Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH :

ANALISIS PEUBAH GANDA

ANALISIS FAKTOR :
TEORI PERTUMBUHAN
EKONOMI SOLOW

KELAS 3 SE 1 (Kelompok 2) :

Domingos Antonio Da Costa F. (14.8091)

Gunadi Subagia (14.8154)

Hilmi Sifa’ Iftitah (14.8166)

Masito Erlando Situmorang (14.8229)

Nur Salmanah (14.8296)

Pandu Elkana Setyawan (14.8309)

Tonny Arief Juniarta (14.8415)

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK


JAKARTA
I.
2017
KASUS
II.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi R.Solow
Pertumbuhan Ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi
yang berlaku dari tahun ke tahun, sehingga untuk mengetahuinya harus diadakan
perbandingan pendapatan nasional dari tahun ke tahun, yang dikenal dengan laju
pertumbuhan ekonomi. ( Sadono Sukirno : 1985 ). Sedangkan M.P Todaro
mendefinisikan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang mantap
dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu
untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional yang semakin besar.
Menurut Robert Solow ( Solow Neoclassical Growth Model ), pertumbuhan
ekonomi di suatu negara dipengaruhi oleh faktor – faktor diantaranya adalah
pertumbuhan tenaga kerja, stok modal, serta perkembangan teknologi. Dimana
faktor pertumbuhan tenaga kerja dan stok modal merupakan faktor endogen serta
perkembangan teknologi sebagai faktor eksogen yang pada proses produksi telah
ditentukan nilainya dan penawarannya berada pada posisi tertentu. Model
pertumbuhan ekonomi R.Solow ini merupakan perkembangan model pertumbuhan
ekonomi Harrod-Domar. Pada model Harrod-Domar hanya menunjukkan hubungan
antara investasi dan pertumbuhan ekonomi (M.P Todaro,2003:150). Pada Model
Solow mulai memperhitungkan faktor tenaga kerja dan memperkenalkan faktor
teknologi.
Model pertumbuhan ekonomi R.Solow menunjukkan pengaruh faktor
tenaga kerja, faktor stok modal dan faktor teknologi terhadap tingkat output.
Apabila suatu proses pertumbuhan ekonomi dalam kondisi teknologi belum
berkembang, maka tingkat output hanya dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja ( L )
dan faktor stok modal ( K ), dan hubungan dua faktor tersebut, sehingga dapat
ditulis :

Dimana Y merupakan output yang direpresentasikan dengan GDP ( Gross Domestic


Bruto ), akan tetapi dengan pesatnya perkembangan teknologi, sulit rasanya untuk
memisahkan faktor teknologi dalam proses pembangunan. Sehingga apabila faktor
teknologi dimasukkan, model akan menjadi :

Dimana A adalah tingkat teknologi pada waktu tertentu yang telah ditentukan.

II.2. Indikator
a. Indikator Stok Modal ( K )
Dalam penelitian ini komponen stok modal menggunakan Penanaman
Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),
tabungan yang ada di BPR Konvensional, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan belanja pemerintah provinsi di Indonesia pada tahun 2015.
b. Indikator Tenaga Kerja ( L )
Dalam penelitian ini komponen tenaga kerja menggunakan jumlah
penduduk, jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
provinsi di Indonesia pada tahun 2015.
c. Indikator Perkembangan Teknologi ( A )
Untuk perkembangan teknoogi (A), peneliti tidak menggunakannya dalam
analisis penelitian ini.

Gambar 1. Diagram Keterkaitan antar Variabel

PMA 3. Tabungan 5. Belanja Pemerintah


Y K
PMDN4. PAD

L Jumlah penduduk 4. TPT


Jumlah angkatan kerja 5. IPM
Berdasarkan ketiga indikator
Jumlahtersebut peneliti
penduduk yanghanya mengambil dua faktor
bekerja
yaitu stok modal (K) dan Ketenagakerjaan (L).
II.3. Definisi Variabel
a. Jumlah Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka
yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap
( BPS, 2014:102 ). Perbandingan jumlah penduduk dengan output pada
suatu wilayah dapat menunjukkan tingkat produktivitas dari penduduk di
wilayah tersebut. Pada penelitian ini, digunakan data jumlah penduduk di
tahun 2015 dari 33 provinsi di Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik.
b. Jumlah Angkatan Kerja
Badan Pusat Statistik ( BPS ) mendefinisikan angkatan kerja
sebagai penduduk yang berusia kerja ( 15 tahun atau lebih ) yang bekerja,
atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.
Jumlah Angkatan Kerja di suatu wilayah dapat menunjukkan potensi
wilayah tersebut dari segi Sumber Daya Manusia dan dapat meningkatkan
pendapatan wilayah tersebut apabila dapat dikelola dengan baik. Pada
penelitian ini, digunakan data jumlah angkatan kerja di tahun 2015 dari 33
provinsi di Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik.

c. Jumlah Penduduk Bekerja


Penduduk Bekerja adalah semua orang yang melakukan kegiatan
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan
atau keuntungan,paling sedikit 1 jam ( tidak terputus ) dalam seminggu
yang lalu termasuk pekerja yang tidak dibayar yang membantu dalam
suatu kegiatan ekonomi ( BPS ).
Menurut Todaro (2003), jumlah penduduk bekerja yang tinggi di
suatu wilayah dapat meningkatkan pendapatan dari wilayah tersebut
melalui produksi. Pada penelitian kali ini, digunakan data jumlah
penduduk bekerja di tahun 2015 dari seluruh provinsi di Indonesia yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik.

d. Tingkat Pengangguran Terbuka ( TPT )


Definisi dari Tingkat Pengangguran Terbuka ( TPT ) adalah
Persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
Indikator ini memiliki kegunaan untuk mengindikasikan besarnya
persentase angkatan kerja yang termasuk dalam pengangguran. TPT yang
tinggi di suatu wilayah, menunjukkan bahwabanyak angkatan kerja yang
tidak terserap pada pasar kerja. Pada penelitian ini, digunakan data TPT di
tahun 2015 dari 33 provinsi di Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik.

e. Indeks Pembangunan Manusia ( IPM )


Menurut UNDP, IPM didefinisikan sebagai proses perluasan
pilihan bagi penduduk ( a process of enlarging the choice of people ).
IPM mengukur pencapaian hasil pembangunan dari suatu wilayah dalam
tiga dimensi dasar pembangunan yaitu lamanya hidup,
pengetahuan/tingkat pendidikan, dan standar hidup yang layak. IPM
digunakan untuk mengklarifikasi level pembangunan suatu wilayah serta
untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Pada penelitian ini, digunakan data IPM di tahun 2015 dari 33 provinsi di
Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik.

f. Pembentukan Modal Asing ( PMA )


Pembentukan Modal Asing ( PMA ) adalah suatu usaha yang
dilakukan oleh pihak asing dalam rangka menanamkan modalnya di suatu
negara dengan tujuan untuk mendapatkan laba melalui penciptaan suatu
produksi atau jasa. Menurut teori dari R. Vernon, investasi luar negeri
akan dilihat sebagai suatu cara untuk dapat mempertahankan daya saing
suatu negara atau perusahaan dalam produk-produk inovatifnya. Pada
penelitian ini, digunakan data PMA di tahun 2015 pada 33 provinsi di
Indonesia yang diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

g. Pembentukan Modal Dalam Negeri ( PMDN )


Pada Undang-Undang Penanaman Modal pasal 1 dan 2 dijelaskan
bahwa PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha
di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Nilai dari
PMDN ini dapat menggambarkan seberapa berkembangnya investor-
investor dalam negeri dalam menanamkan modalnya di daerah-daerah di
Indonesia. Pada penelitian ini, digunakan data PMDN di tahun 2015 pada
33 provinsi di Indonesia yang diperoleh dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal.

h. Tabungan ( Saving )
Tabungan merupakan salah satu jenis simpanan. Menurut BPS, Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat (di luar bank) kepada
bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana. Bentuk-bentuk simpanan
berupa:
i. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan pemindahbukuan.
ii. Tabungan adalah simpanan-simpanan dalam rupiah dari pihak ketiga
bukan bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
iii. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan
dengan bank.
iv. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang
sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.
v. Lainnya: bentuk yang dipersamakan dengan bentuk simpanan.
Pada penelitian ini, digunakan data tabungan yang berada di BPR
Konvensional skala nasional di tahun 2015 pada 33 provinsi di
Indonesia yang diperoleh dari Bank Indonesia.

a. Pendapatan Asli Daerah ( PAD )


Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan dari berbagai usaha
pemerintah desa untuk mengumpulkan dana guna keperluan desa dalam
membiayai kegiatan pembangunan. PAD dapat diambil dari penerimaan
kas desa, pasar desa, daya tarik wisata, bangunan milik desa yang
disewakan,serta kekayaan desa lainnya ( BPS ). Menurut Warsito
( 2001:128) PAD adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri
oleh pemerintah daerah dan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di daerah yang bersangkutan. Pada penelitian ini, digunakan data
PAD di tahun 2015 pada 33 provinsi di Indonesia yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik.

b. Belanja Pemerintah
Belanja Pemerintah menurut BPS adalah Pengeluaran Pemerintah
yang dirinci menurut fungsi seperti fungsi pelayanan umum, pendidikan,
kesehatan, dan lainnya serta pengeluaran pemerintah yang dirinci
menurutjenis belanja seperti belanja pegawai, barang, modal , subsidi, dan
lainnya. Ambya (2014) berpendapat bahwa upaya meningkatkan suatu
pembangunan di suatu daerah sangat bergantung pada kecukupan sumber
pendapatan dan belanja pemerintah. Pada penelitian ini, digunakan data
belanja pemerintah di tahun 2015 pada 33 provinsi di Indonesia yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
II. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini ingin dianalisis variabel-variabel yang dijelaskan dalam


teori pertumbuhan ekonomi Solow. Dengan analisis faktor, akan didapatkan
berapa jumlah faktor yang terbentuk dan pengelompokan variabel-variabel pada
faktor yang tepat. Pengelompokan pada faktor yang tepat akan mempermudah
analisis selanjutnya. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang
bersumber pada Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia dan Badan Koordinasi
Penanaman Modal dengan menggunakan 33 provinsi di Indonesia pada tahun
2015. Proses untuk analisis faktor ini digunakan bantuan software SPSS.

a. Uji Asumsi Analisis Faktor


Analisis faktor mempunyai asumsi yang harus dipenuhi sebelumnya
diantaranya yaitu :
1. Korelasi antar variabel independen. Besar korelasi atau korelasi antar
independen variabel harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5. Pada SPSS
deteksi terhadap korelasi parsial diberikan lewat pilihan Anti-Image
Correlation.
2. Pengujian seluruh matriks korelasi (korelasi antar variabel), yang diukur
dengan besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling
Adequacy (MSA). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang
signifikan di antara paling sedikit beberapa variabel.

A. Penghitungan Menggunakan 10 Variabel


 Uji Determinant of Correlation Matrix.
Matrik korelasi dikatakan antar variabel saling terkait apabila determinan
bernilai mendekati nilai 0.
Tabel 1. Matriks Korelasi 10 Variabel

Hasil perhitungan menunjukkan nilai Determinant of Correlation Matrix


sebesar 4,440E-10. Nilai ini mendekatai 0, dengan demikian matriks
korelasi antara variabel saling terkait.

 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling dan Bartlett Test of Sphericity


Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling (KMO) adalah indeks
perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi
parsialnya. Jika jumlah kuadrat koefisen korelasi parsial di antara seluruh
pasangan variabel bernilai kecil jika dibandingkan dengan jumlah
kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO
mendekati 1. Nilai KMO dianggap mencukupi jika lebih dari 0,5.

Tabel 2. Penghitungan KMO dan Bartlett’s Test 10 Variabel

H0 : sampel belum layak/memadai untuk dianalisis lebih lanjut


H1 : sampel sudah layak/memadai untuk dianalisis lebih lanjut
Kriteria pengambilan keputusan :
p-value > α = 0,05 maka gagal tolak H0.
p-value < α = 0,05 maka tolak H0.

Dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 karena p-value = 0,000 <


α = 0,05 maka H0 ditolak sehingga sampel sudah layak/memadai untuk
dianalisis lebih lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin Measure
of Sampling sebesar 0,682. Dengan demikian persyaratan KMO
memenuhi persyaratan karena memiliki nilai di atas 0,5. Selain itu,
Barlett Test of Spehricity menghasilkan nilai sebesar 599,743 dengan
signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian Bartlett Test of Spehricity
memenuhi persyaratan karena signifikansi di bawah 0,05 (5%) seperti
hasil pengujian hipotesis sebelumnya.

 Measure Sampling Adequacy


Pengujian persyaratan MSA terhadap 10 variabel, dijelaskan pada tabel
di bawah ini:

Tabel 3. Penghitungan MSA 10 Variabel

Pada output Anti Image Matrices dapat dilihat nilai-nilai Anti-image


Correlation pada sepanjang diagonal utama (yang ada tanda a). Dengan
kriteria angka MSA sebesar 0,5 maka angka MSA yang kurang dari 0,5
dikeluarkan dan pengujian diulang lagi. Jika ada lebih dari satu variabel
yang mempunyai MSA dibawah 0,5, maka yang dikeluarkan adalah
variabel dengan MSA paling kecil, dan proses pengujian tetap diulang.
Angka MSA untuk variabel IPM adalah 0,447. Dengan demikian, dari
output Anti Image Matrices di atas variabel IPM dikeluarkan dari
pengujian karena nilai MSA nya terkecil yaitu sebesar 0,447. Kemudian
proses pengujian diulang dari awal menjadi 9 variabel.

B. Penghitungan Menggunakan 9 Variabel


 Uji Determinant of Correlation Matrix

Tabel 4. Matriks Korelasi 10 Variabel

Hasil perhitungan menunjukkan nilai Determinant of Correlation Matrix


sebesar 8,885E-10. Nilai ini mendekatai 0, dengan demikian matrik
korelasi antara variabel saling terkait.

 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling dan Bartlett Test of Sphericity

Tabel 5. Penghitungan KMO dan Bartlett’s Test 9 Variabel


H0 : sampel belum layak/memadai untuk dianalisis lebih lanjut
H1 : sampel sudah layak/memadai untuk dianalisis lebih lanjut
Kriteria pengambilan keputusan :
p-value > α = 0,05 maka gagal tolak H0.
p-value < α = 0,05 maka tolak H0.
Dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 karena p-value = 0,000 <
α = 0,05 maka H0 ditolak sehingga sampel sudah layak/memadai untuk
dianalisis lebih lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin Measure
of Sampling sebesar 0,721. Dengan demikian persyaratan KMO
memenuhi persyaratan karena memiliki nilai di atas 0,5. Selain itu,
Barlett Test of Spehricity menghasilkan nilai sebesar 587,035 dengan
signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian Bartlett Test of Spehricity
memenuhi persyaratan karena signifikansi di bawah 0,05 (5%).

 Measure Sampling Adequacy


Pengujian persyaratan MSA terhadap 9 variabel, dijelaskan pada tabel di
bawah ini:

Tabel 6. Penghitungan MSA 9 Variabel


Pada output Anti Image Matrices dapat dilihat nilai-nilai Anti-image
Correlation pada sepanjang diagonal utama (yang ada tanda a). Dengan
kriteria angka MSA sebesar 0,5 maka angka MSA yang kurang dari 0,5
dikeluarkan dan pengujian diulang lagi. Jika ada lebih dari satu variabel
yang mempunyai MSA dibawah 0,5, maka yang dikeluarkan adalah
variabel dengan MSA paling kecil, dan proses pengujian tetap diulang.
Angka MSA untuk 9 variabel tersebut menunjukkan nilai diatas 0,5.
Dengan demikian, dari output Anti Image Matrices di atas tidak ada
variabel yang harus dikeluarkan dari pengujian karena semua nilai MSA
nya lebih dari 0,5.

 Komunalitas
Tabel 7. Komunalitas dengan 9 Variabel
Berdasarkan tabel di atas dari 9 variabel diuji menunjukkan terdapat 1
variabel yang tidak memenuhi persyaratan komunalitas yaitu lebih besar
dari 0,5. Perlu diingat bahwa jika ada variabel dengan nilai Extraction
pada tabel Communalities < 0,5, maka variabel tersebut tidak memenuhi
syarat komunalitas dan perlu dikeluarkan dari pengujian sehingga harus
mengulangi langkah analisis faktor dari awal tanpa mengikutsertakan
variabel yang tidak memenuhi syarat komunalitas.

C. Penghitungan Menggunakan 8 Variabel


 Uji Determinant of Correlation Matrix.
Tabel 8. Matriks Korelasi 8 Variabel

Hasil perhitungan menunjukkan nilai Determinant of Correlation Matrix


sebesar 1,404E-9. Nilai ini mendekatai 0, dengan demikian matrik
korelasi antara variabel saling terkait.

 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling dan Bartlett Test of Sphericity

Tabel 9. Penghitungan KMO dan Bartlett’s Test 8 Variabel

H0 : sampel belum layak/memadai untuk dianalisis lebih lanjut


H1 : sampel sudah layak/memadai untuk dianalisis lebih lanjut
Kriteria pengambilan keputusan :
p-value > α = 0,05 maka gagal tolak H0.
p-value < α = 0,05 maka tolak H0.

Dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 karena p-value = 0,000 <


α = 0,05 maka H0 ditolak sehingga sampel sudah layak/memadai untuk
dianalisis lebih lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin Measure
of Sampling sebesar 0,722. Dengan demikian persyaratan KMO
memenuhi persyaratan karena memiliki nilai di atas 0,5. Selain itu,
Barlett Test of Spehricity menghasilkan nilai sebesar 580,943 dengan
signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian Bartlett Test of Spehricity
memenuhi persyaratan karena signifikansi di bawah 0,05 (5%).

 Measure Sampling Adequacy


Pengujian persyaratan MSA terhadap 10 variabel, dijelaskan pada tabel
di bawah ini:
Tabel 10. Penghitungan MSA 8 Variabel

Pada output Anti Image Matrices dapat dilihat nilai-nilai Anti-image


Correlation pada sepanjang diagonal utama (yang ada tanda a). Dengan
kriteria angka MSA sebesar 0,5 maka angka MSA yang kurang dari 0,5
dikeluarkan dan pengujian diulang lagi. Jika ada lebih dari satu variabel
yang mempunyai MSA dibawah 0,5, maka yang dikeluarkan adalah
variabel dengan MSA paling kecil, dan proses pengujian tetap diulang.
Angka MSA untuk 9 variabel tersebut menunjukkan nilai diatas 0,5.
Dengan demikian, dari output Anti Image Matrices di atas tidak ada
variabel yang harus dikeluarkan dari pengujian karena semua nilai MSA
nya lebih dari 0,5.

 Komunalitas
Tabel 11. Komunalitas dengan 8 Variabel

Berdasarkan tabel 11, dari 8 variabel diuji menunjukkan bahwa 8


variabel tersebut memenuhi persyaratan komunalitas yaitu lebih besar
dari 0,5 (komunalitas > 0,5). Dengan metoda PCA, sebagai contoh untuk
tabel communalities, untuk butir 1, angka adalah 0,795. Hal ini artinya
79,5% variansi dari butir atau variabel 1 dapat dijelaskan oleh faktor
yang terbentuk.
Sampai pada tahap ini syarat-syarat/asumsi untuk pengujian Analisis
Faktor sudah berhasil terpenuhi. Untuk interprestasi pembentukan
component faktor, rotasi faktor, dan scree plot akan dijelaskan pada
pembahasan selanjutnya.

2.2 Pembentukan Faktor

Tabel 12. Total Variance Explained


Pada tabel 12 yaitu total variance explained, ada 8 butir variabel yang
dimasukkan ke dalam analisis faktor dan diperoleh nilai akar ciri (eigenvalues) di
atas 1 (>1) ada 2 faktor. Varians bisa diterangkan oleh oleh faktor 1 adalah 5,534/8
x 100% = 69,171 %. Oleh faktor 2 sebesar 1,578/8 x 100% = 19,728 %. Sehingga
total kedua faktor akan mampu menjelaskan variabel sebesar 69,171 % + 19,728
% = 88,899 %. Dengan demikian, karena nilai Eigenvalues yang ditetapkan 1,
maka nilai total yang akan diambil adalah yang > 1 yaitu komponen 1 dan 2.
Kemudian untuk tampilan scree plot merupakan penjelasan untuk tabel
total variance explained dalam bentuk grafik. Diagram scree (scree plot)
menunjukkan bagaimana kecenderungan penurunan nilai eigen (eigenvalues)
yang dipakai untuk menentukan secara subjektif banyaknya faktor yang dipakai.
Terlihat dari satu dan kedua faktor, arah garis menurun dengan cukup tajam.
Kemudian dari komponen ketiga menuju komponen keempat sudah landai dan di
bawah angka 1 dari sumbu y sebagai nilai akar karakteristik (eigenvalues). Lihat
gambar scree plot di bawah ini.

Gambar 1. Scree Plot


Setelah kita mengetahui bahwa faktor maksimal yang bisa terbentuk
adalah 2 faktor, selanjutnya kita melakukan penentuan masing-masing variabel
akan masuk ke dalam faktor mana, apakah faktor 1 atau 2. Cara menentukan
tersebut adalah dengan melihat tabel Component Matrix seperti di bawah ini :

Tabel 13. Component Matrix

Tabel 13 di atas menunjukkan seberapa besar sebuah variabel berkorelasi


dengan faktor yang akan dibentuk. Misal: Variabel JUMLAHAK berkorelasi
sebesar 0,957 dengan faktor 1, -0,274 dengan faktor 2. Pada Variabel
BELANJAPEMERINTAH dan PAD peneliti masih ragu-ragu apakah berkorelasi
dengan faktor 1 atau faktor 2, sehingga dilakukan rotasi.

Tabel 14. Rotasi Komponen

Penentuan variabel masuk faktor mana ditentukan dengan melihat nilai


korelasi terbesar. Pada tabel 14 di atas telah diurutkan dari nilai yang terbesar ke
yang terkecil per faktor. Dapat ditentukan bahwa variabel jumlah penduduk yang
bekerja korelasi terbesar dengan faktor 1 yaitu 0,958, begitu pula jumlah angkatan
kerja : 0,954 ; jumlah penduduk : 0,946 ; tabungan : 0,852 ; dan PMDN : 0,789.
Yang paling berkorelasi dengan faktor 2 adalah PAD : 0,942, belanja pemerintah:
0,908 ; serta PMA : 0,738. Penyebaran variabel atas faktor pada penelitian ini
terlihat bahwa variabel TABUNGAN dan PMDN ternyata salah tempat
(misplaced), namun secara umum dapat diberi nama seperti pada tabel 15 di
bawah ini :

Tabel 15. Pemberian Nama Faktor

Variabel Faktor Nama Faktor


JUMLAHBEKERJA, JUMLAHAK, 1 Faktor Ketenagakerjaan
JUMLAHPENDUDUK, TABUNGAN,
PMDN
PAD, BELANJAPEMERINTAH, PMA 2 Faktor Permodalan

Rotasi varimax sebagai rotasi ortogonal memiliki sifat bahwa setelah


rotasi sumbu-sumbu koordinat dalam kedudukannya yang baru tetap ortogonal
atau saling tegak lurus, sehingga koefisien korelasi antar faktor adalah nol.
Tampilan component plot in rotated space merupakan hasil rotasi faktor yang
diperlihatkan dalam bentuk grafik. Lihat gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Tampilan component plot in rotated space

Langkah terakhir untuk penentuan faktor adalah melihat tabel Component


Transformation Matrix .

Tabel 16. Component Transformation Matrix


Berdasarkan tabel 16 di atas. Angka-angka yang terletak pada diagonal
utama antara component 1 dengan component1, component 2 dengan component
2, terlihat kedua angka tersebut : 0,844; dan 0,844, nilai mutlaknya sudah di atas
0,5. Hal ini membuktikan kedua factor (component) yang terbentuk sudah tepat,
karena mempunyai korelasi
yang cukup tinggi.
III. LAMPIRAN
Lampiran Data
BELANJA
PMA PMDN TABUNGAN JUMLAH JUMLAH JUMLAH
PAD PEMERINTA TPT
No. PROVINSI (Miliar (Miliar (Ribu PENDUDUK ANGKATAN BEKERJA IPM
(Ribu Rupiah) H (%)
Rupiah) Rupia) Rupiah) (Ribu jiwa) KERJA (Jiwa) (Jiwa)
(Triliun)
1 Aceh 21.2 4192 39563052 1,880,000,000 12.76 5002.00 2234960 1966018 9.93 69.45
Sumatera
2 1246.1 4287 428322277 5,260,000,000 8.68 13937.80 6593513 5962304 6.71 69.51
Utara
Sumatera
3 57.1 1552 655370767 1,750,000,000 4.05 5196.30 2577041 2184599 6.89 69.98
Barat
4 Riau 653.4 9943 329641115 3,660,000,000 10.68 6344.40 2978238 2554296 7.83 70.84
5 Jambi 107.7 3540 90236821 1,130,000,000 3.51 3402.10 1696250 1550403 4.34 68.89
Sumatera
6 645.8 10944 186234505 1,220,000,000 6.61 8052.30 4053706 3695866 6.07 67.46
Selatan
7 Bengkulu 20.6 554 23727440 700,000,000 2.26 1874.90 999861 904317 4.91 68.59
8 Lampung 257.7 1102 706671167 2,780,000,000 4.72 8117.30 4038314 3635258 5.14 66.95
Kepulauan
9 Bangka 82.7 1024 16024900 580,000,000 2.13 1372.80 687648 623949 6.29 69.05
Belitung
Kepulauan
10 640.4 612 517800865 2,340,000,000 3.67 1973.00 912904 836670 6.20 73.75
Riau
11 DKI Jakarta 3619.4 15513 104436878 40,360,000,000 63.65 10177.90 5310773 4724029 7.23 78.99
317414868
12 Jawa Barat 5738.7 26273 15,850,000,000 24.75 46709.60 22176819 18791482 8.72 69.5
3
696481610
13 Jawa Tengah 850.4 15411 5,130,000,000 17.34 33774.10 17914518 16435142 4.99 69.49
9
115689480
14 DI Yogyakarta 89.1 362 11,700,000,000 3.7 3679.20 2096865 1891218 4.07 77.59
1
222803930
15 Jawa Timur 2593.4 35490 1,450,000,000 23.72 38847.60 20497992 19367777 4.47 68.95
6
16 Banten 2542.0 10710 326654264 14,770,000,000 8.95 11955.20 5686332 4825460 9.55 70.27
195257974
17 Bali 495.8 1250 2,170,000,000 4.99 4152.80 2382466 2324805 1.99 73.27
2
Nusa Tenggara
18 699.4 348 440009147 1,400,000,000 2.99 4835.60 2382616 2127503 5.69 65.19
Barat
Nusa
19 Tengggara 69.9 1296 133196494 3,000,000,000 3.29 5120.10 2445323 2219291 3.83 62.67
Timur
Kalimantan
20 1335.7 6144 308174230 5,550,000,000 4.57 4789.60 2415875 2235887 5.15 65.59
Barat
Kalimantan
21 933.6 1270 149956337 350,000,000 3.65 2495.00 1285916 1214681 4.54 68.53
Tengah
Kalimantan
22 961.2 2060 142466869 240,000,000 5.25 3989.80 2052231 1889502 4.92 68.38
Selatan
Kalimantan
23 2381.4 9611 98278712 1,030,000,000 9.34 4068.60 1650377 1423957 7.50 74.17
Timur
24 Sulawesi Utara 88.0 271 151683604 880,000,000 2.64 2412.10 1184028 1000032 9.03 70.39
Sulawesi
25 1085.2 968 83225908 3,380,000,000 2.84 2876.70 1494757 1327418 4.10 66.76
Tengah
Sulawesi
26 233.3 9215 208006085 530,000,000 6.17 8520.30 3774926 3485492 5.95 69.15
Selatan
Sulawesi
27 145.0 2015 75432381 2,840,000,000 2.32 2499.50 1212040 1074916 5.55 68.75
Tenggara
28 Gorontalo 6.9 94 8279468 1,260,000,000 1.47 1133.20 563402 493687 4.65 65.86
29 Sulawesi Barat 2.0 1104 4085892 830,000,000 1.5 1282.20 641529 595905 3.35 62.96
30 Maluku 82.4 11,3809 75523656 600,000,000 2.36 1686.50 733337 655063 9.93 67.05
31 Maluku Utara 203.8 48 6606506 250,000,000 1.82 1162.30 530721 482543 6.05 65.91
32 Papua Barat 258.6 63 87244591 880,000,000 6.77 871.50 436729 380226 8.08 61.73
33 Papua 897.0 1275 80153242 290,000,000 11.94 3149.40 1743160 1672480 3.99 57.25
Lampiran Foto Kelompok

Kiri ke Kanan :
Pandu Elkana S. - Tonny Arief Juniarta - Hilmi Sifa’ Iftitah - Domingos Antonio - Nur Salmanah - Gunadi Subagia – Masito Erlando
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. “Istilah Tabungan”.


https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/index Diakses pada 6 Juni
2017.

Badan Pusat Statistik. “Istilah Pendapatan Asli Daerah”.


https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/index Diakses pada 6 Juni
2017.

Badan Pusat Statistik. “Istilah Belanja Pemerintah”.


https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/index Diakses pada 6 Juni
2017.

Badan Pusat Statistik. “Istilah Penduduk”


https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/index Diakses pada 6 Juni
2017.

Badan Pusat Statistik. “Istilah Bekerja”


https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/variabel/index Diakses pada 6 Juni
2017.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : LPEF-UI Bima Grafika.

Sukirno, Sadono. 1996. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keenam.


Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Rajawali Press :


Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar


Kebijakan. Jakarta : Kencana.

Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. 2006. Economic Development (9th


Edition). USA: Addison Wesley.

Anda mungkin juga menyukai