PENUTUP
a. KESIMPULAN
b. REKOMENDASI
Hasil penelitian ini secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) Dalam Pelayanan Kesehatan Dasar
Di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan cukup baik, meskipun masih ada beberapa
kekurangan dalam pelaksanaannya. Pada tahap persiapan koordinasinya sebenarnya dapat
tercapai dengan baik, namun belum ada forum-forum khusus dalam menjalankan koordinasi
ini. Pada tahap pelaksanaan program dapat disimpulkan bahwa pelaksanaannya telah cukup
baik, semua kegiatan Pelayanan Kesehatan Dasar yang ada telah dilaksanakan. Sedangkan
tahap pelaporan sudah dapat dilaksanakan dengan baik. Kerutinan dalam memberikan
laporan menunjukan komitmen dari pelaksana untuk mentaati peraturan yang telah
ditentukan. Selain tahap-tahap pelaksanaan program akan diteliti juga faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan program, seperti sikap pelaksana, komunikasi, kondisi sosial, dan
sumber daya. Sikap pelaksana dalam pelaksanaan program sudah efektif, dan mendukung
pelaksanaan program. Komunikasi pada pelaksanaan program dilakukan secara vertikal dan
horisontal. Kondisi sosial pada penelitian ini berupa partisipasi masyarakat. sedangkan
sumber daya yang ada sudah cukup memadai terbukti dengan sumber daya manusia yang ada
masih bisa melayani masyarakat, tetapi jumlahya masih terbatas untuk tenaga ahli.
Saran yang diajukan untuk pelaksanaan program, perlu adanya kelompok khusus
untuk bagian pengkoordinasian, untuk informasi langsung kepada masyarakat puskesmas
harus bekerja sama dengan pihak kelurahan dengan membuat pertemuan khusus tentang
sosialisasi program yang dilaksanakan.
Implementasi
Tahap implementasi dalam lingkaran proses kebijakan publik,
menempati posisi yang penting. Karena kebijakan akan dikatakan
berhasil atau tidak tergantung pada implementasinya. Bahkan Ujodi
(dalam Solichin A. Wahab, 1997 : 59) dengan tegas menyatakan
bahwa:
“The execution of policies is as important if not more important than
policy making. Policy will remain dreams or blue print file jackets
unless they are implemented.”
(Pelaksanaan kebijaksanaan adalah sesuatu yang penting dari
pada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan sekedar
berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip
kalau tidak diimplementasikan).
Kamus Webster (dalam Solichin A. Wahab, 1997:64) merumuskan
secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti
to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk
melaksanakan sesuatu) to give practical effect to (menimbulkan
dampak atau akibat terhadap sesuatu). Kalau pandangan ini kita
ikuti, maka implementasi kebijaksanaan dapat dipandang
sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan.
Presman dan Widavsky (dalam Solichin A. Wahab, 1997 : 65)
menyatakan bahwa sebuah kata kerja mengimplementasikan itu
sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda
kebijaksanaan. Bagi kedua pelopor studi implementasi ini maka
proses untuk melaksanakan kebijaksanaan perlu mendapatkan
perhatian yang seksama, dan oleh sebab itu adalah keliru kalau kita
menganggap bahwa proses tersebut dengan sendirinya akan
berlangsung mulus.
Agak mirip pandangan kedua ahli diatas Van Meter dan Van Hor
n (dalam Samodra Wibawa, 1994: 15) merumuskan implementasi
sebagai berikut
:16
“Those action by publik or private individual (or groups) that are
directed at the achivement of objectives set forth in prior policy
decisions.”
(tindakan -tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau
Pejabat - pejabat atau kelompok - kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (dalam Solichin A.
Wahab, 1997
:
65)
menjelaskan makna imple
mentasi dengan mengatakan bahwa
:
“... memahami apa yang senyat
anya terjadi sesudahnya suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian
-
kejadian dan kegiatan
-
kegiatan yang timbul sesudah disyahkannya pedoman
-
pedoman
kebijaksanaan
negara
yang
mencukup
i
baik
usaha
untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau
dampak
nyata pada masyarakat oleh kejadian
-
kejadian.”
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi
merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan atau dilaksanakan terha
dap suatu kebutuhan yang
telah ditetapkan dengan berbagai sumber daya yang ada, untuk
mencapai tujuan
dan memberikan dampak. Dalam hal ini mengimplementasikan
suatu keputusan
-
keputusan dapat merupakan suatu program yang diproyeksikan
dari tujuan nilai
-
nila
i dan praktika
-
praktika tindakan.
Suatu
kebijakan
agar
dapat
mencapai
suatu
tujuan
dapat
diimplementasikan dengan berbagai model, diantaranya:
A
.
Model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn, implementasi kebijakan dip
engaruhi oleh
konsep
-
konsep penting dalam prosedur implementasi diantaranya adalah
perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak. Dengan
memanfaatkan konsep
-
konsep tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji dalam
hubungan ini ialah
hambatan
-
hambatan apakah
yang terjadi dalam mengena
lkan perubahan dalam
17
organisasi
? seberapa jauhkah tingkat efektifitas mekanisme
-
mekanisme kontr
ol
pada setiap jenjang struktur
? (masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang
paling rendah tingkatannya dalam organisasi yang be
rsangkutan). Seberapa
pentingkah rasa keterikatan masin
g
-
masing orang dalam organisasi
? (hal ini
menyangk
ut masalah kepatuhan). Atas dasa
r pandangan seperi itu Van Meter dan
Van Horn kemudian berusaha untuk membuat
tipologi kebijaksanaan menurut
:
1
.
Jumlah
masing
-
masing perubahan yang akan dihasilkan dan
2
.
Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara
pihak
-
pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Implementasi kebijakan pada da
sarnya secara sengaja dilaksanakan untuk
meraih kinerja yang tinggi, dimana selama proses itu berlangsung
dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Menurut Samodra Wibawa (1994
:
19
-
21) faktor
-
faktor yang
berpengaruh tersebut antara lain:
1
.
Standar dan sasaran
Stan
dar dan sasaran harus dirumuskan secara spesifik dan konkret
seringkali
suatu kebijakan memiliki tujuan yang luas dan kabur sehingga akan
menyusahkan proses implementasinya.
2
.
Kinerja kebijakan
Merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sas
aran yang telah
ditentukan sebelumnya.
Evaluasi yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Evaluation. Secara umum,
pengertian evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana
suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu
standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana
manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin
diperoleh. Dalam pengertian yang lain, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wrightstone, dkk (1956) yang mengemukakan
bahwa pengertian evaluasi adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan ke arah
tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan.
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu yang didasarkan pada kriteria
atau tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan
atas obyek yang dievaluasi. Sebagai contoh evaluasi proyek, kriterianya adalah tujuan dan
pembangunan proyek tersebut, apakah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan rencana atau
tidak, jika tidak mengapa terjadi demikian, dan langkah-langkah apa yang perlu ditempuh
selanjutnya. Hasil dari kegiatan evaluasi adalah bersifat kualitatif. Sudijono (1996)
mengemukakan bahwa pengertian evaluasi adalah interpretasi atau penafsiran yang
bersumber pada data kuantitatif, sedang data kuantitatif merupakan hasil dari pengukuran
Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja,
atau produktifitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah
individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan
diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai. Selanjutnya,
informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu program.
Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari
hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan
penilaian. Menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan
pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi, namun semuanya
selalu memuat masalah informasi dan kebijakan, yaitu informasi tentang pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan
berikutnya.
Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan sebagai proses mengumpulkan informasi
untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan dapat
mendorong guru untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih
baik. Jadi, evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program
pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil mungkin. Evaluasi pada dasarnya adalah
melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka kesalahan pada penilaian dan
pengukuran harus sekecil mungkin.
Stark dan Thomas (1994) menyatakan bahwa evaluasi yang hanya melihat kesesuaian antara
unjuk kerja dan tujuan telah dikritik karena menyempitkan fok us dalam banyak situasi
pendidikan. Hasil yang diperoleh dari suatu program pembelajaran bisa banyak dan multi
dimensi. Ada yang terkait dengan tujuan ada yang tidak. Yang tidak terkait dengan tujuan
bisa bersifat positif dan bisa negatif. Oleh karena itu, pendekatan goal free dalam melakukan
evaluasi layak untuk digunakan. Walaupun
tujuan suatu program adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, namun bisa diperoleh hasil
lain yang berupa rasa percaya diri, kreatifitas, kemandirian, dan lain-lain.
Astin (1993) mengajukan tiga butir yang harus dievaluasi agar hasilnya dapat meningkatkan
kualitas pendidikan. Ketiga butir tersebut adalah masukan, lingkungan sekolah, dan
keluarannya. Selama ini yang dievaluasi adalah prestasi belajar peserta didik, khususnya pada
ranah kognitif saja. Ranah afektif jarang diperhatikan lembaga pendidikan, walau semua
menganggap hal ini penting, tetapi sulit untuk mengukurnya.