Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih (BSK) telah lama dikenal sejak zaman Babilonia dan pada
zaman Mesir kuno,namun hingga saat ini masih banyak aspek yang dipersoalkan karena
pembahasan tentang diagnosis,etiologi,pemeriksaan penunjang,penatalaksanaan hingga pada
aspek pencegahan masih belum tuntas.Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi, tidak terkecuali penduduk di Indonesia (Purnomo BB, 2011). Pada tahun 2000,
penyakit BSK merupakan penyakit peringkat kedua di bagian urologi di seluruh rumah rumah
sakit di Amerika setelah penyakit infeksi, dengan proporsi BSK 28,74% (AUA, 2007).
BSK merupakan penyakit yang sering di klinik urologi di Indonesia. Angka kejadian
BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari seluruh rumah sakit di
Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan
jumlah pasien yang di rawat adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita
(Depkes RI, 2002).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang.Faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal
dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
disekitarnya (Purnomo BB, 2011).
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,baik yang berikatan dengan
oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat;sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat,batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xantin,
batu sistein, dan batu jenis lainnya (Purnomo BB, 2011).
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letak, besar, dan
morfologinya.Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu hematuria, baik
hematuria terbuka (gross hematuria) yaitu hematuria yang dapat dilihat kasat mata dan
konsentrasi darah yang larut dalam air kemih cukup besar atau mikroskopik.Selain itu,bila
disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan endapan urin bahkan mungkin
demam atau tanda sistemik lain (Sjamsuhidajat R& Jong Wim de, 1997).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batu Saluran Kemih
2.1.1 Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah batu yang terbentuk dari berbagai macam proses
kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam ginjal serta saluran kemih pada manusia
seperti ureter (Pharos Indonesia, 2012).
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan material keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan
saluran kemih bawah (buli-buli dan uretra) yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih dan infeksi.Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam buli-buli (batu buli-buli). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
magnesium, asam urat dan sistein (Chang E, 2009).
BSK menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal, batu ureter, batu buli-buli dan
batu uretra. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, mengandung
komponen kristal dan matriks organik. BSK sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat
ataupun kalsium fosfat, secara bersama dijumpai sampai sebesar 65-68% dari jumlah
keseluruhan batu ginjal (Medicafarma, 2012).
Ukuran dan bentuk batu pada penderita BSK menimbulkan gejala yang berbeda sesuai
letak dan ukuran batu tersebut.Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan
biasanya dapat keluar bersamaan dengan air kemih saat berkemih.Batu yang berada di saluran
kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan nyeri kolik dan jika batu berada di saluran kemih
bagian bawah (buli-buli dan uretra) dapat menghambat berkemih. Hal ini bisa disebabkan karena
kontraksi peristaltik otot-otot saluran kemih terhadap batu yang dapat menimbulkan rasa nyeri
kolik yang hebat (Depkes RI, 2008).

2.2. Sistem Saluran kemih


Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ reproduksi dan saluran
kemih. Keduanya dijadikan satu kelompok sistem urogenitalia, karena mereka saling berdekatan,
berasal dari embriologi yang sama, dan menggunakan saluran yang sama sebagai alat
pembuangan, misalkan uretra pada pria (Purnomo BB, 2011).
Sistem saluran kemih atau disebut juga sebagai sistem ekskretori adalah sistem organ
yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan air kemih.Pada manusia normal, organ ini
terdiri ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-buli, dan uretra.Sistem organ genitalia atau
reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat,
dan penis. Pada umumnya organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindungi
oleh organ lain yang berada di sekitarnya, kecuali testis, epididimis, vas deferens, penis dan
uretra (Purnomo BB, 2011).

Gambar 2.1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia


Sumber :www.medicastore.com

2.2.1 Saluran Kemih Atas


a.Ginjal
Ginjal berasal dari metanefros yang terdiri atas bagian dorsal mesonefros dan tonjolan
ureter.Metanefros ini membentuk ureter, pielum, kaliks ginjal, dan jaringan parenkim
ginjal.Struktur ini naik ke arah dorsokranial sewaktu perkembangannya sekitar minggu ke
delapan menyatu dengan blastema dan mengalami rotasi, sehingga akhirnya pielum dan hilusnya
terletak disebuah medial (Sjamsuhidajat R& Wim de Jong, 1997).
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas.Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.
Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan
struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf
(Purnomo BB, 2011).
Gambar 2.2. Gambaran batu pada ginjal dan saluran kemih
Sumber :pancrease-kidney.com sumber :surgery.about.com
Fungsi ginjal adalah mengatur komposisi dan volume cairan ekstrasel. Secara spesifik
fungsi ginjal mempertahankan cairan ekstrasel dengan cara mempertahankan keseimbangan air
seluruh tubuh dengan mempertahankan volume plasma yang tepat melalui pengaturan eksresi
garam dan air yang berdampak pada pengaturan tekanan darah jangka panjang dan membuang
hasil akhir dari proses metabolisme seperti ureum, kreatinin, dan asam urat yang bila kadarnya
meningkat di dalam tubuh dapat bersifat toksik (Kuntarti, 2006).

Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni
menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin darah, serta mempertahankan homeostasis
cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui air kemih.Fungsi tersebut
diantaranya: (1) mengontrol sekresi hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) yang
berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh; (2) mengatur metabolisme ion kalsium dan
vitamin D; serta (3) menghasilkan beberapa hormon,antara lain: eritropoietin yang berperan
dalam pembentukan sel darah merah,renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah,serta
hormon prostaglandin yang berguna dalam berbagai mekanisme tubuh (Purnomo BB, 2011).
B.Ureter
Ureter adalah organ berbentuk saluran kecil yang berfungsi mengalirkan air kemih dari
pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 25-30 cm,
dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri atas: (1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional,
(2) otot polos sirkuler, dan (3) otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos
itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan air kemih ke
dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terdapat sumbatan pada lubang ureter sehingga
menyumbat aliran air kemih, otot polos ureter akan berkontraksi secara berlebihan, yang
bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter
(Purnomo BB, 2011).

2.2.2 Saluran Kemih Bawah


a. Buli-buli
Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam adalah otot longitudinal, (2)
ditengah merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-
buli terdiri atas sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra
posterior. Buli-buli berfungsi menampung air kemih dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung air kemih, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa lebih kurang adalah 300-
450 ml (Purnomo BB, 2011).
b.Uretra
Uretra merupakan saluran yang menyalurkan air kemih ke luar dari buli-buli melalui
proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi
dengan katup uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra,serta katup uretra
eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior (Purnomo BB, 2011).
Mukosa uretra yang meliputi dari glans penis dibentuk oleh lapisan skuamos epithelium.
Pada bagian proksimalnya dibentuk oleh tipe lapisan transisional (Emil,Tanagho.A, 2008).
Katup uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga
pada saat buli-buli penuh, katup ini terbuka.Katup uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang
dipersarafi oleh sistem somatik.Aktivitas katup uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai dengan
keinginan seseorang.Pada saat berkemih katup ini terbuka dan tetap terutup pada saat menahan
rasa ingin berkemih.Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa
kurang lebih 23-25 cm (Purnomo BB, 2011).

2.2.3 Teori Penyebab Pembentukan Batu Saluran Kemih


Faktor pasti yang mempengaruhi pembentukan BSK belum secara pasti diketahui, namun
banyak teori dan faktor yang bisa mempengaruhi terhadap pembentukan BSK yaitu :

a. Teori Vaskuler
Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol darah yang
tinggi, maka Stoller mengemukakan teori vaskuler untuk terjadinya BSK (Purnomo BB, 2011),
yaitu :
 Hipertensi
Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada
orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak 52%.Hal ini
disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180º dan aliran darah berubah dari
aliran laminar menjadi aliran turbulensi.Pada penderita hipertensi aliran turbulen tersebut
berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) biasa disebut
juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu (Purnomo BB, 2011).
 Kolesterol
Tingginya kadar kolesterol di dalam darah akan disekresikan melalui glomerulus
ginjal dan tercampur di dalam air kemih. Adanya butiran kolesterol tersebut akan
merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga
terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (Purnomo BB, 2011).
Lebih dari 80% BSK terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat
maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat,batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu
xantin,batu sistein,dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu
di atas hampir sama tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah
terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk
karena urine bersifat basa (Purnomo BB, 2011).

b. Teori Fisiko-Kimiawi
Hal yang melatarbelakangi terbentuknya BSK ini adalah karena adanya terbentuknya
proses kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa
terjadinya BSK erat kaitannya oleh konsentrasi substansi pembentuk batu di saluran kemih.
Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal dengan teori pembentukan BSK (Purnomo BB, 2011) ,
yaitu :
 Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang
berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut
dengan nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium
oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada (Purnomo BB, 2011).
 Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garamnya pembentuk batu merupakan
dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu
produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga
menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu (Purnomo BB,
2011).
Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan
yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan
terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya
dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion,
pembentukan kompleks dan pH air kemih (Purnomo BB, 2011).

 Teori Kombinasi
Beberapa ahli maupun pakar dibidang urologi berpendapat bahwa BSK dapat
terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada (Purnomo BB, 2011).
 Teori Tidak Adanya Inhibitor
Telah dikenal adanya 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik.Pada inhibitor
organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu
yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horesefall glikoprotein. Sedangkan yang jarang
terdapat adalah glikosamin glikans dan uropontin (Purnomo BB, 2011).
Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan zinc. Inhibitor yang paling
kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat
yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan
mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membran tubulus. Sitrat terdapat
pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertingginya pada buah jeruk (Purnomo BB,
2011).
 Teori Infeksi
Terbentuknya BSK dapat juga terjadi karena adanya infeksi dari beberapa kuman
tertentu. Pengaruh infeksi pada proses terjadinya BSK adalah teori terbentuknya batu
struvit yang dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium
dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat
(batu struvit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease.
Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp,Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphilococcus (Bahdarsyam, 2011).
Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab
pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer
yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih.Bakteri ini tergolong gram negatif dan
sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras
membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian
kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan
bahwa 90% penderita BSK mengandung nano bakteria (Patologi Bahdarsyam, 2011).
 Teori Matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel
tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat
akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga
berbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%,
heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu
batu akan semakin membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang
timbulnya batu (Purnomo BB, 2011).
2.2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium fosfat (MAP), xantin,dan sistin, silikat, dan senyawa
lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk
usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif (Purnomo BB, 2011).
a. Batu Kalsium
Batu Kalsium ini jenis batu yang banyak dijumpai dan merupakan tampilan ion yang
besar dalam kristal kemih. Hanya 50% dari kalsium plasma yang terionisasi dan tersedia untuk
difiltrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium difiltrasi di glomerulus kemudian di reabsorbsi
kembali di kedua tubulus proksimal dan distal tubulus dan jumlahnya terbatas di tubulus
pengumpul (Stoller ,Marshall L , 2008)

b. Batu Asam Urat


Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.Di antara 75-80% batu
asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium
oksalat.Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan
obat urikosurik diantaranya adalah sulfinipirazone, thiazide, dan salisilat.Kegemukan, peminum
alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan
penyakit ini (Purnomo BB, 2011).

c. Batu Struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu struvit) dan
kalsium fosfat.Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran kemih yang disebabkan bakteri
pemecah urea.Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi
seluruh pelvis dan kaliks ginjal.Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang
berbeda. Di urin kristal batu struvit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa
batu staghorn dan struvit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dan ginjal hal
ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten (Harrison’s, 2008).
d. Batu Sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak umum, berwarna
kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih tampak seperti plat segi enam,sangat
sukar larut dalam air. Bersifat radioopak karena mengandung sulfur (Harrison’s, 2008).
e. Batu Xantin
Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi xantin oksidase.
Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yang berlebihan. Enzim normalnya
dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin menjadi xantin dan dari xantin kemudian diproses
menjadi asam urat. Gambaran batunya biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning
(Stoller,Marshall L,2008).

2.3. Gejala Klinis Penderita Batu Saluran Kemih


Gejala klinis pada penderita BSK bervariasi bergantung kepada adanya obstruksi, infeksi,
dan edema. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung kepada : posisi atau letak batu,
besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun
bukan kolik.Nyeri kolik terjadi karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi perenggangan
dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan
kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Purnomo BB, 2008)
Batu saluran kemih dibagian atas biasanya menyebabkan rasa nyeri.Karakteristik nyerinya
tergantung kepada lokasi. Batu yang cukup kecil yang turun kedalam ureter biasanya akan
mengalami kesulitan dan rasa nyeri saat batu melewati persimpangan ureteropelvik
(Stoller,Marshall L,2008).
Gejala klinis yang bisa dirasakan oleh pasien BSK adalah :
a. Rasa Nyeri
Rasa nyeri dapat dirasakan oleh setiap pasien penderita BSK. Rasa nyeri yang dialami
dapat bervariasi tergantuk lokasi nyeri dan letak batu.Rasa nyeri yang berulang (kolik)
tergantung lokasi batu.Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai rasa nyeri tekan diseluruh area
kostovertebral, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami
kolik ginjal.Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik
yang menyebar ke paha dan daerah genitalia.Pasien sering mengeluhkan ingin selalu berkemih,
namun hanya sedikit air kemih yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka
pasien tersebut mengalami kolik ureter (Purnomo BB, 2011).

b. Mual dan muntah


Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan
muntah (Marshall L.Stoller,MD, 2008).
c. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga
menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal tubuh.Gejala ini disertai
takikardi,hipotensi,dan vasodilatasi pembuluh darah di kulit (Marshall L.Stoller, MD, 2008).
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang
berpasir (kristaluria) dapat membantu menegakkan diagnosis adanya penyakit BSK (Purnomo
BB, 2011).
e. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan
statis di proksimal dari sumbatan saluran kemih.Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena
kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphilococcus.

2.4. Penatalaksanaan

2.4.1. Konservatif

Penatalaksanaan konservatif diberikan pada pasien tanpa riwayat batu saluran kemih.
Penatalaksanaan non-farmakologis dapat mengurangi insiden rekuren batu per 5 tahun sampai
60%. Penatalaksanaan konservatif berupa :

1. Konsumsi cairan minimal 8-10 gelas per hari dengan tujuan menjaga volume urin agar
berjumlah lebih dari 2 liter per hari
2. Mengurangi konsumsi protein hewani sekitar 0,8 – 1,0 gram/kgBB/hari untuk
mengurangi insiden pembentukan batu
3. Diet rendah natrium sekitar 2-3 g/hari atau 80-100 mEq/hari efektif untuk mengurangi
eksresi kalsium pada pasien dengan hiperkalsiuria
4. Mencegah penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan pembentukan batu seperti
calcitrol, suplemen kalsium, diuretic kuat dan probenecid
5. Mengurangi makanan yang berkadar oksalat tinggi untuk mengurangi pembentukan batu.
Makanan yang harus dikurangi seperti teh, bayam, coklat, kacang-kacangan dan lain-lain
(Pearle et al, 2012)
2.4.2 Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar secara spontan.Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
nyeri, memperlancar aliran air kemih dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya
dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih (Purnomo BB, 2011).

2.4.3 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithoripsy)


ESWL banyak digunakan dalam penanganan BSK. Prinsip dari ESWL adalah memecah
batu di saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin luar
tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin yang di luar tubuh dapat difokuskan ke arah
batu dengan berbagai cara. Setelah itu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya.
Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-
pecahan kecil, agar bisa keluar saat berkemih tanpa adanya rasa nyeri (Purnomo BB, 2011).

2.4.4 Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih.Alat ini dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada buli.Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha untuk mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu
menjadi fragmen-fragmen kecil.

2. Litotripsi adalah tindakan memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.

3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah tindakan memasukkan alat ureteroskopi per-


uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai
energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat
dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atauureterorenoskopi ini.

4. Ekstraksi Dormia adalah tindakan mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya


melalui keranjang Dormia (Basuki B.Purnomo, 2011).

2.4.5 Bedah Laparoskopi


Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat sedang
berkembang.Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter (Purnomo BB, 2011).

2.4.6 Bedah Terbuka


Pada umumnya, di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan
melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis,
atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang
menahun (Purnomo BB, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

1. America Urologic Association (AUA), 2007. Urologic Disease in America. Available


from:
http://kidney,niddk.gov/statistic/uda/Urologic_Disease_in_America.pdf.[Accesed 12
May 2012]
2. Anggari, Kharisma Luthfy, 2010. BNO-IVP Sebagai Pemeriksaan Imaging Pada
Pasien Dengan Nefrolithiasis dan Hidronefrosis Sinistra. Bagian Ilmu Radiologi
RSUD Salatiga
3. Bahdarsyam, 2011. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran
Kemih Bagian Atas di RS H. Adam Malik Medan. Bagian Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara , Medan
4. Chang E, 2009. Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Pathopysiology : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
5. Depkes RI, 2002. Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3, Morbiditas dan
Mortalitas Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Available from: http://yanmedikdepkes.net/statistik_rs_002. [Accesed 12 May 2012]
6. Ganong W.R, 1992. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
7. Lippincot, 2002. Pathopysiology Concepts of Altered Health States. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
8. Lina N, 2008. Faktor-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-Laki. Tesis
Mahasiswa Pasca Sarjana Epidemiologi Universitas Diponegoro. Available from :
http://eprints.undip.ac.id/18458/1/Nur_Lina.pdf. [Accesed 15 May 2012]
9. Harrison’s, 2008. Principles of Internal Medicine. Edisi ke 17. McGraw Hills Acces
Medicine
10. Kuntarti, 2009. Fisiologi Ginjal dan Sistem Saluran Kemih. BagianUrologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
11. MD, Marshall L.Stoller, 2010. Smith’s general Urology. Edisike 17. Penerbit
LANGE medical book, MC Graw Hill, New York
12. Medicafarma, 2012. Lokasi Batu Ginjal dan Komponen Pembentuk Batu Saluran
Kemih.
13. Pharos Indonesia, 2012. Definisi Batu Saluran Kemih. Available
www.dechacare.com/Cefadroxil-500-mg-P581.html.pharosIndonesia. [Accesed 15
May 2012]
14. Purnomo, B.B., 2011.Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. SagungSeto, Jakarta
15. Rachman, Marnansjah Daini, 2005. Segi-Segi Fisika Radiologi dan Radiografi.
Dalam : Rasad, S (eds). 2005. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta: 15-16
16. Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi Kedua. Penerbit Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
17. Rasyid, Nur, M. Azharry R.S dkk, 2010. Batu Saluran Kemih, Apakah Suatu Penyakit
Gender ?. Vol 9 No.11.Majalah Farmacia, Jakarta
18. Rahayu, Heni 2011. Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap di
Rumah Sakit Tembaka Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010. Skripsi
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan
19. Rowberry, Benjamin, 2011. Intravenous Pyelogram Artefacts Unique to Digital
Tomosynthesis Reconstruction. British Journal of Radiology. Available from:
Pubmed.http://bjr.birjournal.org/content/84/1007/1050.long. [Accesed 25 May 2012]
20. Rully, M. Azharry S, 2010. Batu Staghorn Pada Wanita: Faktor Risiko dan Tata
Laksananya. Vol. 1 No. 01. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia, Jakarta
21. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
22. Sastroasmoro, Sudigdo, Ismail Sofyan., 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Edisi ke-3. Penerbit buku Sagung Seto, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai