Anda di halaman 1dari 5

PENANGANAN FLUOR

ALBUS
No Dokumen :
440/SOP.107/423.104.04/2016

SOP No Revisi :
Tanggal Terbit : 22 januari 2016
Halaman :1 - 5

Dr RR Dharmajanti EW
UPT Puskesmas Trajeng
19690510 200604 2 008

1.Pengertian Vaginal discharge atau keluarnya duh tubuh dari vagina


secara fisiologis mengalami perubahan sesuai dengan siklus
menstruasi. Cairan kental dan lengket pada seluruh siklus
namun lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi. Masih
dalam batas normal bila duh tubuh vagina lebih banyak pada
saat stres emosi, kehamilan atau aktivitas seksual.
Vaginal discharge yang patologis bila terjadi perubahan-
perubahan pada warna, konsistensi, volume dan baunya
2. Tujuan Sebagai acuan petugas dalam melakukan penanganan flour
albus
3. Kebijakan Surat keputusan kepala puskemas nomor
440/SK.006/423.104.04/2016 tentang pelayanan klinis
4. Referensi Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02/02/MENKES/514/2015 tentang panduan praktik klinis
bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Alat dan Bahan -

6. Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesa keluhan yaitu:


a. Biasanya terjadi pada daerah genitalia perempuan
yang berusia diatas 12 tahun, ditandai dengan
adanya perubahan pada duh tubuh disertai salah
satu atau lebih gejala rasa gatal, nyeri, disuria, nyeri
panggul, perdarahan antar menstruasi atau
perdarahan pasca-koitus.
b. Terdapat riwayat koitus dengan pasangan yang
dicurigai menularkan penyakit menular seksual.
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik.
Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi
dan non infeksi.
Masalah non infeksi dapat karena benda asing,
peradangan akibat alergi atau iritasi, tumor, vaginitis
atropik, atau prolaps uteri, sedangkan masalah infeksi
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, atau virus
sebagai berikut:
a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida
Albicans,duh tubuh tidak berbau, pH < 4,5,
terdapat eritema vagina dan eritema satelit di luar
vagina.
b. Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob,
biasanya Gardnerella vaginalis), memperlihatkan
adanya duh putih/ abu-abu yang melekat di
sepanjang dinding vagina dan vulva, berbau amis
dan pH > 4,5.
c. Cervisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan
gejala inflamasi serviks yang mudah berdarah dan
disertai duh mukopurulen.
d. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau
bergejala, tampak duh kuning kehijauan, duh
berbuih, bau amis dan pH > 4,5.
e. Pelvic inflammatory diesease (PID) yang
disebabkan oleh chlamydia, ditandai dengan nyeri
abdomen bawah, dengan atau tanpa demam.
Servisitis bisa ditandai dengan kekauan adneksa
dan serviks pada nyeri angkat palpasi bimanual.
f. Liken planus.
g. Gonore.
h. Infeksi menular seksual lainnya.
i. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau
kondom yang terlupa diangkat).
Periksa klinis dengan seksama untuk menyingkirkan
adanya kelainan patologis yang lebih serius.
Pasien yang memiliki risiko tinggi penyakit menular
seksual sebaiknya ditawarkan untuk diperiksa
Chlamydia, gonorrhoea, sifilis, HIV.
Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu berarti
untuk diperiksa, kecuali pada keadaan keraguan
menegakkan diagnosis, gejala kambuh, pengobatan
gagal, atau pada saat kehamilan, post partum, post
aborsi, dan post instrumention.
3. Petugas menegakkan diagnosa klinis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan spekulum, palpasi bimanual,
uji pH duh vagina dan swab (bila diperlukan).
4. Petugas melakukan pengobatan.
Pasien dengan riwayat risiko rendah penyakit menular
seksual dapat diobati sesuai dengan gejala dan arah
diagnosisnya.
Vaginosis bakterial:
a. Metronidazole atau Clindamycin secara oral atau
per vaginam.
b. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan
pria.
c. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan
mitronidazole 400 mg 2x sehari untuk 5-7 hari atau
per vaginam. Tidak direkomendasikan untuk minum
2 g peroral.
d. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi
hormonal bila menggunakan antibiotik yang tidak
menginduksi enzim hati.
e. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan
mengalami vaginosis bakterial dianjurkan untuk
mengganti metode kontrasepsinya.
Vaginitis kandidiosis terbagi atas:
a. Infeksi tanpa komplikasi.
b. Infeksi parah.
c. Infeksi kambuhan.
d. Dengan kehamilan.
e. Dengan diabetes atau imunokompromi.
Vulvovaginal kandidiosis:
a. Dapat diberikan azole antifungal oral atau
pervaginam.
b. Tidak perlu pemeriksaan pasangan.
c. Pasien dengan vulvovaginal candidiosis yang
berulang dianjurkan untuk memperoleh
pengobatan paling lama 6 bulan.
d. Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau
kontrasepsi lateks lainnya, bahwa pengguanaan
antifungi lokal dapat merusak lateks.
e. Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang
mengalami vulvovaginal kandidiasis berulang,
dipertimbangkan untuk menggunakan metoda
kontrasepsi lainnya.
Chlamydia:
a. Azithromycin 1g single dose, atau Doxycycline 100
mg 2x sehari untuk 7 hari.
b. Ibu hamil dapat diberikan Amoxicillinc500 mg 3x
sehari untuk 7 hari atau Eritromisin 500 mg 4x
sehari untuk 7 hari.
Trikomonas vaginalis:
a. Obat minum nitromidazole (contoh metronidazole)
efektif untuk mengobati trikomonas vaginalis.
b. Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis
harus diperiksa dan diobati bersama dengan pasien.
c. Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih
baik dengan regimen oral penatalaksanaan
beberapa hari dibanding dosis tunggal.
d. Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang,
namun perlu dipertimbangkan pula adanya
resistensi obat.
5. Petugas melakukan pengobatan untuk komplikasi:
a. Radang panggul (pelvic inflamatory diesease = PID)
dapat terjadi bila infeksi merambah ke atas,
ditandai dengan nyeri tekan, nyeri panggul kronis,
dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan
ektopik.
b. Infeksi vagina yang terjadi pada saat pasca aborsi
atau pasca melahirkan dapat menyebabkan
kematian, namun dapat dicegah dengan diobati
dengan baik.
c. Infertilitas merupakan komplikasi yang kerap terjadi
akibat PID, selain itu kejadian abortus spontan dan
janin mati akibat sifilis dapat menyebabkan
infertilitas.
d. Kehamilan ektopik dapat menjadi komplikasi akibat
infeksi vaginal yang menjadi PID.
6. Petugas melakukan rujukan apabila tidak terdapat
fasilitas pemeriksaan untuk pasangan, dibutuhkan
pemeriksaan kultur kuman gonore, dan adanya arah
kegagalan pengobatan
7.Diagram alir -
8.Unit terkait Poli umum
kia

9. Rekaman historis

No Halaman Yang diubah Perubahan Diberlakukan Tgl.

Anda mungkin juga menyukai