Anda di halaman 1dari 13

dr Fatma Hastanti's Blog


semua hal yang ada dalam pikiranku

 About me
 Buku Tamu

24 September 2010 / Fhastanti

Manifestasi Neurologi pada Eklampsia


eklampsi, magnesium sulfas, neurologi

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah
satu di antara tiga trias mematikan bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak
menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan. Bagaimana kehamilan
memicu atau memperparah hipertensi masih belum terpecahkan walaupun sudah dilakukan
riset intensif selama beberapa dekade, dan gangguan hipertensi masih merupakan salah satu
masalah yang signifikan.1, 2

Pada wanita nulipara, hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga merupakan prekursor
potensial untuk preeklampsia atau eklampsia, yang salah satu kriteria diagnosisnya adalah
proteinuria. Timbulnya hipertensi pada wanita hamil yang sebelumnya normotensif harus
dianggap berpotensi membahayakan baik bagi dirinya maupun janinnya.1, 2

Sebelum membahas manifestasi neurologi pada eklamsia maka harus membahas eklampsia
tersebut sebelumnya. Dari pembahasan tersebut kita akan dapat menemukan bagaimana
proses-proses terjadinya manifestasi neurologi dalam eklampsia.3

Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak
dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum,
selama, atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum,
terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum. Dalam referat ini kita juga
akan membahas perubahan proses selama kehamilan sehingga dapat mencetuskan eklampsia
dalam kehamilan dan dapat menyebabkan beberapa manifestasi neurologi di dalamnya.1,2, 3

Secara umum, eklampsia dapat dicegah dan penyakit ini sudah jarang dijumpai di Amerika
Serikat karena sebagian besar wanita sekarang sudah mendapat asuhan pranatal yang
memadai. Insidens eklampsia di Parkland Hospital disebutkan sebesar 1 dalam 700 persalinan
untuk periode 25 tahun sebelumnya. Selama periode 4 tahun dari tahun 1983 sampai 1986,
insidennya 1 dalam 1150 persalinan, dan untuk tahun 1990 sampai 2000 insidennya sekitar 1
dalam 2300 persalinan. Penyulit utama adalah solusio plasenta (10 persen), deficit
neurologist (7 persen), pneumonia aspirasi (7 persen), edema paru (5 persen), henti
kardiopulmonal (4 persen), gagal ginjal akut (4 persen), dan kematian ibu (1 persen).1

Selain membahas hal-hal di atas kita juga akan menyinggung tentang sindroma HELLP.
Hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan jumlah trombosit yang rendah sudah sejak lama
dikenal sebagai komplikasi dari preeklampsi-eklampsi (Chesley 1978; Godlin 1982; Mc
Kay1972). Godlin menamakan sindrom ini EPH Gestosis tipe II, MacKennan dkk.
menganggapnya sebagai suatu misdiagnosis preeklampsi, sedangkan penulis lain
menyebutkannya sebagai bentuk awal preeklampsi berat, variasi unik dari preeklampsi. Pada
1982, Weinstein melaporkan 29 kasus preeklampsi berat, eklampsi dengan komplikasi
trombositopeni, kelainan sediaan apus darah tepi, dan kelainan tes fungsi hati. Ia menyatakan
bahwa kumpulan tanda dan gejala ini benar-benar terpisah dari preeklampsi berat dan
membentuk satu istilah: Sindrom HELLP;H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver
Enzymes, dan LP untuk Low Platelet. Insidens dilaporkan sekitar 2-12%, kisaran ini
menggambarkan perbedaan kriteria diagnosis dan metode yang digunakan.4

Karena begitu banyaknya penyulit yang ada, maka akan lebih baik bila kita dapat mengenal
eklampsia dengan baik sehingga kita dapat memberikan terapi yang tepat. Dengan begitu
kematian akan semakin berkurang.

BAB II

DEFINISI

II. 1. Eklampsia

Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak
dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum,
selama, atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum.
Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat
dijumpai sampai 10 hari postpartum.1, 2, 5

II. 2. Sindroma HELLP

Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk
Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom HELLP belum
jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir
dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi trombosit dan selanjutnya kerusakan endotel.4

BAB III

GAMBARAN KLINIS

III. 1. Kejang

Hampir tanpa kecuali, kejang eklampsia didahului oleh preeklampsia. Seperti yang
dikemukakan oleh Sir William Gowers pada tahun 1888, kejang yang terjadi tonik-klonik
generalisata, yang kadang-kadang disertai gambaran klinis yang bermacam-macam akibat
dari rangkaian aktivasi berbagai macam fokus.3
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twiching)
wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot
generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai
membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah
yang lain melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot
sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur
dan, apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat
terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar satu
menit. Secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang, dan akhirnya wanita
yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernapasan
tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti
napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang dan berbunyi lalu kembali bernapas.
Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada
umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan
pulih.1

Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat
bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus
berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berturutan sedemikian
cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang
berkepanjangan dan hampir kontinu.1

Durasi koma yang terjadi setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang
bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar,
dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat,
koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia
sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikuti oleh koma yang berkepanjangan walaupun,
umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.1

Pada tahun 1897, Vaquez dan Nobecourt menghubungkan kejadian kejang eklampsia dengan
hipertensi arteri dan mencatat bahwa tipe serangan diikuti dengan bertambahnya peningkatan
tekanan darah.3

Meskipun sebagian wanita sembuh dari kejang eklampsia tanpa diikuti dan tidak terlihat
mempunyai sekuele otak, termasuk epilepsi, patologi otak dapat menyebabkan sedikitnya
30% dari kematian. Tujuan utama pengobatan dari eklampsia adalah untuk mencegah
kejang.3

Laju pernapasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali
per menit, mungkin sebagai respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat
hipoksia dengan derajat yang bervariasi. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia
laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardia setelah serangan kejang.1

Pada sebuah studi anatomis, Govan (1961) menyimpulkan bahwa perdarahan otak merupakan
penyebab kematian pada 39 diantara 110 kasus eklampsia yang fatal. Pada 40 diantara 47
wanita yang meninggal akibat gagal kardiorespirasi, juga ditemukan lesi-lesi perdarahan kecil
di serebrum. Lesi-lesi ini tampaknya sudah ada sejak beberapa lama, berdasarkan adanya
respons leukositik dan makrofag berpigmen hemosiderin di sekitarnya. Temuan-temuan ini
konsisten dengan pandangan bahwa gejala neurologis prodromal dan kejang mungkin
berkaitan dengan lesi-lesi ini.3
III. 2. Hipertensi

Meskipun eklampsia merupakan gangguan hipertensi yang biasanya terjadi pada wanita muda
yang normotensi, ahli kebidanan telah melakukan penelitian untuk menentukan pembagian
tekanan darah untuk preeklampsia berat. Tekanan darah yang dapat menyebabkan kejang
bervariasi, dan sering dipertimbangkan oleh ahli penyakit dalam bahwa biasanya terjadi pada
pasien dengan hipertensi kronis. Di Nigeria, Lawson mempertimbangkan tekanan darah
125/85 mmHg dapat mengkhawatirkan, dan kejang terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg.
Pada beberapa otopsi yang dilakukan oleh Sheehan dan Lynch, 26% wanita yang kejang
tekanan darah sistoliknya kurang dari 160 mmHg. Tekanan darah sistolik antara 160 dan 180
mmHg dan tekanan diastolik antara 100 dan 110 mmHg biasanya digunakan sebagai batasan.
Peningkatan tekanan darah dapat berhubungan dengan definisi dari preeklamsia berat.2,3

III. 3. NeuroImaging

Penelitian-penelitian pencitraan abnormal paling awal dimulai dengan penggunaan CT scan.


Pada laporan paling awal dari Parkland Hospital, Brown dkk (1988) mendapatkan bahwa
hampir separuh wanita dengan eklampsia yang diteliti memperlihatkan kelainan radiologis.
Yang tersering adalah daerah-daerah hipodens di korteks serebrum, yang sesuai dengan
perdarahan petekie dan infark yang ditemukan pada otopsi oleh Sheehan dan Lynch (1973).
Walaupun memberikan pemahaman yang berguna tentang jumlah dan lokasi kelainan,
penelitian-penelitian ini tidak menjawab pertanyaan mengenai penyebab lesi-lesi lokal
edematosa ini. Masih belum diketahui apakah lesi-lesi tersebut disebabkan oleh nekrosis
iskemik atau hiperperfusi. Penemuan MRI memungkinkan diperolehnya resolusi yang lebih
baik, tetapi kausa mendasar lesi-lesi tersebut masih belum terungkapkan. Sebagai contoh,
dalam studi lain dari Morris dkk (1997) mengkonfirmasikan adanya perubahan yang nyata,
terutama di daerah arteri serebri posterior.1,4

Temuan-temuan ini membantu memberi penjelasan mengapa sebagian wanita dengan


preeklampsia mengalami kejang sementara yang lain tidak. Luas dan lokasi lesi iskemik serta
petekie subkortikal kemungkinan besar mempengaruhi insidens eklampsia. Luas lesi juga
dapat menjelaskan terjadinya penyulit neurologis yang lebih mengkhawatirkan misalnya
kebutaan atau koma.1,2,4

III. 4. Kebutaan

Walaupun gangguan penglihatan sering terjadi pada preeklampsia berat, kebutaan, baik
tersendiri atau disertai dnegan kejang, jarang dijumpai. Sebagian besar wanita dengan
amaurosis dalam derajat bervariasi memperlihatkan tanda-tanda hipodensitas lobus oksipitalis
yang luas pada pemeriksaan radiografik.2,4,5

Vasospasme arteri retina juga dihubungkan dengan gangguan penglihatan. Ablasio retina
juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan walaupun kelainan ini biasanya terjadi pada
satu sisi dan jarang menyebabkan kehilangan penglihatan total seperti pada sebagian wanita
dengan buta kortikal.1,4,5

III. 5. Edema Serebri

Manifestasi susunan saraf pusat pada edema serebri yang luas merupakan hal yang
mengkhawatirkan. Pada sebagian kasus, gambaran utama adalah kesadaran berkabut dan
kebingungan, dan gejala ini hilang timbul. Pada beberapa kasus, pasien mengalami koma.
Prognosis pasien yang mengalami koma dubia dan penyulit yang serius adalah herniasi
batang otak.1,3

Gejalanya edema serebri berkisar dari letargi, kebingungan dan penglihatan Kabul sampai
kesadaran berkabut dan koma. Perubahan status mental berkaitan dengan derajat keterlibatan
yang tampak pada pemeriksaan dengan CT scan dan MRI. Tiga wanita dengan edema serebri
generalisata mengalami herniasi trantetorial pada pemeriksaan pencitraan serta salah satunya
meninggal akibat herniasi. Masuk akal kiranya apabila dengan keterlibatan semacam ini
berkaitan dengan edema iskemik (sitotoksik) serta hiperperfusi (vasokonstriksi).2,4

III. 6. Aliran Darah Otak

Tidak diketahui pasti apa efek preeklampsia dan eklampsia pada aliran darah serebri. Pada
eklampsia, dan mungkin akibat hilangnya autorregulasi aliran darah otak yang bermanifestasi
sebagai penurunan resistensi vaskular, terjadi hiperperfusi serebri serupa dengan yang
dijumpai pada ensefalopati hipertensi yang tidak berkaitan dengan kehamilan. Wanita dengan
nyeri kepala lebih besar kemungkinannya memperlihatkan kelainan perfusi otak (baik
meningkat atau menurun) dibandingkan dengan mereka yang tanpa nyeri kepala. Mereka
yang nyeri kepalanya hebat cenderung mengalami peningkatan perfusi serebri. Temuan
penting lain adalah bahwa tekanan perfusi otak mungkin normal di satu hemisfer, tetapi
sangat terganggu di hemisfer yang lain.2,5

Wanita yang mengalami eklampsia seolah-olah mengalami kehilangan transien autorregulasi


vaskular otaknya. Hiperperfusi mungkin menyebabkan edema vasogenik. Brackley dkk
(2000) memperkirakan bahwa vasospasme serebri pada wanita preeklamtik disebabkan oleh
meningkatnya kekakuan dinding arteri serebrum dan vasokonstriksi.2,3

III. 7. Elektroensefalografi

EEg nonspesifik biasanya dapat dijumpai selama beberapa waktu setelah serangan kejang
eklampsia. Sibai dkk (1985) mengamati bahwa 75 persen diantara 65 wanita dengan
eklampsia memeprlihatkan kelainan gambaran elektroensefalogram dalam waktu 48 jam
setelah kejang. Separuh kelainan ini menetap selama 1 minggu, tetapi sebagian besar kembali
ke normal dalam 3 bulan.1,2

III.8. Sindroma HELPP

Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk
Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom HELLP belum
jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir
dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi trombosit dan selanjutnya kerusakan endotel.
Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder dari obstruksi aliran darah hati oleh
deposit fibrin pada sinusoid. Trombositopeni dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan
atau destruksi trombosit. Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : Hemolisis, kelainan
apus darah tepi, total bilirubin > 1,2 mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L.
Peningkatan fungsi hati, serum aspartat aminotransferase (AST) > 70 U/L, laktat
dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit < 100.000/mm3.1,3
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama berdasarkan
jumlah kelainan yang ada. Klasifikasi kedua berdasarkan jumlah trombosit.1,3

Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit
multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai
sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari
kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit
intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan
selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik
mikroangiopati merupakan tanda khas.1,3

Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak
dengan deposit fibrin. Pada sediaan apus darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes,
triangular cells dan burr cells.1,3

Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh
deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus
yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati.1,3

Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling sering
ditemukan.Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi
trombosit.1,3

Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated
intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu
prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal. Secara
klinis sulit mendiagnosis DIC kecuali menggunakan tes antitrombin III, fibrinopeptide-A,
fibrin monomer, D-Dimer, antiplasmin, plasminogen, prekallikrein, dan fibronectin. Namun
tes ini memerlukan waktu dan tidak digunakan secara rutin. Sibai dkk. mendefinisikan DIC
dengan adanya trombositopeni, kadar fibrinogen rendah (fibrinogen plasma < 300 mg/dl) dan
fibrin split product > 40 g/ml. Semua pasien sindrom HELLP mungkin mempunyai kelainan
dasar koagulopati yang biasanya tidak terdeteksi.1,3

BAB IV

PATOGENESIS

Pencegahan dari kerusakan otak tergantung dari pemahaman mengenai patogenesis dari
eklampsia. Kebijakan konvensional dari beberapa dokter spesialis obgin menerangkan bahwa
konstriksi vaskular menyebabkan resistensi terhadap aliran darah dan menjadi penyebab
hipertensi arterial. Besar kemungkinan bahwa vasospasme itu sendiri menimbulkan
kerusakan pada pembuluh darah. Selain itu, angiotensin II menyebabkan sel endotel
berkontraksi. Perubahan-perubahan ini mungkin menyebabkan konstituen darah, termasuk
trombosis dan fibrinogen, mengendap di sub endotel. Perubahan-perubahan vaskuler ini,
bersama dengan hipoksia vaskular jaringan di sekitarnya, diperkirakan menyebabkan
perdarahan, nekrosis, dan kerusakan end-organ lain yang kadang-kadang dijumpai pada
preeklampsia berat.2,4
Pada tahun 1928 Oppenheimer dan Fishberg menggambarkan gambaran klinis dari
ensefalopati hipertensi dan menyatakan bahwa eklampsia merupakan contoh dari ensefalopati
hipertensi pada wanita muda yang sebelumnya normotensi.1,3

Ensefalopati hipertensi terjadi jika tekanan darah arterial rata-rata(MABP) mencapai batas
atas dari autorregulasi dari perfusi otak. Batas atas dihubungkan secara langsung terhadap
tekanan darah masing-masing individu dan sebaliknya dihubungkan dengan pCO2. begitu
wanita normocapnik yang biasanya mempunyai tekanan darah sistolik antara 110 sampai 120
mmHg dan diastolik 70 sampai 80 mmHg (MABP 83 sampai 93 mmHg) dapat mencapai
batas atas autorregulasi pada tekanan darah 160 sampai 180/ 100 sampai 110 mmHg (MABP
kurang lebih 135 mmHg). Ini menjadi rentang tekanan darah yang dapat menyebabkan
preeklampsia berat. Bagaimanapun juga, wanita remaja yang biasanya mempunyai tekanan
darah 90/60 mmHg (MABP 70 mmHg) dapat terjadi kejang eklampsia pada tekanan darah
140/90 mmHg (MABP 107 mmHg). Dengan cara yang sama, wanita dengan hipertensi kronis
mempunyai batas atas autorregulasi yang lebih tinggi dan sedikit kemungkinannya
berkembang menjadi ensefalopati hipertensi.2,3

Lingkaran perdarahan dihasilkan dari tekanan yang menimbulkan gangguan arteri media dan
hubungan erat antara sel-sel endotel kapiler otak, yang diikuti ekstravasasi dari protein serum
dan diapedesis dari sel darah merah. Begitu udem vasogenik otak terbentuk segera setelah
batas atas dari autorregulasi terlampaui. Ini sesuai bila dibuktikan dengan CT dan MRI.2,3

Kejadian bintik-bintik dari perdarahan petekie dan penyebaran lesi ini dapat juga dijelaskan
oleh ensefalopati hipertensi. Terobosan awal dari autorregulasi terjadi pada batas air antara
daerah arteri utama dari otak. Pada batas atas dari autorregulasi, konstriksi arteri maksimal
tapi masih cukup untuk membatasi perfusi melalui pembuluh darah kapiler otak minimal
pada beberapa bagian otak. Batas atas nampak seperti sedikit menurun pada lobus oksipital
dan pada batas air, dimana pertama kali terjadi terobosan. Pada tekanan yang tinggi, udem
otak dapat terbentuk.1,2

Peristiwa patofisiologi yang menandakan otak berisiko untuk eklampsia ensefalopati


hipertensi merupakan poin dimana tekanan darah pada kehamilan mencapai batas atas
autorregulasi dari perfusi otak. Tekanan darah harus dijaga dibawah batas atas dari
autorregulasi. Pencegahan anti kejang terbaik untuk ensefalopati hipertensi eklampsia adalah
cukup dengan mengendalikan hipertensi.1,2

BAB V

PENGOBATAN

Prinsip pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan darah sesuai dengan rentang dari
autorregulasi, untuk mengontrol kejang, dan untuk mengurangi udem otak.1,4

V.I. Hipertensi

Obat anti hipertensi yang ideal untuk ensefalopati hipertensi eklampsia yang dapat
menurunkan tekanan darah secara cepat sesuai dengan rentang autoregulasinya akan tetapi
cara pengendaliannya untuk mencegah terlampauinya rentang tersebut. Vasodilator seperti
hidralazin, diazoxide, dan sodium nitroprusid sering juga banyak digunakan. Ahli kebidanan
Amerika, lebih menyukai penggunaan hidralazine untuk mengobati eklampsia pada
kehamilan. Nifedipin dan labetolol juga salah satu yang sering mereka gunakan.
Bagaimanapun juga, masing-masing obat mempunyai manfaat dan kekurangan. Onset dari
hidralazine Kira-kira 20 menit setelah injeksi intravena., termasuk dalam golongan kerja
lambat. Injeksi bolus diazoxide akan memberikan efektifitas dalam waktu 1 sampai 5 menit
dan berakhir sampai 6 jam atau lebih, akan tetapi dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah sampai dibawah yang kita targetkan, yang dapat diakhiri dengan iskemia end-organ.
Sodium nitroprusside harus dilindungi dari sinar dan memerlukan pengawasan yang tetap.
Nifedipine, calsium channel blocker, bermanfaat sebagai terapi oral jika jalur intravena
mengalami masalah. Sublingual dan buccal nifedipine memberikan efek dalam 5 samapi 10
menit dan dosis oral memberikan efek dalam 15 sampai 20 menit.1,3,4

V. 2. Kejang

Jika terjadi kejang, diazepam merupakan pilihan pertama untuk mengontrol kejadian tersebut.
5- 10 dosis diazepam intravena sering dapat menghentikan kejang eklampsia tanpa
membahayakan janin. Dosis yang lebih tinggi akan mengacaukan penilaian kesadaran dan
dapat menekan atau menghentikan pernapasan. Biasanya efek dari diazepam akan berakhir
minimal selama 20 menit. Terapi menggunakan fenobarbital dan chlormethiazole akan
memberikan efek tidur pada janin dan jika masih diperlukan obat ini dapat digunakan setelah
bayi lahir.2,3,5

Fenitoin merupakan obat anti kejang yang paling sering digunakan karena dapat diberikan
secara intravena, tidak menimbulkan ngantuk, dan tidak membahayakan bagi janin. Pada
kasus wanita dengan eklapmsi, standar dosis awal 14 sampai 18 mg/kg berlebihan karena
pada wanita dengan preeklampsia, protein bebas fenitoin 15% dari total serum fenitoin yang
umumnya digantikan 10%. Cara penggunaan untuk wanita yang mengalami eklampsia dosis
awalnya dengan 10 mg/kg dan kemudian diulang 5 mg/kg pada 2 sampai 6 jam kemudian.
Obat ini akan beredar dalam darah selama kurang lebih 24 jam.2,3,5

Tidak ada obat anti epilepsi yang 100% efektive untuk kejang eklampsi sampai hipertensi
dapat dikontrol secara adekuat. Dengan alasan tersebutlah maka ahli kandungan tidak
memberikan terapi pencegahan kepada wanita preeklamsia dengan menggunakan obat anti
epilepsi dan sebagai gantinya hipertensi harus dikendalikan. Bagaimanapun juga, jika
menginginkan obat pencegahan anti epilepsi, fenitoin merupakan pilihan yang bagus.2,5

V.3. Udem Otak

Udem otak pada hipertensi ensefalopati eklampsia biasanya berkurang segera setelah tekanan
darah dikendalikan. Pada beberapa kasus dengan perdarahan intraserebral yang besar atau
udem otak yang menyeluruh, tekanan intrakranial juga harus dimonitor. Pada perdarahan
intrakranial dan hipertensi intrakranial yang sedang berlangsung, regulasi tekanan darah
menjadi semakin kompleks. Dasar pada penanganan masing-masing situasi harus diputuskan
oleh masing-masing klinisi berdasarkan keilmuannya untuk merawat perdarahan intrakranial.
Terapi secara agresif dengan mengontrol hipotermi dan koma barbiturate dapat dihentikan
sampai bayi lahir. Prinsip pengobatan medis dari udem otak vasogenik dari hipertensi
ensefalopati berdasarkan pada patofisiologinya. Evakuasi bedah jarang diindikasikan.1,5

V.4. Mannitol
Hiperosmolaritas manitol dapat menyebabkan dehidrasi fetus dan mencetuskan fetal distress.
Apalagi manitol dapat menyebabkan wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsi menjadi
udem paru dan dapat membebani pasien dengan gangguan fungsi ginjal.1,4

V. 5. Kortikosteroid

Terapi kortikosteroid dapat memberikan efektivitas, dimana penggunaannya untuk


mengurangi udem otak vasogenik. Dan jika tidak terdapat kontraindikasi, terapi
dexamethasone dapat digunakan.2,5

V.6. Magnesium Sulfate

Pada eklampsi, magnesium yang diberikan secara parenteral adalah obat antikejang yang
efektif tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik pada ibu maupun janinnya. Obat
ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinyu atau intramuskuler dengan injeksi
intermitten. Magnesium sulfate tidak diberikan untuk mengobati hipertensi.1,5

Magnesium yang diberikan secara parenteral dikeluarkan hampir seluruhnya melalui eksresi
ginjal dan intoksikasi magnesium dapat dihindari dengan memastikan bahwa pengeluaran
urin memadai, refleks patella atau biseps ada, dan tidak ada depresi pernapasan. Kejang
eklampsi dapat dicegah apabila kadar magnesium plasma dipertahankan pada 4-7 mEq/l.
Refleks patella menghilang apabila kadarnya dalam plasma mencapai 10 mEq/l mungkin
akibat efek kurariforme. Tanda ini berfungsi sebagai peringatan adanya ancaman toksisitas
magnesium karena peningkatan lebih lanjut akan menyebabkan depresi pernapasan.2,5

Cara pemberian Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia Berat dan Eklampsia

Infus intravena kontinu

1. Berikan dosis bolus 4 ¨C 6 gram MgSO4 yang di encerkan dalam 100 ml cairan IV
dan diberikan dalam 15-20 menit.
2. Mulai infuse rumatan dengan dosis 2 gram /jam dalam 100 ml cairan IV
3. Ukur kadar magnesium sulfat pada 4-6 jam setelahnya dan sesuaikan kecepatan infuse
untuk mempertahan kadar antara 4 dan 7 mEq/l(4,8-8,4 mg/dl)
4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir

Injeksi intramuscular intermiten

1. Berikan 4 g magnesium sulfat (MgSO4.7H2O USP) sebagai larutan 20 % secara


intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 gram/menit
2. Lanjutkan segera dengan 10 gram larutan Magnesium sulfat 50 %, separuhnya (5 g)
disuntikkan dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong dengan jarum ukuran 20
dengan sepanjang 3 inci. Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan
magnesium sulfat sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20 % secara intravena dengan
kecepatan tidak melebihi 1 g/mnt. Apabila wanita tersebut bertubuh besar dapat
diberikan sampai 4 g secara perlahan-lahan.
3. Setiap 4 jam sesudahnya berikan 5 gram larutan magnesium sulfat 50 % yang
disuntikkan dalam-dalam ke kuadran lateral aras bokong bergantian kiri dan kanan,
tetapi hanya setelah dipastikan :
1. reflek patella masih baik
2. tidak terdapat depresi pernafasan
3. pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
4. Magnesium sulfat di hentikan setelah 24 jam.

Efektivitas klinis terapi magnesium sulfat

Wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat mengalami 50 % kejang berulang


dibandingkan dengan mereka yang mendapat diazepam. Pada perbandingan lain wanita yang
mendapat terapi magnesium sulfat lebih kecil kemungkinan memerlukan ventilasi buatan,
terjangkit pneumonia dan dirawat di ruang perawatan intensif daripada mereka yang
mendapat fenitoin.1,3

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham Gary F. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Cunningham


Gary F, Gant Norman F, dkk, editor. Williams Obstetri. Ed 21. Jakarta: EGC; 2005.
hal 624-73.
2. Donaldson O James. Eclamsia. Dalam: Devinsky Orrin, Feldmann Edward, Hainline
Brian, editor. Neurological Complication of Pregnancy. Vol 64. New York: Raven
Press; 1994. hal 25-31.
3. Suheimi K. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam:
www.ksuheimi.blogspot.com.
4. Wibowo Noroyono. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: http://www.geocities.com.
5. Rambulangi John. Sindroma HELPP. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran no 151.
2006.

Tentang iklan-iklan ini

Terkait

Pertama ke tempat tugas PTTdalam "all about PTT"

Jakarta Fair with Kerak Telornyadalam "jalan-jalan"

diare pada anakdalam "refrat koas"

Filed under neurologi


← Gigi Berlubang (Karies Gigi)
Karang Gigi (Kalkulus) →

Tinggalkan Balasan



September 2010
S S R K J S M
« Agu Okt »
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26
27 28 29 30

 Meta
o Daftar
o Masuk log
o RSS Entri
o RSS Komentar
o WordPress.com




 Kategori
Kategori

  Arsip
Arsip


 Blog Stats
o 35,016 hits

 Email Subscription
Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new
posts by email.

Bergabunglah dengan 3 pengikut lainnya

 Pos-pos Terbaru
o Memori Kecilku saat TK
o Karang Gigi (Kalkulus)
o Manifestasi Neurologi pada Eklampsia
o Gigi Berlubang (Karies Gigi)
o Penatalaksanaan Anestesi pada Penderita BPH (Benign Prostat Hipertrophy)
dengan Penyakit Penyerta Asma Bronkial

 Komentar Terakhir

Fhastanti di Memori Kecilku saat TK

Mihma di Memori Kecilku saat TK

Fhastanti di Cerita ATLS Jogjakartaku


Tunggal Budiarto di Cerita ATLS Jogjakartaku

Fhastanti di Jalan-jalan ke Pulau Sato…

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. Tema Paperpunch.

Ikuti

Ikuti “dr Fatma Hastanti's Blog”

Kirimkan setiap pos baru ke Kotak Masuk Anda.

Buat situs dengan WordPress.com

Anda mungkin juga menyukai