Anda di halaman 1dari 54

BAB II

ISI

2.1 STOPSITE 1
Stopsite ini terletak di Kali Mbayanan, Desa Putat, Sambipitu, pada singkapan
ini terdapat litologi berupa breksi dan batupasir. Koordinat lokasi pengamatan ini
adalah X = 4417190, Y = 9130186 dan Z = 157

2.1.1. Litologi

Pada stopsite 1 dijumpai singkapan berupa perselingan antara breksi dengan


batupasir, dimana breksi ini termasuk breksi monomik karena hanya memiliki satu
fragmen, yaitu andesit. Breksi monomik yang berasal dari Formasi Nglanggran dan
batupasir dari Formasi Sambipitu. Perubahan litologi yang terjadi pada singkapan di
sepanjang sungai merupakan kontak menjari, dimana kenampakan di lapangannya
berupa perselingan antara breksi dan batupasir,ada pula batupasir kerikilan yang
jika dimasukkan klasifikasi Walker adalah pebbly sandstone.
Breksi Nglanggran
- Deskripsi batuan :
Breksi, hitam, >4 mm, angular, poorly sorted, grain supported, fragmen
andesit, matriks batupasir, semen silika
- Deskripsi fragmen :
Andesit, abu-abu kehitaman, struktur masif, tekstur derajat kristalisasi
hipokristalin, derajat granularitas afanitik – fanerik sedang, bentuk kristal anhedral,
relasi inequigranular vitroverik, komposisi batuan hornblende 30%, piroksen 10%,
plagioklas 10%, massa dasar gelas 50%.
Batupasir Sambipitu
- Deskripsi batuan :
Batupasir kerikilan, warna cokelat, struktur perlapisan, tekstur ukuran butir
pasir halus- kerikil, bentuk butir membundar – menyudut, pemilahan buruk, kemas

5
terbuka, komposisi fragmen tuf, litik batuan beku, matriks pasir halus, semen
karbonat.

2.1.2. Stratigrafi

Secara stratigrafi kontak antara Breksi Nglanggran dan Batupasir Sambipitu


kontak menjari, dengan kedudukan N 98°E/14°. Satuan breksi lebih tua
dibandingkan dengan satuan batupasir berdasarkan kedudukannya yang arah
dipnya relatif ke arah selatan.

2.1.3. Struktur

Pada stopsite ini tidak dijumpai struktur berupa sesar maupun lipatan, hanya
berupa kedudukan lapisan batuan yang arah dipnya relatif ke arah selatan.

2.1.4. Profil

Gambar 2.1.1 Profil Lokasi Pengamatan 2

6
Gambar 2.1.2. Penampang Utara – Selatan singkapan Breksi Nglanggran dan Batupasir Sambipitu

2.1.5. Sejarah geologi

Formasi Nglanggran yang dicirikan oleh breksi monomik diendapkan pada


laut dalam dengan sistem turbidit high density makin ke arah utara, dengan ciri
dijumpai debris flow, Formasi Nglanggran merupakan ciri dari masa kejayaan OAF
(Old Andesite Formation) dan makin ke arah selatan menjadi low density yang
diendapkan adalah batupasir dari Formasi Sambipitu yang juga diendapkan turbidit
di lingkungan laut dalam dengan ciri semakin mud supported, Formasi Sambipitu
sebagai penanda berakhirnya kejayaan OAF dimana batas diantara keduanya ada
yang disebut sebagai batupasir kerikilan dan kontaknya adalah kontak menjari
karena terjadi perulangan litologi.

7
2.1.6. Foto-Foto

Gambar 2.1.3. Singkapan Batupasir kerikilan. Azimuth N 110°E

Gambar 2.1.4. Kenampakan arah kemiringan dan kelurusan fragmen. Azimuth Pengambilan foto N
320°E

8
Gambar 2.1.5. Kenampakan Breksi di Lapangan. Azimuth N 285°E

Gambar 2.1.6. Singkapan Breksi di lokasi pengamatan

9
2.2. STOPSITE 2
Stopsite ini terletak di Kali Oyo, Desa Bunder, pada singkapan ini terdapat
litologi berupa batugamping klastik, yaitu grainstone, packstone, dan mudstone
(Dunham,1962). Koordinat lokasi pengamatan ini adalah:

X : 449908

Y : 9127503

Z : 135

2.2.1 Litologi

Pada stopsite 2 dijumpai singkapan berupa perselingan antara batugamping klastik


yang berasal dari Formasi Oyo.
Batugamping klastik
- Deskripsi batuan :
Grainstone (Dunham,1962)/ Kalsirudit (Grabau, 1904), warna putih kecoklatan,
struktur perlapisan, ukuran butir >2 mm, grain supported, allochem fosil,
interklast, mikrit kalsit, sparit karbonat.

Packstone (Dunham, 1962)/ Kalkarenit (Grabau, 1904), warna putih kecoklatan,


struktur perlapisan, ukuran butir arenit (0,62 - 2 mm), mud supported, allochem
fosil, interklast, mikrit kalsit, sparit karbonat.

Mudstone (Dunham, 1962)/ Kalsilutit (Grabau, 1904), warna putih kecoklatan,


struktur perlapisan, ukuran butir lutit (< 0,62 mm), mud supported, allochem
interklast, mikrit kalsit, sparit karbonat.

2.2.2. Stratigrafi

Secara stratigrafi kontak antara batugamping klastik mempunyai kedudukan


dengan dip relatif ke selatan. Pada singkapan ini ditemukan strike yang memotong
satu dengan lainnya, diindikasikan sebagai mega crossbedding. Berdasarkan urutan
stratigrafinya, satuan yang paling muda adalah grainstone N 060°E/9°, kemudian
perselingan packstone N 065°E/13° dan N 061°E/18° dan mudstone N 063°E/6°.

10
2.2.3 Struktur

Pada stopsite ini tidak dijumpai struktur berupa sesar maupun lipatan, hanya
dijumpai kekar dengan kedudukan N 358°E/ 74° dan N 159°E/ 76° dan kedudukan
lapisan batuan yang relatif ke arah selatan.

2.2.4 Sketsa/profil

Gambar 2.2.1. Profil Lokasi pengamatan 2

11
2.2.5 Sejarah geologi

Batugamping klastik dari Formasi Oyo diendapkan di lingkungan laut


dangkal,dimana terdiri dari grainstone, packstone dan mudstone, pada grainstone
dijumpai banyak fosil atau biota laut dan pada mudstone terdapat lubang-lubang
yang diindikasikan sebagai lapies (algae yang lepas) atau bisa juga diindikasikan
sebagai ichnofossil.

2.2.6 Foto-foto

Gambar 2.2.2. Kenampakan packstone di lapangan


Azimuth N 162°E

12
Gambar 2.2.3. Kenampakan batugamping klastik di lapangan. Azimuth N 225°E

Gambar 2.2.4 Kenampakan kekar di lapangan. Azimuth N 005°E

13
Gambar 2.2.5 Bentang alam. Azimuth N 315°E

2.3 STOPSITE 3
Lokasi ini terletak di pinggir Desa Bayemharjo, Tegalombo, Pacitan dengan
koordinat X = 489117, Y = 9105692 dan Z = 421 m.

2.3.1 Litologi

Pada lokasi ini dijumpai singkapan batugamping dari formasi Wonosari,


yang jika diamati dengan baik pada singkapan di lokasi ini terdapat singkapan
batugamping terumbu (non-klastik), batugamping berlapis (klastik), dengan sisipan
batulempung karbonan (carbonaceous). Susunan dari batuan disingkapan ini
membentuk susunan fasies carbonate yaitu, fore reef, core reef, dan back reef.
Batugamping yang dijumpai memiliki karakteristik berwarna putih , ukuran butir pasir
sedang (0,25 mm – 0,5 mm), Rounded, terp. Baik, kemas tertutup, Allochem: Lithik,
Mikrit: Kalsit, Sparit: Karbonat, Perlapisan Sejajar dengan nama batuan
Batugamping. Batugamping Terumbu memiliki karakteristik warna putih , Allochem:
Foram, Mikrit: Kalsit, Sparit: Karbonat, Struktur Bioherm.

Pada lokasi pengamatan ini juga dijumpai ada nya batulempung berwarna
hitam yang memiliki komposisi karbon (C) sehingga disebut batulempung karbonan

14
dengan deskripsi batuan warna coklat kehitaman, ukuran butir Lempung (<1/256
mm), derajat pemilahan baik, kemas tertutup, laminasi sejajar, terdiri dari mineral
berukuran lempung, semen Karbonat, Sisipan cerat karbon berwarna hitam.

2.3.2 Stratigrafi

Secara stratigrafi singkapan batugamping dan batulempung ini termasuk


dalam Formasi Wonosari. Merupakan salah satu formasi penyusun Zona
Pegunungan.

2.3.3 Struktur

Pada lokasi pengamatan, tidak dijumpai adanya kenampakan struktur geologi


berupa sesar, kekar maupun lipatan.

2.3.4 Sketsa/ Profil

Gambar 2.3.1 Profil lokasi pengamatan 3

15
2.3.5. Sejarah Geologi

Formasi Wonosari terendapkan secara selaras diatas formasi Smabipitu,


formasi ini terbentu pada kala Miosen Akhir (N9 – N18), formasi ini menyebar luas
hampir setengah bagian dari pegunungan selatan menuju ke timur, formasi ini
terendapkan melalui arus turbidit yang terjadi hingga ke laut dalam.

Susunan dari batuan disingkapan ini membentuk susunan fasies carbonate


yaitu, fore reef, core reef, dan back reef. Diinterpretasikan bahwa singkapan
batugamping terumbu merupakan bagian core reef dan juga sebagai barrier dari
back reef yang berlitologikan batulempung karbonan yang terbentuk dari kondisi
tenang karena tidak adanya gangguan dan bersifat evaporitik, sementara bagian
core reef berlitologikan batugamping berlapis yang berhubungan langsung dengan
open marine.

2.3.6. Foto-foto

o
Gambar 2.3.2 Foto Parameter litologi batugamping klastik lokasi pengamatan 3. Azimut foto N272 E

16
o
Gambar 2.3.3 Kenampakan batugamping terumbu lokasi pengamatan 3. Azimuth foto N273 E

Gambar 2.3.4 Batulempung karbonan menunjukkan adanya lapisan karbon berwarna hitam

17
Gambar 2.3.5 Singkapan batugamping terumbu, batugamping klastik dan batulempung karbonatan

2.4. STOPSITE 4
Lokasi ini terletak di Ds. Gembong, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Arjosari
dengan koordinat X = 5173860, Y = 9102172 dan Z = 32 m.

2.4.1. Litologi

Pada stopsite ini terdapat singkapan batupasir vulkanik dengan butiran halus
pada bagian bawah dan mengkasar ke bagian atas. Pada batupasir bagian bawah
muncul tanda – tanda terjadinya alterasi mineral dimana ditemukan mineral berupa
klorit yang berperan sebagai matriks bada tubuh batuan batupasir vulkanik.
Batupasir Vulkanik memiliki karakteristik warna abu – abu, dengan ukuran butir Pasir
sedang (0,25 mm – 0,5 mm), bentuk butir rounded, Derajat pemilahan terpilah baik,
kemas tertutup, Fragmen: Lithik, Matriks: Kuarsa, Plagioclase Feldspar dan Klorit,
Semen: Silika, dengan struktur perlapisan sejajar, laminasi sejajar dan laminasi
bergelombang.

18
2.4.2 Stratigrafi

Secara stratigrafi singkapan batupasir vulkanik ini termasuk dalam Formasi


Arjosari berdasarkan ciri-ciri litologinya. Formasi Arjosari merupakan formasi
penyusun Zona Pegunungan Selatan bagian timur.

2.4.3. Struktur geologi

Kedudukan pada lapisan batupasir ini N086oE/18o. Pada lokasi pengamatan


ini juga dijumpai adanya kekar-kekar blok dengan kedudukan N020oE/86o,
N105oE/59o, N270oE/87o

2.4.4. Sejarah Geologi

Pada kala oligosen terjadi peningkatan aktivitas gunung api di pulau Jawa,
akibat letusan eksplosif tersebut menyebabkan terendapkannya endapan
vulkaniklastik seperti batupasir tufan dan tuf. Dijumpainya batuan detritus halus
dengan struktur sedimen perlapisan sejajar, laminasi sejajar dan laminasi
bergelombang menunjukkan bahwa endapan ini diendapkan pada arus turbid low
densiti yang dipengaruhi lereng pada laut dalam.

Endapan vulkaniklastik ini terlitifikasi dan mengalami pengangkatan. Ada nya


gaya kompresi menyebabkan deformasi pada endapan ini sehingga tidak lagi
memiliki kedudukan yang horisontal. Dijumpainya kekar-kekar blok merupakan salah
satu indikasi adanya gaya kompresi yang bekerja pada batuan ini. Sebagian kekar-
kekar blok ini memiliki arah yang sama dengan arah Sungai Grindulu yang
merupakan sesar besar di Pulau Jawa yang terdapat di sekitar lokasi pengamatan.

19
2.4.5. Foto-foto

Gambar 2.4.1 Litologi batupasir vulkanik Formasi Arjosari pada lokasi pengamatan

20
Gambar 2.4.2 Singkapan batupasir vulkanik menunjukkan struktur perlapisan

Gambar 2.4.3 Singkapan ini dipengaruhi oleh kekar-kekar blok

21
2.5 STOPSITE 5
Lokasi ini terletak di pinggir Sungai Grindulu, Desa Gemaharjo, Tegalombo,
Pacitan dengan koordinst X = 536530, Y = 9102172 dan Z = 316 m.

2.5.1. Litologi

Pada stopsite 5 dijumpai batuan vulkaniklastik berupa breksi vulkanik dan


lava basalt Formasi Mandalika dan batuan beku andesit berupa intrusi dyke dan
batuan beku basalt berupa intrusi sill. Batuan vulkaniklastik yang dijumpai memiliki
warna putih kehijauan, dengan struktur masif dan tekstur ukuran butir lapili-
aglomerat, bentuk butir subrounded, pemilahan buruk, kemas grain supported,
memiliki komposisi klorit, zeolit, debu vulkanik dengan nama batuan breksi vulkanik /
lapili. Batuan ini sudah berwarna kehijauan yang diakibatkan oleh banyaknya
komposisi klorit sehingga dapat dikatakan bahwa batuan vulkaniklastik ini sudah
mengalami kloritisasi atau termasuk alterasi propilitik.

Lava yang dijumpai yaitu lava basalt dengan warna hitam, struktur lava
bantal, vesikuler, tekstur derajat kristalisasi hipokristalin, derajat granularitas fanerik
halus-afanitik, bentuk kristal anhedral, relasi inequigranular vitroverik, komposisi
mineral piroksen 20%, zeolit 20%, plagioklas 10% dan massa dasar gelas 50%.
Zeolit pada lava basalt merupakan mineral sekunder hasil dari alterasi hidrotermal
yang mengisi pada lubang lubang gas yang ada pada permukaan lava.

Batuan beku andesit memiliki warna abu-abu kehijauan, struktur masif dan
sebagian memiliki struktur columnar joint, tekstur derajat kristalisasi hipokristalin,
derajat granularitas fanerik halus-afanitik, bentuk kristal anhedral, relasi
inequigranular vitroverik, memiliki komposisi mineral klorit, plagioklas, pyrit dan
massa dasar gelas. Batuan beku andesit ini sudah banyak mengandung klorit yang
berarti telah mengalami ubahan kloritisasi. Batuan beku Basalt memiliki warna hitam,
struktur masif, tekstur derajat kristalisasi hipokristalin, derajat granularitas fanerik
halus-afanitik, bentuk kristal anhedral, relasi inequigranular vitroverik, memiliki
komposisi mineral yang dapat diamati yaitu piroksen, plagioklas dan massa dasar
gelas.

22
2.5.2. Stratigrafi

Secara stratigrafi hubungan breksi vulkanik dan lava basalt yang termasuk ke
dalam Formasi Mandalika dengan batuan beku andesit adalah cross cutting
relationship. Begitu juga intrusi sill basalt yang merupakan intrusi yang kedua
menerobos breksi vulkanik dan andesit juga memiliki hubungan stratigrafi cross
cutting relationship terhadap batuan yang lebih tua di lokasi pengamatan ini.

2.5.3. Struktur geologi

Pada Sungai Grindulu dijumpai adanya bidang sesar dan disertai dengan
kekar-kekar penyerta berupa shear fracture dan gash fractue. Sesar Sungai Grindulu
memiliki kedudukan bidang sesar N 176° E/ 78°. Dengan data kedudukan kekar
yaitu sebagai berikut :

Shear Fracture : Gash Fracture :

 N 156° E/ 86°  N 257° E/ 71°


 N 158° E/ 85°  N 250° E/ 80°
 N 161° E/ 81°  N 253° E/ 68°
 N 157° E/ 76°  N 257° E/ 55°
 N 158° E/ 77°  N 247° E/ 77°

Berdasarkan klasifikasi sesar Rickard (1972), hasil analisa terhadap data-data


diatas maka sesar Sungai Grindulu termasuk pada Sesar Mendatar Kanan Naik.

23
Gambar 2.5.1 Hasil analisa sesar lokasi pengamatan 5

2.5.4. Sejarah Geologi

Pada kala oligosen diendapkan batuan vulkaniklastik hasil dari peningkatan


aktivitas gunung api di pulau Jawa. Aktivitas gunung api yang meningkat ini diawali
dengan letusan effusive yaitu keluarnya lelehan lava. Dijumpainya lava bantal basalt
dengan banyak lubang gas di lapangan menunjukkan bahwa lelehan lava atau
aktivitas letusan effusive ini terjadi di bawa muka air laut. Aktivitas gunung api
meningkat dan terjadi letusan explosive yang menyebabkan terendapkannya batuan
vulkaniklastik seperti breksi vulkanik dan tuf.

Adanya struktur geologi seperti kekar dan sesar menjadi zona lemah untuk
terjadinya intrusi pada daerah ini. Intrusi yang dijumpai yaitu intrusi andesit berupa
dyke pada lokasi ini membentuk columnar joint. Adanya intrusi basalt berupa sill
yang mengintrusi dyke andesit mengakibatkan adanya larutan hidrotermal, kekar-
kekar menjadi jalur larutan hidrotermal dan menyebabkan batuan disekitarnya yaitu
intrusi dyke dan breksi vulkanik mengalami alterasi hidrotermal berupa kloritisasi
atau propilitik dengan mineral dominan yang dijumpai yaitu mineral klorit.

24
2.5.5. Foto-foto

Gambar 2.5.2 Fragmen tuf pada breksi vulkanik Formasi Mandalika

25
Gambar 2.5.3 Kenampakan Lava bantal pada lokasi pengamatan dan menunjukkan adanya lubang
gas yang terisi mineral.

26
Gambar 2.5.4 Intrusi sill Basalt (kiri) dan intrusi dyke andesit yang membentuk columnar joint (kanan)

2.6 STOPSITE 6
Lokasi Pengamatan 6 berada di Desa Ngandong, Karangtengah, Ngawi
dengan koordinat X = 552002, Y = 9183793 dan Z = 92 m.

2.6.1. Litologi

Pada stopsite 6 dijumpai batugamping klastik yang menunjukkan adanya


struktur perlapisan dan batugamping non klastik yang membentuk reef dengan
struktur fossiliferous. Batugamping klastik yang dijumpai memiliki warna fresh putih,
warna lapuk coklat, struktur fossiliferous, tekstur amorf, terdiri dari fosil koral nama
batuan Boundstone (Dunham, 1962). Dari tekstur nya menurut Embry & Klovan
(1971) dapat dibedakan menjadi Bindstone dan Bafflestone. Batugamping klastik
yang dijumpai yaitu memiliki warna fresh putih, warna lapuk coklat, struktur
perlapisan, ukuran butir > 2 mm, grain supported, terdiri dari allochem fosil,
interklast, mikrit kalsit dan sparit karbonat dengan nama batuan Rudstone (Dunham,

27
1962). Selain itu juga dijumpai Packestone dengan warna fresh putih, warna lapuk
coklat muda, ukuran butir < 2 mm, grain supported, Allochem interklast, tuff, fosil,
mikrit kalsit, sparit karbonat. Wackestone dijumpai dengan warna fresh putih, warna
lapuk hitam, ukuran butir < 2 mm, mud supported, allochem interklast, tuf, fosil,
mikrit kalsit, sparit karbonat (Dunham, 1962). Kedudukan lapisan batugamping
klastik yaitu N 265o E / 31o.

2.6.2. Stratigrafi

Secara stratigrafi hubungan batugamping klastik dan batugamping non klastik


yang adalah selaras. Berdasarkan ciri litologinya, batugamping ini masuk dalam
Formasi Klitik yang merupakan penyusun dari stratigrafi Zona Kendeng.
Berdasarkan Pringgopawiro (1983), Formasi Klitik diendapkan pada Pliosen bawah.

2.6.3 Struktur

Pada lokasi pengamatan, tidak dijumpai adanya kenampakan struktur geologi


berupa sesar, kekar maupun lipatan.

2.6.4. Profil

Gambar 2.6.1 Profil lokasi pengamatan 6

28
2.6.5. Sejarah Geologi

Batugamping klastik yang ada pada lokasi ini merupakan rombakan dari
batugamping non klastik yang merupakan reef sedangkan batugamping klastik
merupakan flank dari reef. Dijumpai allochem tuf menunjukkan bahwa endapan pada
lokasi pengamatan ini masih dipengaruhi oleh endapan dari volcanik arc dan
merupakan penciri dari endapan back arc basin. Perulangan antara batugamping
klastik dan non klastik menunjukkan adanya perubahan muka air laut pada kala
Pliosen bawah. Pertumbuhan reef yang semakin ke arah basin ditunjukkan oleh
batugamping non klastik yang semakin ke arah utara menunjukkan adanya regresi.

2.6.6. Foto-foto

Gambar 2.6.2 Batugamping klastik yang menunjukkan adanya struktur perlapisan dan batugamping
non klastik

29
2.7 STOPSITE 7
Lokasi ini terletak di Desa Bungkul, Bojonegoro dengan koordinat X = 556641, Y =
9188223 dan Z = 102 m.

2.7.1. Litologi

Pada lokasi pengamatan ini dijumpai singkapan perulangan batupasir tuf


karbonatan dan Napal. Batupasir dengan karakteristik memiliki warna putih , ukuran
butir pasir sedang (0,25 mm – 0,5 mm), bentuk butir membundar, terpilah baik dan
kemas tertutup, memiliki komposisi tuff, kuarsa dengan semen karbonat, memiliki
struktur perlapisan sejajar. Napal pada singkapan ini berwarna putih ke abu abuan,
dengan ukuran butir lempung (<1/256 mm), terpilah baik, kemas tertutup, dengan
struktur perlapisan, terdiri dari mineral berukuran lempung dan debu vulkanik
dengan semen karbonat.

2.7.2 Stratigrafi

Singkapan ini termasuk pada Formasi Kerek yang merupakan Formasi pada
Zona Kendeng. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri litologinya yang masih mengandung
unsur vulkanik. Secara stratigrafi, Formasi Kerek lebih tua dari Formasi Klitik yang
selaras berada diatasnya.

2.7.3. Struktur geologi

Pada singkapan ini diduga terjadi deformasi karena kedudukan batuan yang
sudah tidak horisontal (the law of horizontalisme). Dan diinterpretasikan terdapat
lipatan pada singkapan ini, karena adanya perbedaan arah dip pada bagian utara
dan selatan. Di bagian selatan dijumpai kedudukan N 255° E/ 10° sedangkan di
bagian utara dijumpai kedudukan lapisan batuan N 092° E/ 12°. Selain itu juga
dijumpai adanya kekar-kekar dengan kedudukan N 113° E/ 77° dan N 044° E/ 78°.

30
2.7.4. Sketsa/ Profil

Gambar 2.7.1 Profil Lokasi Pengamatan 7

2.7.5. Sejarah Geologi

Pada Miosen akhir di Pegunungan Selatan berkembang batugamping diatas


endapan vulkaniklastik. Endapan ini merupakan hasil endapan turbidit distal yang
diendapkan pada suatu lereng dengan tingkat kecuraman yang cukup tinggi dari
zona bathyal atas. dengan kedalaman antara 200 m – 500 m. Kemudian terjadi
pengangkatan setelah endapan ini terlitifikasi dan terjadi deformasi sehingga

31
endapan ini memiliki kedudukan yang tidak lagi horisontal. Diinterpretasikan
mengalami gaya kompresi sehingga terjadi kekar-kekar dan adanya antiklin pada
lokasi pengamatan ini.

2.7.6. Foto-foto

Gambar 2.7.2 Batupasir tuf karbonatan Formasi Kerek

Gambar 2.7.3 Napal Formasi Kerek

32
Gambar 2.7.4 Singkapan perulangan batupasir tuf karbonatan dan napal yang menunjukkan struktur
perlapisan

2.8 Stopsite 8

Stopsite ini terletak di belakang rumah warga, Desa Plumpung, Bojonegoro.


Pada singkapan ini terdapat litologi napal orbulina Fm. Kalibeng. Koordinat lokasi
pengamatan ini adalah X = 588144, Y = 9194643 dan Z = 72.

2.8.1 Litologi

Pada stopsite 8 dijumpai batuan sedimen klastik berupa napal orbulina,


dengan deskripsi sebagai berikut : warna fresh abu-abu cerah, warna lapuk abu-abu
gelap, struktur masif, ukuran butir lempung (<1/256 mm), kemas mud
supported,memiliki komposisi semen karbonat. Berdasarkan hasil pengamatan
dengan lup perbesaran 60X, dijumpai fosil-fosil berjenis orbulina.

2.8.2 Stratigrafi

Secara stratigrafi hubungan antara napal orbulina Fm. Kalibeng Bawah


(Pringgoprawiro, 1983) dengan Fm. Kerek dibawahnya adalah selaras dan dengan

33
Fm. Sonde diatasnya adalah selaras. Formasi Kalibeng memiliki penyebaran
sepanjang pegunungan kendeng dengan ketebalan berbeda-beda berkisar antara
500-700 meter.

2.8.3 Struktur

Dijumpai indikasi – indikasi struktur geologi pada lokasi penelitian berupa


gores-garis dan kenampakan dari jauh. Setelah mengumpulkan data-data berupa
kedudukan bidang sesar, plunge, bearing dan rake gores-garis, diketahui terdapat 3
sesar pada lokasi ini.

Gambar 2.8.1 Analisis Sesar A pada lokasi penelitian 8 (Foto sesar di bagian foto)

Pada kenampakan atas ( map view ) hubungan antara sesar mendatar dan
sesar naik adalah sesar mendatar dipotong oleh sesar naik. Tegasan yang
menghasilkan kedua jenis sesar terdiri dari 2 periode. Sesar mendatar terbentuk
oleh tegasan yang relatif timur laut - barat daya (NE-SW) dan sesar naik terbentuk
oleh tegasan yang berarah relatif tenggara - barat laut (SE-NW). Ada pola struktur
Pulau Jawa, arah sesar mendatar sesuai dengan pola Meratus dan sesar Naik
sesuai dengan pola Jawa-Sakala.

34
Sesar A

Sesar A yaitu sesar naik (Rickard, 1972) dengan kedudukan bidang sesar N255oE /
65o, plunge 74o, bearing N008oE dan rake 80o.

Gambar 2.8.1 Analisis Sesar A pada lokasi penelitian 8 (Foto sesar di bagian foto)

Sesar B

Sesar B yaitu sesar turun kiri (Rickard, 1972) dengan kedudukan bidang sesar
N275oE / 51o, plunge 37o, bearing N311oE dan rake 49o.

35
Gambar 2.8.2 Analisis Sesar B pada lokasi penelitian 8 (Foto sesar di bagian foto)

Sesar C

Sesar C yaitu sesar mendatar kanan naik (Rickard, 1972) dengan kedudukan bidang
sesar N203oE / 70o, plunge 25o, bearing N211oE dan rake 21o

Gambar 2.8.3 Analisis Sesar C pada lokasi penelitian 8 (Foto sesar di bagian foto)

36
2.8.4 Sejarah Geologi

Berumur Miosen Akhir hingga Pliosen Bawah atau zona N17 – N19 berdasarkan
hadirnya Gr. Pleisiotumida, Gr. Tumida, dan Gr. Dehiscens immatura. Terendapkan
di laut terbuka, jauh dari pantai, lautan yang dalam, zona bathyal dengan kedalaman
200 - 500 meter dengan mekanisme arus turbidit.

Untuk strukturnya terbentuk sesuai tegasan pulau jawa yaitu utara selatan.

2.8.5 Foto-Foto

0
Gambar 2.8.4 Foto Parameter Litologi oleh Rizky Pratama Azimut N 095 E

0
Gambar 2.8.5 Foto Parameter Singkapan oleh Rizky Pratama Azimut N 067 E

37
Gambar 2.8.6 Foto Bidang sesar A oleh Rizky Pratama

Gambar 2.8.7 Foto Bidang sesar B oleh Rizky Pratama

38
Gambar 2.8.8 Foto Bidang sesar C oleh Rizky Pratama

2.9. STOPSITE 9
Stopsite ini terletak di Dusun Gadu, Desa Sambungrejo, Kecamatan Cepu.
Pada stopsite melakukan pengamatan Batupasir-gampingan dan Batugamping-
pasiran. formasi Selorejo. Lalu pada stopsite ini pula terdapat Mega Crossbeding
dan batugamping formasi Selorejo ini memperlihatkan struktur burrow, dan
memperlihatkan terdapatnya kandungan fosil. Koordinat lokasi pengamatan ini
adalah X : 561708, Y : 9213332 dan Z : 57.

2.9.1. Litologi

Batupasir Selorejo merupakan satuan batuan yang terdiri dari batupasir-


gampingan dan batugamping-pasiran. Ciri Litologi satuan batuan ini sangat berbeda
dengan ciri litologi formasi Mundu dan formasi Lidah. Satuan batupasir ini terletak
tidak selaras diatas napal formasi Mundu dan ditutup secara selaras oleh Lempung
formasi Lidah. Ketidakselarasan yang terjadi pada akhir pliosen disebabkan oleh
adanya penurunan muka laut global. Ketidakselaran ini terjadi secara regional.
Batuan ini memiliki deskripsi megaskopis yaitu Warna : Coklat Kehitaman, Struktur
Perlapisan, Ukuran Butir Pasir sedang-Pasir kasar, Derajat Pembundaran
Sub-rounded, derajat pemilahan Well Sorted, komposisi mineral : Fragmen
Globigerina, Semen : Karbonat, Nama Batuan Batupasir Karbonat (Batupasir

39
Globigerina). Selain itu juga dijumpai adanya batugamping dengan deskripsi warna
putih kekuningan, struktur perlapisan, tekstur ukuran butir <2 mm, pemilahan baik,
kemas mud supported, allochem fosil, mikrit kalsit, sparit karbonat, Nama batuan
Packestone atau batugamping pasiran.

2.9.2. Stratigrafi

Satuan batuan ini semula oleh Trooster (1937) disebut sebagai Selorejo beds.
Selanjutnya Udin Adinegoro (1972) dan Koesoemadinata (1978) menyebutnya
sebagai anggota dari formasi Lidah. Harsono (1983) menyimpulkan bahwa Selorejo
ini merupakan anggota dari formasi Mundu. Anggota Selorejo ini tersusun oleh
perselingan antara Batugamping keras dan lunak, kaya akan foraminifera planktonik
serta mineral glaukonit. Penyebaran anggota Selorejo ini tidak terlalu luas, terutama
meliputi daerah sekitar Blora, sebelah utara Cepu (dusun Gadu) dan di selatan Pati.
Ketebalan hanya berkisar 0-100m. Berdasarkan kandungan foraminifera planktonik,
umur dari anggota Selorejo ini adalah Pliosen (N 21).

3. Struktur geologi

Pada Stopsite ini terdapat struktur Mega Crossbeding yang dapat diketahui
dari perbedaan strike dalam lapisan batupasir yaitu terdapat beberapa kedudukan,
seperti: N 60o E/ 9o dan N 96o E/ 5o.

4. Sketsa/ Profil

Gambar 2.9.1. Profil kasar singkapan lokasi penelitan 9

40
2.9.5. Sejarah Geologi

Ciri Litologi satuan batuan ini sangat berbeda dengan ciri litologi formasi
Mundu dan formasi Lidah. Satuan batupasir ini terletak tidak selaras diatas napal
formasi Mundu dan ditutup secara selaras oleh Lempung formasi Lidah.
Ketidakselarasan yang terjadi pada akhir pliosen disebabkan oleh adanya
penurunan muka laut global. Berdasarkan kandungan foraminifera planktonik, umur
dari anggota Selorejo ini adalah Pliosen (N 21). Anggota Selorejo ini tersusun oleh
perselingan antara Batugamping keras dan lunak, kaya akan foraminifera planktonik
serta mineral glaukonit. Penyebaran anggota Selorejo ini tidak terlalu luas, terutama
meliputi daerah sekitar Blora, sebelah utara Cepu (dusun Gadu) dan di selatan Pati.
Ketebalan hanya berkisar 0-100m.

2.9.6. Foto-foto

Gambar 2.9.2. Foto litologi kalkarenit

41
Gambar 2.9.3. Foto litologi batupasir karbonatan

Gambar 2.9.4. Foto struktur mega cross bedding lokasi penelitian 9

2.10. STOPSITE 10
Lokasi ini terletak di pinggir jalan tepatnya di Kali Modang, Cepu dengan
koordinat X = 559001, Y = 9217934 dan Z = 91 m.

42
2.10.1. Litologi

Pada daerah lokasi pengamatan, dijumpai 2 buah batuan sedimen klastik


dengan deskripsi sebagai berikut :

1. Coklat putih (fresh), coklat (lapuk), mega cross bedding, pasir sedang (1/4 –
1/2 mm), membundar, baik, grain supported, fragmen kalsit, matrik kuarsa,
hornblende, plagioklas, semen karbonat, Batupasir karbonatan.
2. Coklat putih (fresh), coklat (lapuk), mega cross bedding, pasir kasar (1/2 – 1
mm), membundar, baik, grain supported, fragmen kalsit, matrik kuarsa,
hornblende, plagioklas, semen karbonat, Batupasir karbonatan.

Terdapat pula struktur sedimen primer yang berkembang pada singkapan berupa
ichnofossil yaitu bioturbasi. Berdasarkan informasi geologi regional, ditemukan unsur
mineral glaukonit yang tinggi di dalam lapisan batupasir dan kalkarenit namun saat
pengamatan di lapangan, penulis tidak menemukan mineral tersebut dengan lup
perbesaran 60X.

2.10.2. Stratigrafi

Stratigrafi lokasi pengamatan 10 termasuk dalam formasi Ledok. Formasi ini


terletak selaras diatas formasi Wonocolo dan dibawah formasi Mundu. Pada formasi
ini dijumpai perulangan antara napal pasiran dengan napal dan batupasir. Formasi
ini memiliki ciri khas kandungan mineral glaukonit yang tinggi (Pringgoprawiro,
1983). Ciri ini yang membedakan batuan sedimen di formasi ini dengan batuan
sedimen di formasi Selorejo. Pada lokasi telitian, ditemukan struktur berupa mega
cross bedding yang ditunjukkan dengan perbedaan kedudukan lapisan.

Formasi ini berumur Miosen Akhir bagian atas atau zona N17 – N18 (Blow,
1969) yang ditunjukkan dengan kehadiran fosil foraminifera plankton berupa
Globigerina plesiotumida. Lingkungan pengendapan menunjukkan adanya
pendangkalan yang berangsur dari bagian bawah formasi menuju bagian atas, yang
ditunjukkan dengan ukuran butir yang lebih kasar. Bagian bawah diendapkan pada
lingkungan laut terbuka dengan kedalaman sekitar 200 m atau neritik luar dan
bagian bawah diendapkan pada bagian laut neritik luar pada kedalaman 60 – 100 m
(Pringgoprawiro, 1983).

43
2.10.3. Struktur geologi

Pada lokasi penelitian, tidak dijumpai kehadiran struktur geologi seperti kekar,
sesar maupun lipatan. Lokasi ini telah mengalami proses tektonik berupa kedudukan
lapisan yang tidak horisontal yaitu N121oE/ 11o. Struktur sedimen sekunder berupa
kehadiran mega cross bedding yang menunjukkan lingkungan pengendapan yang
memiliki arus pasang surut.

2.10.4. Sketsa/ Profil

Pada lokasi penelitian, dilakukan pembuatan profil kasar pada lapisan batuan
sedimen klastik. Pengamatan menunjukkan terdapat sedikit perbedaan ukuran butir
antara lapisan batuan sedimen dibawah dan diatasnya yaitu mengkasar keatas.

Gambar 2.10.1 Profil lokasi pengamatan 10

44
2.10.5. Sejarah Geologi

Proses pengendapan batuan sedimen diperkirakan terjadi pada kala Miosen


Atas. Material sedimen yang berasal dari darat, ditransport kedalaman laut bagian
neritik luar dengan arus kuat. Saat proses pengendapan terjadi, hewan-hewan laut
yang hidup diatas lapisan sedimen tersebut membentuk struktur sedimen primer
berupa bioturbasi. Kemudian terjadi proses tektonik berupa regresi dan diendapkan
material sedimen yang memiliki ukuran butir sedikit lebih kasar dibandingkan lapisan
dibawahnya. Di beberapa titik pengendapan sedimen, terjadi arus pasang surut
sehingga membentuk struktur cross bedding. Hewan-hewan laut yang hidup diatas
lapisan sedimen ini juga kemudian membentuk struktur bioturbasi.

Kemudian diendapkan lapisan sedimen diatasnya, seiring berjalannya waktu


terjadi proses lithifikasi dan pengangkatan sehingga tersingkap ke permukaan.

2.10.6. Foto-foto

Gambar 2.10.2 Singkapan batupasir karbonatan

45
Gambar 2.10.3 Struktur megacross bedding lapisan batupasir karbonatan

Gambar 2.10.4 Singkapan profil batupasir karbonatan dengan (A) Batupasir karbonatan ukuran pasir
o
sedang dan (B) Batupasir karbonatan ukuran pasir kasir. Azimuth : N011 E

2.11. STOPSITE 11
Pada stopsite 11 ini terletak di daerah desa Ampel, Blora yang dimana daerah
pengamatan berada di dekat sekitar kuburan cina dijumpai singkapan sedimen

46
dengan ciri litologi batulempung hitam karbonan, batupasir kuarsa sisipan gipsum
dan batugamping bioklastik yang keadaannya yang sudah terlihat lapuk.

2.11.1. Litologi

1. Lapisan pertama (Tua)


Deskripsi Batuan

Batulempung, hitam, lempung (1/256mm), tertutup, lignit, semen silika, paralel


lamination

2. Lapisan kedua
Deskripsi Batuan

Batupasir kuarsa, coklat, pasir sedang, rounded, good sorted, tertutup, kuarsa,
litik, plagioklas, hornblende, gipsum semen silika, wavy lamination

3. Lapisan ketiga (Muda)


Deskripsi Batuan

Boundstone, kream, arenit – rudit (1-2mm), sub angular – rounded, poorly


sorted, terbuka, foram plankton, foram bentos, aragonit, semen karbonat, masif
(Klasifikasi Dunham, 1962)

2.11.2. Stratigrafi

Secara stratigrafi pada stopsite ini merupakan satuan batuan berasal dari
Formasi Ngrayong yang berumur Miosen Tengah yang dicirikan oleh litologi
batulempung hitam carbonan dan batupasir kuarsa yang merupakan sedimen klastik
yang berada di lingkungan lagun sampai transisi dan sedimen non klastik yang
berada di lingkungan shallow marine berupa litologi batugamping, yang dimana
kontak antar litologi berupa selaras dan dipnya ke arah selatan.

2.11.3. Struktur geologi

Pada lokasi penelitian ini yang dijumpai hanyalah struktur primer berupa
struktur batuan sedimen akibat dari pengaruh proses sedimentasi maupun akibat
dari transgresi regresi yang membentuk strutur berupa wavy lamination dan hering
bone yang terdapat pada litologi batupasir kuarsa yang terbentuk dari pengaruh

47
pasang surutnya air laut atau dari arus traksi, juga dari litologi batulempung hitam
terdapat struktur paralel lamination. Dari batugamping bioklastiknya sendiri terdapat
struktur masif yang diakibatkan dari energi arus air laut yang kuat selama periode
Miosen Tengah yang masuk dalam zona Kendeng.

2.11.4. Sketsa/ Profil

Gambar 2.11.1 Profil Singkapan lokasi pengamatan 11

2.11.5. Sejarah Geologi

Pada stopsite ini merupakan Formasi Ngrayong yang dicirikan oleh batuan
sedimen klastik yang terdiri dari batulempung hitam yang mengandung karbon dan
batupasir kuarsa dari kedua litologi tersebut yang berbeda lingkungan
pengendapannya, dimana dari litologi yang paling tua, yaitu batulempung hitam
karbonan yang dulunya berada di lingkungan lagun yang material dari detritus halus
mengalami transportasi dari darat dan terperangkap dicekungan di daerah sekitar
lagun yang dimana di lingkungan tersebut keadaannya lama kelamaan mulai terjadi
reduksi yang mulai mengikat unsur CO2 dan terdapat banyak bakteri anaerob
didaerah tersebut yang mulai terakumulasi dengan material detritus halus dan

48
tumbuhan. Secara waktu geologi mulailah terbentuk carbon-carbon di lingkungan
lagun tersebut dan terbentuklah batulempung hitam karbonan.
Setelah terbentuknya material dari detritus halus berupa litologi batulempung
hitam karbon, juga material detritus halus – kasar juga rombakan dari mineral kuarsa
dari darat tertransport dan terendapkan di cekungan di lingkungan transisi lalu
terakumulasi menjadi batupasir kuarsa lalu terjadi fase regresi dari laut dangkal
terhadap daerah transisi mengakibatkan terbentuknya struktur ripple mark, juga di
lingkungan transisi tersebut yang terhalang oleh barier-barier yang hanya sedikit air
laut yang masuk ketika terjadinya pasang air laut dan hanya sedikit material air laut
yang masuk, juga di lingkungan tersebut mulai terjadi proses evaporasi dikarenakan
air meteorik dan air laut yang masuk di lingkungan transisi yang dihalangi oleh barier
tersebut mulai teruapkan akibat sinar matahari dan mulai memproduksi garam dan di
daerah lingkungan tersebut terbentuklah mineral-mineral gipsum (CaSO4.2H2O).
Kemudian pada fase akhirnya terjadi transgresi dan mulai berkembanglah
biota-biota laut di lingkungan laut dangkal yaitu foram bentos dan foram plankton
yang hidup secara insitu, yang tidak lama kemudian biota laut yang hidup secara
insitu tersebut mati dan terendapkan dimana tempat makhluk hidup itu berkembang
dan terakumulasikan yang bakal menjadi batugamping bioklastik (boundstone,
Dunham,1962) selama kala Miosen Tengah di cekungan zona Rembang.
2.11.6. Foto-foto

Gambar 2.11.2 Singkapan batulempung Formasi Ngrayong

49
Keterangan:
- Azimuth : N 46oE
- Jarak : 1,8 m
- Cuaca : Cerah
Keterangan:
- Struktur : lenticular dan paralel lamination
- Kedudukan : N 83o E /50o

Gambar 2.11.3 Singkapan batupasir kuarsa Formasi Ngrayong

50
Gambar 2.11.4 Singkapan batugamping

Keterangan:
- Azimuth : N62oE
- Jarak : 2,5m
- Cuaca : Cerah

2.12. STOPSITE 12
Pada stopsite 12 dilakukan pengamatan terhadap semburan air formasi
yang diperkirakan dari formasi kalibeng zona Kendeng (Pringgopawiro, 1983).

Pada stopsite ini kita menemukan adanya letupan letupan lumpur yang
mengandung gas dan sudah bercampur dengan air dan garam. Di mana hingga saat
ini kandungan garam yang di bawa oleh air tersebut di manfaatkan untuk pembuatan
garam yang dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat desa Kuwu, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan.

Setelah air formasi yang mengandung garam diambil dari sumur maka perlu
ditempatkan kedalam bak penampungan untuk proses pendinginan, hal ini
dikarenakan air formsi yang ada selain mengandung garam juga mengandung gas
gas yang bersifat thermal atau panas sehingga dapat merusakkan bamboo bamboo
jika langsung di jemur di bawah sinar matahari.

51
2.12.1 Sejarah Geologi

Adapun proses keluarnya hal ini diperkirakan bahwa air formasi ini termasuk
dari formasi kalibeng yang ditekan oleh formasi pucangan , dimana kita ketahui
bahwa penyusun lithologi formasi kalibeng adalah napal atau batuan sedimen
berbutir halus yang sangat baik untuk menyimpan air yang kemudian mendapatkan
beban dari formasi di atasnya sehingga menyebabkan fluida yang ada pada formasi
ini mendapatkan tekanan dan akhirnya keluar melalui rekahan dan celah celah yang
ada.

2.12.2 Foto-Foto

Gambar 2.12.1 Sumur mengandung air garam

52
Gambar 2.12.2 Bak penampungan air garam

Gambar 2.12.3 Proses penjemuran air garam

53
2.13. STOPSITE 13
Pada stopsite 13 ini dengan koordinat S : 07°53’29,8” , E : 110°32’50,7”
terletak di desa Kedungombo, Sragen yang dimana daerah pengamatan merupakan
daerah Bendungan Kedungombo yang merupakan wilayah pertemuan antar tiga
kabupaten, yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Grobogan.
Bendungan ini membendung aliran sungai Serang, dimana sungai ini termasuk
dalam lingkup kerja Badan Pelaksana Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai
Jragung, Tuntang, Serang, Lusi dan Juana juga Bendungan Kedungombo ini
merupakan tipe bendungan urugan (rock fill dam). Pada kedalaman 90 meter
dibawah bendungan ini merupakan Formasi Kalibeng.
Pada tahun 1985 pemerintah merencanakan membangun waduk baru di
Jawa Tengah untuk pembangkit tenaga listrik berkekuatan 22,5 Juta Megawatt dan
dapat menampung air untuk kebutuhan 70 hektar sawah disekitarnya, yang dimana
luas bendungan ini seluas 50 km2 yang merupakan bendungan yang paling luas di
Jawa Tengah dan dirancang oleh seorang geologist, yaitu Pak Suhartono yang
merupakan ahli geologi teknik dan merupakan alumni dari UPN. Manfaat langsung
dari pembangunan Bendungan Kedungombo, yaitu peningkatan irigasi,
pengendalian banjir daerah Serang Bawah, penyediaan tenaga listrik sebesar
1x22,5 MW dan manfaat tak langsungnya, yaitu untuk tempat wisata, peningkatan
MAT disekitar bendungan, penyedian air industri dan air minum dimasa mendatang.

2.13.1. Litologi

Litologi yang menyusun di lokasi bendungan maupun daerah genangan


adalah batuan dari satuan lithostratigrafi Formasi Kerek dan Formasi Kalibeng.
Formasi Kerek ini dicirikan dengan litologi perselingan kalkarenit, kalsilutit, lempung
gampingan dan kalsirudit. Dari Formasi Kalibeng nya dicirikan dengan litologi napal
masif globigerina dan beberapa tempat terdapat perselingan lapisan tipis batupasir
tufaan.

2.13.2. Stratigrafi
Pada stopsite ini terletak pada Zona Kendeng terdiri dari Formasi Kerek
(Tmk) berumur Miosen Tengah dan Formasi Kalibeng (Tmpk) berumur Pliosen.
Kedudukan Formasi Kalibeng selaras diatas Formasi Kerek, struktur geologi secara

54
regional terdapat jauh diluar lokasi kawasan Bendungan Kedungombo, berupa
struktur antiklin dan sesar, baik sesar mendatar maupun sesar naik.

Gambar 2.13.1 Kolom stratigrafi Zona Kendeng (Pringgoprawiro, 1983)

2.13.3. Struktur
Pada stopsite ini struktur geologi yang berkembang di Bendungan
Kedungombo sangat kompleks, yang dimana termasuk kedalam Zona Kendeng
yang merupakan “Retro arc fold thrust belt” pada zaman Tersier Akhir. Perlipatan-
perlipatan asimetri berarah umum barat – timur yang berkembang menjadi sesar
naik yang banyak dijumpai disini. Selanjutnya perlipatan – perlipatan dan sesar –
sesar naik ini dipotong oleh sesar – sesar mendatar utama yang berarah timur laut –
barat daya, berkembang ke sesa mendatar orde dua. Sedangkan kekar yang
berkembang pada umumnya akibat tektonik adalah shear fracture dan gash fracture.
Tektonik yang bertanggung jawab terhadap perkembangan struktur geologi di
daerah ini sebagaimana di zona Kendeng pada umumnya yaitu tektonik Plio –
Pleistosen.

55
Gambar 2.13.2 Peta Geologi daerah Kedungombo

2.13.4. Sketsa

Gambar 2.13.3 Sketsa bendungan tipe urugan

2.13.5. Sejarah Geologi


Pada stopsite ini terdiri dari Formasi Kerek (Tmk), dimana dulunya satuan
batuan dari Formasi Kerek ini diendapkan dengan mekanisme turbidit yang

56
diendapkan pada lereng dari zona bathyal atas, juga dilihat dari litologi kalsirudit
menunjukkan struktur sedimen graded bedding dan hubungan antar perlapisannya
menunjukkan berkembangnya seri turbidit dari sikuen Bouma (1982) mengalami
sendimentasi selama periode Miosen Tengah. Sedangkan dari Formasi Kalibeng
(Tmpk) juga diendapkan dengan mekanisme turbidit yang diendapkan pada lereng
bathyal atas, juga dilihat dari litogi yang hadir yang menunjukkan struktur cross
bedding dan laminasi konvolut yang dimana menunjukkan berkembangnya seri
turbidit dari sikuen selang B dan C dari sikuen Bouma (1982) yang mengalami
sedimentasi selama periode Pliosen.

2.13.6 Foto-foto

Gambar 2.13.4 Bendungan Kedungombo dari tepi jalan

57
Gambar 2.13.5 Bendungan Kedungombo arah utara

Gambar 2.13.6 Bendungan Kedungombo arah barat

58

Anda mungkin juga menyukai