Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Statistik Distribusi dan Jasa
Disusun Oleh :
Kelompok 8 Kelas 3SE1
Direktorat STATISTIK
Direktorat Statistik Direktorat Statistik
Keuangan, Ti, Dan
Distribusi Harga Pariwisata
o Harga produsen adalah besarnya harga jual produsen per satuan/unit barang
untuk spesifikasi/kualitas tertentu pada bulan pencacahan.
o Harga dasar adalah harga yang dapat diterima oleh produsen dari pembeli
untuk suatu unit barang atau jasa yang dihasilkan sebagai output yang
dikurangi dengan pembayaran pajak ditambah dengan subsidi yang diterima,
semua itu merupakan suatu konsekuensi dari produksi dan penjualan barang
tersebut.
o Indeks harga produsen adalah ukuran Perubahan harga yang diterima oleh
produsen.
o Harga penjualan gabah adalah harga beras per kilogram berdasarkan harga
saat terjadinya proses penjualan oleh unit penggilingan kepada pihak lain.
o Harga gabah yang ditebas per kg adalah nilai transaksi tebasan dibagi jumlah
produksi hasil tebasan (dari sisi penebas).
o Harga gabah yang ditebas per kg adalah nilai transaksi tebasan dibagi jumlah
produksi hasil tebasan (dari sisi petani yang menebaskan).
o Rata-rata harga gabah adalah harga gabah di tingkat petani dan di
penggilingan menurut kualitas.
o Harga di tingkat penggilingan adalah harga di tingkat petani ditambah dengan
besarnya biaya ke penggilingan terdekat (belum termasuk keuntungan pihak
penggilingan ).
o Rata-rata harga beras penggilingan menurut kualitas (premium, medium,
rendah) adalah harga gabah di tingkat petani dan di penggilingan menurut
kualitas.
o Rata-rata Harga gabah sistem tebasan adalah rata-rata harga gabah tingkat
petani per kg dengan sistem tebasan.
o Rata-rata harga gabah adalah referensi patokan pembelian gabah oleh Perum
BULOG dalam rangka pengamanan cadangan beras.
o Harga di tingkat petani adalah harga yang disepakati pada waktu terjadinya
transaksi/penjualan antara petani dengan pedagang
pengumpul/tengkulak/pihak penggilingan yang ditentukan pada hari
dilaksanakannya observasi dengan kualitas apa adanya sebelum adanya
ongkos angkut pasca panen. Biaya ke penggilingan adalah semua biaya pasca
panen siap jual dari tempat transaksi tingkat petani ke lokasi unit penggilingan
terdekat. Harga di tingkat penggilingan adalah harga ditingkat petani ditambah
besarnya biaya ke penggilingan terdekat. Harga Pembelian Pemerintah adalah
harga minimal gabah yang harus dibayarkan pihak penggilingan kepada petani
sesuai mutu masing-masing kelompok kualitas gabah yang telah ditetapkan
peerintah.
o Indeks Kedalaman Harga Gabah Dibawah Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) adalah Ukuran rata-rata kesenjangan antara harga hasil observasi
dengan HPP.
o Indeks Keparahan Harga Gabah Dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
adalah gambaran distribusi harga hasil observasi yang berada di bawah HPP.
o Indeks Implisit adalah suatu indeks yang menunjukkan tingkat perkembangan
harga di tingkat produsen (producer price index).
o Distribusi Perdagangan adalah rantai distribusi suatu barang mulai dari
produsen hingga konsumen.
o Indeks Harga Produsen Jasa Akomodasi Hotel adalah ukuran perubahan harga
yang diterima oleh produsen sektor akomodasi hotel.
o Indeks Harga Produsen Jasa Angkutan Penumpang adalah ukuran perubahan
harga yang diterima oleh produsen sektor angkutan penumpang.
Untuk memperoleh angka IHP dari data harga produsen yang telah
dikumpulkan maka ditentukan cara penghitungan IHP dengan menggunakan
formula Modified Laspeyres. Beberapa langkah dalam menghitung Indeks Harga
Produsen adalah sebagai berikut:
(i) Menghitung Rata-rata Relatif Harga (RH) di level dasar (elementary
aggregate)
Produk yang dipilih dalam EA sebaiknya memenuhi syarat-syarat berikut:
perubahan harganya dapat mewakili perubahan harga produk secara umum
dalam EA; jumlah transaksi cukup besar sehingga dapat digunakan untuk
estimasi indeks harga (reliable secara statistik); dan produk yang dipilih
diharapkan berada di pasaran dalam jangka waktu yang panjang sehingga
dapat dibandingkan secara langsung dari waktu ke waktu.
Rata-rata Relatif Harga (RH) dihitung untuk masing-masing EA dengan
penimbang nilai output produksi yang diperoleh dari Survei Industri Besar
Sedang (IBS). Untuk EA yang data nilai output produksi IBS tidak
tersedia, maka rata-rata RH dihitung tanpa menggunakan penimbang
dengan menggunakan geomean dari RH seluruh komoditi pada EA
tersebut.
Untuk penghitungan rata-rata RH tertimbang, tidak boleh ada data harga
kosong (missing data). Semua sel harus terisi, sehingga jika harga tidak
tersedia untuk bulan tertentu, maka harga tersebut harus di imputasi.
di mana:
Pni = Harga barang i pada periode yang berlaku, bulan n
P(n- 1)i = Harga barang i pada periode sebelumnya (bulan yang
lalu), bulan (n-1)
𝑃𝑛𝑖
= Relatif Harga (RHn) jenis barang i pada bulan n.
𝑃(𝑛− 1)i
P(n- 1)i q0i − = Nilai akhir/nilai Marketed Surplus (MS) barang i bulan
(n-1)
P0i q 0i = Nilai akhir/nilai MS barang i pada tahun dasar
J = Jumlah paket komoditas yang termasuk dalam
penghitungan indeks
4.2 Teknik Imputasi Data
Pada tahap penghitungan rata-rata relatif harga di level dasar, tidak boleh ada
data harga yang tidak terisi. Pada kenyataannya, karena suatu sebab, mungkin saja
kita tidak bisa mendapatkan harga pada satu atau beberapa periode pencacahan.
Misalnya, stok barang tidak tersedia sehingga responden tidak bisa memberikan
harga untuk periode tersebut. Jika data pada bulan tertentu tidak tersedia, perlu
dilakukan imputasi. Banyak cara yang bisa digunakan untuk imputasi missing
data tersebut, antara lain:
1. Carry Forward
Metode ini dapat digunakan jika harga pada satu periode tidak diperoleh
karena memang tidak terjadi transaksi penjualan, sehingga kemungkinan
besar tidak terjadi perubahan harga. Metode ini juga dapat digunakan jika
data pada bulan-bulan sebelum dan sesudahnya tidak menunjukkan adanya
perubahan (shows no changes). Metode ini biasanya digunakan untuk
produk-produk yang elastisitas harga nya rendah, atau produk produk yang
harganya relative stabil sepanjang tahun (tidak mudah berubah).
2. Normal Imputation
Metode imputasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Menggunakan perubahan harga produk lainnya dari sampel yang
sama
Metode ini digunakan jika harga salah satu produk dalam sebuah sampel
tidak didapatkan. Asumsinya produk yang tidak diperoleh harganya
tersebut memiliki kesamaan karakteristik, termasuk perubahan harganya,
dengan produk-produk serupa dalam sampel tersebut. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa pembentukan suatu Elementary Aggregate
(EA) adalah berdasarkan homogenitas produk, maka penggunaan metode
ini untuk imputasi missing data bisa dikatakan cukup robust.
Misalkan suatu perusahaan sampel memiliki dua atau lebih komoditas
sampel (dalam kelompok yang sama), dan salah satu harganya tidak
tersedia (missing), maka dapat dilakukan imputasi dengan menggunakan
data perubahan harga dari komoditas lain yang harganya tersedia.
Asumsinya pergerakan harga produk dari perusahaan tersebut adalah
sama. Ilustrasi dari metode imputasi ini diberikan pada contoh berikut:
V. Kegiatan Rutin
RUANG LINGKUP
1. Pelaksanaan kegiatan survei dilakukan secara bulanan di 34 provinsi di
Indonesia yang dapat memenuhi secara optimal target paket komoditas.
2. Jenis barang yang dikumpulkan data harganya adalah jenis barang yang
termasuk dalam paket komoditas IHP. Paket komoditas yang dipilih
adalah barang-barang yang dominan diproduksi dan dijual dalam jumlah
besar. Klasifikasi jenis barang tersebut dibedakan menjadi beberapa
sektor, antara lain :
a. sektor pertanian,
b. sektor pertambangan dan penggalian,
c. sektor industri manufaktur dll.
3. Pada tahun 2014, pengumpulan data harga produsen tidak hanya untuk
sektor barang, tetapi diperluas ke sektor jasa. Sektor jasa yang menjadi
prioritas antara lain: Listrik, gas dan air bersih; Transportasi; Akomadasi
hotel dan penyediaan makanan/minuman; dan Telekomunikasi.
4. Responden Survei Harga Produsen (SHP) adalah perusahaan/industri yang
menghasilkan barang/jasa. Khusus untuk sektor pertanian mulai tahun
2015 respondennya terdiri dari rumah tangga petani dan perusahaan
pertanian. Untuk harga produsen dari rumah tangga petani menggunakan
data dari Survei Harga Produsen Pedesaan yang dilakukan oleh Sub
Direktorat Statistik Harga Pedesaan.
Contoh Kuesioner
HP-S format lama
WAKTU PENCATATAN
Pengumpulan data harga produsen beras di penggilingan dilakukan dengan dua
pendekatan, yakni:
1. Wawancara langsung ke lokasi unit penggilingan terpilih. Data diperoleh
berdasarkan pengakuan atau jawaban responden.
2. Pencatatan berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang dilakukan
dengan bantuan alat ukur tester dan timbangan.
Kegiatan survei harga dilakuan secara bulanan, yakni setiap tanggal 10 -
15.
Contoh Kuesioner
C. Survei Monitoring Harga Produsen Gabah
TUJUAN
Kegiatan survei harga produsen gabah dimaksudkan untuk melakukan
pemantauan dan pengumpulan data harga produsen gabah dan kualitas gabah di
tingkat petani dan di tingkat penggilingan selama tahun 2017. Informasi harga
yang diperoleh di lapangan, digunakan sebagai sistem peringatan dini (early
warning system) dalam rangka pengamanan Harga Pembelian Pemerintah
(HPP). Hasilnya dapat digunakan sebagai data operasional bagi berbagai pihak
yang berkepentingan.
RUANG LINGKUP
1. Survei harga produsen gabah tahun 2017 dilaksanakan di 26 provinsi di
Indonesia (tidak termasuk Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan
Riau, DKI Jakarta, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara).
WAKTU PENCATATAN
Pengumpulan data harga produsen gabah dilakukan dengan pencatatan
mingguan dan bulanan. Pencatatan mingguan dilakukan jika terjadi panen raya
pada wilayah sampel terpilih. Pada musim panen raya biasanya produksi padi
berlimpah dan banyak transaksi penjualan gabah oleh petani. Kondisi ini
menjadi penyebab gejolak harga gabah di pasaran, sehingga fluktuasi harga
perlu dipantau secara lebih intensif. Secara umum, waktu panen raya berbeda
antar lokasi sampel/kecamatan. Informasi tentang panen raya biasanya berasal
dari laporan petugas tingkat kecamatan. Sedangkan pencatatan bulanan
dilakukan tiap tanggal 10-15 tiap bulan. Pencatatan bulanan ini diterapkan pada
saat panen raya berakhir atau tidak ada panen.
Contoh Kuesioner
VI. Proses Pengolahan Data
Survei Harga Produsen Gabah 2017
SISTEM PENGIRIMAN LAPORAN
BPS
Paling lambat
tgl 20 setiap
bulan
BPS
PROVINSI
Paling lambat
tgl 17
BPS
KABUPATEN
KSK/MITRA KSK/MITRA
Pencacahan Tgl 10 s/d 15
KETERANGAN:
= Dokumen/Daftar Isian
BPS
Paling lambat
Selasa
BPS
PROVINSI
Paling lambat
Senin minggu
berikutnya
BPS
KABUPATEN
KSK/MITRA KSK/MITRA
Pencacahan Senin s/d Kamis
KETERANGAN:
= Dokumen/Daftar Isian
BPS
Pengecekan pemasukan data, kompilasi/
gabungan 26 provinsi sampel,
pengolahan data dan tabulasi laporan
BPS PROVINSI
Pengentrian data, rekapitulasi dan
pembuatan laporan worksheet
BPS KABUPATEN
Dokumen dikirim
Paling lambat tgl 16
KSK/MITR KSK/MITR
A Pencacahan Tgl 10 s/d 15 A
VII. Survei di Tahun 2017 yang Dilakukan oleh
Subdit Harga Produsen
Dengan :
𝑞𝑖0 = Kuantitas produk “i” yang terjual pada periode dasar “0’
IHP tahunan adalah rata-rata dari IHP triwulanan dengan rumus sebagai
berikut:
𝑞
1 𝑧 − 𝑦𝑖 𝛼
𝑃𝛼 = ∑ [{ }]
𝑛 𝑧
𝑖=1
Dengan : 𝛼 = 1
𝑧 = nilai HPP
Dimana semakin tinggi indeks, semakin jauh perbedaan antara harga hasil
observasi dibandingkan HPP (semakin jauh harga gabah dari HPP).
𝑞
1 𝑧 − 𝑦𝑖 𝛼
𝑃𝛼 = ∑ [{ }]
𝑛 𝑧
𝑖=1
Dengan : 𝛼 = 2
𝑧 = nilai HPP
4. Rata-rata Harga Gabah, adalah harga jual gabah yang diterima petani
secara nasional ketika panen atau penggilingan. Harga Pembelian
Pemerinah adalah harga minimal gabah yang harus dibayarkan pihak
penggilingan kepada petani sesuai mutu masing-masing kelompok kualitas
gabah yang telah ditetapkan pemerintah. Pemerintah dapat mengontrol dan
menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Jika IHP > 100 maka terjadi inflasi, sebaliknya jika IHP < 100 maka
terjadi deflasi.
IX. Contoh Publikasi
Data yang disajikan dalam publikasi ini adalah data harga produsen gabah
di tingkat provinsi dan nasional selama periode Januari sampai dengan Desember
2016. Data tersebut adalah hasil survei monitoring harga produsen gabah yang
meliputi jumlah observasi, harga terendah dan harga tertinggi di titik transaksi,
harga rata-rata menurut kelompok kualitas, komponen mutu, dan kasus harga
dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), baik ditingkat petani maupun
penggilingan.
1. Paket Komoditas
Terdapat keraguan pemilihan komoditas kurang mencerminkan
potensi daerah yang sebenarnya (hasil komparasi dengan data
industri menurut nilai produksi).
Perlu dilakukan seleksi ulang terhadap komposisi paket
komoditas.
Untuk sektor jasa belum semua tercakup karena sedikit sulit dalam
akomodasi.
2. Komunikasi (pusat – daerah)
Perlu dibentuk forum diskusi melalui milling list, agar tercipta
komunikasi secara lebih intensif.
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
Jl. Otto Iskandardinata No. 64 C, Jakarta 13330
Telpon : (021) 8508812, 8191437, Faks. : (021) 8197577
Homepage : http://www.stis.ac.id
PERTEMUAN 14
Kelas : 3 SE 1
Kelompok 8 :
I. REVIEW JURNAL
Perkembangan (%/thn)
2005 - 2011 0,91 5,56 4,65
2005 - 2011 2,62 7,89 5,27
2000 - 2011 2,18 6,79 4,61
Sumber : BPS (2012)
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 3. Harga Perdagangan Besar (Rp/kg)
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Selama kurun waktu 2000 – 2004, bila disandingkan data produksi dan
total kebutuhan jagung nasional maka dapat diketahui bahwa produksi jagung
nasional selalu di bawah total kebutuhan jagung nasional. Masih rendahnya
produksi jagung nasional, sementara kebutuhannya meningkat pesat menyebabkan
terjadinya ketimpangan dalam pemenuhan kebutuhan jagung. Oleh karena itu,
untuk mencukupi berbagai kebutuhan (untuk makanan atau konsumsi langsung,
bahan baku industri olahan dan terutama bahan baku pakan ternak) telah
dilakukan impor jagung pada kurun waktu tersebut dengan kisaran antara 1,08
juta – 1,37 juta ton.
Pada tahun 2005, total kebutuhan jagung mencapai 11,86 juta ton
,kemudian meningkat menjadi 12,15 juta ton pada tahun 2006, dan menjadi 16,50
juta ton pada tahun 2011. Produksi jagung nasional pada tahun 2005 mencapai
12,52 juta ton, kemudian menurun menjadi 11,61 juta ton pada tahun 2006 dan
meningkat lagi menjadi 17,63 juta ton pada tahun 2011. Berdasarkan data
tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2006 terjadi defisit, sehingga untuk
mencukupi kebutuhan dilakukan impor sebesar 1,84 juta ton. Pada periode 2007 –
2011 produksi jagung nasional telah melampaui kebutuhan konsumsinya. Namun
demikian, impor jagung tetap dilakukan yaitu sebesar 414 ribu ton pada tahun
2007 dan meningkat menjadi 2,37 juta ton pada tahun 2011.
Aktivitas impor jagung masih terus berjalan seiring waktu, meskipun trend
produksi jagung nasional menunjukkan peningkatan. Impor ini dilakukan
khususnya oleh pelaku industri pakan ternak. Alsannya antara lain adalah :
Interpretasi : Rasio dana bagi hasil kota Semarang sangat kecil. Artinya
kota Semarang tidak tergantung dengan transfer dana bagi
hasil dari pemerintah daerah.
4. Rasio DAU dan DAK
Jumlah DAU & DAK daerah i
Rasio DAU dan DAK i 100%
Jumlah penerimaan daerah i