Anda di halaman 1dari 28

Nama Peserta : dr.

Muhammad Agrifian
Nama Wahana: IGD RSUD Pasar Rebo
Topik: Stroke Hemoragik
Tanggal (kasus) : 9 Desember 2016
Nama Pasien : Ny. S No. RM : 2016 727674
Tanggal presentasi : Pendamping: dr. Eko Nugroho
Tempat presentasi: RSUD Pasar Rebo
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien, perempuan 52 tahun datang dengan keluhan lemah sisi tubuh bagian kanan
Tujuan: Melakukan penilaian, penatalaksanaan awal dan mencari permasalahan
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Ny. S No.Registrasi: 2016 727674


Nama klinik IGD RSUD Pasar Rebo
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/gambaran klinis: Os datang dengan keluhan lemah sisi tubuh bagian kanan sejak 9 jam
SMRS. Lemah tubuh terjadi tiba-tiba saat Os sedang dalam perjalanan pulang dari Jogjakarta-
Jakarta di dalam bus. Sebelum timbul kelemahan di sisi tubuh kanan, Os mengeluh kepalanya
terasa sakit. Saat ini Os tidak dapat berbicara dan tidak dapat berkomunikasi. Muntah 2x saat
diperjalanan. Penurunan kesadaran juga disangkal.
1. Riwayat pengobatan: -
2. Riwayat kesehatan/penyakit: pasien belum pernah menderita penyakit serupa
sebelumnya., Riwayat DM dan hipertensi disangkal.
3. Riwayat keluarga: Riwayat hipertensi pada ayah pasien (+)
4. Riwayat pekerjaan: Ibu rumah tangga
5. Lain-lain:
Daftar Pustaka:
a. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline Stroke
2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
b. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : January 16, 20167.
Van Zyl DG.
c. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta.

1
2006
d. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York.2005
e. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : January 17, 2017
f. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 17 Januari 2016]
Hasil pembelajaran:
1. Melakukan penilaian awal

2. Memberikan penanganan awal stroke hemoragik di unit gawat darurat


3. Mencari permasalahan dan menegakkan diagnosis stroke hemoragik

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Os datang dengan keluhan lemah sisi tubuh bagian kanan sejak 9 jam SMRS. Lemah
tubuh terjadi tiba-tiba saat Os sedang dalam perjalanan pulang dari Jogjakarta-Jakarta di
dalam bus. Sebelum timbul kelemahan di sisi tubuh kanan, Os mengeluh kepalanya terasa
sakit. Saat ini Os tidak dapat berbicara dan tidak dapat berkomunikasi. Muntah 2x saat
diperjalanan. Penurunan kesadaran juga disangkal. Riwayat hipertensi dalam keluarga (+)
2. Obyektif:
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh
Keadaan Umum : Somnolen/Sakit berat/Gizi Cukup
GCS : E3VafasiaM6
Tanda Vital

2
 TekananDarah : 200/110 mmHg
 Nadi : 90x/menit, reguler, kuat
 Pernafasan : 26 x/menit
 Suhu : 37oC
 Kepala : Konjungtiva Anemis : -/-
Sklera Ikterik : -/-
Bibir Sianosis : -
 Mulut : Lidah kotor (-), tremor (-)
 Leher : Nyeri Tekan :-
Massa tumor :-
Pembesaran KGB :-
 Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, Retraksi subcostal (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (-), Massa tumor (-), Focal Fremitus = Kesan
Normal
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi: Rh (-/-), Wheezing (-/-)
 Cor : dalam batas normal

 Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien dalam
batas normal
Perkusi : Tympani (+)
 Ekstremitas : Akral hangat (+), oedema (-)
 Pemeriksaan Neurologis
Nervus Kranialis
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia : (+) (+)

NERVUS II Okuli Dextra Okuli Sinistra

Lapangan pandang

 Normal : (+) (+)

NERVUS III, IV, VI Oculi dextra Okuli sinistra

3
Gerakan bola mata : (+) (+)

Nistagmus : (-) (-)

Pupil

 Lebar : ø 3mm, Isokor ø 3mm, Isokor


 Bentuk : Bulat Bulat
 RC Langsung : (+) (+)
 RC Tidak langsung : (+) (+)

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

 Membuka & Menutup mulut : + +

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

 Kerut kening : (+) (+)


 Memperlihatkan gigi : (+) (+)
 Sudut mulut : (-) (+)

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

 Pendengaran : (+) (+)

NERVUS IX,X

Pallatum mole : Simetris

Uvula : Ditengah

Disfagia : (-)

Disartria : (-)

Disfonia : (-)

4
Afasia : Motorik

NERVUS XI Kanan Kiri

Mengangkat bahu : (+) Simetris

Fungsi otot Sternocleidomastoideus : (+) Simetris

NERVUS XII

Lidah

 Tremor : (-)
 Atropi : (-)
 Fasikulasi : (-)

Ujung lidah sewaktu Dijulurkan : Lateralisasi ke kanan

Sistem Motorik

Tropi : Eutropi

Tonus otot : Normotonus

Kekuatan otot : 11111 55555

11111 55555

11111 55555

11111 55555

Refleks Fisiologis

Kanan Kiri

 Biceps : (+) (+)


 Triceps : (+) (+)
 Patella : (+) (+)
 Achilles : (+) (+)

5
Refleks Patologis

 Babinsky : (+) (-)


 Oppenheim : (+) (-)
 Chaddock : (+) (-)
 Gordon : (+) (-)

Pemeriksaan Penunjang:

1. EKG

2. Laboratorium (dari IGD, tanggal 9 Desember 2016)


Hematologi
Hb : 13,7
Ht : 41
Leukosit : 13.400
Trombosit : 282.000

Kimia Klinik
SGOT : 15
SGPT : 11
Ureum : 18
Kreatinin: 0,84
GDS : 121

Analisa Gas Darah Elektrolit


pH : 7,442 Na : 139
pCO2 : 27,0 K : 3,5
PO2 : 162 Cl : 103
HCO3-: 18,1
TCO2 : 16

6
BE ecf : -5,3
BE (B): -4,30
Sat O2 : 99%

Hemostasis
d-Dimer : 0,42

Masa Protrombin
PT Pasien : 10,6
PT Kontrol : 10,6
INR : 0,97
APTT Pasien : 22,9
APTT Kontrol : 32,6
Fibrinogen : 366

3. CT Scan kepala

7
4. Rontgen Thorax

5. Assesment
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien ini dapat
didiagnosis sebagai stroke hemoragik.
Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan kelemahan tubuh sisi sebelah kanan.
Kelemahan terjadi tiba-tiba dan sebelumnya pasien mengeluh adanya nyeri kepala. Kelemahan
sisi tubuh kanan ini terjadi karena adanya perdarahan pada otak yang menyebabkan terjadinya
defisit neurologis yang kemungkinan disebabkan karena tekanan darah tinggi pada pasien. Pada
pemeriksaan fisik juga didapatkan adanya penurunan kesadaran, afasia motorik, paralisis pada N
VII & XII dan refleks patologis positif sehingga dapat mendukung diagnosis ke dalam stroke.
Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan gambaran perdarahan pada otak sehingga diagnosis
pasien dapat diklasifikasikan sebagain stroke hemoragik.
6. Plan:
Penatalaksanaan pada pasien ini :
 O2 4 lpm
 IVFD RA/8 jam
 Inj Citicolin 1000 mg

8
 Pasang DC
 Pasang NGT
 Konsul dr. Spesialis Saraf
Manitol 200 cc (ekstra) 1-2 jam, 6 jam kemudian manitol 3x125 cc
Inj Citicolin 3x500 mg
 Konsul Bedah Saraf
Cek PT/APTT, fibrinogen, d-dimer
Indikasi dilakukan kraniotomi-kraniektomi dekompresi evakuasi hematomnya,
sedia PRC 700 cc; FFP 300 cc; post op ICU
Konsul Jantung, paru, penyakit dalam untuk toleransi operasi dan rawat bersama
Anestesi untuk pembiusan
Transamin 2x500 mg (i.v)
Fenitoin 3x100 mg (i.v)
Ranitidin 2x50 mg (i.v)
Dexamethasone2x2,5 mg (i.v)
 Konsul dokter jantung
Perdipine 0,5 mg/jam  Target TD : 140 mmHG (Acc Operasi)
 Konsul Penyakit dalam
Acc Operasi
Inj Ceftriaxone 2x1 gram
 Konsul Anestesi
Acc post op rawat ICU
 Konsul dokter paru
Acc Operasi
1 jam sebelum operasi : Inj Methylprednisolone 125 mg, Inj Ranitidin 1 amp, Inj
Ondansentrone 1 amp
 Direncanakan operasi pada pukul 15.00 WIB (observasi tekanan darah dulu)

Pendidikan:
Kita menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.

Konsultasi:
Dijelaskan untuk dilakukan operasi segera untuk mengevakuasi perdarahan pada otak dan
perawatan pada ruang ICU setelah dilakukan operasi.

Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.

9
Peserta Pendamping

dr. Muhammad Agrifian dr. Eko Nugroho

TINJAUAN PUSTAKA

Kegawatdaruratan bedah saraf

Kegawatdaruratan bedah saraf berdasarkan definisi per kata diartikan sebagai, gawat
yaitu suatu keadaan yang genting dan berbahaya atau suatu keadaan yang kritis dan
mengkhawatirkan ataupun suatu keadaan yang sulit dan mengancam. Sedangkan kata darurat
sendiri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang sukar atau sulit yang tidak tersangka-sangka
yang memerlukan penanggulangan segera atau dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
terpaksa ataupun keadaan sementara. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegawatdaruratan pada
bedah sarah adalah suatu kelainan susunan saraf yang dapat mengakibatkan ancaman jiwa (life
threatening) ataupun fungsi (functional threatening).

10
Kegawatdaruratan bedah saraf harus memenuhi komponen-komponen, seperti adanya
defisit neurologis yang progresif, seperti adanya nyeri kepala yang bertambah hebat, muntah
secara terus-menerus, adanya penurunan kesadaran, adanya kejang dan adanya kelumpuhan atau
parese. Selain itu, komponen lain yang harus terpenuhi adalah munculnya tanda Cushing
response yang menandakan ancamanya akan terjadinya herniasi. Kegawatdaruratan bedah sistem
saraf pusat dibagi menjadi dua, yaitu kegawatdaruratan traumatika dan kegawatdaruratan
nontraumatika.

Macam-macam kegawatdaruratan bedah saraf

1. Peninggian tekanan intrakranial akuta.

a. Edema otak.

1. Oklusi arteria/vena.

2. Edema perifokal.

b. Massa intrakranial.

c. Obstruksi/gangguan resorbsi CSF.

2. Gangguan fungsi kord spinal akuta.

1. Trauma : Kompresi, laserasi.

2. Gangguan vaskuler.

Massa Intrakranial

1. Infeksi :

a. Abses.

b. Empiema.

2. Perdarahan intrakranial:

a. Trauma.

b. Non trauma

11
Simpatomimetik : Kokain, Ekstasi. Fenilprpanolamin.

Tumor yang pecah

Hipertensif

Aneurisma / AVM yang pecah.

Koagulopati, angiopati.

Klasifikasi cedera kepala

A. Berdasar mekanisme :

1. Tertutup.

2. Penetrans.

B. Berdasar beratnya :

1. Skor Skala Koma Glasgow (GCS).

2. Ringan (13-15), Sedang (9-12), Berat (3-8,*).

C. Berdasar morfologi :

1. Fraktura tengkorak.

2. Lesi intrakranial.

Fraktura tengkorak

A. Kalvaria :

1. Linear atau stelata.

2. Depressed atau non depressed.

B. Basiler :

a. Fossa anterior.

b. Fossa media.

c. Fossa posterior.

12
Lesi Intrakranial

A. Fokal

1. Perdarahan Meningeal

a. Epidural.

b. Subdural.

c. Sub-arakhnoid.

2. Perdarahan dan laserasi otak :

a. Perdarahan intraserebral dan atau kontusi.

b. Benda asing, peluru tertancap.

B. Difusa :

1. Konkusi ringan.

2. Konkusi klasik.

3. Cedera aksonal difusa.

Klasifikasi cedera otak non traumatika

1. Perdarahan intrakranial non traumatika :

a. Perdarahan Subarakhnoid.

b. Perdarahan Intraserebral.

c. Perdarahan subdural.

2. Kelainan serebrovaskuler oklusif.

Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.

13
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami
ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan
otak.
Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri veretbral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis

Patogenesis dan Patofisiologi Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang
tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.
B. Perdarahan Subaraknoid

14
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah
perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah
malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika
gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi,
perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi
meradang. Arteri kemudian dapat melemah dan pecah.
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot
dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan
bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.

15
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan
hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral
pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori. Penyumbatan
arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri
media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula
interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada
cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-
otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan:
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus
piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral
dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap
dipertahankan).
Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya

16
ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong
bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang
otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan
kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas
ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau
kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan
diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada
orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan,
kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.
B. Perdarahan Subaraknoid

17
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera. Aneurisma yang
pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa
detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang
yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam
beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk
dibangunkan.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering
dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-
gejala yang mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:
• Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
• Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
• Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti:
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari
pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hidrosefalus mungkin akan menyebabkan gejala

18
seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan
oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat
menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya
sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara
mendadak.
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop
et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke dengan
perdarahan intraserebral.

19
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai
perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien.

Sistem grading yang dipakai antara lain :

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah penting
dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu
dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan
intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan
pilihan yang dapat digunakan.

20
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke
iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT
non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
memonitor aktivitas Jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
signifikan dengan stroke.
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis

21
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisasi jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat hemostasis yang
dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII
replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highlysignificant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP
dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90μg/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti
dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan

22
fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau
keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat
dimulai pada hari ke-7-14 setelah terjadinya perdarahan.

c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM


Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral
disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi
batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa
dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

C. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30° dalam ruangan dengan lingkungan
yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.

23
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan neurologi
yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status
neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal
tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan
klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah rupture
aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak
penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi
yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta
lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda
direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral 60
mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki deficit

24
neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara
oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu hypervolemic-
hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral perfusion pressure”
sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau
clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien yang
gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:

Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14 mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 μg/kg/menit.

5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan
dosis 6-12 g/hari.

6. Antihipertensi

25
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS) tidak
lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi
aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90
mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai mencapai
maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian
nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors,
dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat
vasospasme.

7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam
200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan
hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.

8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin timbul
kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang
tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang,
diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100
mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.

26
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak
kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-
faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri
media.

9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (ataudrainase eksternal ventrikuler),
walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan


a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida

27
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

Komplikasi Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada
24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3
jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.

28

Anda mungkin juga menyukai