J
HABIBIE
MASA PERIODE 21 MEI 1998-20 OKTOBER 1999
NAMA KELOMPOK
SUTRISNO
DINDA H
TUTIK NUR J
RIO BAGASWARA
YULI AWWALIYAH
DAFTAR ISI
Struktur Masalah................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................ii
BAB I PENDAHLUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar pustaka
1.1 Latar Belakang
Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998. Sebagai salah satu
penguasa terlama di dunia, dia cukup yakin ketika ditetapkan kembali oleh MPR untuk masa jabatan
yang ketujuh pada tanggal 11 Maret 1998, segala sesuatu akan berada di bawah kontrolnya. Tetapi
dua bulan sesudah Soeharto mengambil sumpah, Rezim Orde Baru runtuh. Ketika mahasiswa
menduduki gedung DPR/MPR pada tanggal 19 Mei 1998, presiden yang sudah berumur 75 tahun ini
menyaksikan legitimasinya berkurang dengan cepat dan ia ditinggalkan seorang diri.
Soeharto yang selama 32 tahun memanipulasi eksistensi DPR/MPR untuk mengokohkan
kekuasaan, akhirnya didepak oleh lembaga yang sama, lewat pernyataan pers tanggal 18 Mei 1998
(pukul 15.30), oleh Ketua DPR Harmoko yang didampingi oleh Ismail Hasan Meutareum, Fatimah
Achmad, Syarwan Hamid dan utusan daerah di depan wartawan dan mahasiswa menyampaikan
pernyataan sebagai berikut: “Pimpinan Dewan baik ketua maupun wakil-wakil ketua mengharapkan
demi persatuan dan kesatuan bangsa agar presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya
mengundurkan diri”. Keterangan pers Ketua DPR itu disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang
mendatangi Gedung DPR/MPR. Bahkan, DPR/MPR sempat pula mengeluarkan ultimatum bahwa
kalau sampai Jumat (22 Mei 1998) presiden tidak mundur, MPR akan melakukan rapat dengan fraksi
pada hari Senin (25 Mei 1998). Usaha terakhir Soeharto untuk mempengaruhi rakyat dengan
menyampaikan pernyataan dihadapan pers pada tanggal 19 Mei 1998 bahwa selaku mandataris MPR,
presiden akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII dengan membentuk Komite Reformasi, untuk
lebih meyakinkan rakyat diprogramkan bahwa tugas komite ini akan segera menyelesaikan UU
Pemilu; UU Kepartaian; UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD; UU Anti Monopoli; UU
Anti Korupsi dan hal lainnya yang sesuai dengan tuntutan rakyat. Akan tetapi Soeharto mulai terpojok
secara politik karena 14 Menteri sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi tersebut. Ke-
14 Menteri tersebut adalah Akbar Tanjung, A.M. Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri
Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Ny. Justika S. Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto,
Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo,
Sumahadi, Theo Sambuaga, dan Tanri Abeng.
Penolakan ini melemahkan posisi Soeharto sebagai presiden karena dukungan untuk
membentuk Komite Reformasi gagal ditambah lagi banyak desakan yang menganjurkan presiden
untuk mundur. Perasaan ditinggalkan, terpukul telah membuat Soeharto tidak punya pilihan lain
kecuali memutuskan untuk berhenti.
Pada pagi harinya, tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.05, di Istana Merdeka yang dihadiri
Menhankam atau Pangab Wiranto, Mensesneg Saadilah Mursjid, Menteri Penerangan Alwi Dahlan,
Menteri Kehakiman Muladi dan Wapres B.J. Habibie, beserta Pimpinan Mahkamah Agung, Ketua
DPR, Sekjen DPR, dihadapan wartawan dalam dan luar negeri Presiden Soeharto menyampaikan
pidato pengunduran dirinya sebagai presiden.
Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya Wakil Presiden B.J. Habibie langsung
diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan pimpinan Mahkamah Agung, peristiwa
bersejarah ini disambut dengan haru biru oleh masyarakat terutama para mahasiswa yang berada di
Gedung DPR/MPR, akhirnya Rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto berakhir dan Era
Reformasi dimulai di bawah pemerintahan B.J. Habibie
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu:
1.2.1 Bagaimana proses pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie?
1.2.2 Apa saja kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi?
1.2.3 Bagaimana keadaan sosial di masa Habibie?
1.2.4 Bagaimana berakhirnya masa pemerintahan B.J. Habibie?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui proses pengalihan Kepala Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie
1.3.2 Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi
1.3.3 Untuk mengetahui keadaan sosial di masa Habibie
1.3.4 Untuk mengetahui berakhirnya masa pemerintahan B.J. Habibie
BAB II
PEMBAHASAN
Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden B.J.
Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan politik yang diambil yaitu:
3.1. Kesimpulan
Tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto menyatakan dirinya
berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya dihadapan wartawan dalam dan luar negeri. Usai
Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya, Wapres B.J. Habibie langsung diangkat sumpahnya
menjadi Presiden RI Ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung, yang disaksikan oleh Ketua DPR
dan Wakil-Wakil Ketua DPR. Teriakan-teriakan kemenangan atas peristiwa bersejarah itu disambut
dengan haru-biru para mahasiswa di Gedung DPR/MPR.
Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang
perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara sepihak
kekuasaan kepada Habibie. Meskipun demikian pada tanggal 22 Mei 1998 pukul 10.30 WIB,
kesempatan pertama Habibie untuk meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan
kabinet baru yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan Presiden
tersebut di atas, Presiden Habibie memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet
Pembangunan VII. Habibie memimpin Indonesia dengan sedikit kepercayaan, ia memimpin Indonesia
dalam keadaan jatuh.
Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan
Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan, antara lain: kebijakan
di bidang politik, kebijakan pada bidang ekonomi, dan kebijakan pada bidang Manajemen Internal
ABRI.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, pemerintah
Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah
Timor-Timur.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan terhadap
pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Rezim Orba. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais
menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J.
Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan
diri dari pencalonan presiden.
3.2. Saran
Sebaiknya kita sebagai generasi muda janganlah cepat mengambil tindakan yang dapat
merugikan semua kalangan seperti tawuran atau demo karena semua yang kita lakukan haruslah
berdasarkan akal sehat sehingga apa kita perbuat tidak sampai memakan korban jiwa. Dan bagi
pemerintah atau aparat janganlah cepat-cepat mengambil tindakan seperti mengeluarkan senjata
(pistol) apabila masyarakat atau mahasiswa yang melakukan demo. Sebaiknya ajaklah mereka
berunding dan mencari jalan keluar yang lebih baik.