Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya
ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa,
dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi
kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,
perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.1,2
2
DEMENSIA
Definisi
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai
pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti
keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif
seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini
tidak reversibel, sebaliknya progresif.1
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan
kesadaran.2
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta
terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya
orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai.
Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali
oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi
sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi
lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.3
Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65
tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok
usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.1,2,4
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita
jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases).
Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang
berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90
tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan
lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). 1,2,4
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara
kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi
seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30
3
persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang
yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar
10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.1,5
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5
persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai
jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington
dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai
banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang
pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu. 1
Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah
(1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab
lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body
dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia
alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan
penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis
berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya
hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat),
atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan
penyebab demensia :
5
Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa
serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya
kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.2
Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.7
Faktor Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah terjadi kemajuan
dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai riwayat keluarga
menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik dianggap
berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan tentang
peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik, dimana angka
kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian pada kembar dizigotik.
Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik, gangguan ditransmisikan dalam keluarga
melalui satu gen autosomal dominan, walau transmisi tersebut
jarang terjadi.2
6
Protein prekursor amiloid
Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom 21. Melalui
proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid. Protein beta/
A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asam amino
yang merupakan hasil pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi
kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan dengan
mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu proses patologis yang
menghasilkan deposit protein beta/A4 yang berlebihan. Bagaimana proses yang terjadi pada protein
prekusor amiloid dalam perannya sebagai penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum
diketahui, akan tetapi banyak kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal
dari protein prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia
Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer.
Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar
daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang memiliki dua kopi
gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang tidak memiliki gen
tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena
gen tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan
pada seluruh penderita demensia.2
Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer
menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel serebri.
Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe Alzheimer adalah plak senilis,
kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan
degenerasi granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan serabut neuron ( neurofibrillary tangles) terdiri
dari elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya
dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas ditemukan pada penyakit
Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down, demensia pugilistika ( punch-
drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang
normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut neuron biasanya ditemukan di daerah
korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.
7
Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis penyakit
Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan dalam
beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal.2
Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer adalah
asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer.
Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik
pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya defisit
kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan asetilkolintransferase
menurun.2
Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala
berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan
8
faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral
berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel
yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah
oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada
pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran
jantung (gambar 2.3).2,3
Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia
vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus
palidus.2
Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial. Pasien
biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis
ini.2
9
Gambar 2.6 Gambaran Demensia Vaskular.8
Penyakit Binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai dengan
ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks serebri
(Gambar 2.4). Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang canggih
dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI) membuat penemuan
kasus ini menjadi lebih sering.2
Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah
tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang
10
merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem
tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick
berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki,
khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit Pick sukar
dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering ditandai oleh
perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran
sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan
pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.2
Gambar.2.8. Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas . Gambaran menunjukkan atrofi
yang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis .2,10
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia. Demensia
pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas
motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih ringan
dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan
perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan
tetapi memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit.
Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang
membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden depresi dan
psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik.2
Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada
ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga
30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan kognitif.
Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir
pada beberapa pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia. 2
Gambaran Klinis
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan mengganggu
bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol selama
12
perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang
perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki waham
paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien
yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan
kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.2
Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan
merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia,
meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien
dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang
nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis). 2
Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan agnosia
dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya
yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen
pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler.
Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap,
refleks tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis
pada 5 hingga 10 persen pasien.2
Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental
State Exam (MMSE).9
13
Gambar.2.10. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE.9
Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh Kurt
Goldstein disebut “perilaku abstrak”. Pasien mengal ami kesulitan untuk memahami suatu
konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi, kemampuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu.
Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif
dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi
defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya,
misalnya dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa.
Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan
pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini
adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak wajar, ketidakpedulian
terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya. 2
Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan terjatuh
secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua yang
mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara berlebihan
14
terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga
muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal
dihilangkan.2
Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III (PPDGJ III).1,3
Menurut Umur:1
o Demensia senilis (>65th)
Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
Reversibel
Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi vitamin B,
Hipotiroidism, intoksikasi Pb)
Menurut kerusakan struktur otak
Tipe Alzheimer
o Tipe non-Alzheimer
o Demensia vaskular
o Neurosifilis
Tipe campuran
Menurut sifat klinis:
Demensia proprius
15
o Pseudo-demensia
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di -Tentukan-Yang Di-
Klasifikasikan ditempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
2. .X1 Gejala lain, terutama waham
3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. .X4 Campuran lain
16
Diagnosis dan Keluhan Utama
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe Alzheimer’s
(tabel 2.2) , Demensia vaskuler (tabel 2.3), Demensia karena kondisi medis lainnya (tabel 2.4),
Demensia menetap akibat zat (tabel 2.5), Demensia karena penyebab multipel (tabel 2.6), Dan
demensia yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified) (tabel 2.7).2
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status
mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan terhadap
peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus
mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.2
17
dan abstrak) Dengan gangguan perilaku ; Jika
Defisit kognitif dalam kriteria A1 gangguan kognitif disertai gangguan
dan A2 masing-masing perilaku yang bermakna secara klinis
menyebabkan gangguan yang (misalnya keluyuran, agitasi)
bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan suatu Subtipe yang spesifik;
penurunan bermakna dari tingkat Dengan onset dini : jika onset
fungsi sebelumnya pada umur < 65 tahun
Perjalanan penyakit ditandai oleh onset Dengan onset lanjut ; jika onset
yang bertahap dan penurunan kognitif pada usia > 65 tahun
yang terus menerus Catatan cara ; Penyakit Alzheimer
Defisit kognitif dalam kriteria A1 ditulis pada aksis 3. Gejala klinis lain
dan A2 bukan karena salah satu yang menonjol yang berhubungan
berikut ; dengan penyakit Alzheimer,s
Kondisi sistem saraf pusat lain yang didiagnosis pada aksis I ( misalnya
menyebabkan defisit progresif dalam gangguan mood yang berkaitan dengan
daya ingat kognisi misalnya penyakit penyakit Alzheimer, dengan depresi
serebrovaskuler, penyakit Parkinson, yang menonjol, dan perubahan
penyakit Huntington, hematoma kepribadian yang berhubungan dengan
subdural , hidrosefalus tekanan penyakit Alzheimer, tipe agresif )
normal, tumor otak
18
walaupun fungsi sensorik utuh
Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam,
respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan
pada satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk
penyakit serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan
subtannsia putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi
dengan gangguan
Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Tabel 2.4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain 2
Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
Afasia ( gangguan bahasa)
Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
19
Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik utuh
Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)
Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu kondisi medis
selain penyakit Alzheimer’s atau penyakit serebrovaskuler (misalnya; Infeksi HIV,
Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit
Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan tekanan yang normal, hipotiroidism,
tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan
dengan gangguan perilaku;
Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan
gangguan perilaku yang bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan
perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III
(misalnya; infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit
Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob )
20
Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan
menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus obat
Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau hasil pemeriksaan
laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap
dari pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang disalahgunakan,medikasi)
Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif,
hipnotik, atau ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui)
21
Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan etiologi spesifik,
misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa penyulit; demensia vaskuler tanpa
penyulit
Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan : (1) Penurunan
kemampuan daya ingat dan daya fikir yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang
(personal activities of daily living) seperti: Mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air
besar, dan kecil, (2) Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), gejala dan
disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.4
Pedoman diagnostik F00 Demensia pada alzheimer adalah sebagai berikut; 4
Terdapatnya gejala demensia
Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit ditentukan
waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam
perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata
Tidak adanya yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak
atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia,
defisiensi vitamin B 12, Defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau
hematom subdural)
Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal
seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi
yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari dapat
bertumpang tindih)
Pedoman diagnostik F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer Onset Dini adalah sebagai
berikut;4
Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun
Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi)
Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan faktor yang menyokong
diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi
Pedoman diagnostik F01 Demensia vaskular adalah sebagai berikut; 5
22
Terdapatnya gejala demensia
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat,
gangguan daya fikir, gejala neurologis fokal). Daya tilikan diri (insight) dan daya nilai
(judgment) secara relatif tetap baik
Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap disertai adanya gejala neurologis
fokal meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskuler
Pedoman diagnostik F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut adalah sebagai berikut;
Biasanya terjadi secara cepat sesudah seranngkaian “stroke” akibat trombosis serebrovaskuler,
embolisme atau perdarahan.5
Pedoman diagnostik F01.1 Demensia multi infark adalah sebagai berikut; Onsetnya lebih
lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskhemik minor yang menimbulkan akumulasi
dari infark parenkhim otak.5
Pedoman diagnostik F01.2 Demensia Vaskuler subkortikal adalah sebagai berikut; fokus
kerusakan akibat iskhemia pada subtansia alba dihemisfer serebral, yang dapat didsuga secara
klinis dan dibuktikan debngan CT-Scan. Korteks serebri tetap baik walaupun demikian
gambaran klinis masih mirip demensia pada alzheimer.5
Pedoman diagnostik F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal adalah
sebagai berikut; Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran
klinis, Hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya.5
Pedoman diagnostik F02.0 Demensia pada penyakit PICK adalah sebagai berikut;
Demensia progresif, Gambaran lobus frontalis yang menonjol, euforia, phenomena
ekstrapiramidal , gangguan perilaku mendahului gangguan daya ingat.5
Pedoman diagnostik F02.1 Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah sebagai berikut; Trias ;
Demensia progresif merusak, Penyakit piramidal dan ekstra piramidal, mioklonus dan EEG
yang khas (Trifasik). 5
Pedoman diagnostik F02.2 Penyakit Huntington adalah sebagai berikut; Gerakan
koreiform involunter, cara berjalan khas, gangguan fungsi lobus frontalis.5
Pedoman diagnostik F02.3 Demensia pada penyakit parkinson adalah sebagai berikut;
Demensia berkembang pada seseorang dengan penyakit parkinson yang sudah parah, tidak ada
gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan.55
Pedoman diagnostik F02.4 Penyakit HIV adalah sebagai berikut; Sering lupa, lamban,
kurang konsentrasi, sulit membaca dan mengatasi suatu masalah. Apati, spontanitas , penarikan
diri secara sosial.3
23
Pedoman diagnostik F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-
Tentukan-Yang Di-Klasifikasikan ditempat lain) adalah sebagai berikut; demensia yang terjadi
sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi somatiik serebral lain.4
Pedoman diagnostik F03 Demensia YTT adalah sebagai berikut; Demensia yang terjadi
bila kriteria umum untuk diagnosis demensia terpenuhi , tetapi tidak mungkin diidentifikasi
pada salah satu tipe.4
24
beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia
yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan
tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi
yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan
perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti
terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala). 2
Faktor Psikosial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin
tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan
demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada
pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan
memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan
mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan
depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang. 2
Diagnosis Banding
Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan
adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring
berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut
tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada
demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan
adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.2
25
serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler
dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya
gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem
karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik.
Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah
reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri
pada pasien dengan TIA. 2
Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan
oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh
awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya,
eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan
perhatian dan persepsi yang menonjol. 2
26
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium
yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related cognitive
dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi
kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari
akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering memiliki
2
riwayat episode depresi.
Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang didapat
(acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala psikosis dan
gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia. 2
Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa kanan-
kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak ada
perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan memberikan respon
terhadap terapi antidepresan. 2
27
Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi
diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat
dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan
pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran
tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan
hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau
antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah
pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya
perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah
nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan
demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat
antagonis reseptor -2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan
fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa
mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat
mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati.
Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan
perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi
farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan. 2
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek
hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan
banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan
lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas
pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan
semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi
hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa
pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang. 2
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif
sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya.
Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan
28
disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh
dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat
dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan
fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara
“berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimp an kalender untuk pasien dengan
masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta
membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.2
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal
tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.2
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi
untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga
harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat-
obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. 2
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang
digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer.
Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga
meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan
memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori
ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui
penguatan neurotransmisi kolinergik. 2
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan
karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai
rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek
samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan
tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif. 2
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1:
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
29
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1 x 10 - 20
mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg o
Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg o
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna lagi,
namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural and Psychological
Symptoms of Dementia):
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg o
Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
30
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m. o
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari o
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg
Behavioural
Gangguan perilaku
Agitasi
Hiperaktif
Keluyuran
o Perilaku yang tak adekuat
31
o Abulia kognitif
Agresi
Verbal,
teriak Fisik
Gangguan nafsu makan
o Gangguan ritme diurnal
Tidur/bangun
Perilaku tak sopan (sosial)
Perilaku seksual tak
sopan Deviasi seksual
Piromania
Psychological
Gangguan afektif
o Anxietas
o lritabilitas
o Gejala depresif.
Depresi berat
Labilitas emosional
Apati
Sindrom waham & salah-identifikasi
Orang menyembunyikan dan mencuri
barangnya paranoid, curiga
o Rumah lama dianggap bukan rumahnya
Pasangan / pengasuh Palsu
Tak setia
Menelantarkan pasien
Cemburu patologik
Keluarga/kenalan yang mati masih hidup
Halusinasi
Visual
Auditorik
Olfaktoriik
Raba (haptik)
32
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan
kesadaran
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia
Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer ( Alzheimer’s diseases)
Perubahan psikiatrik dan neurologis pada pasien demensia meliputi kepribadian, halusinasi dan
waham,mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom Sundowner
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur
otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR dan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan ( onset) yang dimulai pada usia 50
atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir
dengan kematian
Diagnosis Banding meliputi Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskuler, demensia
vaskuler lawan transient ishemic attacks , delirium, depresi, skizofrenia, proses penuaan yang
normal, gangguan lainnya (retardasi mental, gangguan ,depresi berat)
Penatalaksanaan pasien demensia meliputi
Terapi pada demensia meliputi psikososial, farmakoterapi, terapi dengan menggunakan
pendekatan lain, Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)
Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan diagnosisnya membutuhkan
ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan harus diingat
penatalaksanaan pada pasien demensia bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang juga
mencakup psikososial dan Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)
33
DAFTAR PUSTAKA