PENDAHULUAN
Latar Belakang
Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi
degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk
tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA merupakan bentuk yang paling umum dari
artritis. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua.
Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang
tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi
prevalensi obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit
osteoarthritis.
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena meliputi
tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut, dan sendi
phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi interphalangeal distal
dan proksimal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-send yang tidak rentan terkena OA
adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya OA pada sendi-
sendi yang telah disebutkan di atas dimungkinkan karena sendi- sendi tersebut
mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari seperti
memegang/menggenggam benda yang cukup berat (memungkinkan OA terjadi di dasar ibu
2.3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan
biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis.
Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi,
ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi
multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis
juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
1
sebagainya.
2.4 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa adanya
abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan beban tubuh (weight
bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan kerusakkan akibatproses penuaan. Paling
sering terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi
jari tangan, dan jari pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari suatu
pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem sistemik.
Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada osteoarthritis primer.
2.5 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua.
Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat, prevalensi
osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80% dan diperkirakan
akan meningkat pada tahun 2020. 1,2 OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih
dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi
yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut
0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan
8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada
orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3
kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari semua
kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA dan angka
tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2,4
2.6 Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia: merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada
sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago
yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada
orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan
mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah
yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot
yang menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang
cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang
bisa mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan
kerentanan sendi terhadap OA.
2.7 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak dapat
dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas
diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta
diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi. Perubahan tersebut
berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai
penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan
sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago
artikular menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang
merangsang makrofag untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi
matriks ekstraseluler.5
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :8
1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk menahan
kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai degradasi kolagen
memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan
mekanik. Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi
molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop
terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan
penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan
pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan
membentuk kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban,
osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi
akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif
menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha
untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan
selularitas dan invasi vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi
menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas.6,7,8
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis
serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang
selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung
saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit.6
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi
seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau
ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada
sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses
keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi
serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal.
Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik
dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta
penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan
gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.5,7
Gambar 2.2 Osteoarthritis
Sumber: www.emedicine.com
2.9 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratoris (JH Klippel, 2001): 10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-
masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
Tes-tes provokasi yang dilakukan untuk memeriksa sendi lutut antara lain :
1. McMurray Test
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi meniskus medial
dan lateral. Pada tes ini penderita berbaring terlentang dengan satu tangan pemeriksa
memegang tumit penderita dan tangan lainnya memegang lutut. Tungkai kemudian
ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi dan endorotasi kemudian secara
perlahan-lahan diekstensikan. Kalau terdengar bunyi “klek” atau teraba sewaktu lutut
diluruskan, maka meniskus medial atau bagian lateral yang mungkin terobek (Miller
et al, 2009).
Gambar 2.5 Pemeriksaan Appley Compression dan Appley Distraction (Miller et al,
2009)
Berdasarkan beberapa tes yang bisa dilakukan untuk pemeriksaan oa lutut, penelitian
ini akan digunakan tes joint play movement test fleksi dan ekstensi sendi lutut firm end feel
saat melakukan assemen fisioterapi.
Pemeriksaan penunjang rutin yang dilakukan untuk evaluasi OA lutut adalah
pemeriksaan rontgen konvensional. Gambaran khas pada OA lutut adalah adanya osteofit dan
penyempitan celah sendi.
Tabel 2.1 : Grade kriteria OA sendi lutut secara radiologis, dari Kellgren dan Lawrence
(Anwar, 2012)
Beratnya
Grade Temuan radiologis
OA
Grade 0 Tidak ada Tidak ada gambaran OA
Grade I Diragukan Osteofit kecil, signifikansinya diragukan
Nyeri osteoartritis sendi lutut, terjadi pada saat menumpu berat badan dan diperberat
pada saat berjalan, berlari, naik turun tangga, dari duduk ke berdiri atau jongkok-berdiri dan
nyeri akan hilang jika di istirahatkan. Rasa nyeri awalnya ringan, timbul secara intermiten
dan sembuh atau hilang dengan sendirinya. Pada perjalanan berikutnya nyeri menetap baik
pada waktu istirahat maupun malam hari.
Rasa nyeri pada saat menumpu berat badan, hal ini disebabkan oleh karena adanya
ketegangan pada membrana sinovial dan tertekannya atau pembebanan berat badan pada
permukaan tulang akibat rangsangan pada periosteum dimana periosteum kaya serabut -
serabut saraf penerima rangsang nyeri. Nyeri pada malam hari dapat terjadi terutama setelah
beraktifitas yang berlebihan, hal ini diduga terjadi karena pembedungan pembuluh darah vena
pada ujung tulang, keadaan ini dapat lebih buruk lagi pada pasien dengan varises dan keluhan
ini dapat berkurang jika tungkai ditinggikan.
Sifat nyeri pada awalnya singkat dan kemudian menjadi lebih konstan, yang dapat
digambarkan menjalar sampai ujung kaki dari sendi yang terkena. Nyeri tajam dan menusuk
disebabkan loose body yang terjepit pada sendi. Nyeri berdenyut berhubungan dengan suatu
episode peradangan dan akan lebih memburuk pada malam hari (Anwar, 2012).
2.7 Mekanisme Timbulnya Nyeri pada Osteoartritis Sendi lutut
Nyeri osteoartritis sendi lutut, terjadi pada saat menumpu berat badan dan diperberat
pada saat berjalan, naik turun tangga atau jongkok berdiri, nyeri akan hilang jika
diistirahatkan. Rasa nyeri awalnya ringan, timbul secara intermiten dan sembuh atau hilang
dengan sendirinya. Pada perjalanan berikutnya nyeri menetap baik pada waktu istirahat
maupun malam hari.
Rasa nyeri pada saat menumpu berat badan, hal ini disebabkan oleh karena adanya
ketegangan pada membran sinovial dan tertekannya atau pembebanan berat badan pada
permukaan tulang akibat rangsangan pada periosteum dimana periosteum kaya akan serabut-
serabut saraf penerima rangsang nyeri.
Kapsul sendi mengalami degenerasi dan proses peradangan kronis. Hal tersebut
mengakibatkan menurunnya elastisitas kemudian menjadi kontraktur dan menyebabkan
keterbatasan gerak dan nyeri regang. Nyeri pada malam hari dapat terjadi terutama setelah
beraktifitas yang berlebihan, hal ini diduga terjadi karena vasokontriksi pembuluh darah vena
pada ujung tulang. Nyeri tajam dan menusuk disebabkan loose body/serpihan tulang rawan
yang terjepit pada sendi. Serpihan tulang rawan yang patah tersebut diantara permukaan sendi
akan menyebabkan penguncian dan peradangan sehingga timbul nyeri.
Spasme otot awalnya sebagai protektif terhadap adanya nyeri dan proses radang. Otot
mengalami ketegangan ataupun kontraksi secara terus-menerus, maka akan menyebabkan
spasme lokal pada extrafusal otot yang kemudian akan menyebabkan vasokontriksi yang
disebabkan penjepitan mikrosirkulasi. Sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otot berkurang
selanjutnya otot akan mengalami hypogizi atau hipoksia yang kemudian akan menyebabkan
ischemic pada spasme lokal. Berkurangnya O2 pada otot juga akan menimbulkan reaksi pada
tubuh berupa inflamasi dimana terjadi vasodilatasi pembuluh darah dalam keadaan otot yang
menegang (neurogenik inflamation). Sementara pada serabut otot yang tidak tegang, terjadi
vasokonstriksi sehingga menyebabkan kurang baiknya penyerapan tropocolagen. Kondisi ini
akan menyebabkan nyeri dimana nyeri akan menyebabkan spasme, spasme akan
menyebabkan ischemic, ischemic akan menyebabkan nyeri dan seterusnya disebut viscous
cyrcle of pain (Anwar, 2012).
Indikasi intervensi TENS adalah pada kondisi neurologi (Bell’s palsy, Erbs palsy,
spinal cord injury, trigeminal neuralgia), kondisi musculoskeletal (osteoarthritis, rematoid
arthritis, sakit setelah operasi, low back pain), Viseral pain dan dysmennore, angina pectoris,
keterbatasan gerak dan post fracture.
Kontra indikasi intervensi TENS adalah pada kondisi pacu jantung/pase maker,
kehamilan, inflamasi terlokalisir, thrombosis, metal inplant, tumor, tuberkulosa (Prentice,
2002).
Mekanisme menurunkan intensitas nyeri dengan TENS yaitu dapat mengurangi nyeri
dengan merangsang syaraf halus yang sedikit atau tidak bermyelin yang mengelilingi
jaringan dan pembuluh darah. TENS dapat merangsang pelepasan endorphine dependen
system dan serotonin dependen oleh tubuh, menghambat stimulasi substan “P”.
Pelepasan endorphine dependen system oleh TENS frekwensi rendah dengan
merangsang reseptor sensorik serabut saraf A-delta dan C sehingga dapat menghambat rasa
nyeri pada cornu posterior medulla spinalis.
Di samping berpengaruh pada syaraf, juga mempengaruhi otot sehingga terjadi
pumping actions. Dimana akan terjadi peningkatan sirkulasi darah dan akan mereabsorbsi
inflamasi dan sisa metabolisme sehingga menurunkan iritan pada tingkat noci sensoris
sehingga nyeri berkurang. Dengan berkurangnya rasa nyeri maka aktivitas fungsional
diharapkan dapat meningkat, sehingga panjang langkah akan meningkat pula (Kuntono,
2000).
2.10 Latihan Isometrik
Isometrik adalah kontraksi yang mempengaruhi tenaga melalui ketegangan intra
muscular tanpa perubahan panjang otot. Ketika suatu otot bekerja secara isometrik maka
panjang otot akan memendek dan komponen-komponen non kontraktil sedikit memanjang
serta tidak ada gerakan yang terjadi pada suatu sendi dimana otot melewati sendi tersebut.
Respon isometrik terhadap penguatan otot adalah menghilangkan profokasi, efek
fisiologis didapat. Pada isometrik selain penguatan otot juga meningkatkan stabilitas sendi
(penguatan ligamentum dan struktur sendi). Juga terjadi gliding, serta pemekaran ligamentum
(Sugijanto, 2008).
Gerakan-gerakan isometrik yang terjadi yaitu kontraksi otot yang dilakukan dalam
latihan ini disesuaikan dengan otot mana yang akan diberikan latihan. Bila tujuan latihan
pada otot quadricep, maka seolah-olah terjadi gerakan ekstensi lutut (Rubensteins, 2005).
Dosis latihan disini diberikan sebanyak 2 seri 10 repetisi. 6 detik kontraksi, 9 detik
istirahat, kemudian istirahat selama 30 detik sebelum masuk pada seri berikutnya. Hal
tersebut mengacu pada penghitungan 1 RM menurut Holten, dengan tujuan latihan untuk
meningkatkan kekuatan aerobik lokal (Kisner, 2007).
2.11 Stretching
2.11.1 Pengertian
Stretching atau peregangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu manuver terapeutik yang bertujuan untuk memanjangkan struktur
jaringan lunak yang memendek baik secara patologis maupun non patologis sehingga dapat
meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS).
Stretching terdapat 3 tipe cara, yaitu static stretching, ballistic stretching,
proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF) stretching (Freshmen, 2002). Pada penelitian
ini stretching otot hamstring dilakukan dengan metode auto static stretching, dimana didalam
auto static stretching dilakukan proses penguluran otot dan diberikan tahanan selama 10-60
detik, banyak pengulangan dan menghasilkan sedikit nyeri tetapi kecil untuk mengalami
cidera saat latihan.
Auto static stretching adalah stretching otot pada posisi yang benar, yang dapat
mencegah atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman. Auto static stretching
dapat mengurangi iritasi terhadap saraf yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal
cross link. Auto static stretching merupakan stretching yang efektif karena berpengaruh
terhadap semua otot yang membatasi gerakan. (Evjenth et al,1997)
Alasan penerapan teknik ini adalah bahwa kontraksi isotonik yang dilakukan saat auto
static stretching dari otot yang mengalami pemendekan akan menghasilkan otot memanjang
secara maksimal tanpa perlawanan.
Pemberian auto static stretching yang dilakukan secara perlahan juga akan
menghasilkan peregangan pada sarkomer sehingga peregangan akan mengembalikan
elastisitas sarkomer yang terganggu pada saat melakukan auto static stretching (Ismaningsih,
2011).
Auto static stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap
semua otot yang membatasi gerakan. Adapun prinsip untuk mengaplikasikan auto static
stretching adalah sebagai berikut:
1. Posisi awal harus aman dan stabil
2. Fungsi dari otot atau grup otot yang sebenarnya adalah harus selalu dihitung.
3. Latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai (diharapkan).
4. Otot atau grup otot harus dalam keadaan terulur di berbagai posisi dan memanjang
sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal.
Prinsip-prinsip vital ini yang membuat auto static stretching efektif dan aman. Auto
static stretching membantu bergerak dengan mudah dan lebih baik. Tidak ada reaksi
perlindungan yang ditimbulkan dan tidak terdapat resiko overstretch atau kerobekan pada
otot jika stretching dilakukan secara perlahan dan lembut (Natalia, 2008).
Auto statik stretching dapat mengurangi iritasi terhadap saraf Aδ dan saraf tipe C
yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal crosslink. Hal ini dapat terjadi karena pada
saat diberikan auto static stretching serabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer
penuh. Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa serabut atau
abnormal crosslink pada otot yang memendek. Auto static stretching dapat bermanfaat pada
serabut otot yang mengalami pemendekan. Serabut otot yang terganggu akan menyebabkan
penurunan elastisitas otot akibat adanya taut band dalam serabut otot. Sarkomer sebagai
komponen elastis di dalam serabut otot akan mengalami gangguan.
Pemberian auto static stretching yang dilakukan secara perlahan akan menghasilkan
peregangan pada sarkomer sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer
yang terganggu (Natalia, 2008).
2.11 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi
yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh
karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan,
agar pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan
pendekatan multidisiplin atau holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
2.10.2 Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:
tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,
superoxide desmutase dan sebagainya.
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP.
Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh
hewan belum dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan
cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun
1987
c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit
pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik
bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok
vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel.
Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien
OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek
metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif
melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim
lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl
radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat,
kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak
kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa
pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada
pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan
modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan
steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit.
Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah
melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi
yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada
komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik
penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul.
Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam
kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk
sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya
digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular
biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5
sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan.
Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai
penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor
alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap
telur. Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu
risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan: Realignment osteotomi dan replacement joint
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar
berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.11
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam.
Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density
polyethylene.11
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 41 thn
Alamat : Mayangan, Probolinggo
Perkerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 5 September 2017
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri lutut sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri lutut sebelah kiri setelah pasien jatuh di kamar
mandi tiga bulan yang lalu. Pasien tidak bisa mengingat bagaimana posisi pasien saat jatuh.
Setelah jatuh pasien pergi berobat ke tukang pijat untuk memijat lututnya, namun lutut pasien
tambah nyeri dan bengkak. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, dan tidak
menjalar, hanya pada lutut. Nyeri dirasakan terutama bila penderita berganti posisi (dari
duduk ke berdiri dan dari berdiri ke duduk). Nyeri berkurang bila pasien beristirahat. Saat ini
pasien datang dengan keadaan lutut kanan yang mulai bengkak, panas dan kemerahan. Pasien
mendengar ada bunyi “krek” pada lutut saat akan mulai berjalan atau saat digerakkan.
Kadang-kadang pasien mengalami kaku pada pagi hari namun sebentar, kurang dari 5 menit.
Pasien masih dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa menggunakan alat bantu dan tanpa
bantuan orang lain, namun pasien merasa kesulitan bila harus berjalan jauh dan dalam hal
toileting. Pasien belum pernah ke dokter sebelumnya untuk mengobati lututnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi, DM dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini.
Riwayat Kebiasaan
Penderita merupakan ibu rumah tangga, perkerjaan sehari-hari berupa menyapu,
memasak (berdiri lama) dan mencuci. Penderita juga sering berbelanja di pasar dengan
berjalan kaki dan membawa keranjang belanja yang cukup berat.
Riwayat Sosisal Ekonomi
Penderita tinggal di rumah dengan suami di rumah berlantai satu, jumlah kamar 2
dengan toilet jongkok. Sumber air adalah sumur bor atau pompa. Sumber listrik berasal dari
PLN. Penderita memiliki 3 orang anak, semuanya belum menikah dan berkerja. Penderita
merupakan pengguna BPJS, biaya pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS.
Riwayat Psikologis
Penderita merasa cemas dengan penyakit yang diderita karena penderita takut
penyakitnya bertambah parah, tidak dapat disembuhkan dan menghambat perkerjaan sehari-
harinya.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Tanggal Pemeriksaan 5 September 2017
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : E4M6V5 = 15
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
BB : 75 kg
TB : 155 cm
BMI : 31,2 (obesitas derajat I)
Kepala : Konjungtiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - ), pupil bulat isokor
diameter 3mm kiri = 3mm kanan, reflex cahaya ( +/+)
Leher : Trakea letak ditengah, pembesaran KGB ( - )
Thoraks : Simetris, retraksi ( - )
Cor : Bising ( - )
Pulmo: Ronkhi ( -/- ) Wheezing ( -/-)
Abdomen : Supel, bunyi usus ( + ) normal
Hepar/Lien : Tidak teraba
Ekstremitas : Ekstremitas: Akral hangat , capillary refill <2 detik.
Dekstra Sinistra
Normal
Aktif Pasif Aktif Pasif
Fleksi 0-130º 0-130º 20-130º 20-130º 0 - 1350
Ekstensi 0-0º 0-0º 20º 0-150
Ekstremitas Inferior
Status Motorik
Dekstra Sinistra
Gerakan Normal Normal
Kekuatan otot 5 4
Tonus otot Normal Normal
Refleks fisiologis Normal Normal
Refleks patologis - -
5. Sensibilitas
Ekstremitas Inferior
Sensibilitas
Dekstra Sinistra
Eksteroseptif Normal Normal
Proprioseptif Normal Normal
6. Tes Provokasi
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Anterior drawer test - -
Posterior drawer test - -
McMurray’s test - -
Apley grinding test - -
Apley distraction test - -
7. Pemeriksaan penunjang
RESUME
Seorang wanita 41 tahun datang dengan keluhan nyeri lutut sebelah kiri setelah jatuh
di kamar mandi kurang lebih tiga bulan yang lalu dan bertambah berat hingga sekarang.
Nyeri dirasakan hilang timbul, timbul saat berganti posisi (dari duduk ke berdiri dan sari
berdiri ke duduk) atau saat duduk dan berdiri terlalu lama.Nyeri berkurang bila pasien
beristirahat. Terdapat kaku pada pagi hari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema dan nyeri gerak pada genu sinistra.
Terdapat pula keterbatsan LGS genu (fleksi- ekstensi genu sinistra: 20-130º). Visual
Analogue Scale dextra 0, sinistra 6.
DIAGNOSIS
Diagnosa klinik : Osteoartritis genu sinistra
Diagnosa Etiologi : Trauma
Diagnosa Topis : Kartilago genu sinistra
Diagnosa fungsional :
Impairment : Nyeri lutut sebelah kiri
Keterbatasan lingkup gerak sendi
Disabilitas : Gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari
Handicap :-
PROBLEM
Nyeri lutut setelah kiri ( VAS 6)
Keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) genu sinistra
Gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) terutama toileting
Kecemasan terhadap penyakit yang diderita
Obesitas derajat I
PROGRAM
a. Fisioterapi
Evaluasi :
Nyeri regio genu sinistra, VAS genu dekstra 0 dan sinistra 6
Keterbatasan LGS genu sinistra
Gangguan AKS seperti berdiri lama, duduk lama, perpindahan posisi dari
duduk ke berdiri dan dari berdiri ke duduk, kesulitan dalam toileting.
Program :
Terapi dingin pada genu sinistra
Ultasound regio genu sinistra
TENS regio genu sinistra
Latihan LGS aktif genu sinistra sesuai toleransi pasien
Stretching musculus quadriceps dan hamstring
Strengthening musculus quadriceps dan hamstring dengan menggunakan
sepeda statis
b. Okupasi Terapi :
Evaluasi :
Nyeri regio genu sinistra, VAS genu dekstra0 dan sinistra 6
Gangguan AKS seperti berdiri lama, duduk lama, perpindahan posisi dari
duduk ke berdiri dan dari berdiri ke duduk, kesulitan dalam toileting.
Program :
Latihan atau edukasi melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan
prinsip mengurangi beban pada sendi lutut (joint protection).
c. Ortotik Prostetik
Evaluasi :
Nyeri regio genu sinistra, VAS genu dekstra 0dan sinistra 6
Gangguan AKS seperti berdiri lama, duduk lama, perpindahan posisi dari
duduk ke berdiri dan dari berdiri ke duduk, kesulitan dalam toileting.
Deformitas (-) tetapi terdapat masalah obesitas
Program :
Rencana pemakaian Knee Brace, lutut kiri
d. Psikologi
Evaluasi :
Penderita merasa cemas terhadap penyakit yang diderita
Program :
Memberi dukungan pada penderita agar rajin mengikuti terapi dan kontrol
secara teratur. Memberi dukungan mental pada penderita agar tidak cemas
dengan penyakit yang diderita.
e. Sosial Medik
Evaluasi :
Biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
Program :
Memberi edukasi pada penderita dan keluarga mengenai penyakit yang di
derita dan memberi dukungan agar penderita rajin mengikuti terapi.
f. Home Program dan Edukasi
Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti naik turun
tangga, berjalan lama, serta berdiri dalam waktu yang lama.
Posisi kaki lebih banyak diluruskan saat duduk (jangan ditekuk).
Mengganti toilet jongkok dengan toilet duduk atau memodifikasi toilet
jongkok dengan kursi yang dilubangi.
Kompres dengan es pada lutut.
Kontrol ke poli rehabilitasi medic secara rutin
Kontrol ke poli gizi untuk perencanaan diet
BAB IV
KESIMPULAN