PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih (BSK) telah lama dikenal sejak zaman Babilonia dan pada
zaman Mesir kuno,namun hingga saat ini masih banyak aspek yang dipersoalkan karena
pembahasan tentang diagnosis,etiologi,pemeriksaan penunjang,penatalaksanaan hingga pada
aspek pencegahan masih belum tuntas.Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi, tidak terkecuali penduduk di Indonesia (Purnomo BB, 2011). Pada tahun 2000,
penyakit BSK merupakan penyakit peringkat kedua di bagian urologi di seluruh rumah rumah
sakit di Amerika setelah penyakit infeksi, dengan proporsi BSK 28,74% (AUA, 2007).
BSK merupakan penyakit yang sering di klinik urologi di Indonesia. Angka kejadian
BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari seluruh rumah sakit di
Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan
jumlah pasien yang di rawat adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita
(Depkes RI, 2002).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang.Faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal
dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
disekitarnya (Purnomo BB, 2011).
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,baik yang berikatan dengan
oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat;sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat,batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xantin,
batu sistein, dan batu jenis lainnya (Purnomo BB, 2011).
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letak, besar, dan
morfologinya.Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu hematuria, baik
hematuria terbuka (gross hematuria) yaitu hematuria yang dapat dilihat kasat mata dan
konsentrasi darah yang larut dalam air kemih cukup besar atau mikroskopik.Selain itu,bila
disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan endapan urin bahkan mungkin
demam atau tanda sistemik lain (Sjamsuhidajat R& Jong Wim de, 1997).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batu Saluran Kemih
2.1.1 Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah batu yang terbentuk dari berbagai macam proses
kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam ginjal serta saluran kemih pada manusia
seperti ureter (Pharos Indonesia, 2012).
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan material keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan
saluran kemih bawah (buli-buli dan uretra) yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih dan infeksi.Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam buli-buli (batu buli-buli). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
magnesium, asam urat dan sistein (Chang E, 2009).
BSK menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal, batu ureter, batu buli-buli dan
batu uretra. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, mengandung
komponen kristal dan matriks organik. BSK sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat
ataupun kalsium fosfat, secara bersama dijumpai sampai sebesar 65-68% dari jumlah
keseluruhan batu ginjal (Medicafarma, 2012).
Ukuran dan bentuk batu pada penderita BSK menimbulkan gejala yang berbeda sesuai
letak dan ukuran batu tersebut.Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan
biasanya dapat keluar bersamaan dengan air kemih saat berkemih.Batu yang berada di saluran
kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan nyeri kolik dan jika batu berada di saluran kemih
bagian bawah (buli-buli dan uretra) dapat menghambat berkemih. Hal ini bisa disebabkan karena
kontraksi peristaltik otot-otot saluran kemih terhadap batu yang dapat menimbulkan rasa nyeri
kolik yang hebat (Depkes RI, 2008).
Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni
menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin darah, serta mempertahankan homeostasis
cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui air kemih.Fungsi tersebut
diantaranya: (1) mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) yang
berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh; (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan
vitamin D; serta (3) menghasilkan beberapa hormon,antara lain: eritropoietin yang berperan
dalam pembentukan sel darah merah,renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah,serta
hormon prostaglandin yang berguna dalam berbagai mekanisme tubuh (Purnomo BB, 2011).
B.Ureter
Ureter adalah organ berbentuk saluran kecil yang berfungsi mengalirkan air kemih dari
pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 25-30 cm,
dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri atas: (1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional,
(2) otot polos sirkuler, dan (3) otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos
itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan air kemih ke
dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terdapat sumbatan pada lubang ureter sehingga
menyumbat aliran air kemih, otot polos ureter akan berkontraksi secara berlebihan, yang
bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter
(Purnomo BB, 2011).
a. Teori Vaskuler
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol darah yang
tinggi, maka Stoller mengemukakan teori vaskuler untuk terjadinya BSK (Purnomo BB, 2011),
yaitu :
Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada
orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak 52%.Hal ini
disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180º dan aliran darah berubah dari
aliran laminar menjadi aliran turbulensi.Pada penderita hipertensi aliran turbulen tersebut
berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) biasa disebut
juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu (Purnomo BB, 2011).
Kolesterol
Tingginya kadar kolesterol di dalam darah akan disekresikan melalui glomerulus
ginjal dan tercampur di dalam air kemih. Adanya butiran kolesterol tersebut akan
merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga
terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (Purnomo BB, 2011).
Lebih dari 80% BSK terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat
maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat,batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu
xantin,batu sistein,dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu
di atas hampir sama tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah
terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk
karena urine bersifat basa (Purnomo BB, 2011).
b. Teori Fisiko-Kimiawi
Hal yang melatarbelakangi terbentuknya BSK ini adalah karena adanya terbentuknya
proses kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa
terjadinya BSK erat kaitannya oleh konsentrasi substansi pembentuk batu di saluran kemih.
Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal dengan teori pembentukan BSK (Purnomo BB, 2011) ,
yaitu :
Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang
berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut
dengan nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium
oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada (Purnomo BB, 2011).
Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garamnya pembentuk batu merupakan
dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu
produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga
menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu (Purnomo BB,
2011).
Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan
yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan
terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion,
pembentukan kompleks dan pH air kemih (Purnomo BB, 2011).
Teori Kombinasi
Beberapa ahli maupun pakar dibidang urologi berpendapat bahwa BSK dapat
terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada (Purnomo BB, 2011).
Teori Tidak Adanya Inhibitor
Telah dikenal adanya 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik.Pada inhibitor
organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu
yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horesefall glikoprotein. Sedangkan yang jarang
terdapat adalah glikosamin glikans dan uropontin (Purnomo BB, 2011).
Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan zinc. Inhibitor yang paling
kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat
yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan
mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membran tubulus. Sitrat terdapat
pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertingginya pada buah jeruk (Purnomo BB,
2011).
Teori Infeksi
Terbentuknya BSK dapat juga terjadi karena adanya infeksi dari beberapa kuman
tertentu. Pengaruh infeksi pada proses terjadinya BSK adalah teori terbentuknya batu
struvit yang dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium
dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat
(batu struvit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease.
Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp,Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphilococcus (Bahdarsyam, 2011).
Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab
pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer
yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih.Bakteri ini tergolong gram negatif dan
sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras
membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian
kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan
bahwa 90% penderita BSK mengandung nano bakteria (Patologi Bahdarsyam, 2011).
Teori Matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel
tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat
akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga
berbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%,
heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu
batu akan semakin membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang
timbulnya batu (Purnomo BB, 2011).
2.2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium fosfat (MAP), xantin,dan sistin, silikat, dan senyawa
lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk
usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif (Purnomo BB, 2011).
a. Batu Kalsium
Batu Kalsium ini jenis batu yang banyak dijumpai dan merupakan tampilan ion yang
besar dalam kristal kemih. Hanya 50% dari kalsium plasma yang terionisasi dan tersedia untuk
difiltrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium difiltrasi di glomerulus kemudian di reabsorbsi
kembali di kedua tubulus proksimal dan distal tubulus dan jumlahnya terbatas di tubulus
pengumpul (Stoller ,Marshall L , 2008)
c. Batu Struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu struvit) dan
kalsium fosfat.Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran kemih yang disebabkan bakteri
pemecah urea.Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi
seluruh pelvis dan kaliks ginjal.Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang
berbeda. Di urin kristal batu struvit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa
batu staghorn dan struvit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dan ginjal hal
ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten (Harrison’s, 2008).
d. Batu Sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak umum, berwarna
kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih tampak seperti plat segi enam,sangat
sukar larut dalam air. Bersifat radioopak karena mengandung sulfur (Harrison’s, 2008).
e. Batu Xantin
Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi xantin oksidase.
Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yang berlebihan. Enzim normalnya
dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin menjadi xantin dan dari xantin kemudian diproses
menjadi asam urat. Gambaran batunya biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning
(Stoller,Marshall L,2008).
2.4. Penatalaksanaan
2.4.1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif diberikan pada pasien tanpa riwayat batu saluran kemih.
Penatalaksanaan non-farmakologis dapat mengurangi insiden rekuren batu per 5 tahun sampai
60%. Penatalaksanaan konservatif berupa :
1. Konsumsi cairan minimal 8-10 gelas per hari dengan tujuan menjaga volume urin agar
berjumlah lebih dari 2 liter per hari
2. Mengurangi konsumsi protein hewani sekitar 0,8 – 1,0 gram/kgBB/hari untuk
mengurangi insiden pembentukan batu
3. Diet rendah natrium sekitar 2-3 g/hari atau 80-100 mEq/hari efektif untuk mengurangi
eksresi kalsium pada pasien dengan hiperkalsiuria
4. Mencegah penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan pembentukan batu seperti
calcitrol, suplemen kalsium, diuretic kuat dan probenecid
5. Mengurangi makanan yang berkadar oksalat tinggi untuk mengurangi pembentukan batu.
Makanan yang harus dikurangi seperti teh, bayam, coklat, kacang-kacangan dan lain-lain
(Pearle et al, 2012)
2.4.2 Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar secara spontan.Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
nyeri, memperlancar aliran air kemih dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya
dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih (Purnomo BB, 2011).
2.4.4 Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih.Alat ini dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada buli.Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha untuk mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu
menjadi fragmen-fragmen kecil.
2. Litotripsi adalah tindakan memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.