Anda di halaman 1dari 18

Referat

KOR PULMONAL AKUT

Disusun oleh:
NADIA ANISAH RIZAR
1607101030070

Pembimbing:
dr. Fauzal Aswad, Sp.JP-FIHA

BAGIAN /SMF ILMU KARDIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD DR.
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini.
Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad Saw,
atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.

Adapun tugas referat berjudul “Kor Pulmonal Akut”. diajukan sebagai


salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Unsyiah BLUD
RSUD dr. Zainoel Abidin – Banda Aceh. Penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr. Fauzal Aswad, Sp.JP-FIHA yang
telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, November 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah tersering dapal kehamilan, terjadi sebagai


2-3% komplikasi kehamilan. Kelainan ini merupakan masalah kesehatan yang
menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan neonatus,
baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia, preeklamsia dan
eklamsia yang merupakan bagian dari hipertensi pada kehamilan adalah salah satu
penyebab terbanyak kematian maternal disamping infeksi dan perdarahan.
Komplikasi pada ibu yang dapat timbul mencakup abrupsio plasenta, stroke, gagal
organ dan koagulasi intravascular diseminata (Disseminated Intravascular
Coagulation, DIC) sedangkan janin yang dikandungnya memiliki resiko untuk
mengalami gangguan pertumbuhan intrauterine (Intra Uterine Growth
Retardation, IUGR) prematuritas dan kematian intrauterine (Intra Uterine Fetal
Death).1
Hipertensi pada kehamilan berisiko pada ibu dan janin. Walaupun kejadian
eklamsia di United Kingdom (UK) telah menurun, hipertensi pada kehamilan
menjadi salah satu penyebab kematian utama di UK. Hipertensi pada kehamilan
juga dapat menyebabkan morbiditas pada ibu. Sebuah studi di UK menyebabkan
sepertiga morbiditas pada ibu hamil berhubungan dengan hipertensi pada
kehamilan.2
HIngga saat ini, belum ada cara yang cukup efektif untuk mencegah
timbulnya hipertensi pada kehamilan, tetapi diagnosis dini dan tatalaksana yang
adekuat dapat membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.
Diharapkan, semua pihak yang berkaitan dengan pelayanan maternal mulai dari
kader, bidan, perawat hingga dokter memiliki pengetahuan yang baik mengenai
penyakit ini dan dapat memberikan tatalaksana sesuai dengan kewenangan
masing-masing.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi dalam Kehamilan


2.1.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg, selanjutnya dibagi menjadi
peningkatan TD ringan (140-159/90-109 mmHg) atau berat (≥160/110 mmHg)1

2.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan.


Berdasarkan ESC Guideline on the management og cardiovascular
diseases during pregnancy tahun 2011, hipertensi dalam kehamilan dapat
diklasifikasikan menjadi:
1) Pre-existing hypertension
2) Gestational hypertension
3) Pre-existing hypertension plus superimposed gestational hypertension with
proteinuria
4) Hipertensi antenatal (antenatally unclassifiable hypertension)1

2.1.3. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan


1) Pre-existing hypertension adalah peningkatan TD ≥140/90 mmHg yang
diketahui sejak sebelum masa kehamilan atau yang timbul sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Hipertensi biasanya menetap hingga lebih dari 42
hari pasca melahirkan dan dapat disertai proteinuria.
2) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang dicetuskan oleh kehamilan,
dengan atau tanpa proteinuria dan ditandai dengan hipoperfusi organ.
Kondisi ini timbul setelah 20 minggu masa kehamilan dan umumnya
sembuh dalam 42 hari pasca melahirkan.
3) Pre-existing hypertension plus superimposed gestational hypertension with
proteinuria adalah hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan disertai
dengan perburukan tekanan darah dan eksresi protein yang signifikan
(>3gr/hari pada urin 24 jam) pada usia kehamilan di atas 20 minggu.
4) Hipertensi antenatal (Antenatally unclassifiable hypertension)
Pasien dimasukkan dalam kategori ini bila TD baru pertama kali diukur
pada usia kehamilan di atas 20 minggu dan didapatkan hipertensi.
Penilaian ulang pasca melahirkan diperlukan untuk dapat
mengelompokkan kondisi ini kedalam tiga kategori yang telah disebutkan
sebelumnya.1

2.1.4. Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan


Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
maka dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3) Umur yang ekstrim.
4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6) Obesitas2

2.1.5. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan


Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yaitu:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
hambur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri
spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi
dalam kehamilan.2
Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar
fibronektin, faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker
dari sel-sel endotel.
Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai
sebagai berikut:
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal
dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan
penyempitan pembuluh darah.3
2. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel,
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak, Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak
nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan2
3. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin
E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan
terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.2

4. Disfungsi sel endotel


a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat.
b) Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan
untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang
merupakan suatu vasokonstriktor kuat.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
d) Peningkatan permeabilitas kapilar
e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
f) Peningkatan faktor
koagulasi2

5. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin


a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko
lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan
dengan suami sebelumnya.
c) Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.2

6. Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan2

7. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklampsi2

8. Teori Defisiensi Gizi


Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan
beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan
risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.2

9. Teori Stimulus Inflamasi


Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta
berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada
sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses
inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.2
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha
pada PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin,
platelet- activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas
endotel, ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan
kadar berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas
sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda
klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih
dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh
peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia
menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang
meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin,
hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6
menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet
derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas
oksigen merangsang pembentukan IL-6.
Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan
sel yang diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-
selektin, VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai
jaringan sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal
endotel- leukosit terjadi pada sirkulasi maternal preeklampsia.3

2.2. Preeklampsia
2.2.1. Faktor Risiko
Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya preeklampsia,
memiliki salah satu kriteria dibawah ini (NICE Clinical Guideline,2010):
1) Primigravida
2) Umur >40 tahun
3) Interval kehamilan > 10 tahun
4) BMI saat kunjungan pertama>35 kg/m2
5) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia
6) Kehamilan ganda
Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia adalah
yang memiliki salah satu dari kriteria dibawah ini (NICE Clinical
Guideline, 2010):
1) Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya
2) Penyakit ginjal kronik
3) Penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid
4) Diabetes Tipe1 atau Tipe 2
5) Hipertensi
2.2.2. Gejala dan Tanda Klinis
Sesuai dengan definisi preeklampsia, gejala utama preeklampsia adalah
hipertensi, proteinuria dan edema yang dijumpai pada kehamilan semester 2 atau
kehamilan diatas 20 minggu dengan atau tanpa edema karena edema dijumpai
80% pada kehamilan normal dan edema tidak meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal.
Gejala-gejala dan tanda-tanda lain yang timbul pada preeklampsia sesuai
dengan kelainan-kelainan organ yang terjadi akibat preeklampsia:
1) Hipertensi
Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer pada lengan kanan
dalam keadaan berbaring terlentang setelah istirahat 15 menit. Disebut hipertensi
bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90
mmHg.

2) Proteinuria
Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24
jam. Disebut proteinuria positif/patologis bila jumlah protein dalam urin melebihi
300 mg/24 jam. Proteinuria dapat dideteksi dengan cara dipstick reagents test,
tetapi dapat memberikan 26% false positif karena adanya sel-sel pus. Untuk
menghindari hal tersebut, maka diagnosis proteinuria dilakukan pada urin tengah
(midstream) atau urine 24 jam.
Deteksi proteinuria penting dalam diagnosis dan penanganan hipertensi
dalam kehamilan. Proteinuria merupakan gejala yang terahir timbul. Eklampsia
bisa terjadi tanpa proteinuria. Proteinuria pada preeklampsia merupakan indikator
adanya bahaya pada janin. Berat badan lahir rendah dan kematian perinatal
meningkat pada preeklampsia dengan proteinuria.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ada hipertensi dengan proteinuria.
Adanya kelainan cerebral neonatus dan retardasi intra uterin. Proteinuria juga ada
hubungannya dengan meningkatnya risiko kematian janin dalam kandungan.
Risiko terhadap ibu juga meningkat jika dijumpai proteinuria.
3) Edema
Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena
edema dijumpai 60-80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak
meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.
Edema yang dijumpai pada tangan dan muka selain pagi hari
merupakan tanda patologis. Kenaikan berat badan melebihi 1 kg per minggu
atau kenaikan berat badan yang tiba-tiba dalam 1 atau 2 hari harus dicurigai
kemungkinan adanya preeklampsia.
Edema yang masif meningkatkan risiko terjadinya edema paru terutama
pada masa post partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia berat tidak
dijumpai edema.

4) Oliguria
Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam.
Oliguria dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada preeklampsia dan
merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera mungkin. Walaupun
demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena sebab prerenal, renal dan post
renal. Pada preeklampsia, hipovolemia tanpa vasokonstriksi yang berat, intrarenal
dapat menyebabkan oliguria. Kegagalan ginjal akut merupakan komplikasi yang
jarang pada preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis tubular, jarang karena
nekrosis kortikal.
Pada umumnya kegagalan ginjal akut ditandai dengan jumlah urin
dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus tersebut terjadi sebagai komplikasi
koagulasi intravaskular yang luas disebaban solusio plasenta.

5) Kejang
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang
merupakan salah satu tanda dari gejala dan tanda gangguan serebral pada
preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain pada preeklampsia antara lain, sakit
kepala, pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental,
parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah sakit
kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas.

6) Asam Urat
Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari
toksemia gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam urat juga
mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal. Kelainan
patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan luaran janin pada
preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian perinatal.
7) Gangguan Visus
Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing.
Cahaya berbagai warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya adalah
spasme arteriol, iskemia dan edema retina. Tanpa tindakan operasi penglihatan
akan kembali normal dalam 1 minggu.4
2.2.4. Klasifikasi dan Diagnosa Preeklampsia
1) Preeklampsia Ringan
Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Diagnosa preeklampsia ringan ditegakkan dengan kriteria:
a) Hipertensi: Sistolik/diastolik > 140/90mmHg.
b) Proteinuria: >300mg/24 jam atau >1+ dipstik.
c) Edema: Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.2
2) Preeklampsia Berat
Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria:
a) Tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik >110 mmHg.
Tekanan darah tidak menurun meskipun sudah dirawat dirumah sakit dan
sudah menjalani tirah baring.
b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
tegangnya kapsula Glisson).
g) Edema paru-paru dan sianosis.
h) Hemolisis mikroangiopatik.
i) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin
dan aspartat aminotransferase k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
l) Sindrom HELLP2
2.2.5. Komplikasi Preeklampsia
Komplikasi pada preeklampsia dapat dibagi berdasarkan dampaknya
terhadap maternal dan fetal7
Maternal
a) Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular.
Kematian disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang
menyertai.
b) Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran
darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
c) Masalah liver dan koagulasi:
HELLP Syndrome (hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets
Count). Preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia.
d) Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.
e) Edema Paru
f) Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara
bersamaan, merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur
gestasi.
Fetal
Kematian perinatal dan morbiditas fetus meningkat. Pada usia kehamilan
36 minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi karena plasenta iskemi
yang terdiri dari area infark. Kelahiran prematur juga sering terjadi At-term,
preeklampsia mempengaruhi berat lahir bayi dengan penigkatan risiko kematian
dan morbiditas bayi. Pada semua umur gestasi terjadi peningkatan risiko abrupsi
plasenta.

2.2.6. Pencegahan Preeklampsia


1) Diet dan olahraga
Sudah berpuluh-puluh tahun wanita disarankan untuk membuat perubahan
dalam diet dan gaya hidupnya untuk menjauhkan mereka dari risiko
preeklampsia. Tetapi itu dianggap kurang efektif. Berbagai macam intervensi
sudah di evaluasi pada randomized trial, termasuk aerobic, suplementasi protein,
peningkatan ataupun penurunan konsumsi garam, suplementasi magnesium dan
suplementasi zat besi. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil yang
ditunjukkan tidak begitu berpengaruh terhadap pencegahan preeklampsia.
Dari hasil penelitian lainnya, menunjukkan bahwa suplementasi prekursor
prostaglandin seperti minyak ikan dan suplementasi kalsium memiliki pengaruh
yang lebih baik. Pada minyak ikan terkandung rantai asam lemak yang memiliki
efek antiplatelet dan anti trombotik.
Hipotesis yang menyatakan bahwa diet calcium berhubungan dengan
risiko preeklampsia, saat ini masih dalam penelitian. Pada penelitian
observational ini, 6894 wanita masing masing diberikan 1 gram kalsium per hari,
secara keseluruhan mengurangi risiko preeklampsia sebanyak 30 %. Risiko
preeklampsia bagi wanita yang mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang
rendah, masih dalam penelitian.
2) Aspirin dan agen antiplatelet lainnya
Preeklampsia berhubungan dengan defisiensi produksi prostasiklin
yang merupakan vasodilator dan terjadinya produksi berlebihan dari
thromboxan yang merupakan derivat platelet vasokonstriktor dan sebagai
stimulus dari agregasi platelet. Maka hipotesa mengarah ke kemungkinan agen
antiplatelet dan aspirin dosis rendah, efektif untuk pencegahan preeklampsia.
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah dan agen
antiplatelet dapat membantu dalam pencegahan preeklampsia dan beberapa
komplikasi.
3) Vitamin Antioxidan
Sebuah penelitian kecil mengevaluasi bahwa dosis tinggi vitamin C dan
E sebagai antioksidan untuk pencegahan preeklampsia menunjukkan hasil yang
menjanjikan tetapi membutuhkan konfirmasi dari penelitian yang lebih besar.8
Pada penelitian lain menyatakan suplementasi vitamin C dengan dosis
1000 mg/hari dan vitamin E dengan dosis 400 IU/hari tidak menurunkan risiko
hipertensi kehamilan dan preeklampsia pada wanita hamil.9
Etiologi preeklampsia merupakan multifaktor, maka intervensi pada
satu sisi saja tidak efektif untuk mencegah preeklampsia. Tindakan preventif
yang baik hanya dapat dilakukan bila etiologi preeklampsia sudah diketahui.4

2.2.7. Penatalaksanaan
Menurut Institute of Obstetricians and Gynaecologist Royal College of
physicians of Ireland, penatalaksanaan preeklampsia berupa:
1) Preeklampsia ringan
Terjadi pada 15-25% wanita dengan hipertensi kronis yang berujung
pada preeklampsia. Rata-rata terjadi pada minggu ke 32 kehamilan. Maka
daripada itu penatalaksanaan hipertensi kehamilan seharusnya terfokus pada
monitoring ibu dan janin apakah sudah berkembang menjadi preeklampsia,
hipertensi berat ataupun ancaman pada janin. Minimal analisa urin dan
pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap minggu.
a. Tempat Perawatan
Komponen dalam perawatan meliputi unit rumah sakit dan dokter umum
dapat digunakan dalam penanganan preeklampsia ringan dan hipertensi
kehamilan tanpa proteinuria. Kelayakannya tergantung pada jarak rumah sakit,
pemenuhan kebutuhan pasien dan progres preeklampsia yang lambat.

b. Evaluasi Awal
Konfirmasi peningkatan tekanan darah yang dilakukan berulang-ulang
dan pemeriksaan ekskresi protein urin merupakan bagian dari evaluasi awal.
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan jika ada peningkatan tekanan darah
yang berkelanjutan antara 90-99 mmHg dan seharusnya dilakukan monitor: tes
fungsi renal termasuk asam urat, elektrolit serum, tes fungsi hati dan hitung darah
lengkap.
Pemeriksaan fetus dengan USG untuk mengevaluasi berat janin, progres
dari pertumbuhan janin, indeks cairan amnion dan umbilical artery Doppler
velocimetry harus dilakukan pada saaat diagnosis setiap 4 minggu.

c. Penatalaksanaan Hipertensi Kehamilan Tanpa Proteinuria dan Preeklampsia


Ringan.
Terapi medis hipertensi ringan belum menunjukkan peningkatan hasil
pada neonatus dan mungkin bisa menutupi diagnosis dalam perubahan yang
mengarah pada hipertensi berat. Penatalaksanaan seharusnya dapat mencegah
terjadinya hipertensi sedang maupun berat. Dengan target menurunkan atau
memperkecil komplikasi seperti gangguan pada serebrovaskular.
Untuk wanita tanpa masalah kesehatan yang mendasar, obat anti
hipertensi perlu digunakan untuk menjaga tekanan sistolik pada 130-155 mmHg
dan tekanan diastolik 80-105 mmHg. Untuk wanita yang sudah memiliki masalah
kesehatan yang mendasar, seperti penyakit ginjal dan diabetes, perlu menjaga
tekanan darahnya pada tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastol
80-89 mmhg.
Labetalol adalah campuran antara alfa dan beta adrenergik antagonis
yang dapat menurunkan tekanan darah ibu tanpa adanya efek pada janin. Dosis
inisial diberikan dengan 100 mg, dua sampai tiga kali perhari. Dosis ini dapat
diberikan sampai dosis maksimum yaitu 600 mg, 4 kali sehari. Perlu diperhatikan
bahwa labetalol ini kontra indikasi pada wanita dengan riwayat asthma.
Metildopa adalah obat antihipertensi yang bekerja secara sentral sehingga
tidak memeiliki efek samping pada sirkulasi uteroplasenta. Metildopa diberikan
dengan dosis mulai dari 250 mg, tiga kali sehari sampai dengan 1g , tiga kali
sehari. Metildopa tidak sesuai untuk kondisi yang membutuhkan kontrol
hipertensi secara tepat, karena untuk mencapai efek terapinya metildopa
membutuhkan waktu 24 jam. Semakin tinggi dosis metildopa yang digunakan,
maka akan meningkatkan efek samping seperti depresi dan sedasi.
Nifedipin adalah calcium channel antagonist . obat ini merupakan
antihpertensi yang potensial dan sebaiknya tidak diberikan secara sublingual
karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara cepat dan kemudian
dapat membahayakan janin. Berbeda dengan Nifedipine yang bekerja secara long
acting (Adalat LA) tidak menyebabkan terjadinya efek samping pada sirkulasi
uteroplasenta. Untuk kontrol hipertensi, nifedipin diberikan mulai dari dosis 30
mg/hari sampai dengan 120 mg/hari.
Jika dosis inisial dari obat-obat tersebut gagal untuk mengkontrol tekanan
darah secara adekuat, dosis tersebut perlu ditingkatkan secara bertahap sampai
pada dosis maksimum. Jika kontrol tekanan darah yang adekuat belum tercapai,
mungkin diperlukan obat antihipertensi lainnya.
BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi pada kehamilan merupakan suatu spectrum penyakit dengan berbagai


karakteristik dan tingkat keparahan. Penyakit ini sering dijumpai, tetapi hingga saat ini
belum ada metode penceahan yang efektif dan masih banyak kontroversi terkait dengan
diagnosis, klasifikasi dan tatalaksananya. Pemahaman yang baik akan penyakit ini
disertai dengan diagnosis dini dan tatalaksana adekuat diharapkan dapat membantu
menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal.

Anda mungkin juga menyukai