Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan

melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemasangan infus dapat menggantikan air dan

memperbaiki kekurangan cairan elektrolit serta merupakan suatu medium untuk

pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

Kemampuan pemasangan infus merupakan kompetensi dan tanggung jawab

perawat. Kompetensi perawat yang diharapkan adalah memilih tempat vena yang

sesuai, jenis kanula yang paling sesuai untuk pasien tertentu, mahir dalam teknik

aseptik, dan teknik penusukan vena. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

pemasangan infus antara lain jenis larutan yang akan diberikan, lamanya terapi

intravena, keadaan umum pasien dan tempat vena yang digunakan, dan keterampilan

orang yang akan melakukan pemasangan infus. Banyak tempat yang dapat digunakan

untuk pemasangan infus, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di

setiap vena. Vena di ekstremitas atas dipilih sebagai lokasi perifer, karena vena ini

relatif aman dan mudah dilakukan pemasangan infus, sedangkan vena di kaki jarang

di gunakan karena resiko tinggi terjadinya tromboemboli vena. Tempat lain yang

harus dihindari dalam pemasangan infus adalah vena di bawah infiltrasi vena

sebelumnya atau di bawah area yang flebitis, vena yang sklerotik atau bertrombus,

1
Universitas Sumatera Utara
2

lengan dengan arteriovena atau fistula, atau lengan yang mengalami edema, infeksi,

bekuan darah, dan kerusakan kulit (Smeltzer & Bare, 2001).

Pemasangan infus atau terapi intravena yang dilakukan secara terus menerus dan

dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi

dari pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis. Flebitis merupakan peradangan

pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan oleh iritasi mekanik, kimia

atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan pembentukan

trombus (Royal College of Nursing, 2010). Flebitis mekanik disebabkan oleh

pergerakan benda asing (kanula) yang menyebabkan gesekan dan peradangan vena

(Stokowski et al, 2009). Hal ini sering terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar untuk

vena yang dipilih (Martinho & Rodrigues, 2008). Penempatan kanula terlalu dekat

dengan katup, akan meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding

pembuluh darah dengan ujung kanula (Macklin, 2003). Flebitis kimia disebabkan

oleh obat atau cairan yang diberikan melalui kanula. Faktor-faktor seperti pH dan

osmolalitas dari zat memiliki dampak yang signifikan terhadap kejadian flebitis.

Flebitis yang disebabkan oleh bakteri berasal dari tehnik aseptik yang kurang dari

keterampilan perawat dalam memasang infus (Kohno et al, 2009).

Flebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah atau trombus pada vena yang

sakit atau mengalami peradangan dan selanjutnya menjadi tromboflebitis. Perjalanan

penyakit ini biasanya jinak, tetapi walaupun demikian jika thrombus terlepas

kemudian terbawa aliran darah dan masuk ke jantung maka dapat menimbulkan

Universitas Sumatera Utara


3

gumpalan darah yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan

menimbulkan kematian (Sylvia, 2005).

Tanda dan gejala yang paling umum dari flebitis adalah eritema, pembengkakan

di sepanjang jalur vena, vena akan teraba mengeras, daerah pemasangan infus terasa

hangat, dan pasien mungkin mengalami rasa sakit atau ketidaknyamanan selama

pemberian obat. Untuk itu perawat harus menilai apakah rasa sakit ini terus berlanjut

atau tidak (Endacott et all, 2009).

Sekitar 20 juta dari 40 juta pasien rawat inap di Amerika Serikat telah dilaporkan

menerima pemasangan dan perawatan infus (Yalcin, 2004). Tingkat flebitis karena

pemasangan infus telah dilaporkan oleh Maki dan Ringer (2009) sebesar 41,8%, serta

Kocaman dan Sucuoglu (2011) sebesar 64,7%. Indonesia tahun 2010, Jumlah

kejadian flebitis pada pasien rawat inap menurut distribusi penyakit sistem sirkulasi

darah, berjumlah 744 orang atau 17,11% (DepKes RI, 2008). Penelitian Jarumiyati

(2011), yang berjudul hubungan lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian

flebitis pada pasien rawat inap di RSUD Wonosari, menunjukkan bahwa ada

hubungan antara lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian flebitis, ini

dibuktikan dengan nilai korelasinya 0,007. Aprilin (2011), dalam penelitiannya yang

berjudul hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis di Puskesmas Krian

Sidoarjo menunjukkan bahwa ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya

flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo. Mardiah

(2012), dalam penelitiannya yang berjudul rata- rata lama hari pemasangan infus

dalam terjadinya flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara


4

kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis

dengan rata-rata hari pemasangan infus pada hari ketiga pemasangan infus dan hari

pertama pemasangan infus belum terjadi flebitis sama sekali. Hasil- hasil penelitian

diatas menggambarkan bahwa pemasangan dan perawatan infus adalah hal yang

harus dilakukan secara benar dan sesuai dengan ketentuan Standart Operasional

Procedure (SOP). Penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan bagi

perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang

dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi intravena kateter, melakukan

tindakan aseptik pada pemasangan infus, dan juga cara kerja yang sesuai SOP agar

terhindar dari flebitis.

Pemantauan pemasangan dan perawatan infus di Rumah Sakit Columbia Asia

Medan (RSCAM) merupakan salah satu sasaran mutu yang harus dicapai, dimana

angka kejadian flebitis yang tinggi menunjukkan mutu yang rendah. Pada bulan

Januari - Agustus 2015 tercatat jumlah pasien yang dilakukan pemasangan infus di

ruang pediatrik RSCAM sebanyak 635 orang dan terdapat 12 pasien (1,8%)

mengalami flebitis pada ≤ 72 jam setelah pemasangan infus (Unit Quality Control

dalam Sasaran Mutu RSCAM, 2015). Depkes RI merekomendasikan kejadian flebitis

pada setiap pemasangan infus adalah ≤ 1,5%. Sementara itu, perawatan infus yang

dilakukan di RSCAM adalah 1x72 jam sesuai dengan SOP yang berlaku. The

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), merekomendasikan untuk

pergantian kateter infus setiap 48-72 jam, kateter infus harus diganti tidak lebih dari

72 jam, kecuali ada indikasi klinis atau kateter infus rusak. CDC menyarankan untuk

Universitas Sumatera Utara


5

mengganti set yang digunakan untuk mengelola darah, produk darah, atau lipid

emulsi dalam waktu 24 jam.

Pemasangan dan perawatan infus memerlukan kompetensi perawat dalam

mengontrol angka kejadian flebitis. Roe (2001) menyatakan bahwa kompetensi itu

adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas atau peran, kemampuan

mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-

nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang

didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Kompetensi menurut

Undang-Undang Keperawatan Bab IV pasal 16 ayat (2), standart kompetensi perawat

meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, mental, moral, penguasaan bahasa

dan tehnologi. Kompetensi perawat dalam hal pemasangan, dan perawatan infus

harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan tehnologi untuk

mengurangi angka kejadian flebitis, sehingga citra dan kualitas pelayanan rumah sakit

dapat tercapai.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana

hubungan kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus terhadap kejadian

flebitis di ruang pediatrik Rumah sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara


6

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan

kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus terhadap kejadian flebitis

di ruang pediatrik Rumah sakit Columbia Asia Medan tahun 2015

1.3.2.Tujuan Khusus :

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi kompetensi perawat dalam memasang infus di Ruang

Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

2. Untuk mengidentifikasi kompetensi perawat dalam merawat infus di Ruang

Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

3. Untuk menganalisis hubungan kompetensi perawat dalam memasang infus

terhadap kejadian flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan

tahun 2015.

4. Untuk menganalisis hubungan kompetensi perawat dalam merawat infus terhadap

kejadian flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun

2015.

Universitas Sumatera Utara


7

1.4.Hipotesa

H1 : Ada hubungan kompetensi perawat dalam memasang infus terhadap kejadian

flebitis

H2 : Ada hubungan kompetensi perawat dalam merawat infus terhadap kejadian

flebitis

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan mutu pelayanan serta

meningkatkan tanggung jawab dan kompetensi perawat terhadap pemasangan dan

perawatan infus. Karya tulis ini dapat dijadikan sabagai bahan masukan atau

sumbangan pemikiran untuk prosedur tetap terhadap pemasangan dan perawatan

infus pada anak di ruang pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan.

1.5.2. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan penulis untuk meningkatkan kompetensi

dalam memasang dan merawat infus pada anak sehingga kejadian flebitis dapat

diminimalkan.

Universitas Sumatera Utara


8

1.5.3. Manfaat bagi institusi keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan sumber data pada

mahasiswa untuk melanjutkan penelitian mengenai pengaruh kompetensi perawat

dalam memasang dan merawat infus serta menjadi sumber informasi yang berguna

untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan dalam hal pemasangan dan

perawatan infus.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai