Anda di halaman 1dari 40

ASPEK HUKUM KEBIJAKAN PERIZINAN PERTANAHAN

A. Perizinan Bangunan Gedung dan Pembangunan Manusia


Pembangunan manusia seutuhnya yang termuat dalam UUD 1945 menekankan
pembangunan aspek lahiriah maupun batiniah. Selaras dengan ini,
pembangunan di Indonesia juga diarahkan pada tercapainya target Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau yang dalam standar internasional disebut
dengan Human Development Index yang distandardisasi ukurannya oleh UNDP.
Indeks Pembangunan Manusia berorientasi pada terpenuhinya Kebutuhan dasar
manusia untuk memperpanjang Angka Harapan Hidup, makin terdidik dan
meningkat daya belinya.

Demi meningkatkan produktivitas manusia maka bangunan gedung sebagai


tempat manusia beraktualisasi, membangun kharakter dan jati dirinya memegang
peranan strategis. Untuk itu penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan
dibina demi kelangsungan peningkatan kapasitas manusia agar selaras dengan
lingkungannya. UU no 28 Tahun 2002 mengatur tentang fungsi, persyaratan,
serta hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan Bangunan Gedung.

A.1. Persyaratan Teknis


Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis
sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan tersebut meliputi status
hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung dan izin mendirikan
bangunan. Persyaratan teknis meliputi :
1. persyaratan tata bangunan
2. persyaratan keandalan bangunan

A.2. Persyaratan Administratif


Sedangkan persyaratan administrative bangunan gedung antara lain :
1. status hak atas tanah dan atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah
2. status kepemilikan bangunan gedung
3. izin mendirikan bangunan gedung
4. kepemilikan dan pendataan bangunan gedung

1
2
Penggunaan ruang di atas dan atau di bawah tanah dan atau air di bawah
bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.Dalam penyelenggaraan bangunan Gedung diperlukan IMB dan
IPB. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) harus diikuti dengan Izin Penggunaan
Bangunan (IPB) agar :
1. memberikan kepastian hukum dan tidak menimbulkan gugatan dari pihak
lain.
2. tercipta kenyamanan dan ketertiban serta keteraturan
3. dapat dicegah bahaya yang mungkin ditimbulkan dari bangunan yang
akan dibangun
Seluruh proses perizinan tersebut dipegang oleh Pemda namun masih
menyisakan sejumlah permasalahan karena terdapat penguasaan berlebihan
kalau tidak disebut dengan monopoli jika izin telah dipegang untuk kegiatan
usaha/investasi. Fakta tersebut terlihat mulai izin prinsip hingga izin lokasi.

Dalam perizinan tidak selalu izin Prinsip maupun izin lokasi dibutuhkan sebab
terdapat beberapa izin yang dapat diterbitkan tanpa harus melalui kedua izin
tersebut. Selama ini Perizinan dalam Penataan Ruang masih belum terukur
karena masih terdapat disparitas baik dalam proses dan prosedur penerbitannya
maupun ketentuan yang menjadi dasar berlakunya perizinan. Selanjutnya pada
bagian tersendiri akan dibahas lebih lanjut mengenai hal ini.

Sejalan dengan fungsinya, penataan ruang tidak dapat dilepaskan dari


penatagunaan tanah sebagai aspek dominan yang diatur dalam ketentuan
yuridis dalam UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk itu ruang
tidak hanya ditata berdasarkan system dan fungsinya, melainkan juga
berdasarkan nilai strategis kawasannya (Pasal 4 UU no 26 tahun 2007). Tanah
sebagai bagian dari ruang harus dijaga agar memiliki fungsi melindungi, baik di
kawasan lindung maupun budidaya (Pasal 5 ayat (2)) agar senantiasa terjaga
keseimbangan ekosistem.

3
Di tengah era globalisasi investasi yang lintas batas wilayah, kesenjangan
pembangunan juga sejauh mungkin dicegah antara wilayah urban dan rural
sebagai konsekuensi tujuan pemerataan kue pembangunan. Sehingga
keseimbangan pembangunan di kawasan perkotaan dan pedesan harus dijaga
melalui penataan ruang (Pasal 5 ayat (4)), baik yang diatur berdasarkan system,
secara kewilayahan maupun internal perkotaan (Pasal 5 ayat (2)).

Agar pemanfaatan fungsi-fungsi tersebut berjalan optimal maka harus dilakukan


pengendalian sebagai bagian dari penegakan hukum penataan ruang, meski
dalam implementasinya tidak mudah untuk direalisasikan. Pengendalian
pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur dan pola ruang
yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya (Pasal 1 angka 15). Salah satu dari upaya
pengendalian pemanfaatan tanah dan ruang adalah perizinan (Pasal 37 ayat 1).
Perizinan pemanfaatan ruang terkait langsung dengan perizinan pemanfaatan
tanah untuk kepentingan investasi dan pembangunan oleh Pemerintah/Pemda
yang diatur lebih lanjut dalam :

1. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 Tahun 1999entang Izin


Lokasi
2. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 tahun 1999 tentang Tata
cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan dan
3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 2 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pertimbangan Teknis dalam Penerbitan izin Lokasi, Penetapan
Izin Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah.

B. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 Tahun 1999 tentang Izin


Lokasi

1. Izin Lokasi

Menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 tentang Izin Lokasi, Izin


Lokasi diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang
diperlukan untuk penanaman modal yang berlaku sebagai izin pemindahan
hak, dan agar pengusaha dapat menggunakan tanah tersebut untuk
keperluan penanaman modalnya (Pasal 1 angka 1). Setiap Perusahaan

4
yang telah mendapatkan persetujuan Penanaman modal wajib memiliki Izin
Lokasi (Pasal 2 ayat (1) dan (2)),

2. Perkecualian Izin Lokasi

Namun demikian Pengusaha dapat menjalankan kegiatan usahanya tanpa


mengantongi izin lokasi. Sebab Izin Lokasi tidak diperlukan apabila :

1) Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para


pemegang saham,

2) Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai


oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan
sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain
tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang
berwenang,

3) Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan


usaha industri dalam suatu Kawasan Industri,

4) Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan rencana
pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang
kawasan pengembangan tersebut,

5) Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang


sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah
tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan,

6) Tanah yang diuperlukan untuk melaksanakan trencana penanaman


modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha
pertanian atau tudak lebih datri 10.000 m2 untuk usaha bukan
pertanian, atau

7) Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana


penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan
yang bersangkutan, dengan kertentuan bahwa tanah-tanah tersebut
terletak di lokasi uang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang
berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana
penanaman modal yang bersangkutan.

5
Ketentuan ini berbeda dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN
terdahulu, no 2 tahun 1993 tentang izin lokasi yang mensyaratkan semua
bentuk perolehan tanah untuk usaha diharuskan memperoleh izin lokasi,
tanpa kecuali.

3. Prosedur Pemberian Izin Lokasi

Pasal 6 menentukan bahwa Izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan


mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang
meliputi:

a. keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan,

b. penilaian fisik wilayah,

c. penggunaan tanah,

d. serta kemampuan tanah.

4. Penerbitan Izin Lokasi

Di Pasal yang sama, Surat Keputusan pemberian lokasi disyaratkan wajib


diterbitkan oleh Kepala Daerah. Surat keputusan pemberian Izin Lokasi
ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya dan hanya untuk DKI Jakarta
ditanda tangani oleh Gubernur setelah diadakan rapat koordinasi antar
instansi terkait, yang dipimpin langsung oleh Gubernur, atau oleh pejabat
yang ditunjuk secara tetap olehnya. Bahan-bahan untuk keperluan
pertimbangan dalam rapat koordinasi dipersiapkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan dan dalam rapat wajib disertai konsultasi dengan masyarakat
pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.

5. Pelibatan Masyarakat dalam Izin Lokasi

Dalam prosedur perolehan izin lokasi, pemegang izin lokasi wajib


mengkomunikasikan rencana penanaman modalnya dan besaran ganti rugi
yang diperoleh bagi pemegang hak atas tanah-tanah yang akan dibebaskan
agar terjadi transparansi. Konsultasi kepada masyarakat pemegang hak atas
tanah meliputi empat aspek sebagai berikut :

6
i. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang
akan dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan
tanah serta penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan
tanah tersebut.

ii. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk


memperoleh penjelasan tentang rencana penanaman modal dan
mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemui;

iii. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh


data sosial dan lingkungan yang diperlukan.

iv. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan
besarnya ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan
Izin Lokasi.

6. Persyaratan Tanah

Tanah sebagai obyek hukum yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah
tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku
diperuntukan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman
modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan
penanaman modal yang dipunyainya (Pasal 3). Sehingga jelas bahwa
penanaman modal yang dilakukan diluar rencana penataan yang khusus
untuk itu tidak akan mendapatkan izin.

7. Batas Maksimal Tanah Yang dapat dikuasai

Pasal 4 ayat (1) menyebutkan ketentuan maksimal tanah yang dapat


dikuasai agar tidak terjadi monopoli penguasaan dan atau eksploitasi lahan.
Izin Lokasi dapat diberikan dipada perusahaan yang sudah mendapat
persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk
memperoleh tanah dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan
tersebut berhasil membebaskan seluruh areal yang ditunjuk, maka luas
penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan perusahaan-perusahaan
lain yang merupakan saru group perusahaan dengannya tidak lebih dari
luasan sebagai berikut:

7
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Jenis Usaha dan Luas Maksimal
Penguasaan Tanah dalam Izin Lokasi

No Jenis Usaha Penanaman Modal Skala (ha)


1. Usaha Pengembangan Perumahan dan Permukiman: Propinsi Indonesia
A Kawasan perumahan permukiman 400 4.000
B Kawasan resort perhotelan 200 4.000
2. Usaha Kawasan Industri 400 4.000
3. Perkebunan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar dengan HGU :
A Komoditas Tebu 60.000 15.0000
B Komoditas lainya 20.000 10.0000
4. Tambak
A Untuk usaha Tambak di Jawa 100 1.000
B Usaha Tambak di Luar Jawa 200 2.000

Terlihat bahwa Perkebunan besar dapat menguasai lahan paling luas, yaitu
untuk komoditas tebu dapat menguasai maksimal 60.000 ha untuk wilayah
Propinsi dan 15.000 ha untuk skala nasional. Sedangkan usaha Tambak
Ikan air tawar/payau hanya diperkenankan 100 ha untuk di Jawa dan seluas-
luasnya 2.000 ha di luar Jawa. Saat Peraturan ini dibuat, Pembangunan
masih bias Jawa sehingga diijinkan untuk mengusahakan tanah diluar Jawa
dalam skala yang lebih luas, termasuk Papua dan Papua Barat yang paling
tertinggal. Sehingga Papua (dan diasumsikan juga termasuk Papua Barat
yang berhasil memekarkan diri pada tahun 1999 bersamaan dengan
Peraturan ini dibuat).

Dalam Pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa khusus untuk Propinsi Daerah


Tingkat 1 Irian Jaya maksimum luas pemguasaan tanah adalah dua kali
maksimum luas penguasaan tanah untuk satu Propinsi di luar jawa
sebagaim,ana dimaksud pada ayat (1). Untuk selanjutnya Pasal ini mesti
mendapatkan perhatian khusus jika keberlanjutan hutan dan lahan di Papua
kelak telah mulai kritis.

Demi keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi
perusahaan, pemohon wajib menyampaikan pernyataan tertulis mengenai
luas tanah yang sudah dikuasai olehnya dan perusahaan-perusahaan lain
yang merupakan satu group dengannya. Namun ketentuan di penguasaan
tanah dalam Pasal 4 tersebut tidak berlakunya untuk :

8
1) Badan usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan
Umum (PERUM) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

2) Badan Usaha yang seluruh atau sebagaian besat sahamnya dimiliki


oleh Negara,baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;

3) Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki


oleh masyarakat dalam rangka “go Public”.

8. Jangka waktu izin lokasi

Sebagai instrument pengendalian sustainability lingkungan hidup maka izin


lokasi memiliki masa daluarsa (expired). Berdasarkan luas tanahnya, maka
Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:

a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha selama 1 (satu) tahun;

b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha selama 2 (dua) tahun;

c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha selama 3 (tiga) tahun.

9. Hak dan kewajiban pemegang izin lokasi

Penerbitan izin lokasi tentu saja tidak membebaskan hak pemanfaatannya,


melainkan justru melahirkan kewajiban-kewajiban yang tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, ketertiban, ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan keadilan. Sejumlah hak diimbangi dengan kewajiban
pemegang izin Lokasi diatur dalam Pasal 8 ayat 1 s/d 3 untuk memberikan
garansi kepastian hukum dan melindungi pemegang hak sebelumnya dari
kesewenang-wenangan investor (pemegang izin lokasi), yaitu :

1) Pemberian Ganti Kerugian. Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk


membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan
pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak
yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli,
pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai
ketentuan yang berlaku.

2) Menghormati hak pemegang tanah sebelumnya. Sebelum tanah yang


bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi, maka semua

9
hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah yang
bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan
yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk
memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi
atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku, serta
kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain.

3) Menghormati pemegang hak atas tanah yang belum dibebaskan.


Pemegang Izin Lokasi wajib menghormati kepentingan pihak-pihak lain
atas tanah yang belum dibebaskan, dan tidak menutup atau
mengurangi aksesibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi,
serta menjaga serta melindungi kepentingan umum.

Jika ketiga ketentuan di atas telah ditempuh maka pemegang izin lokasi
dapat mengusahakan tanah yang dikuaainya. Pasal 8 ayat (4) menyebutkan
bahwa sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan
kepentingan lain, maka kepada pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak
atas tanah yang memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan
tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana
penanaman modalnya. Namun dalam perjalanan selanjutnya, sebagaimana
diatur dalam pasal 9, pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk melaporkan
secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Kepala Kantor Pertanahan
mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksanakannya berdasarkan Izin
Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah tersebut.

10. Fungsi Izin Lokasi dan isu-isu strategis pemanfaatan ruang


a. Izin Lokasi untuk Mengarahkan Pemanfaatan Ruang
Mencermati fungsinya yang demikian, Izin Lokasi harus secara detail
mengatur persyaratan yang dibutuhkan dalam memberikan izin bagi
penggunaan tanah, dalam hal ketelitian peta, identifikasi lapangan,
kesesuaian dengan rencana tata ruang, kesesuaian dengan rencana
pembangunan lainnya. Hasni (2009) merekomendasikan untuk
mempertahankan izin lokasi sebagai instrument untuk mengarahkan
pemanfaatan ruang melalui pengatuan yang detail pada persyaratan
penggunaan tanah

10
b. Izin Lokasi Bukan untuk Memonopoli Hak Pembebasan tanah

Selama ini, realitas menunjukkan bahwa izin lokasi seolah memberikan


keleluasaan kepada pemegangnya untuk memonopoli pembebasan
tanah. Konsepsi ini bertentangan dengan logika pasar tanah (land
market) dimana tidak ada ketentuan untuk menjual tanah pada saat
tertentu dan pada saat kapanpun. Monopoli bertentangan dengan HAM
termasuk hak atas tanah individu. Untuk itu direkomendasikan
menghilangkan hak monopoli pembebasan tanah yang melekat pada
izin lokasi

c. Izin Lokasi Memberikan Kepastian hukum

Selain memberikan kemudahan dan efisiensi untuk memperoleh hak


atas tanah bagi kegiatan penanaman modal tanpa persaingan, izin
lokasi juga memberikan kepastian hukum bagi investor. Kepastian
hukum, kemudahan dan efisiensi adalah tiga hal yang harus
dipertahankan dalam izin lokasi

d. Izin Lokasi Harus melibatkan Masyarakat

Ketentuan ini adalah prasyarat absolute, sehingga rencana penanaman


modal dapat diketahui oleh masyarakat secara transparan. Masyarakat
berhak mendapatkan informasi apa yang akan dilakukan terhadap tanah
mereka. Transparansi bermaksud agar masyarakat dapat terlibat dalam
perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan izin lokasi

e. Penggunaan Tanah untuk Kegiatan Usaha harus melalui Izin Lokasi

Seharusnya ketentuan tersebut dilaksanakan tanpa diskriminasi bagi


seluruh jenis kegiatan usaha berapapun skala dan luasnya. Selama ini
dikhawatirkan penggunaan tanah yang kurang dari 1 hektar tidak
memerlukan izin lokasi akan mengakibatkan pemanfaatan ruang tidak
terkendali. Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tidak dapat
ditinjau dari luasnya saja, namun juga mesti ditinjau dari intensitas
penggunaannya apakah sesuai dengan RTRW atau tidak.

f. Masa berlaku Izin Lokasi

Jangka Waktu Izin Lokasi 1 tahun untuk lahan seluas 1 ha, 2 tahun
untuk 25 ha-50 ha dan 3 tahun untuk lahan di atas 50 ha sudah saatnya

11
mempertimbangkan hal-hal teknis yang menyulitkan investor seperti
harus menjalani prosedur perizinan dengan birokrasi yang sama setiap
1-3 tahun dengan beban biaya yang sama kontraproduktif dengan iklim
investasi yang menghendaki efisiensi. Untuk itu jangka waktu izin lokasi
mesti mempertimbangkan :

 investor memerlukan jangka waktu yang cukup untuk


pembebasan lahan
 pembatasan waktu dapat mencegah spekulasi terhadap tanah
 waktu yang terlalu lama mengakibatkan tanah terlantar
g. Hak atas tanah merupakan jaminan kepastian bagi penanaman
modal

Setelah diperolehnya izin lokasi dan memenuhi persyaratan yang


ditetepkan izin lokasi, maka hak atas tanah dapat diberikan sebagai
bentuk kepastian berusaha bagi investor, HGU untuk perkebunan dan
pertanian, HGB untuk perumahan dan industry. Sehingga
rekomendasinya adalah; Hak atas Tanah hanya dapat diberikan kepada
pemegang izin lokasi yang telah membebaskan tanah dari pemilik
aslinya

h. Hak atas Tanah sebagai instrument penegakan hukum tata ruang

agar penggunaan tanah sesuai tata ruang namun izin lokasi sudah tidak
dapat menjangkaunya lagi manakala izin lokasi sudah terbit. Investor
bisa mengubah penggunaan tanah tanpa mengindahkan tata ruang. Jika
terjadi demikian maka hak atas tanah dapat dicabut dengan koordinasi
antar instansi untuk mengontrolnya, terutama BPN. Fungsi control dan
monitoring evaluasi akan tegas jika disertai dengan reward and
punishment. Jika pemanfaatan hak atas tanah pemegang izin lokasi
tidak sesuai dengan rencana tata ruang maka dapat dilakukan tindakan
pencabutan hak atas tanah. Selain itu koordinasi antar instansi harus
diperkuat dalam hal ini Pemda sebagai pemegang kewenangan atas
RTRW dan BPN sebagai pemegang kewenangan Hak tas Tanah.

12
C. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 tahun 1999 tentang Tata
cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan

1. Prosedur Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 tahun 1999 mengatur


tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan
Hak Pengelolaan. Pasal 2 Permenag/BPN no 9 Tahun 1999 menyebutkan
bahwa Pemberian hak meliputi Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak
Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak Pengelolaan
yang dapat dilaksanakan dengan keputusan pemberian hak secara
individual, kolektif atau secara umum.

Secara Umum, Permenag/BPN no 9 Tahun 1999 mengatur tentang


persyaratan dan prosedur pemberian hak, sehingga 150 pasal yang termuat
di dalamnya berisikan mekanisme penerbitan Hak dan segala
persyaratannya. Diantara keempat hak tersebut di atas, HGU dan HGB dan
Hak Pakai-lah yang paling banyak berkaitan dengan penanaman modal
meskipun dapat juga digunakan pada Hak Milik karena sifatnya yang terkuat
dan terpenuh. Ini menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah lainnya,
hak miliklah yang paling kuat dan penuh. Di sisi lain, Hak pakai dapat
dimanfaatkan oleh pihak asing untuk mengusahakan tanah di Indonsia.

Secara umum Peraturan menAgraria/kepala BPN no 9 Tahun 1999


mengatur perbedaan hierarki kewenangan dalam pengaturan pemberian
Hak Milik, HGU, HGB maupun Hak Pakai. Jika dalam Hak Milik, pengajuan
permohonannya disampaikan langsung kepada Menteri melalui Kepala
Kantor Pertanahan setempat, maka dalam HGU permohonan diajukan
kepada Kepala Kanwil (tembusan kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat). Sedangkan pengajuan HGB dan Hak pakai sama dengan
pengajuan Hak Milik. Permohonan Hak oleh subyek Hukum perorangan
maupun Badan Hukum dapat diajukan secara individual maupun kolektif
(Pasal 6) dilengkapi dengan data Yuridis dan data fisik yang memperkuat
status hak tersebut dalam proses permohonan. Dalam proses pemberian
izin terdapat tahap verifikasi yuridis maupun teknis yang dilakukan oleh

13
Panitia Pemeriksa Tanah dan atau petugas yang ditunjuk oleh Menteri,
Kepala Kantor Wilayah BPN maupun Kepala Pertanahan.

14
Prosedur Izin Lokasi
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN no 2 Tahun 2009

15
Sebelum lebih jauh membahas proses perizinan, ada baiknya ditelaah dulu perbedaan Hak milik, HGB, HGU dan Hak Pakai
sebagai Hak Primer yang notabene adalah Hak yang berasal dari hak menguasai Negara menurut UU no 5 tahun 1960 tentang
Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (Tabel 1). Hak Milik diatur dalam Pasal 16 UUPA dan secara khusus diatur lebih detail
mulai Pasal 20 hingga Pasal 27. sedangkan HGU adalah Hak untuk mengusahakan tanah Negara diatur dalam Pasal 28 ayat
(1). Sedangkan HGB adalah Hak untuk memiliki bangunan atau mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya untuk
jangka waktu 30 tahun (Pasal 35 UUPA ayat (1)). Sedangkan Hak Pakai adalah Hak untuk menggunakan dan atau memungut
hasil dari tanah yang dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban dalam
keputusan yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang memberikannya atau dalam perjanjian dengan
pemilik tanahnya, yang bukan sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah asal tidak bertentangan dengan jiwa UUPA
(Pasal 41 UUPA) .

Menurut Pasal 3 Pemberian dan pembatalan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak
Pengelolaan dilakukan oleh Menteri. Pemberian dan pembatalan hak sebagaimana tersebut oleh Menteri dapat dilimpahkan
kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pertanahan dan Pejabat yang ditunjuk.Sehingga dengan demikian terdapat
hierarki kewenangan yang didesentralisasikan. Keputusan menerima atau menolak dituangkan dalam form khusus. Berkenaan
dengan Pengajuan Hak, Pasal 4 menentukan beberapa persyaratan, antara lain :

1) pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Jika tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan. Pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan
berupa perjanjian penggunaan tanah dari Pemegang Hak Pengelolaan.
3) Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah kawasan hutan. Harus lebih dahulu dilepaskan dari statusnya sebagai
kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Tanah- tanah tertentu yang diperlukan untuk konservasi yang ditetapkan oleh menteri tidak dapat dimohon dengan
sesuatu hak atas tanah.

16
Tabel Perbedaan Hak Milik, HGU, HGB dan Hak Pakai
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
1. Pengertian Hak Milik adalah hak turun- Hak Guna Usaha adalah Hak Guna Bangunan adalah Hak Pakai adalah hak untuk
temurun , terkuat dan hak untuk mengusahakan hak untuk mendirikan dan menggunakan dan/atau
terpenuh yang dapat tanah yang dikuasai mempunyai bangunan- memungut hasil dari tanah
dipunyai orang atas tanah, langsung oleh negara dalam bangunan atas tanah yang yang dikuasai langsung oleh
dengan mengingat jangka waktu paling lama 25 bukan miliknya sendiri, Negara atau tanah milik orang
ketentuan dalam pasal 6 tahun. dengan jangka waktu paling lain, yang memberi wewenang
Undang-Undang Nomor 5 lama 30 tahun. dan kewajiban yang ditentukan
Tahun 1960 , bahwa Hak Guna Usaha dalam keputusan
“semua hak tanah merupakan hak khusus Tidak mengenai tanah pemberiannya oleh pejabat
mempunyai fungsi sosial”. untuk mengusahakan tanah pertanian, oleh karena itu yang berwenang
Sifat-sifat hak milik yang yang bukan miliknya sendiri dapat diberikan atas tanah memberikannya atau dalam
membedakannya dengan guna perusahaan, yang dikuasai langsung oleh perjanjian dengan pemilik
hak-hak lainnya adalah hak pertanian, perikanan dan negara maupun tanah milik tanahnya, yang bukan
yang “terkuat dan terpenuh”, peternakan. seseorang. perjanjian sewa-menyewa atau
maksudnya untuk perjanjian pengolahan tanah,
menunjukkan bahwa segala sesuatu asal tidak
diantara hak-hak atas tanah bertentangan dengan jiwa dan
yang dipunyai orang, hak ketentuan-ketentuan No. 5
miliklah yang paling kuat Tahun 1960.
dan penuh.
Hak Pakai diberikan selama
jangka waktu tertentu atau
selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan
yang tertentu;
Hak Pakai dapat diberikan
dengan cuma-cuma, dengan
pembayaran atau pemberian
jasa berupa apapun.

Pemberian hak pakai tidak


boleh disertai syarat-syarat
yang mengandung unsur-
unsur pemerasan.
2. Pengalihan Hak milik dapat beralih dan Hak guna usaha dapat Hak guna bangunan dapat 1. Sepanjang mengenai tanah
dialihkan kepada pihak lain. beralih dan dialihkan beralih dan dialihkan yang dikuasai langsung oleh
kepada pihak lain. kepada pihak lain. Negara maka hak pakai

17
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
hanya dapat dialihkan
Peralihan Hak Guna Usaha Peralihan Hak Guna kepada pihak lain dengan
terjadi karena: Bangunan terjadi karena: izin pejabat yang
a. jual beli; a. jual beli; berwenang;
b. tukar menukar; b. tukar menukar;
c. penyertaan dalam modal; c. penyertaan dalam modal; 2. Hak pakai atas tanah milik
d. hibah; d. hibah; hanya dapat dialihkan
e. pewarisan. e. pewarisan. kepada pihak lain, jika hal itu
dimungkinkan dalam
perjanjian yang
bersangkutan.
3. Kepemilikan/ 1. Hanya dapat dimiliki 1. Dapat dimiliki oleh WNI; 1. Dapat dimiliki oleh WNI; 1. Dapat dimiliki oleh WNI;
subyek oleh WNI; 2. Badan Hukum yang 2. Badan Hukum yang 2. Orang asing yang
2. Badan-badan hukum didirikan menurut didirikan menurut berkedudukan di Indonesia;
yang dapat mempunyai hukum Indonesia dan hukum Indonesia dan 3. Badan hukum yang didirikan
hak milik dan syarat- berkedudukan di berkedudukan di menurut hukum Indonesia
syaratnya ditetapkan Indonesia. Indonesia. dan berkedudukan di
oleh pemerintah; Indonesia;
3. Orang-orang asing yang 4. Badan hukum asing yang
sesudah berlakunya mempunyai perwakilan di
Undang-Undang Nomor Indonesia;
5 Tahun 1960 ini 5. Departemen, Lembaga
memperoleh hak milik Pemerintah Non
4. karena pewarisan tanpa Departemen, dan
wasiat atau Pemerintah Daerah;
percampuran harta 6. Badan-badan keagama-an
karena perkawinan. dan sosial;
7. Perwakilan negara asing
dan perwakilan badan
Internasional.
4. Timbulnya Terjadinya hak milik Terjadinya hak guna usaha 1. Mengenai tanah yang Terjadinya hak pakai karena
Hak menurut hukum adat diatur karena penetapan dikuasai oleh Negara; pemberian oleh pejabat yang
dengan Peraturan Pemerintah. karena penetapan berwenang memberikan atau
Pemerintah, selain itu bisa Pemerintah. dalam perjanjian dengan
terjadi karena Penetapan 2. Mengenai tanah milik; pemilik tanah.
Pemerintah atau ketentuan karena perjanjian otentik
Undang-Undang. antara pemilik tanah yang
bersangkutan dengan

18
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
pihak yang akan
memperoleh hak guna
bangunan itu, yang
bermaksud menimbulkan
hak tersebut.
5. Bukti  Hak milik, demikian pula  Hak guna usaha,  Hak guna bangunan,  Hak Pakai Hak Pakai atas
Pemegang setiap peralihan, termasuk syarat-syarat termasuk syarat-syarat tanah Negara dan atas
Hak hapusnya dan pemberiannya, demikian pemberiannya, demikian tanah Hak Pengelolaan
pembebannya dengan juga setiap peralihan dan juga setiap peralihan dan wajib didaftar dalam buku
hak-hak lain harus penghapusan hak penghapusan hak tanah pada Kantor
didaftarkan menurut tersebut harus tersebut harus Pertanahan.
ketentuan-ketentuan yang didaftarkan menurut didaftarkan menurut  Sebagai tanda bukti hak
dimaksud dalam Pasal 19 ketentuan-ketentuan yang ketentuan-ketentuan yang kepada pemegang Hak
Undang-Undang Nomor 5 dimaksud dalam Pasal 19 dimaksud dalam Pasal 19 Pakai diberikan sertifikat hak
Tahun 1960. Undang Nomor 5 Tahun Undang Nomor 5 Tahun atas tanah oleh Kantor
 Hal ini dibuktikan dengan 1960. 1960. Pertanahan setempat
penerbitan sertifikat oleh  Hal ini dibuktikan dengan  Hal ini dibuktikan dengan (Berdasarkan Peraturan
Kantor Pertanahan penerbitan sertifikat oleh penerbitan sertifikat oleh Pemerintah Nomor 24
setempat (Berdasarkan Kantor Pertanahan Kantor Pertanahan Tahun 1997).
Peraturan Pemerintah setempat (Berdasarkan setempat (Berdasarkan
Nomor 24 Tahun 1997). Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997). Nomor 24 Tahun 1997).

6. Pembebanan Hak milik dapat dijadikan Hak guna usaha dapat Hak guna bangunan dapat Hak Pakai atas tanah Negara
Hak jaminan utang dengan dijadikan jaminan utang dijadikan jaminan utang dan atas tanah Hak
dibebani hak tanggungan. dengan dibebani hak dengan dibebani hak Pengelolaan dapat dijadikan
tanggungan. tanggungan. jaminan utang dengan
dibebani Hak Tanggungan.
7. Syarat tanah tidak diatur Tanah yang dapat diberikan Tanah yang dapat diberikan Tanah yang dapat diberikan
yang dapat dengan hak guna usaha dengan hak guna bangunan hak pakai adalah:
diberikan hak adalah: adalah: 1. Tanah negara;
(berdasarkan 1. Tanah negara; 1. Tanah negara; 2. Tanah hak pengelolaan;
Peraturan 2. Tanah negara yang 2. Tanah hak pengelolaan; 3. Tanah hak milik.
Pemerintah merupakan kawasan 3. Tanah hak milik.
Nomor 40 hutan, setelah tanah
Tahun 1996) yang bersangkutan
dikeluarkan dari
statusnya sebagai

19
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
kawasan hutan;
3. Tanah yang telah
dikuasai dengan hak
tertentu sesuai ketentuan
yang berlaku, setelah
terselesaikannya
pelepasan hak tersebut
sesuai dengan tata cara
yang diatur dalam
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

8. Kewajiban tidak diatur 1. Membayar uang 1. Membayar uang 1. Membayar uang pemasukan
Pemegang pemasukan kepada pemasukan yang jumlah yang jumlah dan cara
Hak Negara; dan cara pembayarannya pembayarannya ditetapkan
2. Melaksanakan usaha ditetapkan dalam dalam keputusan pemberian
pertanian, perkebunan, keputusan pemberian haknya, perjanjian
perikanan dan/atau haknya; penggunaan tanah Hak
peternakan sesuai 2. Menggunakan tanah Pengelolaan atau dalam
peruntukan dan sesuai dengan perjanjian pemberian Hak
persyaratan peruntukannya dan Pakai atas tanah Hak Milik;
sebagaimana ditetapkan persyaratan 2. Menggunakan tanah sesuai
dalam keputusan sebagaimana ditetapkan dengan peruntukannya dan
pemberian haknya; dalam keputusan dan persyaratan sebagaimana
3. Mengusahakan sendiri perjanjian pemberiannya; ditetapkan dalam keputusan
tanah Hak Guna Usaha 3. memelihara dengan baik pemberiannya, atau
dengan baik sesuai tanah dan bangunan perjanjian penggunaan
dengan kelayakan usaha yang ada di atasnya serta tanah Hak Pengelolaan atau
berdasarkan kriteria yang menjaga kelestarian perjanjian pemberian Hak
ditetapkan oleh instansi lingkungan hidup; Pakai atas tanah Hak Milik;
teknis; 4. Menyerahkan kembali 3. Memelihara dengan baik
4. Membangun dan tanah yang diberikan tanah dan bangunan yang
memelihara prasarana dengan Hak Guna ada di atasnya serta
lingkungan dan fasilitas Bangunan kepada menjaga kelestarian
tanah yang ada dalam Negara, pemegang Hak lingkungan hidup;
lingkungan areal Hak Pengelolaan atau 4. Menyerahkan kembali tanah
Guna Usaha; pemegang Hak Milik yang diberikan dengan Hak
5. Memelihara kesuburan sesudah Hak Guna Pakai kepada Negara,
tanah, mencegah Bangunan itu hapus; pemegang Hak Pengelolaan

20
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
kerusakan sumber daya 5. Menyerahkan sertipikat atau pemegang Hak Milik
alam dan menjaga Hak Guna Bangunan sesudah Hak Pakai tersebut
kelestarian kemampuan yang telah hapus kepada hapus;
lingkungan hidup sesuai Kepala Kantor 5. Menyerahkan sertipikat Hak
dengan peraturan Pertanahan; Pakai yang telah hapus
perundang-undangan 6. Jika tanah Hak Guna kepada Kepala Kantor
yang berlaku; Bangunan karena Pertanahan;
6. Menyampaikan laporan keadaan geografis atau 6. Jika tanah Hak Pakai
tertulis setiap akhir tahun lingkungan atau sebab- karena keadaan geografis
mengenai pengunaan sebab lain letaknya atau lingkungan atau sebab-
Hak Guna Usaha; sedemikian rupa sebab lain letaknya
7. Menyerahkan kembali sehingga mengurung sedemikian rupa sehingga
tanah yang diberikan atau menutup mengurung atau menutup
dengan Hak Guna Usaha pekarangan atau bidang pekarangan atau bidang
kepada Negara sesudah tanah lain dari lintas tanah lain dari lalu lintas
Hak Guna Usaha umum atau jalan air, umum atau jalan air,
tersebut hapus; pemegang Hak Guna pemegang Hak Pakai wajib
8. Menyerahkan sertipikat Bangunan wajib memberikan jalan keluar
Hak Guna Usaha yang memberikan jalan keluar atau jalan air atau
telah hapus kepada atau jalan air atau kemudahan lain bagi
Kepala Kantor kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang
Pertanahan; pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
tanah yang terkurung itu.
9. Pemegang Hak Guna
Usaha dilarang
menyerahkan
pengusahaan tanah Hak
Guna Usaha kepada
pihak lain, kecuali dalam
hal-hal diperbolehkan
menurut peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.

10. Jika tanah Hak Guna


Usaha karena keadaan
geografis atau lingkungan
atau sebab-sebab lain
letaknya sedemikian rupa

21
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
sehingga mengurung
atau menutup
pekarangan atau bidang
tanah lain dari lalu lintas
umum atau jalan air,
maka pemegang Hak
Guna Usaha wajib
memberikan jalan keluar
atau jalan air atau
kemudahan lain bagi
pekarangan atau bidang
tanah yang terkurung itu.
9. Hak tidak diatur 1. Pemegang Hak Guna Pemegang Hak Guna Pemegang Hak Pakai berhak
Pemegang Usaha berhak Bangunan berhak menguasai dan memperguna-
menguasai dan menguasai dan kan tanah yang diberikan
mempergunakan tanah mempergunakan tanah dengan Hak Pakai selama
yang diberikan dengan yang diberikan dengan Hak waktu tertentu untuk keperluan
Hak Guna Usaha untuk Guna Bangunan selama pribadi atau usahanya serta
melaksanakan usaha di waktu tertentu untuk untuk memindahkan hak
bidang pertanian, mendirikan dan mempunyai tersebut kepada pihak lain dan
perkebunan, perikanan bangunan untuk keperluan membebaninya, atau selama
dan atau peternakan. pribadi atau usahanya serta digunakan untuk keperluan
2. Penguasaan dan untuk mengalihkan hak tertentu.
penggunaan sumber air tersebut kepada pihak lain
dan sumber daya alam dan membebaninya.
lainnya di atas tanah
yang diberikan dengan
Hak Guna Usaha oleh
pemegang Hak Guna
Usaha hanya dapat
dilakukan untuk
mendukung usaha di
bidang pertanian,
perkebunan, perikanan
dan atau peternakan
dengan mengingat
ketentuan peraturan
perundang-undangan
yang berlaku dan

22
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
kepentingan masyarakat
sekitarnya.
10. Pemberian tidak diatur Hak Guna Usaha diberikan 1. Hak Guna Bangunan atas 1. Hak Pakai atas tanah
hak dengan keputusan tanah Negara diberikan Negara diberikan dengan
(berdasarkan pemberian hak oleh Menteri dengan keputusan keputusan pemberian hak
Peraturan atau pejabat yang ditunjuk. pemberian hak oleh oleh Menteri atau pejabat
Pemerintah Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Nomor 40 yang ditunjuk. 2. Hak Pakai atas Hak
Tahun 1996) 2. Hak Guna Bangunan atas Pengelolaan diberikan
tanah Hak Pengelolaan dengan keputusan
diberikan dengan pemberian hak oleh Menteri
keputusan pemberian atau pejabat yang ditunjuk
hak oleh Menteri atau berdasarkan usul pemegang
pejabat yang ditunjuk Hak Pengelolaan.
berdasarkan usul 3. Hak Pakai atas tanah Hak
pemegang Hak Milik terjadi dengan
Pengelolaan. pemberian tanah oleh
pemegang Hak Milik dengan
akta yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
Catatan :
• Hak Pakai atas tanah Negara
dan atas tanah Hak
Pengelolaan terjadi sejak
didaftar oleh Kantor
Pertanahan dalam buku
tanah sesuai ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• Hak Pakai atas tanah Hak
Milik mengikat pihak ketiga
sejak saat pendaftarannya
dalam buku tanah pada
Kantor Pertanahan.
11. Jangka waktu tidak diatur Hak guna usaha diberikan Hak guna bangunan 1. Hak Pakai atas tanah
(berdasarkan untuk jangka waktu paling diberikan untuk jangka Negara dan atas tanah Hak
Peraturan lama 35 tahun dan dapat waktu paling lama 30 tahun Pengelolaan diberikan untuk

23
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
Pemerintah diperpanjang paling lama 25 dan dapat diperpanjang jangka waktu paling lama 25
Nomor 40 tahun. paling lama 20 tahun. tahun dan dapat
Tahun 1996) diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama 20 tahun
atau diberikan untuk jangka
waktu yang tidak ditentukan
selama tanahnya
dipergunakan untuk
keperluan tertentu;
2. Hak Pakai yang diberikan
untuk jangka waktu yang
tidak ditentukan selama
dipergunakan untuk
keperluan tertentu diberikan
kepada:
 Departemen, Lembaga
Pemerintah Non
Departemen, dan
Pemerintah Daerah;
 Perwakilan negara asing
dan perwakilan badan
Internasional;
 Badan Keagamaan daan
badan sosial.
3. Hak Pakai atas tanah Hak
Milik diberikan untuk jangka
waktu paling lama dua puluh
lima tahun dan tidak dapat
diperpanjang.
*) *) *)
Catatan : Catatan : Catatan :
Dengan berlakunya UU No. Dengan berlakunya UU No. Dengan berlakunya UU No. 25
25 Tahun 2007 tentang 25 Tahun 2007 tentang Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal maka Penanaman Modal maka Penanaman Modal maka
Jangka Waktu HGU Jangka Waktu HGB Jangka Waktu Hak Pakai
diperpanjang, berdasarkan diperpanjang, berdasarkan diperpanjang, berdasarkan
Pasal 22 ayat (1) huruf a, Pasal 22 ayat (1) huruf b, Pasal 22 ayat (1) huruf c,
yaitu: yaitu: yaitu:

24
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
“Hak Guna Usaha dapat “Hak Guna Bangunan dapat “Hak Pakai dapat diberikan
diberikan dengan jumlah diberikan dengan jumlah dengan jumlah 70 (tujuh
95 (sembilan puluh lima) 80 (delapan puluh) tahun puluh) tahun dengan cara
tahun dengan cara dapat dengan cara dapat dapat diberikan dan
diberikan dan diberikan dan diperpanjang di muka
diperpanjang di muka diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat
sekaligus selama 60 sekaligus selama 50 (lima puluh lima) tahun dan dapat
(enam puluh) tahun dan puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua
dapat diperbarui selama diperbarui selama 30 (tiga puluh lima) tahun”.
35 (tiga puluh lima) puluh) tahun”.
tahun”.

12. Hapusnya 1. Tanahnya jatuh kepada 1. Jangka waktunya 1. Jangka waktunya 1. Berakhirnya jangka waktu
Hak negara, berakhir berakhir; sebagaimana ditetapkan
a. karena pencabutan hak 2. Dihentikan sebelum 2. Dihentikan sebelum dalam keputusan pemberian
berdasarkan Pasal 18; jangka waktunya berakhir jangka waktunya berakhir atau perpanjangannya atau
b. karena penyerahan karena sesuatu syarat karena sesuatu syarat dalam perjanjian
dengan sukarela oleh tidak dipenuhi; tidak dipenuhi; pemberiannya;
pemiliknya; 3. Dilepaskan oleh 3. Dilepaskan oleh 2. Dibatalkan oleh pejabat
c. karena ditelantarkan; pemegang haknya pemegang haknya yang berwenang, pemegang
d. karena ketentuan pasal sebelum jangka waktunya sebelum jangka waktunya Hak Pengelolaan atau
21 ayat (3) dan 26 ayat berakhir; berakhir; pemegang Hak Milik
(2). 4. Dicabut untuk 4. Dicabut untuk sebelum jangka waktunya
2. Tanahnya musnah. kepentingan umum; kepentingan umum; berakhir karena:
5. Ditelantarkan; 5. Ditelantarkan; a. tidak dipenuhinya
6. Tanahnya musnah; 6. Tanahnya musnah; kewajiban-kewajiban
7. Ketentuan dalam pasal 7. Ketentuan dalam pasal pemegang hak dan/atau
30 ayat (2) Undang 36 ayat (2) Undang dilanggarnya ketentuan-
Nomor 5 Tahun 1960. Nomor 5 Tahun 1960. ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
50, Pasal 51 dan Pasal
52; atau
b. tidak dipenuhinya syarat-
syarat atau kewajiban-
kewajiban yang tertuang
dalam perjanjian
pemberian Hak Pakai
antara pemegang Hak
Pakai dan pemegang Hak

25
NO. URAIAN HAK MILIK HAK GUNA USAHA HAK GUNA BANGUNAN HAK PAKAI
Milik atau perjanjian
penggunaan Hak
Pengelolaan; atau
c. putusan pengadilan yang
telah mempunyai
kekuatan hukum yang
tetap.
3. Dilepaskan secara sukarela
oleh pemegang haknya
sebelum jangka waktu
berakhir;
4. dicabut berdasarkan
Undang-undang Nomor 20
tahun 1961;
5. Ditelantarkan;
6. Tanahnya musnah;
7. Hapus karena hukum
(pemegang hak tidak lagi
memenuhi syarat subyek
yang berhak/dapat
memegang Hak Pakai).

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/24577296/Perbedaan-Hak-Milik-Hak-Guna-Usaha-Hak-Guna-Bangunan-dan-Hak-Pakai#, diakses 11 Juni 2012

26
Sedangkan khusus untuk hak Pengelolaan Pasal 5 menentukan agar dilakukan pemeriksaan
tanah oleh Panitia Pemeriksa Tanah atau Tim Penelitian Tanah atau Petugas yang ditunjuk.
Susunan anggota dan tugas Panitia Pemeriksa Tanah dan Tim Penelitian Tanah tersebut
ditetapkan oleh Menteri. Segala persetujuan atau penolakan permohonan Hak oleh Menteri,
Kanwil/Kepala Kantor Pertanahan harus disertai reasoning yuridis dan substansinya. dalam
pemberian hak-hak tersebut, sebagian dilakukan dengan mekanisme desentralisasi.

D. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Secara umum pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 35 UU no 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang
dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif
serta pengenaan sanksi.

Selanjutnya Pasal 36 menyebutkan bahwa peraturan zonasi berfungsi sebagai pedoman


pemanfaatan ruang sehingga harus disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap
zona pemanfaatan ruang. Sebagai pedoman yang diacu, maka peraturan zonasi memerlukan
legalitas, yaitu dapat berupa PP untuk Peraturan zonasi nasional, Perda Propinsi untuk
peraturan zonasi system propinsi dan Perda Kab/Kota untuk Peraturan Zonasi system
Kab/kota.

UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang melahirkan banyak ketentuan baru mengenai
ketentuan penataan ruang, baik di level nasional, propinsi maupun kab/kota yang sebelumnya
mengacu kepada UU no 24 tahun 1992. Implikasi yang lain adalah terjadinya sejumlah
perubahan ketentuan penataan ruang di bawah UU dan Perda di level Propinsi maupun
Kab/Kota. Persoalan selanjutnya yang akan dibahas disini adalah sejauhmana implikasi
terhadap perizinan yang telah terbit sebelum RTRW di setiap daerah diperdakan?

27
Semua harus diatur dalam ketentuan peralihan dalam berbagai opsi. UU no 26 Tahun 2007
sendiri mengatur sejumlah ketentuan mengenai perizinan yang pernah diterbitkan dan berlaku
sebelumnya (Pasal 37), yang penting untuk dicermati antara lain :
1. Ketentuan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut di dalam
PP
2. Izin Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW dibatalkan Pemerintah dan
Pemda menurut kewenangan masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan
3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur
yang benar, batal demi hukum
4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi terbukti tidak
sesuai dengan RTRW, dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemda sesuai kewenangannya
5. Kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan
penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin
6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi (expired) akibat adanya perubahan
RTRW dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemda dengan ganti kerugian yang layak
7. Setiap pejabat yang berwenang memberikan izin dilarang menerbitkan izin pemanfaatan
ruang yang menyimpang dari RTRW. Sehingga dapat dipahami bahwa diskresi atau
beshicking tidak boleh melanggar ketentuan penataan ruang.

E. Masa depan Perizinan sebelum berlakunya Perda RTRW


Ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 tersebut cukup memberikan gambaran bahwa meskipun
peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (retroaktif) tetapi memberikan alternative
solusi bagi ketentuan dan izin-izin yang pernah diperoleh sebelumnya dengan sejumlah
penggantian kerugian. Ketentuan lebih tegas yang menginspirasi RTRW yang baru saja
diitetapkan sebagai Perda terhadap Perizinan yang pernah diterbitkan pada masa lampau
(sebelum lahirnya Perda) tertuang dalam Pasal 77 dan Pasal 78 UU no 26 Tahun 2007. Dalam
kedua klausul tersebut mengatur ketentuan perundang-undangan yang lampau juga diatur
bagaimana masa depan perizinan sebelum berlakunya Perda RTRW termasuk masa depan
investasi yang sudah berjalan. Sebab bisa jadi, izin-izin yang diterbitkan pada masa lalu
menggunakan beshickking dari Kepala Daerah.
Pasal 77 menyebutkan bahwa pada saat RTRW ditetapkan (maksudnya ditetapkan sebagai
Perda), semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus
disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui beberapa kegiatan penyesuaian pemanfaatan
ruang. Dalam kegiatan penyesuaian tata ruang terdapat dua opsi antara lain :

28
a. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa
transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
b. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata
ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang
benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.

Kedua pilihan di atas dapat dicantumkan dalam setiap RTRW yang ditetapkan sebagai Perda
sehingga para pemegang izin dan pejabat yang memberikan izin termasuk masyarakat
terdampak memperoleh kepastian hukum

Khusus mengenai eksistensi UU no 26 Tahun 2007, Pasal 78 UU ini mengatur tentang


pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Sejak saat diundangkan waktu
itu,sejumlah produk hukum dibawah UU yang menjelaskan lebih lanjut ketentuan teknis UU
lama diberikan batas waktu penyelesaian, antara lain dalam klausul yang berbunyi :
a. Peraturan pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat
2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
b. Peraturan presiden yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 5
(lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
c. Peraturan Menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 3
(tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Dengan berlakunya UU no 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disesuaikan paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun 6
(enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang Penataan Ruang diberlakukan; Selain itu semua
peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan
paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan; dan
semua Perda kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau
disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU Penataan Ruang diberlakukan.

29
Gambar Error! No text of specified style in document..1 Contoh Pemberian Hak Milik Menurut Pasal
11-15
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009

30
Pemohon

Dalam Hal
dilimpahkan
Kantor Pertanahan Belum OK

Kasi Hak Atas Data Yuridis


OK Dilengkapi Pemohon
Tanah Data Fisik

Tim Peneliti
Bagi Tanah Yang
Tanah
Belum Terdaftar

Risalah Konstatering Rapport

Panitia Pemeriksa
Tanah A

Jika Tidak Dilimpahkan

Kanwil Pertanahan

Kepala Seksi Hak Atas Tanah


Direkomendasikan
berserta alasan Terbit Hak Milik
penolakan/persetujuan Catat Dalam
Form Isian Verifikasi Data Yuridis
dan Data Fisik

Jika Tidak
Dilimpahkan

31
Gambar Error! No text of specified style in document..2 Contoh Pemberian Hak Guna Usaha Menurut
Pasal 20-23
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009
Pasal 22
Tidak Dilimpahkan
HGU
Periksa Data Yuridis
Fisik Form Lamp. I4
bayar perbaikan berkas Tidak
Kanwil kepada Kabid

OK
Dilengkapi

Belum Ada Surat


Ukur Panitia Pemeriksa
Tanah B/Petugas
Untuk Memeriksa

Dilimpahkan

Kabid Pengukuran
Kabid Pendaftaran Belum Ada Struktur
Mempersiapkan Struktur

Risalah Pemeriksaan Tanah B.


Risalah Pemeriksaan (Konstatering Rapport) oleh Petugas Tanah

Menolak HGU
HGU Menyetujui
Teasoning

Pasal 33
Menteri Mencatat Verifikasi Data
Yuridis dan Data Fisik
Pemohon

OK Belum OK

TERBIT HGU

32
Gambar Error! No text of specified style in document..3 Prosedur Pemberian HGB Menurut Pasal 35-
58
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009

Kantor Pertanahan Ditolak / Belum Ok

OK
Kasi Penguatan Belum Ada
Pendaftaran Surat Ukur
Tanah untuk
Kasi HAT / mempersiapkan
Petugas Verifikasi surat Ukur /
Mengukur

Dilengkapi

Risalah
Pemeriksaan
Tanah
(Konstatering Data Yuridis
Rapport) Data Fisik Belum Ok
Dilengkapi dulu

Kanwil BPN

Tdk Dilimpahkan

Kabid HAT
Catat dalam Form Verifikasi
Terbit HGB Yuridis Fisik
Belum OK

Pemohon

OK
Tidak Dilimpahkan Menteri

33
Gambar Error! No text of specified style in document..4 Prosedur Pemberian Hak Pakai (Pasal 52-55)
Menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 9 Tahun 2009

Kantor Pertanahan Belum ada surat ukur Belum Ok

Disempurnakan

Ok
Kasi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah

Kasi Hak Atas Tanah

Periksa/verifikasi data
yuridis dan data fisik
Tim Penelitian Tanah

Panitia Pemeriksa Tanah A Memeriksa Permohonan Yang belum


terdaftar

Memeriksa Dokumen lain

Risalah Pemeriksaan Tanah (Konstatering Rapport)

Terbit Hak pakai

Pemohon

34
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pertimbangan Teknis dalam Penerbitan izin Lokasi, Penetapan Izin Lokasi dan Izin
Perubahan Penggunaan Tanah.

1. Jenis Pertimbangan
PermenAgraria/Kepala BPN no 2 Tahun 2011 lahir untuk menjawab silang sengkarut yang
dihadapi pada saat realisasi prosedur izin lokasi. Kevakuman pengaturan selama 2 tahun
terkait ketentuan pertimbangan teknis dalam penerbitan izin lokasi, penetapan izin lokasi
dan perubahan penggunaan tanah dicoba dijawab melalui ketentuan ini sejak berlakunya
Permenag/Kepala BPN no 9 Tahun 1999. Menurut Pasal 1, terdapat 3 jenis pertimbangan,
yaitu :

1) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi bagi Investor

Merupakan pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan


pemanfaatan tanah, sebagai dasar penerbitan Izin Lokasi yang diberikan kepada
perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman
modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah
tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya.

2) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Penetapan Lokasi bagi


Pemerintah/Pemda

Adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan


pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian keputusan penetapan lokasi tanah yang
akan digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum yang dilaksanakan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

3) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan


Tanah

Adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan


pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan
perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanahnya.

35
2. Ketentuan Hukum yang Taat Azas

Dalam Sebuah ketentuan normative setidaknya menganut azas hukum universal, yaitu
Keadilan, Kemanfaatan, ketertiban dan kepastian hukum (Satjipto 2006). Demikian juga
dalam memberikan pertimbangan teknis, keempat azas tersebut juga direpresentasikan
oleh Pasal 3 yang menyebutkan bahwa Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan
dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah
harus terselenggara dengan ketentuan:

1) tidak boleh mengorbankan kepentingan umum (Kepastian Hukum)

2) tidak boleh saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya (ketertiban)

3) memenuhi azas keberlanjutan; (kemanfaatan)

4) memperhatikan azas keadilan; dan (keadilan)

5) memenuhi ketentuan peraturan perundangan. (kepastian hukum)

3. Dokumen Pertimbangan Teknis Pertanahan

Sedangkan untuk memudahkan para pemohon, maka dituangkanlah Pertimbangan Teknis


Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan
Penggunaan Tanah ke dalam Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
(Pasal 4). Pertimbangan Teknis Pertahanahan diterbitkan dalam bentuk dokumen. Secara
administrative, dokumen Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi,
Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah terdiri dari dua dokumen utama
(Pasal 5), yaitu :

1) Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan; dan

2) Peta-peta Pertimbangan Teknis Pertanahan.

Dalam risalah Pertimbangan Teknis berisi persetujuan atau penolakan (Pasal 6), baik
penolakan terhadap keseluruhan permohonan atau penolakan pada sebagian permohonan
saja dilengkapi dengan sejumlah ketentuan dan persyaratan. Ketentuan dan syarat-syarat
dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi seluruh atau sebagian tanah akan
digunakan untuk jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah tertentu yang disetujui.

Sedangkan peta-peta yang dijadikan dasar pertimbangan teknis pertanahan secara detail
terdiri dari Petunjuk Letak Lokasi, Penggunaan Tanah, Gambaran Umum Penguasaan

36
Tanah, Kemampuan Tanah, Kesesuaian Penggunaan Tanah, Ketersediaan Tanah, dan
Pertimbangan Teknis Pertanahan. Risalah dan peta-peta tersebut (Pasal 6 dan Pasal 7)
diperlukan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan:

1) Pengumpulan data dan informasi di lapangan;

2) Neraca Penatagunaan Tanah Kabupaten/Kota/Provinsi/Nasional; dan

3) Data dan informasi yang berasal dari berbagai sumber lainnya yang diperlukan.

4. Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Perubahan
Penggunaan Tanah

Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 9 tentang profil Tim Penerbitan Pertimbagan teknis
Pertanahan. Penyusunan dan penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam
Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah
dilaksanakan oleh Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan.

Secara hierarchies pertimbangan Teknis Pertanahan diberikan oleh tim yang terdiri
daripejabat-pejabat yang berkompeten di levelnya masing-masing (Pasal 9), antara lain :

1) Pertimbangan Teknis Pertanahan lintas wilayah Provinsi dilaksanakan oleh Tim


Pertimbangan Teknis Pertanahan Nasional, yang ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

2) Pertimbangan Teknis Pertanahan lintas wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh


Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Provinsi, yang ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional; dan

3) Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam satu wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan


oleh Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Kabupaten/Kota, yang ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Kantor Pertanahan.

Adapun Susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Nasional terdiri atas:

1) Penanggungjawab : Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

2) Ketua merangkap anggota : Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

3) Sekretaris merangkap anggota : Direktur Penatagunaan Tanah; dan

37
4) Anggota : Unsur teknis di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.

Susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Provinsi terdiri atas:

1) Penanggungjawab : Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional;

2) Ketua merangkap anggota : Kepala Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

3) Sekretaris merangkap anggota : Kepala Seksi Penatagunaan Tanah; dan

4) Anggota : Unsur teknis di lingkungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.

Susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan Kabupaten/Kota


sebagaimana dimaksud pada terdiri atas:

1) Penanggungjawab : Kepala Kantor Pertanahan;

2) Ketua merangkap anggota : Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan;

3) Sekretaris merangkap anggota : Kepala Subseksi Penatagunaan Tanah dan


Kawasan Tertentu; dan

4) Anggota : Unsur teknis di lingkungan Kantor Pertanahan.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin
Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah sebagaimana dibantu
oleh petugas sekretariat dan petugas lapangan yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan
dengan luas dan jenis kegiatan yang dimohon. Tim tersebut bekerja setiap tahun dan
ditetapkan alokasi pendanaannnya setiap tahun anggaran.

5. Pembinaan, Monitoring dan Evaluasi

Pembinaan dan monitoring terhadap Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan
Penggunaan tanah diselenggarakan oleh para pejabat yang berkompeten di masing-
masing wilayah, yaitu :

1) Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk tingkat Nasional,


Provinsi dan kabupaten/Kota;

2) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional untuk tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota; dan

38
3) Kepala Kantor Pertanahan untuk tingkat Kabupaten/Kota.

Penyelenggaraan pembinaan dan monitoring untuk Izin Lokasi dilaksanakan dalam rangka
mengendalikan pemanfaatan izin lokasi agar tidak menyimpang dari izin yang diterbitkan
bahkan hingga pembatalan. Monitoring dan evaluasi dalam bentuk pembinaan ini
dilaksanakan dengan memperhatikan Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan; dan
Ketentuan pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi (Pasal 11 ayat 2).

Hasil pembinaan dan monitoring menjadi bahan pertimbangan dalam Pembatalan Izin
Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Lampiran I sub bidang 1 angka 3
huruf h. Pembatalan Izin Lokasi tersebut harus dilaksanakan oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia atas usulan :

1) Pemerintah Provinsi dengan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan


Nasional; dan

2) Pemerintah Kabupaten/Kota dengan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan.

39
40

Anda mungkin juga menyukai