Anda di halaman 1dari 9

1. Pemeriksaan penunjang pada parase nervus vii perifer ?

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang


bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun
urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :

a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.

b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis

c. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung


ke atas

d. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuat

e. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan


gigi

f. M. Relever Komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut kedepan sambil


memperlihatkan gigi

g. M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi

h. M. Orbikularis Oris : diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiul

i. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah

j. M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup


rapat ke depan

Pada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :

a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga

b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu

c. Diantaranya dinilai dengan angka dua

d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol ( 0 ) Seluruh otot ekspresi tiap sisi
muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh
2. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan
mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan
penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne
mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek.
Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan
dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut
dikurangi satu sampai minus dua pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.

3. Gustometri

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu
cabang nervus fasialis. Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat
menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan). Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita
disuruh menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau
garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila
bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan
tersebar melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang
persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan pengecapan yang
dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa
asin, dan 4 untuk rasa asam. Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan
ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua
sisi adalah patologis.

4. Salivasi

Kelenjar saliva mayor terdiri atas kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual. Kelenjar
parotid merupakan sepasang kelenjar saliva terbesar yang berada di sekitar ramus mandibula
kanan dan kiri. Kelenjar submandibular berada di bawah mandibula dengan ukuran sedang.
Duktusnya dinamakan duktus Wharton yang keluar dari sisi-sisi frenulum lidah. Pemeriksaan
uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya
dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang
telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat
aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya
aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur
ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada


simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor
setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat
menyebabkan berkurangnya produksi air mata. Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi
lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5
cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip
yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada
beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologi.

6. Refleks Stapedius

Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan cara
memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.
stapedius cabang N.VII. Uji audiologik Setiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis
perlu menjalani pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan
hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai
dengan menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini
bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat
memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf
fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika
terjadi parese saraf ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada
telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral
dengan menggunakan suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu
gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan
menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada
belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan
suatu kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.

7. Uji audiologik

Setiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu menjalani pemeriksaan
audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri
dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji
respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi
patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu
kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada
daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada
waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek
dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada
yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius.
Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi
rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan
reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen
saraf kranialis.

8. Sinkinesis

Sinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus fasialis yang sering kita jumpai.
Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :

a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan
otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai
dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan
sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.

b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat
pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).

c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan
memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal.
Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris. Hemispasme Hemispasme merupakan suatu
komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan parese fasialis yang berat. Diperiksa
dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti
mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak gerakan otot-otot
pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang
otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme
dinilai dengan angka (-1).
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah lima puluh (50)
atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk
persentasenya.

2. Apa yang dimaksud dengan ranula ?

Definisi

Ranula adalah bentuk kista akibat obstruksi glandula saliva mayor yang terdapat pada dasar
mulut. Dan akan berakibat pembengkakan di bawah lidah yang berwarna kebiru-biruan.
Ranula merupakan fenomena retensi duktus pada glandula sublingualis (yang kadang-kadang
menunjukkan adanya lapisan epitel), dengan gambaran khas pada dasar mulut. Mukosa di
atasnya terlihat tipis, meregang, dan hampir transparan. Pembesaran yang disebabkan oleh
cairan ini kadang menyebabkan terangkatnya lidah khususnya pada anak-anak. Biasanya
unilateral dan menyebabkan pembengkakan biru translusens yang mirip dengan perut katak

Klasifikasi Ranula

Ranula diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu :

1. Ranula superficial atau simple ranula Merupakan kista retensi yang sesungguhnya.
Besarnya terbatas pada dataran oral musculus mylohyoideus. Tampak sebagai suatu
pembengkakan lunak, dapat ditekan, timbul dari dasar mulut. Kista ini dindingnya dilapisi
epitel dan terjadi karena obstruksi ductus glandula saliva.

2. Ranula dissecting atau plunging ranula atau ranula profunda Merupakan pseudokista ,
terjadinya karena ekstravasasi (kebocoran) saliva pada jaringan, pada sepanjang otot dan
lapisan fasia dasar mulut dan leher. Ekstravasasi (kebocoran) tersebut disebabkan karena
trauma yang kecil, dimana tidak pernah diingat oleh penderita. Kista ini menerobos di bawah
musculus mylohyoideus dan menimbulkan pembengkakan submental . Kista jenis ini
dindingnya tidak dilapisi epitel.

Etiologi
Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar
saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada
glandula sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga
terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan
anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka.
Patogenesis
Terdapat dua konsep patogenesis ranula superfisial. Pertama pembentukan kista akibat
obstruksi duktus saliva dan kedua pembentukan pseudokista yang diakibatkan oleh injuri
duktus dan ekstravasasi mukus. Obstruksi duktus saliva dapat disebabkan oleh sialolith,
malformasikongenital , stenosis , pembentukan parut pada periduktus akibat trauma , agenesis
duktus atau tumor. Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula
servikal. Kista ini berpenetrasi keotot milohioideus. Sekresi mukus mengalir kearah leher
melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial sehingga terjadi
pembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submentalleher. Sekresi saliva yang
berlangsung lama pada glandula sublingual akan menyebabkan akumulasi mukus sehingga
terjadi pembesaran massa servikal secara konstan. Trauma dari tindakan bedah yang
dilakukan untuk mengeksisi ranula menimbulkan jaringan parut atau disebut juga jaringan
fibrosa pada permukaan superior ranula, sehingga apabila kambuh kembali ranula akan
tumbuh dan berpenetrasi ke otot milohioideus dan membentuk ranula servikal. Sekurang -
kurangnya 45% dari ranula servikal terjadi setelah eksisi ranula superfisial.

Gambaran Klinis, Radiografi dan Histopatologi

Sama hal nya dengan mukokel, gambaran klinis ranula merupakan massa lunak yang
berfluktuasi dan berwarna translusen kebiruan, yang membedakannya dengan mukokel
adalah letaknya di dasar mulut atau bagian bawah lidah. Apabila dipalpasi, massa ini tidak
akan berubah warna menjadi pucat. Jika massa ini terletak agak jauh ke dasar mulut, maka
massa ini tidak lagi berwarna kebiruan melainkan berwarna normal seperti mukosa mulut
yang sehat. Diameternya mulai dari 1 sampai dengan beberapa sentimeter.
Ranula tidak diikuti rasa sakit. Keluhan yang paling sering diungkapkan pasien adalah
mulutnya terasa penuh dan lidah terangkat keatas. Apabila tidak segera diatasi akan terus
mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas. Ranula yang berukuran besar
akan menekan duktus glandula saliva dan menyebabkan aliran saliva menjadi terganggu.
Akibatnya muncul gejala obstruksi glandula saliva seperti sakit saat makan atau sakit pada
saat glandula saliva terangsang untuk mengeluarkan saliva dan akhirnya kelenjar saliva
membengkak. Ranula plunging akan menimbulkan pembengkakan pada leher. Dan biasanya
berdiameter 4-10 cm dan melibatkan ruang submandibula. Terdapat juga laporan yang
menunjukkan ruang submental, daerah kontra lateral leher, nasofaring, retrofaring, dan juga
mediastinum. Secara histopatologi, kebanyakan ranula tidak mempunyai lapisan epitel dan
dinding dari ranula terdiri dari jaringan ikat fibrous yang menyerupai jaringan granulasi.

Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa ranula dilakukan prosedur - prosedur yang meliputi beberapa
tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat pasien. Pada pasien anak
dilakukan aloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh dari orang terdekat pasien. Pada
pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang diperoleh dari pasien itu sendiri. Kedua
melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan pendukung. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan fisik dengan tujuan melihat tanda-tanda yang terdapat pada
pasien, yaitu pemeriksaan keadaan umum mencakup pengukuran temperatur dan pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe, pemeriksaan
keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan jenis keadaan abnormal,
kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual melihat pembengkakan pada rongga
mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan
apakah ada perubahan warna pada saat dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada
pasien apakah ada rasa sakit pada saat dilakukan palpasi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
pendukung meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan
laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan
diambil secara aspirasi dan jaringan diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara
mikroskopis untuk mengetahui kelainan-kelainan jaringan yang terlibat. Kemudian dapat
dilakukan pemeriksaan radiografi, meliputi pemeriksaan secara MRI, CT Scan,
ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi konvensional.

DiagnosaBanding
Sama halnya dengan mukokel, ada beberapa penyakit mulut yang memiliki kemiripan
gambaran klinis dengan ranula, diantaranya kist adermoid, sialolithiasis, thyroglossal duct
cyst,cystichygroma,neoplasticthyroid disease, dan lain-lain.Untuk dapat membedakan ranula
dengan penyakit-penyakit tersebut maka dibutuhkan riwayat timbulnya massa atau
pembengkakan yang jelas, gambaran klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas ranula
yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan pendukung lain yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiografi.

Perawatan
Umumnya pasien yang berkunjung kedokter gigi dan meminta perawatan, memiliki ukuran
ranula yang relatif besar. Perawatan ranula umumnya dilakukan untuk mengurangi dan
menghilangkan gangguan fungsi mulut yang dirasakan pasien akibat ukuran dan keberadaan
massa.Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan
massa.Penanggulangan faktor penyebab dimaksud kan untuk menghindarkan terjadinya
rekurensi. Biasanya ranula yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal
atau mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi ranula.
Karena apabila kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera
dihilangkan, maka ranula akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah
dilakukan perawatan pembedahan. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi,
marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dari
massa.

3. Sebutkan kelenjar saliva mayor dan kemana muaranya?

1. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar pada manusia, kelenjar parotis ini terletak
di bawah telinga. Kelenjar parotis berjumlah dua buah (sepasang). Kelenjar parotis
mensekresikan air liur melalui sebuah saluran yang disebut duktus Stensen menuju rongga
mulut. 25% dari seluruh air liur kita berasal dari kelenjar parotis.

2. Kelenjar Submandibula
Kelenjar Submandibula adalah sepasang kelenjar saliva yang terletak di rahang bawah.
Produksi dari kelenjar submandibula merupakan campuran dari serosa dan mukosa yang
masuk ke rongga mulut melalui saluran yang disebut duktur Wharton. 70% dari air liur di
rongga mulut diproduksi oleh kelenjar ini.

3. Kelenjar Sublingua
Kelenjar Sublingua adalah sepasang kelenjar saliva yang letaknya di bawah lidah di dekat
kelenjar sub mandibula. Sekitar 5 % dari seluruh air liur yang masuk ke rongga mulut berasal
dari kelenjar ini.

4. Sebutkan macam-macam sekret ?

Serous, mukoid, serous mukoid, purulen, mukopurulen, Sanguelen serous.

5. Apa nama saluran yang mengubungkan hidung dan mata, kemana muaranya ?

Duktus nasolakrimalis memiliki panjang lebih kurang 13 mm dan keluar dari ujung bawah
sakus lakrimalis. Duktus berjalan ke bawah, belakang dan lateral di dalam kanalis osseosa
dan bermuara ke dalam meatus nasi inferior. Muara ini dilindungi oleh plika lakrimalis. Air
mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler, gaya berat dan berkedip. Kekuatan
dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, berkedip dan kerja memompa dari otot
Horner meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis kemudian masuk
ke rongga hidung melalui meatus nasi inferior.

DAFTAR PUSTAKA

Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Ed ke-6. Jakarta: FKUI, 2007. h.114.

Snell RS. Anatomi klinik. Alih bahasa : Sugiharto L. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2006.
p.768.

Anda mungkin juga menyukai