Anda di halaman 1dari 15

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya tidak lepas dari garis pantai,

Indonesia sendiri memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah

Kanada, Amerika Serikat dan Rusia dengan panjang garis pantai 95.181km.

Namun sebanyak 20% dari garis pantai di sepanjang wilayah Indonesia

dilaporkan mengalami kerusakan, tentunya kerusakan ini disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain perubahan lingkungan dan abrasi pantai.

Kerusakan lingkungan akan semakin bertambah seiring dengan

berjalannya waktu. Contoh yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah

abrasi pantai. Abrasi pantai ini terjadi hampir diseluruh wilayah di Indonesia.

Masalah ini harus segera diatasi karena dapat mengakibatkan kerugian yang

sangat besar bagi makhluk hidup dan ekosistem, tidak terkecuali manusia.

Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin

menyempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih

berbahaya. Seperti kita ketahui, negara kita Indonesia sangat terkenal dengan

keindahan pantainya. Setiap tahun banyak wisatawan dari mancanegara

berdatangan ke Indonesia untuk menikmati panorama pantainya yang sangat

indah. Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi

wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak

akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa

negara dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Demikian juga dengan

pemukiman penduduk yang berada di areal sekitar pantai tersebut. Banyak


2

penduduk yang akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena

dampak dari abrasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Abrasi?

2. Apa saja penyebab terjadinya Abrasi?

3. Apa dampak yang ditimbulkan dari Abrasi?

4. Bagaimana cara untuk mencegah terjadinya Abrasi?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui definisi dari abrasi,

penyebab terjadinya abrasi, dampak yang ditimbulkan dari abrasi dan mengetahui

bagaimana cara untuk mencegah terjadinya Abrasi.

Manfaatnya yaitu dapat mengetahui apa itu abrasi, penyebab abrasi, akibat

atau dampak dari abrasi dan cara penanggulangan abrasi.


3

II. ABRASI PANTAI

Wilayah pesisir pantai merupakan daerah peralihan laut dan daratan.

Kondisi tersebut menyebabkan wilayah pesisir mendapatkan tekanan dari

berbagai aktivitas dan fenomena yang terjadi di darat maupun di laut. Fenomena

fenomena yang terjadi di daratan seperti erosi banjir dan aktivitas yang dilakukan

seperti pembangunan pemukiman, pembabatan hutan untuk persawahan,

pembangunan tambak dan sebagainya pada akhirnya memberi dampak pada

ekosistem pantai. Demikian pula fenomena fenomena di lautan seperti pasang

surut air laut, gelombang badai dan sebagainya. (Hastuti, 2012).

2.1 Pengertian Pantai

Pantai disebut sebagai daerah tepi perairan yang berada diantara surut

terendah dan pasang tertinggi. Daerah sekitarnya itu disebut sebagai daerah pesisir

pantai yang ditandai dengan pengaruh dari darat dan laut (Prasetya et al., 1993;

Romimohtarto dan Juwana, 2001). Bagian yang memisahkan laut dan darat

memiliki pola yang berbentuk garis berliku atau lurus, bagian itu kenal sebagai

garis pantai (Horikawa, 1988).

Jika pantai dianggap sebagai sebuah kawasan yang masih mendapat

pengaruh air laut, maka di dalam kawasan tersebut adalah pembagian tersendiri

secara spesifik. Menurut Sastroprawiro (1992) ada tiga bagian utama pantai,

yakni:
4

1. Beach (daerah pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh

air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut.

2. Shoreline (garis pantai), yaitu Jalur pemisah yang relatif berbentuk

baris dan relatif merupakan batas antara daerah yanmg dapat dicapai

air laut dan yang tidak bisa.

3. Coast (pantai, pesisir), yaitu daerah yang berdekatan dengan laut dan

masih mendapat pengaruh dari air laut.

Selanjutnya dikatakan juga bahwa pantai selalu mengalami perubahan

bentuk secara kontiniu, perubahan yang terjadi berada dalam satuan skala waktu

atau time scale (kisaran perubahan dari waktu geologi untuk periode tunggal dari

gelombang yang disebabkan oleh angin atau perubahan dalam kisaran musim

tertentu) dan skala ruang atau spatial scale (pada kisaran pantai atau kawasan

tertentu dengan panjang yang berbeda atau bisa juga dalam sebuah region).

Menurut Triatmodjo (1999) perubahan bentuk dan garis pantai merupakan

respons dinamis alami pantai terhadap laut. Apabila proses ini berlangsung secara

terus-menerus tanpa ada faktor penghambat, maka proses pengikisan akan

berlanjut. Dalam skala waktu, luas daratan, besaran energi eksternal dan daya

tahan material penyusun pantai akan menentukan apakah pantai tersebut akan

hilang atau tenggelam (Diposaptono, 2004).

Hantoro (2006) menyatakan bahwa perubahan garis pantai bergeser seiring

perubahan paras muka laut, pergeseran tersebut dapat terjadi oleh susutnya

permukaan air laut atau gerak vertikal dari darat (proses tektonik, dll). Sementara
5

itu, perubahan paras laut disebabkan oleh berubahnya volume air atau berubahnya

volume cekungan samudera.

Ongkosongo (1984) mengemukakan bahwa sekitar 70% pantai terutama

pantai berpasir di dunia mengalami erosi pantai. Penyebab utamanya adalah aneka

ragam pengaruh manusia secara langsung maupun tak langsung yang

menyebabkan berkurangnya jumlah ketersedian cadangan sedimen yang ada di

pantai.

2.2 Pengertian Abrasi

Abrasi merupakan pengikisan atau pengurangan daratan (pantai) akibat

aktivitas gelombang, arus dan pasang surut. Dalam kaitan ini pemadatan daratan

mengakibatkan permukaan tanah turun dan tergenang air laut sehingga garis

pantai berubah (Nur, 2004). Pantai dikatakan mengalami abrasi bila angkutan

sedimen yang terjadi ke suatu titik lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah

sedimen yang terangkut ke luar dari titik tersebut (Suwedi, 2006).

Abrasi seringkali disebut dengan erosi pantai karena kerusakan yang

terjadi di sekitar pantai. Hal ini bisa terjadi apabila keseimbangan alam di daerah

pantai tersebut mulai terganggu dan dikategorikan sebagai salah satu bencana

akibat ketidakseimbangan ekosistem di dalamnya. Tak bisa dipungkiri bahwa

terjadinya abrasi juga dapat disebabkan oleh campur tangan manusia yang kurang

peduli terhadap keseimbangan alam dan memperhatikan lingkungannya.

Pantai mengalami abrasi, akresi atau tetap stabil tergantung pada sedimen

yang masuk dan meninggalkan pantai. Abrasi pantai terjadi apabila jumlah

sedimen yang meninggalkan pantai lebih besar dibandingkan yang masuk


6

(terdeposit) di pantai.Begitupula akresi pantai terjadi apabila jumlah sedimen yang

masuk (terdeposit) di pantai lebih banyak daripada yang meninggalkan pantai

(Triatmodjo1999).

2.3 Penyebab Terjadinya Abrasi

Abrasi pantai yang bersifat alamiah adalah proses penggerusan pantai

akibat dari hempasan gelombang dan badai dalam jangka waktu lama sehingga

menyebabkan perubahan garis pantai menuju ke arah daratan. Selain itu, abrasi

pantai dapat pula disebabkan oleh aktifitas manusia yaitu penggalian bahan

tambang terutama pasir pantai. Aktifitas ini dapat menyebabkan perubahan garis

pantai ke arah daratan secara cepat.

Abrasi terjadi karena naiknya permukaan air laut di seluruh dunia karena

mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Pencairan es ini diakibatkan oleh

pemanasan Global. Pemanasan Global ini terjadi karena gas-gas CO2 yang berasal

dari asap pabrik maupun dari gas kendaraan bermotor menghalangi keluarnya

gelombang panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga panas

tersebut akan terperangkap dalam atmosfer bumi sehingga mengakibatkan suhu

permukaan bumi meningkat. dan membuat ES di Kutub mencair, dan permukaan

air laut akan mengalami peningkatan diseluruh dunia dan menggerus daerh

permukaan yang rendah. Ini menjadi bukti bahwa pencemaran lingkungan erat

kaitannya dengan Abrasi ini.

Sebagai contoh faktor yang mengakibatkan terjadinya abrasi oleh faktor

alam yaitu: pemanasan global, perubahan iklim, dan tekanan angin yang bertiup

dari laut ke daratan. Selain faktor alam, abrasi juga dapat disebabkan oleh faktor
7

manusia, yang diantaranya yaitu: penebangan liar hutan bakau atau mangrove

yang dijadiakan sebagai kebutuhan dan penambangan pasir.

Berikut beberapa penyebab terjadinya abrasi:

1. Faktor alam.

Fenomena alam yang menyebabkan erosi pantai yakni pasang surut air laut

dan juga tiupan angin laut yang menghasilkan gelombang serta arus laut yang

kuat.

2. Penurunan permukaan tanah.

Pengambilan air tanah yang berlebihan mengakibatkan turunnya

permukaan tanah sehingga daratan menjadi lebih rendah dari lautan. Hal ini tentu

meningkatkan resiko terjadinya banjir rob akibat meluapnya air laut ke daratan.

3. Kerusakan hutan mangrove.

Masyarakat pesisir pantai menebang hutan mangrove untuk dijadikan

pertambakan. Selain itu, kayu- kayu dari pohon mangrove juga dijual dan

dijadikan pondasi bangunan. Kegiatan tersebut sangat mengganggu regenerasi dan

menghambat proses suksesi hutan mangrove. Hal ini juga menyebabkan terjadi

abrasi, dan hilangnya beberapa ekosistem pulau.

4. Kerusakan akibat kegiatan manusia.

Aktivitas manusia yang menjadi penyebab erosi pantai yaitu dalam bentuk

penambangan pasir, pencemaran sampah anorganik dan penambangan terumbu

karang.

5. Perubahan iklim global atau yang sering disebut dengan pemanasan global.
8

Meningkatnya suhu bumi menyebabkan mencairnya es di kutub. Ketika es

di kutub mencair secara signifikan maka akan menyebabkan naiknya permukaan

air laut sehingga akan menggerus daratan yang rendah seperti pantai.

2.4 Dampak Dari Abrasi

Dampak yang ditimbulkan dari abrasi tersebut dari aspek strategis adalah

perubahan luas wilayah di suatu kawasan, sedangkan jika dilihat dari aspek

lingkungan akan menyebabkan hilangnya habitat dari suatu ekosistem.

Selain dampak pada ekosistem ada pula perubahan konfigurasi pantai.

Supriyanto (2003) menyatakan bahwa perubahan konfigurasi pantai di wilayah

pesisir dapat disebabkan oleh kegiatan atau proses proses alami dan non alami

(kegiatan manusia) baik yang berasal dari darat maupun dari laut. Proses proses

hidrooseanografi dari laut yang dapat memberikan pengaruh antara lain,

hempasan gelombang, perubahan pola arus, serta fenomena pasang surut yang

kadang kadang diperkuat oleh pengaruh perubahan iklim. Fenomena alami dari

darat yang ikut memberikan pengaruh terjadinya perubahan garis pantai, antara

lain erosi dan sedimentasi akibat arus pasang akibat banjir serta perubahan arus

aliran sungai.

Fenomena abrasi menyebabkan perubahan bentang alam sehingga

terbentuknya Cliff (tebing pantai), cave, arch, dan daratan abrasi. Cliff adalah

pantai yang memiliki batuan keras dan terjal yang terjadi dari pengikisan di

bagian bawah tebing. Cave merupakan sebutan dari gua yang berada di tebing

pantai, arch merupakan terobosan gua hingga sampai kedua sisi tebing,sedangkan

dataran abrasi adalah wilayah daratan yang telah mengalami pengikisan sehingga

terlihat jelas apabila air surut.


9

Apabila di pantai dapat terjadi pengikisan, maka di Daerah Aliran Sungai

(DAS) juga dapat terjadi pengikisan yang disebut ”ablasi”. Kecepatan aliran air,

banyaknya volume air, dan proses transportasi sedimen adalah berbagai faktor

yang mempengaruhi cepat lambatnya proses pengikisan. Sama seperti abrasi,

fenomena ablasi juga menyebabkan perubahan sehingga membentuk bentang

alam yang baru seperti meander atau sungai yang berliku, apabila terjadi terus

menerus maka akan membentuk oxbow lake (danau tapal kuda).

Kedua fenomena tersebut memberikan dampak buruk dengan semakin

mundurnya garis daratan dari wilayah perairan. Hal tersebut akan memberikan

ancaman terhadap pemukiman maupun ekosistem yang ada di belakangnya. Oleh

karena itu dibutuhkan adanya kegiatan mitigasi. Kegiatan mitigasi struktural

berupa kegiatan reboisasi, yaitu penghijauan dan pembangunan bangunan

pelindung, sedangkan mitigasi non struktural dengan membuat peraturan

mengenai larangan kegiatan yang dapat mempercepat abrasi maupun ablasi,

seperti penebangan mangrove atau pertambangan pasir. Apabila kegiatan mitigasi

struktural maupun non struktural dapat berlangsung dengan imbang, maka

kesejahteraan dan keamanan masyarakat maupun lingkungan akan terpenuhi.

2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Terjadinya Abrasi

Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

abrasi, diantaranya yaitu:

1. Penanaman kembali hutan bakau

Yaitu melalui rehabilitasi lingkungan pesisir yang hutan bakaunya sudah

punah, baik akibat dari abrasi itu sendiri maupun dari pembukaan lahan
10

tambak. Langkah penanggulangan berbasis konservasi ini idealnya

disandingkan dengan opsi pemecah gelombang.

2. Pelarangan penggalian pasir pantai

Perlu peraturan baik tingkat pemerintah daerah maupun pusat yang mengatur

pelarangan pasir pantai secara besar besaran yang tidak memperhatikan

kelestarian lingkungan.

3. Pembuatan pemecah gelombang

Salah satu cara mencegah abrasi yang paling konvensional adalah dengan

membangun pemecah gelombang. Langkah ini dimasudkan agar kekuatan

gelombang yang tiba pada garis pantai tidak terlalu kuat sehingga tidak

berpotensi mengikis padatan yang ada di titik tersebut. Langkah pencegahan ini

memang berjalan efektif. Namun perlu pula disadari bahwa pemecah

gelombang tidak bertahan selamanya. Pemecah gelombang juga bisa ambruk

dan rusak dikikis gelombang.

4. Pelestarian terumbu karang

Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan gelombang yang

sampai ke pantai. Oleh karena itu perlu pelestarian terumbu karang dengan

membuat peraturan untuk melindungi habitatnya.

5. Krip

Krip adalah bangunan pengaman pantai yang mempunyai fungsi untuk

mengendalikan pergerakan material-material seperti pasir pantai yang bergerak

secarar alami yang disebabkan oleh arus yang sejajar pantai ( Litoral
11

Drift).Bentuk krib biasanya dibangun lurus, namun ada pula yang berbentuk

zig-zag atau berbentuk Y, T, atau L.

6. Tembok Pantai dan atau Tanggul Pantai

Tembok pantai atau tanggul pantai dibangun untuk melindungi daratan

terhadap erosi, gelombang laut, dan bahaya banjir yang disebabkan oleh

limpasan gelombang. Tembok pantai ada yang bersuifat meredam energy

gelombang dan ada yang tidak. Adapun bahan yang digunakan ada yang dari

beton atau pasangan batu kosong ( rublemounts).

7. Pelindung Tebing Pantai (Revetments)

Revetment adalah bangunan dibuat untuk menjaga setabilitas tebing atau

lereng yang disebabkan oleh arus atau gelombang. Ada beberapa tipe dari

revetments, seperti:

 Rip-rap atau batuan yang dicetak dan berbentuk seragam.

 Unit armour beton

 Batu alam atau blok beton

8. Pemecah Gelombang Yang Putus-Putus (Detached Break Water)

Bangunan pemecah ombak yang putus-putus dibuat sejajar pantai dengan jarak

tertentu dari pantai. Bangunan ini berfungsi untuk mengubah kapasitas

transport sendimen yang sejajar ataupun tegak lurus dengan pantai dan akan

mengakibatkan terjadinya endapan (akresi) dibelakang bangunan yang biasa

disebut dengan tombolo.


12

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kerusakan wilayah pesisir yang disebabkan oleh abrasi adalah suatu

maslaah serius yang di hadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan

pengelolaan wilayah pesisir yang bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi

pantai. Usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya abrasi seperti

penanaman mangrove, pembuatan pemecah ombak, pelestarian terumbu karang

dan sebagainya. Dampak yang timbul karena abrasi ini yaitu rusaknya ekosistem

yang ada disekitar pesisir, perubahan luas wilayah di suatu kawasan dan

hilangnya habitat dari suatu ekosistem, terbentuknya Cliff (tebing pantai), cave,

arch, dan daratan abrasi, dan terjadinya pengikisan di daerah aliran sungai.

3.2 Saran

Untuk mengatasi abrasi diperlukan kesadaran dan partisipasi dari

masyarakat. Masyarkat harus mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi

dan pencemaran pantai,karena usaha pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa

bantuan dari masyarakat. Pembangunan alat pemecah ombak dan penanaman

pohon bakau harus segera di lakukan agar abrasi yang terjadi tidak bertambah

banyak. Pemerintah harus memberikan hukuman yang tegas bagi setiap orang

yang merusak lingkungan.


13

DAFTAR PUSTAKA

Agus Supriyanto, 2003, Analisis abrasi pantai dan alternatif penanggulangannya


di perairan pesisir perbatasan kabupaten kendal-kota semarang. Semarang,
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Hastuti AW. 2012. Analisis Kerentana Pesisir terhadap Ancaman Kenaikan Muka
Laut di Selatan Yogyakarya. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Triatmodjo B. 1999. Teknik Pantai. Edisi Kedua. BetaOffset:Yogyakarta.

Ongkosongo OSR.1984. Kekeruhan maksimum dan Lendat.Oceana.9(4):229- 314.

Suwedi, N. 2006. Teknologi Pengembangan dan Pengendalian Kerusakan


Lingkungan Pesisir. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 7 (2): 152-159

Nur, M. Tajudin. 2004. Abrasi Pantai dan Proses Bermigrasi. Desertasi Program
Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.

Kalay, Degen Erasmus. 2008. Perubahan Garis Pantai di Sepanjang Pesisir


Pantai Indramayu. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Barat dan
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor,
2000, Atlas Wilayah Pesisir Jawa Barat Bagian Utara, tidak diterbitkan

Budiono.K, Hardjawidjaksan dkk. 1987. Laporan Penyelidikan Geologi dan


Geofisika Marin Daerah Perairan Indramayu dan Sekitarnya. Laporan hasil
penelitian Pusat Pengembangan Geologi Kelautan Bandung, tidak
diterbitkan.

Darlan. Y, Kamiludin dkk. 2002. Kajian penanggulangan proses erosi pantai


Tirtamaya dan sekitarnya, kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Laporan
hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
Bandung. tidak diterbitkan.

Usman, Ediar dkk. 1996. Krisis Pantai Utara Jawa Timur. Bandung: Departemen
Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber daya
Mineral Pusat Pengembangan Geologi Kelautan Bandung.
14

RINGKASAN KERUSAKAN WILAYAH PESISIR YANG DISEBABKAN


OLEH ABRASI PANTAI

Wilayah pesisir pantai merupakan daerah peralihan laut dan daratan.

Kondisi tersebut menyebabkan wilayah pesisir mendapatkan tekanan dari

berbagai aktivitas dan fenomena yang terjadi di darat maupun di laut.

Pantai disebut sebagai daerah tepi perairan yang berada diantara surut

terendah dan pasang tertinggi. Ada tiga bagian utama pantai, yaitu beach (daerah

pantai), shoreline (garis pantai), coast (pantai, pesisir)

Abrasi merupakan pengikisan atau pengurangan daratan (pantai) akibat

aktivitas gelombang, arus dan pasang surut. Abrasi pantai terjadi apabila jumlah

sedimen yang meninggalkan pantai lebih besar dibandingkan yang masuk

(terdeposit) di pantai.

Abrasi terjadi karena naiknya permukaan air laut di seluruh dunia karena

mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Pencairan es ini diakibatkan oleh

pemanasan Global. Pemanasan Global ini terjadi karena gas-gas CO2 yang berasal

dari asap pabrik maupun dari gas kendaraan bermotor menghalangi keluarnya

gelombang panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi, sehingga panas

tersebut akan terperangkap dalam atmosfer bumi sehingga mengakibatkan suhu

permukaan bumi meningkat. dan membuat es di Kutub mencair, dan permukaan

air laut akan mengalami peningkatan diseluruh dunia dan menggerus daerh

permukaan yang rendah.

Faktor alam yang mengakibatkan terjadinya abrasi yaitu: pemanasan

global, perubahan iklim, tekanan angin yang bertiup dari laut ke daratan,
15

penurunan permukaan tanah. Selain faktor alam, abrasi juga dapat disebabkan

oleh faktor manusia, yang diantaranya yaitu: penebangan liar hutan bakau,

penambangan pasir, pencemaran sampah anorganik dan penambangan terumbu

karang.

Dampak yang ditimbulkan dari abrasi tersebut dari aspek strategis adalah

perubahan luas wilayah di suatu kawasan, menyebabkan hilangnya habitat dari

suatu ekosistem, perubahan bentang alam, dan terjadinya ablasi. Beberapa usaha

untuk mencegah terjadinya abrasi, yaitu penanaman kembali hutan bakau,

Pelarangan penggalian pasir pantai, Pembuatan pemecah gelombang, Pelestarian

terumbu karang, membangun tanggul pantai, dan krip.

Anda mungkin juga menyukai