Anda di halaman 1dari 19

AGAMA ISLAM

(Makalah makna kejujuran)

DI
S
U
S
U
N

OLEH:

NAMA :HARMININGSI KADER

TUGAS :AGAMA ISLAM

KELAS :X-MIA 5

SMA NEGERI 2 KOTA TERNATE


2017/2018
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan nikmat nya kepada saya
sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah saya ini yang alhamdulillah tepat pada waktu nya yang
berjudul MAKNA KEJUJURAN
Saya menyadari bahwa makalah saya ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karna itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, saya sampaikan Terimah kasi kepada semua Teman-Teman yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, Semoga Allah Swt senantiasa meridohi segala
usaha kita,amin.
Daftar Isi

A. Halaman Judul........................................................................................
B. Kata Pengantar.......................................................................................
C. Daftar isi................................................................................................
D. Bab I.....................................................................................................
Pendahuluan
Latar belakang
Tujuan dan Manfaat
E. Bab II..................................................................................................
Pembahasan
Makna Kejujuran
Dalil Tentang Jujur
Hikma Perilaku Jujur
Jujujr Dalam Niat
Jujur Dalam Lisan
Jujur Dalam Perbuatan
F. Bab III...................................................................................................
Penutup
Saran
Kesimpulan
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kejujuran yang hadir pada diri seseorang mengantar seseorang berbuat baik pada jabatan dan
tugasnya. Kejujuran membawa, misalnya pedagang, bertransaksi secara normatif. Seorang
pedagang akan meraih pelanggan lebih banyak apabila kejujuran didalam dirinya untuk
membangun transaksi. Penelitian menunjukkan, bukan karena kualitas barang yang bagus, bukan
karena tempat yang indah menjadi pilihan dari pembeli untuk membangun transaksi yang lebih
banyak. Lebih banyak pembeli mau datang kepada sebuah warung, mau datang kepada sebuah
transaksi perusahaan, mau datang kepada sebuah transaksi perusahaan, karena hadirnya kejujuran
dan ketulusan. Oleh karena itu, jabatan maupun perdagangan menjanjikan sesuatu yang lebih baik
apabila kejujuran hadir dalam sikap keseharian orang yang menjual atau yang melakukan
tugasnya.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Membantu siswa lebih kreatif
2. Memahami pola pikir ilmiah

Manfaat :
1. Memberikan siswa pengetahuan baru
2. Memperbaiki nilai pelajaran Agama Islam
Bab II
Pembahasan

A. Pengertian Kejujuran
Kejujuran yang hadir pada diri seseorang mengantar seseorang berbuat baik pada jabatan
dan tugasnya. Kejujuran membawa, misalnya pedagang, bertransaksi secara normatif.
Seorang pedagang akan meraih pelanggan lebih banyak apabila kejujuran didalam dirinya
untuk membangun transaksi. Penelitian menunjukkan, bukan karena kualitas barang yang
bagus, bukan karena tempat yang indah menjadi pilihan dari pembeli untuk membangun
transaksi yang lebih banyak. Lebih banyak pembeli mau datang kepada sebuah warung,
mau datang kepada sebuah transaksi perusahaan, mau datang kepada sebuah transaksi
perusahaan, karena hadirnya kejujuran dan ketulusan. Oleh karena itu, jabatan maupun
perdagangan menjanjikan sesuatu yang lebih baik apabila kejujuran hadir dalam sikap
keseharian orang yang menjual atau yang melakukan tugasnya
Seorang panglima perang yang tangguh mengajak seluruh anak buahnya untuk merebut
pulau. Setelah seluruh perahu bersandar di pantai pulau yang akan direbut, dia kemudian
memerintahkan untuk membakar semua perahu yang ada di pantai “Don’t look back”-
teriaknya itulah makna “the point of no return,” titik dimana tidak ada lagi kesempatan
untuk kembali. Tekad itu merupakan suatu upaya menghadirkan keberanian karena
meyakini kebenaran dan berjuang tanpa kata menyerah. Makanya, “don’t stop!” hingga
berhasil merebut
Kalau kita berjalan danterus melangkah memperjuangkan kebenaran yang hendak diraih,
maka satu-satunya peluang adalah terus melangkah dan menaklukkan apapun yang yang
ada di hadapan kita. Bila ada jalan buntu, maka pilihannya hanya :
1) menerima apa adanya dan menyerah; serta
2) berpikira dan mengerahkan segala upaya menerobos dan menemukan jalan baru untuk
menggapai tujuan. Apalagi, keadaan-keadaan mendesak justru menjadi kjreativitas dan
motivasi untuk meraihnya, “Never give up” (tak pernah menyerah). Toh, kita berada pada
posisi “the point of no return”. Maka, “Don‘t Stop, Komandan!”

B. Dalil tentang Kejujuran

Wahai kaum Muslimin, marilah kita bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla. Marilah kita
menjadi orang-orang yang jujur, berlaku baik kepada Allah Azza wa Jalla dan kepada
seluruh makhluk, jika kita memang benar-benar orang yang beriman. Hendaklah kita
berlaku jujur, karena kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan
mengantarkan kita kepada surga. Seseorang itu selalu berlaku jujur dan membiasakannya,
hingga di sisi Allah Azza wa Jalla dia di tulis sebagai orang yang jujur. Orang-orang yang
jujur dalam ucapan dan perbuatannya, akan dicintai oleh Allah Azza wa Jalla dan dicintai
oleh manusia. Setiap majelis merasa senang apabila mereka disebut, dan hati dengan
lapang menerima setiap kali mereka membawa berita. Mereka memperoleh buah
kejujuran mereka di dunia dan di alam kubur. Apabila mereka di kumpulkan, setiap lisan
selalu mengucapkan kata pujian bagi mereka. Hati mereka dipenuhi rasa cinta dan
persaudaraan. Dan kejujuran itu mencakup kejujuran dalam keyakinan, ucapan dan
perbuatan.

Jujur dalam keyakinan maksudnya adalah keikhlasan seseorang dalam beramal. Ia tidak
mengerjakan amalan karena riyâ‘ ataupun sum‘ah. Adapun jujur dalam ucapan,
maksudnya dia jujur dengan berita yang disampaikan serta ucapannya sesuai dengan
kenyataan. Dia tidak memberikan kabar berita yang menyelisihi kenyataan/realita, baik
ketika berbicara serius maupun senda gurau; baik ketika senang maupun sempit. Dia
selalu menyampaikan berita dalam keadaan sempit maupun lapang; dalam keadaan marah
maupun ridha, dalam seluruh transaksinya muamalahnya, baik berupa sewa menyewa
maupun jual beli.

Adapun jujur dalam perbuatan, maksudnya adalah ia mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam amal ibadahnya dan semua muamalahnya, dengan nasehat yang
sungguh-sungguh. Jika dia bekerja untuk orang lain, ia pun bersungguh-sungguh dan
menyelesaikannya.

Kita jangan berkata dusta. Karena sesungguhnya dusta itu mengantarkan kepada
perbuatan dosa dan perbuatan dosa itu menyebabkan masuk neraka. Seseorang itu bila
senantiasa berbuat dusta niscaya ditulis di sisi Allah Azza wa Jalla sebagai pendusta.
Dusta itu dibenci oleh Allah Azza wa Jalla dan manusia. Jika dia menyampaikan berita,
beritanya tidak tsiqah (terpercaya). Ketahuilah bahwa dusta ini juga mencakup keyakinan,
perbuatan dan perkataan.

Dusta dalam keyakinan maksudnya adalah perbuatan manusia yang dilakukan karena
riya‘(pamer) dan hanya mengharapkan pujian manusia semata. Allah Azza wa Jalla
berfirman:

َٰ
َ ‫ف ِإلَ ْي ِه ْم أ َ ْع َمالَ ُه ْم فِي َها َو ُه ْم فِي َها ََل يُ ْب َخسُونَ أُولَئِكَ ا َّلذِينَ لَي‬
‫ْس لَ ُه ْم فِي ْاْلخِ َرةِ ِإ ََّل‬ ِ ِّ ‫َمن َكانَ ي ُِريدُ ْال َحيَاة َ الدُّ ْنيَا َو ِزي َنت َ َها نُ َو‬
َ‫صنَعُوا فِي َها َوبَاطِ ٌل َّما كَانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ِ‫ار ۖ َو َحب‬
َ ‫ط َما‬ ُ َّ‫الن‬
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali
neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-
sialah apa yang telah mereka kerjakan.[ Hûd/11:15-16]

Adapun dusta dalam ucapan, maksudnya adalah menyampaikan berita yang tidak sesuai
kenyataan. Ini adalah perbuatan yang dilarang, baik perbuatan dusta itu memiliki dampak
memakan harta orang lain dan menzhaliminya ataupun tidak memiliki dampak sekalipun.
Semua bentuk perbuatan dusta adalah haram dan tercela, kecuali apabila memiliki
maslahat yang besar, seperti dusta dalam pertempuran melawan musuh dan dusta untuk
memperbaiki hubungan antara manusia guna menghilangkan perselisihan dan kebencian.

Dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫سطِ ْال َجنَّ ِة ِل َم ْن ت ََركَ ْال َكذ‬


ِ ‫ِب َو ِإ ْن َكانَ َم‬
‫از َحا‬ ٍ ‫أَنَازَ عِي ٌم ِب َب ْي‬
َ ‫ت فِي َو‬

Aku adalah pemimpin di rumah yang ada tengah di surga bagi orang-orang yang
meninggalkan dusta, walaupun dalam keadaan senda gurau.[HR. Abu Dâwud 4800 dari
hadits Abu Umâmah Radhiyallahu ‘anhu]

Dusta itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Semakin besar madharatnya, semakin
besar pula dosanya.

Adapun dusta dalam perbuatan, maksudnya adalah orang yang perbuatannya menyelisihi
ucapannya. Seperti orang yang berpura-pura memberikan nasehat, padahal dia hendak
menipu; seperti orang yang menampakkan bagian barang dagangannya yang baik-baik,
padahal sebaliknya.

Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya kejujuran dalam setiap bentuknya merupakan


perbuatan yang terpuji. Orang yang jujur dicintai oleh Allah Azza wa Jalla dan manusia,
dan Allah Azza wa Jalla akan meninggikan kedudukannya dan menambahkan pahala
baginya. Dan bukti paling nyata yang menunjukkan hal itu adalah kenyataan yang terjadi
berupa pujian manusia bagi orang-orang yang jujur ketika mereka masih hidup maupun
sudah meninggal dunia. Berita yang mereka sampaikan diterima, amanah mereka
terpercaya. Sungguh beruntung orang-orang yang jujur, dan sungguh rugi orang yang
berbuat dusta.
Mari kita bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan menegakkan kejujuran dalam segala
kondisi agar kita mendapatkan keberuntungan.

Allah Azza wa jalla berfirman:

َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬


َّ ‫َللاَ َو ُكونُوا َم َع ال‬
َ‫صا ِدقِين‬

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar. [at-Taubah/9 : 119]

C. Hikma Perilaku Jujur

Dalam sebuah hadis panjang yang berasal dari Syihab diceritakan bahwa ketika Rasul kan
melakukan ghazwah (penyerangan) ke Tabuk untuk menyerang tentara Romawi dan
orang-orang Kristen di Syam salah seorang sahabat yang bernama Ka'ab bin Malik
mangkir dari pasukan perang, Ka'ab menceritakan bahwa mangkirnya ia dari peperangan
tersebut bukan karena ia sakit ataupun ada suatu masalah tertentu, bahkan menurutnya
hari itu justru ia sedang dalam kondisi prima dan lebih prima dari hari-hari sbelumnya.
Tetapi entah mengapa ia merasa enggan untuk bergabung bersama pasukan Rasul sampai
akhirnya ia ditinggalkan oleh pasukan Rasul. Sekembalinya pasukan Rasul ke Madinah
iapun bergegas menemui Rasul dan berkata jujur tentang apa yang ia lakukan, akibatnya
Rasul menjadi murka begitu pula shahabat-shahabat lainnya. Iapun dikucilkan bahkan
diperlakukan seperti bukan orang Islam, sampai-sampai Rasul memerintahkannya untuk
berpisah dengan istrinya. Setelah 50 hari berselang maka turunlah wahyu kepada Rasul
yang menjelaskan bahwa Allah telah menerima taubatnya Ka'ab dan dua orang lainnya:
“Allah benar-benar telah menerima taubatnya Nabi, orang-orang muhajirin dan anshor
yang mengikutinya dalam saat-saat sulit setelah hampir-hampir saja hati sebagian
mereka bermasalah lalu Allah menerima taubat mereka dan taubat 3 orang yang mangkir
dari jihad sampai-sampai mereka merasa sumpek dan menderita, sesungguhnya Allah
maha pengasih dan penyayang”

Ketika ia diberi kabar gembira bahwa Allah telah menerima taubatnya, dan Rasul telah
memaafkannya ia Ka'ab berkata:
“Ka'ab berkata demi Allah tidak ada ni'mat terbesar dari Allah setelah ni'mat hidayah
Islam selain kejujuranku kepada Rasulullah dan ketidak bohonganku kepada beliau
sehingga saya tidak binasa seperti orang-orang yang berdusta, sesungguhnya Allah
berkata tentang mereka yang berdusta dengan seburuk-buruk perkataan”
Beberapa hikmah perilaku jujur yang dapat dipetik antara lain sebagai berikut.

1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan
diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
4. Dijamin masuk surga.
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.

Kita harus menanamkan kesadaran pada diri kita untuk selalu berperilaku jujur, baik kepada Allah
Swt., orang lain, maupun diri sendiri. Jika kita sudah bisa membiasakan berperilaku jujur, kita akan
mendapatkan hikmah yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari.

Kita harus menyadari dan mengetahui akibat dari kebohongan sehingga kita bisa menjauhi sifat buruk
tersebut. Contoh akibat dari kebohongan adalah hilangnya kepercayaan orang lain terhadap kita, susah
mendapatkan teman bahkan tidak memiliki teman, susah mendapat pekerjaan karena tidak dipercaya.
Berperilaku jujur terkadang sangat pahit pada awalnya, tetapi percayalah, buah manis akan didapat di
akhirnya.

Perilaku jujur bisa diterapkan dalam berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di
rumah, maupun di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Berikut ini cara menerapkan perilaku
jujur.

1. Di sekolah, kita bisa meluruskan niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan oleh ibu bapak guru, tidak menyontek pekerjaan teman, melaksanakan piket sesuai
jadwal, menaati peraturan yang berlaku di sekolah, berbicara secara benar baik kepada guru,
teman ataupun orang- orang yang ada di lingkungan sekolah.
2. Di rumah, kita bisa meluruskan niat untuk berbakti kepada orang tua, memberitakan hal yang
benar. Contohnya saat meminta uang untuk kebutuhan suatu hal, tidak menutup-nutupi suatu
masalah pada orang tua, tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang tua
senang.
3. Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan
yang baik, tenang, dan tenteram, tidak mengarang cerita yang membuat suasana di lingkungan
tidak kondusif, tidak membuat gosip. Ketika diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu
yang diamanahkan, harus dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.

Berlaku jujurlah dari mulai sekarang, Insya Allah kalian akan memperoleh hikmah dari perilaku jujur
kalian tersebut.
D. Jujur Dalam Niat

Ibnu Qoyyim mengatakan, “Kalau seseorang itu jujur dalam meniatkannya, maka Ia akan
mendapatkannya”. inilah sebenar-benar ungkapan. Ungkapan yang lahir dari pemahaman
yang utuh, keimanan yang mendalam, dan kejernihan dalam pemikiran.
Dalam Al Quran surat at-taubah 119 Allah mengatakan, “Wahai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kamu bersama orang-orang yang
jujur.” Dalam salah satu tafsir dikatakan orang yang jujur ialah orang yang jujur dalam
niatnya. jujur dalam niat itu, seseorang yang niat bangun malam dan ia sungguh-sungguh
berniat bangun malam, maka ia akan bangun. tapi ia tidak bangun malam, berarti ia tidak
sungguh-sungguh berniat bangun malam.. seseorang yang bersungguh-sungguh dalam
niatnya menjadi syahid, dan ia sungguh-sungguh berniat agar mati syahid maka ia akan
berusaha terus ikut dalam peperangan. meskipun syahid tak kunjung datang, maka Allah
telah menjadikannya seorang yang mendapatkan pahala mati syahid.

Saudaraku, begitu pula dengan kita…


jika kita berniat bangun malam, dan kita sungguh-sungguh berniat bangun malam, maka
kita akan bangun malam. dan seandainya kita tidak sanggup bangun, berarti kita memang
belum jujur dalam meniatkannya…
ingatkah kita, ketika kita pagi-pagi harus sampai di suatu tempat…walaupun kita tidur
sudah larut malam, tapi ternyata kita sanggup bangun tepat waktu?? saat itulah berarti kita
memang jujur dalam meniatkannya.
jika kita berniat menjadi orang shalih/ah, dan kita sungguh-sungguh dalam meniatkannya,
kita pasti akan menjadi orang shalih/ah. tapi kita tidak mendapatkannya, berarti kita
memang belum jujur dalam meniatkannya…

Seseorang bertanya kepada Ibrahim Bin Adham, “Aku tidak sanggup untuk bangun
Malam, maka terangkanlah kepadaku apa obatnya?”. Ibrahim bin Adham menjawab, ”
Jangan Kau bermaksiat kepada-Nya di waktu siang, karena maksiatmu tidak akan
membangunkanmu dihadapan-Nya. Sungguh, berdirinya kamu dihadapan-Nya adalah
kemuliaan yang paling besar, dan orang-orang yang bermaksiat tidak ada hak atas
kemuliaan itu..”

saudaraku,
marilah kita koreksi kembali niat kita…berapa banyak niat yang kita ucapkan tapi tidak
berbuah seperti yang kita harapkan?? mungkin itu semua karena niat kita yang belum
jujur…
Betapa sering kita berjanji kepada Allah, kemudian kita mengingkarinya??
berjanji untuk taat dalam perintahNya, tunduk dalam syariatNya,juga berjanji untuk ridha
dengan takdirNya,

E. Jujur Dalam Lisan

Sebagaimana hati dituntut untuk jujur, lisan dan anggota badan yang lainnya juga dituntut
demikian. Oleh karena itu sebagaimana hati bisa disebut dengan hati yang jujur, begitu
lisan dan anggota badan yang lainpun bisa di disebut dengan lisan yang jujur dan lain
sebagainya.

Diantara dalil yang menunjukkan bahwa lisan bisa disebut lisan yang jujur yaitu apa yang
terdapat dalam doa yang sangat agung dalam hadits Syaddâd bin Aus Radhiyallahu anhu .
Beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shalllallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepadaku, ‘ Wahai Syaddâd bin Aus, apabila kamu melihat orang mengumpulkan emas
dan perak, maka kamu kumpulkanlah kalimat-kalimat ini (doa-doa):

‫شك َْر‬ُ َ‫سأَلُك‬ ْ َ ‫ َوأ‬، َ‫ َوع ََزائِ َم َم ْغف َِرتِك‬, َ‫ت َرحْ َمتِك‬ ِ ‫سأَلُكَ ُم‬
ِ ‫وجبَا‬ ْ َ ‫ َوأ‬،ِ‫شد‬ ُّ ‫علَى‬
ْ ‫الر‬ َ َ‫ َوا ْلعَ ِزي َمة‬, ‫سأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي ْاْل َ ْم ِر‬
ْ َ ‫الل ُه َّم إِنِي أ‬
،‫ َوأَعُوذُ بِكَ مِ ْن ش َِر َما ت َ ْعلَ ُم‬،‫سأَلُكَ ِم ْن َخي ِْر َما ت َ ْعلَ ُم‬
ْ َ ‫ َوأ‬،‫سانًا صَا ِدقًا‬ َ ‫سأَلُكَ قَ ْلبًا‬
َ ‫ َو ِل‬, ‫سلِي ًما‬ ْ َ ‫ َوأ‬، َ‫سنَ ِعبَا َدتِك‬
ْ ‫ َو ُح‬, َ‫نِ ْع َمتِك‬
ِ ‫ ِإنَّكَ أ َ ْنتَ ع َََّّل ُم ا ْلغُيُو‬،‫ست َ ْغف ُِركَ ِل َما ت َ ْعلَ ُم‬
‫ب‬ ْ َ ‫َوأ‬

Wahai Allâh! Aku meminta kepadamu keteguhan dalam segala perkara, kesungguhan
dalam petunjuk. Aku memohon kepada-Mu segala yang bisa mendatangkan rahmat-Mu,
segala yang bisa mengundang ampunan-Mu! Aku memohon kepadamu rasa syukur atas
nikmat-Mu dan ibadah yang bagus. Aku juga memohon hati yang selamat dan lisan yang
jujur. Aku juga memohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau ketahui. Aku berlindung
kepada-Mu dari keburukan yang engkau ketahui. Aku meminta ampunan kepada-Mu atas
dosa yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau adalah maha mengetahui perkara-
perkara ghaib.[2]

Dalam hadits di atas, Rasulullah Shalllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya,
“lisan yang jujur.” Lisan yang jujur lisan lisan yang selaras dengan hati, antara apa yang
ada dalam hatinya dan apa yang diperlihatkan sama. Lisannya tidak mengucapkan sesuatu
yang tidak ia imani dan tidak ia yakini dalam hatinya.

Berkait dengan doa yang agung ini, sesungguhnya dalam doa tersebut terdapat kiat atau
jalan selamat bagi seorang hamba, terlebih tatkala hati condong dan tergoda dengan
keindahan dunia. Dalam doa ini, Nabi Shalllallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan dalam
sabda Beliau Shalllallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ فَا ْكن ِْز َهؤ ََُلءِ ا ْل َك ِل َمات‬،َ‫َب َوا ْل ِفضَّة‬ َ َّ‫إِذَا َرأَيْتَ الن‬
َ ‫اس قَ ِد ا ْكتَنَزُ وا الذَّه‬

Apabila kamu melihat orang mengumpulkan emas dan perak, maka kumpulkanlah
kalimat-kalimat (doa-doa) ini.

Maksudnya, apabila hati-hati manusia telah condong dan tergoda dengan dunia, saat
dunia menjadi puncak keinginan dan fokus semua kesibukannya, maka hendaklah kamu
kumpulkanlah doa-doa ini.

Dan ini sungguh tepat. Jika kita perhatikan kandungan dan cakupan doa ini yang berisi
permohonan-permohonan dan makna-makna yang tinggi, kita pasti dapati didalamnya ada
kiat-kiat selamat agar selamat dari fitnah dunia.

F. Jujur Dalam Perbuatan

Dalam hadits di atas disebutkan lisan yang jujur. Adapun penyebutan anggota badan yang
lain dan disifati dengan sifat jujur atau dusta, maka ini bisa didapatkan dalam hadits yang
shahih. Yaitu tatkala Nabi Shalllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

،‫ع‬ ِ َ‫ َواْلُذُن‬، ‫ظ ُر‬


ْ ‫ان ِزنَا ُه َما اَل‬
ُ ‫ستِ َما‬ ِ َ‫ فَالعَ ْين‬: َ‫الزنَا ُمد ِْركٌ ذَ ِلكَ َل َمحَالَة‬
َ َّ‫ان ِزنَا ُه َما الن‬ ِ َ‫علَى ابْن آ َد َم نَ ِصيبُهُ مِ ن‬
َ ‫ِب‬
َ ‫ُكت‬
ُ ‫ق ذَ ِلكَ الفَ ْر‬
‫ج‬ ُ ‫ والقَ ْل‬، ‫طا‬
ُ ‫ َويُص َِد‬، ‫ب َيه َْوى َو َيت َ َمنَّى‬ َ ‫الر ْج ُل ِزنَاهَا ال ُخ‬ ُ ‫ َواليَ ُد ِزنَاهَا ال َب ْط‬، ‫سانُ ِزنا ُه ال َكَّلَ ُم‬
ِ ‫ َو‬، ‫ش‬ َ ‫الل‬
ِ ‫َو‬
ُ‫أ َ ْو يُك َِذبُه‬

Telah dituliskan bagi anak Adam bagiannya dari zina. Bani Adam pasti akan
mendapatkannya. Kedua mata bentuk zinanya adalah dengan melihat. Bentuk zina dua
telinga adalah dengan mendengar, lisan dengan ucapan, kedua tangan zinanya dengan
menyentuh, dua kaki zinanya dengan melangkah, hati dengan berharap serta
berkeinginan, lalu kemaluan yang membenarkan dan mendustakannya.[3]

Dalam hadits ini, Rasûlullâh mensiafati anggota badan dengan sifat jujur dan dusta, yaitu
dengan sabda Beliau Shalllallahu ‘alaihi wa sallam , ”lalu kemaluan yang membenarkan
dan mengingkari.” Oleh karena itu amalan yang dilakukan oleh para hamba terbagi
menjadi dua yaitu amalan yang jujur dan amalan yang dusta.

Dikatakan bahwa kejujuran itu jalan keselamatan. Maksudnya, keselamatan seseorang


terletak pada hatinya yang jujur dalam keyakinannya, lisannya yang jujur dalam
ucapannya, dan anggota badan yang jujur dalam perbuatan.
Perhatikanlah makna ini dalam sebuah ayat yang disebut oleh para Ulama dengan ayatul
bir (ayat tentang kebaikan). Yaitu firman Allâh:

‫ب‬ َّ ِ‫ب َو َٰ َل ِكنَّ ا ْلبِ َّر َم ْن آ َمنَ ب‬


ِ ‫اَّللِ َوا ْليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر َوا ْل َم ََّلئِ َك ِة َوا ْل ِكت َا‬ ِ ‫ق َوا ْل َم ْغ ِر‬ ِ ‫ْس ا ْلبِ َّر أ َ ْن ت َُولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم قِبَ َل ا ْل َمش ِْر‬
َ ‫لَي‬
َ‫ب َوأَقَا َم الص َََّّلة‬ ِ ‫الرقَا‬ ِ ‫سائِ ِلينَ َوفِي‬ َّ ‫سا ِكينَ َوا ْبنَ ال‬
َّ ‫سبِي ِل َوال‬ َ ‫علَ َٰى ُحبِ ِه ذَ ِوي ا ْلقُ ْربَ َٰى َوا ْليَت َا َم َٰى َوا ْل َم‬
َ ‫َوالنَّبِيِينَ َوآت َى ا ْل َما َل‬
ۖ ‫ص َدقُوا‬ َ َ‫الزكَاةَ َوا ْل ُموفُونَ بِعَ ْه ِد ِه ْم إِذَا عَا َهدُوا ۖ َوالصَّابِ ِرينَ فِي ا ْلبَأْسَاءِ َوالض ََّّراءِ َوحِ ينَ ا ْلبَأ ْ ِس ۖ أُو َٰلَئِكَ الَّ ِذين‬ َّ ‫َوآت َى‬
َ‫َوأُو َٰ َلئِكَ ُه ُم ا ْل ُمتَّقُون‬

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allâh, hari Kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan
dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang jujur (imannya); dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa. [Al-Baqarah/2:177]

َ َ‫( أُو َٰلَئِكَ الَّ ِذين‬Mereka itulah


Firman Allâh Azza wa Jalla diakhir ayat ini yang berbunyi ‫ص َدقُوا‬
orang-orang yang jujur (imannya) ) kembali kepada dua hal:

Pertama: Keyakinan mereka yang benar, yaitu dengan yakinnya hati pada perkara-
perkara pokok keimanan:

َّ ِ‫َو َٰلَ ِكنَّ ا ْلبِ َّر َم ْن آ َمنَ ب‬


ِ ‫اَّللِ َوا ْليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر َوا ْل َم ََّلئِ َك ِة َوا ْل ِكت َا‬
َ‫ب َوالنَّبِيِين‬

akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allâh, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi … [Al-Baqarah/2:177]

Ini adalah pokok-pokok landasan keimanan. Pokok-pokok ini bagi agama ibarat akar bagi
pepohonan, atau ibarat pondasi bagi bangunan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ْ َ ‫طيِبَ ٍة أ‬
َّ ‫صلُهَا ثَابِتٌ َوفَ ْرعُهَا فِي ال‬
ِ‫س َماء‬ َ ‫طيِبَةً َك‬
َ ‫شج ََر ٍة‬ َ ً‫َّللاُ َمث َ ًَّل َك ِل َمة‬
َّ ‫ب‬ َ ‫أَلَ ْم ت ََر َكي‬
َ ‫ْف ض ََر‬

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allâh telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
[Ibrâhîm/14:24]
Maka sebagaimana pohon yang tidak tegak berdiri kecuali dengan akar yang kuat, begitu
pula keimanan. Ia tidak akan kuat berdiri tegak kecuali dengan pokok-pokok keimanan
yang kokoh.

Pokok-pokok keimanan ini terletak di dalam hati, sebagaimana disebutkan dalam surat al-
Baqarah ayat ke-177 di atas. Semua yang disebutkan dalam ayat tersebut tempatnya di
hati.

Kedua: Bagusnya amalan, yaitu dengan menyempurnakan ketundukan dan kepatuhan


kepada Allâh Azza wa Jalla dengan melakukan apa yang telah Allâh syari’atkan, dan
menjauhi segala yang telah dilarang.

Ini semua merupakan bentuk kejujuran dan ketulusan seorang hamba kepada Robnya.

Berdasarkan ini, berarti mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan melaksanakan semua
jenis kewajiban dalam Islam yang telah Allâh perintahkan, merupakan tanda dan ciri dari
kejujuran seseorang kepada kepada Allâh Azza wa Jalla . Kejujuran dalam ibadah itu
bukan kejujuran yang bersifat selektif, yang mana dia hanya melakukan ibadah dan
kewajiban yang selaras dengan nafsunya saja, adapun yang tidak sesuai dia tidak lakukan.
Ini bukan pertanda atau ciri orang-orang jujur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala .

Dari sini diketahui, bahwa kejujuran kepada Allâh Azza wa Jalla mencakup ilmu dan
amal, juga keyakinan dan syari’at. Bukanlah dinamakan sebuah kejujuran kepada Allâh
Azza wa Jalla , keyakinan yang ada dalam hati seseorang namun keyakinan itu tidak
direalisasikan dalam amalan nyata. Kejujuran kepada Allâh Azza wa Jalla mencakup
baiknya hati dan baiknya perbuatan, baik ketika sendiri atau pun dikeramaian. Nabi
Muhammad Shalllallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam sabdanya Shallallahu
‘alaihi wa sallam :

َ ‫س ُد ُكلُّهُ أ َ ََل َوه‬


ُ ‫ِي ا ْلقَ ْل‬
‫ب‬ َ َ‫سدَتْ ف‬
َ ‫س َد ا ْل َج‬ َ َ‫س ُد كُلُّهُ َوإِذَا ف‬
َ ‫صلَ َح ا ْل َج‬ َ ‫ضغَةً إِذَا‬
َ ْ‫صلَ َحت‬ َ ‫أ َ ََل َوإِنَّ فِي ا ْل َج‬
ْ ‫س ِد ُم‬

Sesungguhnya didalam jasad itu terdapat segumpal daging. Apabila dia bagus maka
semua aggota tubuh akan menjadi bagus, dan apabila dia rusak maka semua anggota
tubuh akan rusak. Segumpal daging tersebut adalah hati[4]

Didalam hadist ini terdapat penjelasan bahwa Kejujuran hati seseorang kepada Allâh akan
terpancar pada lisannya yang jujur, seluruh anggota tubuhnya yang jujur dalam
melakukan semua ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla
Dari ayat di atas juga bisa difahami bahwa semua amalan anggota badan dan semua
syari’at Islam yang nampak merupakan manifestasi dari kejujuran hati kepada Allâh Azza
wa Jalla . Ini jika muncul dari dalam hati seseorang, dan bukan amalan yang dibuat-buat.
Sebagai contoh, perhatikanlah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru’
Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shalllallahu ‘alaihi wa sallam . Pada suatu hari, Beliau
Shalllallahu ‘alaihi wa sallam berbicar tentang shalat. Beliau Shalllallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

ٌ‫ َوَلَ نَجَاة‬، ٌ‫ور َو ََل بُ ْرهَان‬ َ ‫ور َوبُ ْرهَانٌ َونَجَاةٌ يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة َو َم ْن لَ ْم يُحَافِ ْظ‬
ٌ ُ‫علَ ْيهَا لَ ْم تَك ُْن لَهُ ن‬ ٌ ُ‫علَ ْيهَا كَانَتْ لَهُ ن‬ َ َ‫َم ْن حَاف‬
َ ‫ظ‬
ٍ‫َوكَانَ َم َع ف ِْرع َْونَ َوهَا َمانَ َوأ َ ِبي ِ ب ِْن َخلَف‬

Barangsiapa menjaga shalat maka dia akan diberikan cahaya, burhân (bukti) dan
keselamatan pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak menjaga shalat dia tidak akan
diberikan cahaya, burhân (bukti) dan keselamatan dan dia pada hari kiamat akan
bersama Qârûn, Fir’aun, Hamân, dan Ubay bin Khalaf[5]

Mereka berempat yang disebutkan dalam hadist di atas merupakan para tokoh orang-
orang kafir. Ubay bin Khalaf merupakan satu-satuya orang kafir yang Rasûlullâh bunuh
dengan tangan Beliau yang mulia.

Perhatikan sabda Nabi Shalllallahu ‘alaihi wa sallam di atas, yang artinya, “Barangsiapa
menjaga shalat maka dia akan diberikan cahaya, burhân (bukti) dan keselamatan pada
hari kiamat.” Burhân (bukti) maksudnya adalah bukti dari kejujurannya imannya. Semisal
dengan ini juga sabda Rasûlullâh Shalllallahu ‘alaihi wa sallam , yang artinya, “Sedekah
itu adalah bukti atau petunjuk.”

Shalat merupakan salah satu kewajiban dalam Islam juga salah satu rukun Islam yang
agung. Dinamakan shalat, karena dia merupakan penghubung antara hamba dengan Allâh
Azza wa Jalla. Barangsiapa meninggalkan shalat berarti dia telah memutuskan hubungan
dengan Allâh Azza wa Jalla dan orang-orang yang berani menyia-nyia shalat, maka pasti
dia akan lebih berani lagi untuk menyia-nyikan rukun Islam yang lain.

Kalau kita perhatikan tentang proses turunnya berbagai kewajiban dalam Islam kepada
Nabi Muhammad Shalllallahu ‘alaihi wa sallam, kita akan temukan bahwa yang pertama
kali diwajibkan adalah tauhîd (mengesakan Allâh Azza wa Jalla ) Perhatikanlah ayat-ayat
pertama yang diturunkan kepada Nabi Shalllallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus sebagai
penobatannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang Nabi dan Rasul. Allâh Azza
wa Jalla berfirman:
‫الرجْ َز فَا ْه ُج ْر‬ َ َ‫﴾ َوثِيَابَكَ ف‬٣﴿ ‫﴾ َو َربَّكَ فَكَبِ ْر‬٢﴿ ‫﴾ قُ ْم فَأ َ ْنذ ِْر‬١﴿ ‫ي أَيُّهَا ا ْل ُمدَّث ُِر‬
ُّ ‫﴾ َو‬٤﴿ ‫ط ِه ْر‬ َ

Hai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan
Rabbmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah! Dan perbuatan dosa tinggalkanlah
[Al-Mudatsir/74:1-5]

Allâh Azza wa Jalla memerintahkan Beliau Shalllallahu ‘alaihi wa sallam agar tauhid,
keikhlasan, dan berlepas diri dari ksyirikan. Dan Beliau Shalllallahu ‘alaihi wa sallam
mendakwahkan tauhîd selama sepuluh tahun. Dan selama itu tidak turun kepada Beliau
kewajiban apapun selain tauhid. Setelah sempurna sepuluh tahun, Beliau Shalllallahu
‘alaihi wa sallam diangkat keatas langit ketujuh, disanalah diwajibkan kepada Beliau lima
puluh shalat yang kemudian diringankan menjadi lima waktu shalat dalam sehari dan
semalam. Shalat fardhu itu memang lima kali dalam realitanya, akan tetapi pahalanya
lima puluh. Setelah itu tidak ada lagi kewajiban yang turun kepada Beliau sampai Beliau
Shalllallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Setelah Beliau Shalllallahu ‘alaihi wa
sallam menetap selama dua tahun di Madinah, baru diwajibkan puasa dan zakat pada
tahun ke-2, kemudian lima tahun berikutnya diwajibkan ibadah haji, tepatnya pada tahun
ke-9 Hijriyah.

Walaupun demikian, terkadang kita melihat sebagian orang yang sudah melaksanakan
ibadah haji, namun dia tidak melakukan shalat. Apakah orang-orang seperti ini bisa
dikatakan mereka memahami hakikat islam??

Yang lebih parah lagi, terkadang ada orang yang sudah berhaji, namun dia masih juga
melakukan perkara yang bisa membatalkan tauhidnya, bahkan bisa menghancurkan
agamanya. Yaitu dengan berdoa kepada selain Allâh Azza wa Jalla. Bahkan terkadang dia
sedang melakukan ibadah haji, namun dia tetap meminta kepada pertolongan kepada
selain Allâh, dia bersandar dengan beristighatsah kepada selain Allâh, meminta
kesembuhan,dan kemudahan urusan kepada selain Allâh. Apakah orang seperti ini telah
mendirikan agamanya sebagai mana yang diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla ?
Apakah orang seperti telah membuktikan kejujuran hatinya dalam penghambaannya
kepada Allâh Azza wa Jalla dengan ikhlas dan mengikuti Rasûlullâh Shalllallahu ‘alaihi
wa sallam?

Dengan demikian, kejujuran kepada Allâh Azza wa Jalla merupakan kebaikan bagi
seorang hamba dalam hatinya dengan bertauhid, beriman, ikhlas, tunduk, patuh dan cinta
kepada Allâh Azza wa Jalla .
Apabila seorang hamba jujur hatinya dalam beriman kepada Allâh Azza wa Jalla , maka
otomatis anggota badannya akan istiqâmah (lurus atau benar) sebagaimana hati yang
lurus. Karena anggota badan tidak akan menyelisihi keinginan hati. Kerusakan yang
terjadi pada lisan atau anggota tubuh yang lain ini berawal atau berpangkal pada
kerusakan hati dan ketidak jujurannya kepada Allâh Azza wa Jalla .

Ini semua menunjukkan pentingnya dan wajibnya jujur kepada Allâh Azza wa Jalla .
Hendaknya dia tidak terpengaruh oleh fitnah-fitnah dunia, hal-hal yang melalaikan dan
berbagai kesibukan dunia yang bisa mamalingkan manusia dari jalan kejujuran kepada
Allâh, kepada jalan-jalan yang sesat. Jalan yang bisa mengantarkan pelakunya kepada
kebinasaan, jalan yang dikira bagus dan bisa mendatangkan kebaikan, akan tetapi tatkala
dilalui ternyata dia hanya fatamorgana yang disangka air. Ketika dihampiri, ternyata tidak
airsama sekali.

Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang jujur hatinya
kepada Allâh Azza wa Jalla dalam keimanannya dan diikuti dengan semua anggota
badannya dengan perbuatan yang jujur
Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

semua menunjukkan pentingnya dan wajibnya jujur kepada Allâh Azza wa Jalla . Hendaknya
dia tidak terpengaruh oleh fitnah-fitnah dunia, hal-hal yang melalaikan dan berbagai
kesibukan dunia yang bisa mamalingkan manusia dari jalan kejujuran kepada Allâh, kepada
jalan-jalan yang sesat. Jalan yang bisa mengantarkan pelakunya kepada kebinasaan, jalan
yang dikira bagus dan bisa mendatangkan kebaikan, akan tetapi tatkala dilalui ternyata dia
hanya fatamorgana yang disangka air. Ketika dihampiri, ternyata tidak airsama sekali.

Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang jujur hatinya
kepada Allâh Azza wa Jalla dalam keimanannya dan diikuti dengan semua anggota badannya
dengan perbuatan yang jujur

B. Saran

Saran saya semoga dari makalah yang saya buat ini bisa bermanfaat dan di mengerti
apa itu arti kejujuran
Daftar pustaka

 https://sulselprov.go.id/post/makna-kejujuran
 https://almanhaj.or.id/2815-perintah-berlaku-jujur-dan-larangan-berbuat-dusta.html
 https://jabbzabdul.wordpress.com/2011/07/05/jujurlah-dalam-niat-kau-akan-mendapatkannya/
 https://almanhaj.or.id/5723-jujur-hati-lisan-dan-perbuatan.html

Anda mungkin juga menyukai