicapai kelompok atas
SB = jumlah skor yang dicapai kelompok bawah
Smax = skor maksimal butir soal
NA = jumlah peserta tes pada kelompok atas
NB = jumlah peserta tes pada kelompok bawah

Tabel 3.4. Kriteria klasiifikasi daya pembeda butir soal sebagai berikut

Batasan Kategori
DP ≥ 0,40 Baik sekali
0,30 ≤ DP < 0,40 Baik
0,20 ≤ DP < 0,30 Kurang baik
DP < 0,20 Jelek

41
d. Analisa Reliabilitas Tes

Untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus alpha. Rumus

alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument. Reliabilitas tes suatu

tes berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dikatakan

mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat

memberikan hasil yang tepat., misalnya soal bentuk uraian. Yakni :

Dengan:

: Koefisien reliabilitas tes

: Banyaknya item tes

: Jumlah varians skor dari tiap-tiap butir item

: varian total

Sedangkan rumus varians yang digunakan untuk menghitung reliabilitas

adalah:

Keterangan:

= varians

42
(∑x)2 = kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa
∑x2 = jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa
N = jumlah subjek
Tabel 3.5 Kriteria koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut:

Batasan Kategori
0,80< rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,60< rxy ≤ 0,80 tinggi (baik)
0,40< rxy ≤ 0,60 Cukup (sedang)
0,20< rxy ≤ 0,40 rendah (kurang)
0,00< rxy ≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang)

2. Pengujian Normalitas Data

Pengujian normalitas data dilakukan untuk melihat apakah data yang

diperoleh dari hasil penelitian terdistribusi normal atau tidak. Data yang di

maksud adalah nilai yang diperoleh siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Untuk menguji normalisasi digunakan persamaan Chi-kuadrat (Sugiyono,2008)

 2

k
 Oi  Ei  2
hitung
i 1 Ei

43
Dengan:

χ2hitung : Uji normalitas chi-kuadrat

k : Interval kelas menurut aturan Sturges

Oi : Frekuensi pengamatan

Ei : Frekuensi yang diharapkan.

Dengan dk = k – 3 dan peluang (1 – α), α = 0,05 dimana kriteria pengujiannya

adalah sebagai berikut:

 Jika χ2hitung ≤ (1 – α) (k – 3) maka data terdistribusi normal.

 Jika χ2hitung ≥ (1 – α) (k – 3) maka data tidak terdistribusi normal.

3. Uji Homogenitas

Hipotesis yang akan diuji haruslah diuji apakah varian kedua sampel homogen

atau tidak, maka perlu diuji homogenitas variannya terlebih dulu dengan uji F.

Varianterb esar
F=
Varianterk ecil

1) Jika Fhitung<Ftabel maka kedua varians homogen

2) Jika Fhitung ≥ Ftabel maka kedua varians tidak homogen

4. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat apakah hipotesis yang telah

dirumuskan didukung oleh data yang telah dikumpulkan. Sehingga hipotesis

tersebut harus diuji. Untuk menguji tingkat signifikasi perbedaan teratas kor

44
posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan analisis secara

statistik dengan menggunakan uji-t yaitu sebagai berikut (Sugiono, 2008):

X1  X 2
t hit 
1 1
s 
n1 n 2

dimana :

 n1  1 S12   n2  1 S 22
S
n1  n 2  2

Dengan :

x1 : Rata-rata kelas eksperimen

x2 : Rata-rata kelas kontrol

n1 : Jumlah siswa kelas eksperimen

n2 : Jumlah siswa kelas kontrol

S : Simpangan baku

Dengan pasangan hipotesis adalah :

H0 : = Tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep antara siswa yang

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan siswa yang

menggunakan model pembelajaran konvensional.

45
H1 :  0  1 terdapat perbedaan pemahaman konsep antara siswa yang

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan siswa yang

menggunakan model pembelajaran konvensional.

Ketentuan uji-t satu pihak (1-tailed) dengan derajat kebebasan (dk = n1 + n2 -

2) pada taraf nyata α = 0,05 adalah :

1) Jika t hitung > t tabel berarti H1 diterima.

2) Jika t hitung < t tabel berarti H1 ditolak.

Sudjana, (2005).

46
Daftar Pustaka
Akhmad Sudrajat. (2008). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik
dan Model Pembelajaran. Diakses dari
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatanstrategi-
metode-teknik-dan-model-pembelajaran/. Tanggal 28 Oktober 2017.

Anderson & Krathwohl. (2010). Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap


Pemahaman Konsep Siswa. http://proposalbhsindonesia. blogspot.co.id
(diakses pada jumat, 12 desember 2017)
Andi Prastowo. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arends. (2011). Model Pembelajaran PBL. http://proposalarends. blogspot.co.id


(diakses pada jumat, 18 desember 2017)
Arikunto. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT.
Bumi Aksara.

Bilgin.(2008).Model Pembelajaran Berasis Masalah (Problem Based Learning).


Tersedia: http://alida-utami.blogspot.com/ (diakses pada 21 Oktober 2017)

Buchari Alma. (2008). Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar.
Bandung:Alfabeta

Eggen P.& Kauchack D. (2012). Model Pembelajaran Konvensional. Jakarta: PT


Bumi Aksara

Frety Lutviana Saputri. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi


Keterampilan Proses Pada Pembelajaran Fisika Di SMP. Tersedia:
http://fretyls.blogspot.com/ (diakses pada 30 Desember 2017)

Hamalik. (2001). Metode dan Keterampilan Mengajar. Bandung:Alfabeta

Isjoni & Arif Ismail. (2008). Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Nutri Artanti. (2008). Pembelajaran Problem Based Learning Meningkatkan


Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Martinis Yamin & Maisah. (2009). Manajemen Pembelajaran Kelas: Strategi


Meningkatkan Mutu Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

47
Mirah Wartini.(2010).” Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap
Sikap Ilmiah Dan Keterampilan Berpikir Kritis”. e-Journal Program
Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3
Tahun 2013)

Purwanto,B.(2012). Fisika untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta : Global

Rihardani Woro Trisnani. (2007). 2013. Model Pembelajaran PBL.


http://proposalmatematika23. blogspot.co.id (diakses pada jumat, 18 desember
2017)
Rusman. (2010). Model – Model Pembelajaran. Jakarta: raja grafindopersada.

Sanjaya. (2007). Model Pembelajaran PBL. http://modelpembelajaranpbl.


blogspot.co.id (diakses pada jumat, 18 desember 2017)
Suciharti. (2011). Psikolog Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sudjana. (2005). Metoae Statistika. Bandung : Cv Tarsito

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,


dan R&D). Bandung: CV Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda


Karya Offset.

Surapranata. (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda.

Suyitno.(2012).Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem


Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Siswa. Skripsi Universitas Islam Negeri
SyarifHidayatullah Jakarta : Tidak diterbitkan

Syaiful Sagala. (2010). Pendekatan Saintifik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Abdi Guru. (2006). IPA Fisika untuk SMP Kelas VII. Jakarta : Penerbit Erlangga

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Bumi


Aksara

Yatim Riyanto. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada


Yuan.(2008).Model Pembelajaran Berasis Masalah (Problem Based Learning).
Tersedia: http://yuan.blogspot.com/ (diakses pada 2 November 2017)

48

Anda mungkin juga menyukai