Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS PADA PASIEN

DENGAN VERTIGO DI RUANG PERAWATAN MELATI


RS BALADHIKA HUSADA JEMBER

oleh

Fahma Ilmi Nawa Tama

NIM 152310101324

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No.37 Telp/Fax (0331) 323450 Jember
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus Aplikasi Klinis yang dibuat oleh:

Nama : Fahma Ilmi Nawa Tama

NIM : 152310101324

Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Vertigo di


Ruang Perawatan Melati RS Baladhika Husada Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari/tanggal :

Jember, Januari 2018

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Nur Widayati, S.Kep. MN Ns. Decy A, S.Kep.


NIP 19810610 200604 2 001 NIS. 05 06 02 85 15 194

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
PENGESAHAN. ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB 1 KONSEP DASAR PENYAKIT ................................................. 1
1.1 Anatomi Fisiologi ........................................................................... 1
1.2 Definisi Penyakit .......................................................................... 12
1.3 Epidemiologi................................................................................. 13
1.4 Etiologi .......................................................................................... 13
1.5 Klasifikasi ..................................................................................... 13
1.6 Patofisiologi/Patologi ................................................................... 14
1.7 Manifestasi Klinis ........................................................................ 15
1.8 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 16
1.9 Penatalaksanaan .......................................................................... 17
1.10 Clinical Pathway .......................................................................... 20

BAB 2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN VERTIGO ............. 21


2.1 Pengkajian ...................................................................................... 21
2.2 Diagnosa .......................................................................................... 25
2.3 Intervensi ........................................................................................ 26
2.4 Implementasi .................................................................................. 26
2.5 Discharge Planning ........................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 33

iii
BAB I. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan


Pembagian sistem saraf, sistem saraf dibagi dua yakni :
1. Saraf Pusat (Central Nervous System: CNS)
Komponen: Otak dan Medulla Spinalis.
2. Saraf Tepi (Peripheral Nervous System)
Komponen:
a. Susunan saraf somatik
b. Susunan saraf otonom
1) Susunan saraf simpatis
2) Susunan saraf para simpatis

Gambar 1.1 Pembagian sistem saraf.

1. Saraf Pusat Manusia


Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada
tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi
penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang. Otak

1
manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh tulang tengkorak.
Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang
belakang. Otak dan sumsum tulang belakang sama-sama dilindungi oleh suatu
membran yang melindungi keduanya. Membran pelindung tersebut dinamakan
meninges. Meninges dari dalam keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu piameter,
arachnoid, dan durameter. Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum
tulang belakang dari goncangan dan benturan. Selaput ini terdiri atas tiga bagian,
yaitu sebagai berikut:
a. Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf
pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah.
b. Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater dan
duramater.
c. Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di
antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan
serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak akan lebih tahan terhadap
goncangan dan benturan dengan kranium. Kadangkala seseorang mengalami
infeksi pada lapisan meninges, baik pada cairannya ataupun lapisannya yang
disebut meningitis.

2. Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat
total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4
kilogram dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron . Pengolahan informasi di otak
dilakukan pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron
sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai pengembangan
neuron yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak seseorang, semakin
banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus dan
lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan girus. Otak mendapatkan
impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf kranial. Setiap saraf
tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi
tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Para ahli

2
mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi
tiga bagian yang mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi dalam
menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan
berfungsi dalam penciuman.

Gambar 2.3 Otak.

3. Otak depan
Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan hipotalamus.
a. Otak besar
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari volume
seluruh bagian otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling penting dalam
penerjemahan informasi yang Anda terima dari mata, hidung, telinga, dan
bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas dua belahan (hemisfer),
yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan tersebut akan
mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas dua belahan,
yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan sangat
berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri, serta bekerja lebih aktif
untuk pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni atau kreativitas.
Bagian otak kiri mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta
bekerja aktif pada saat Anda berpikir logika dan penguasaan bahasa atau

3
komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat
jembatan jaringan saraf penghubung yang disebut dengan corpus callosum.
b. Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak
besar. Talamus memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua
sinyal sentuhan dari tangan. Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan
memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi
menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi.
c. Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai macam
hormon. Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh, tekanan darah,
rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut
sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh obatobatan yang
menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin dan kokain. Pada bagian lain
hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai jam
biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus tidur
dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian yang
disebut telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon, terdapat
banyak sumber kelenjar yang menyekresikan hormon, seperti hipotalamus
dan kelenjar pituitari (hipofisis).
Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap
informasi yang masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut.
1). Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
2). Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari
penglihatan.
3). Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta
berhubungan dengan pengenalan posisi tubuh.
4). Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan
perencanaan kegiatan manusia.

4
Gambar 2.4 Pembagian fungsi pada otak besar.
4. Otak tengah
Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam
sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan
refleks pupil pada mata. Otak tengah terletak di permukaan bawah otak besar
(cerebrum). Pada otak tengah terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai
pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak tengah, banyak diproduksi
neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi kerusakan pada
bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat relaksasi,
bagian otak tengah banyak menghasilkan neurotransmitter dopamin.
5. Otak belakang
Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata, dan
pons varoli. Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi
gerakan otot. Otak kecil akan mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari
sistem gerak sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh pada
saat beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan sistem keseimbangan
lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di telinga yang
menjaga keseimbangan posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian
kanan tubuh yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh otak kecil
melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di bagian otak kecil terdapat
saluran yang menghubungkan antara otak dengan sumsum tulang belakang yang
dinamakan medula oblongata. Medula oblongata berperan pula dalam mengatur

5
pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, gerak
menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang belakang
tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai sumsum
lanjutan.
Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur sistem
sirkulasi, kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam
pengaturan pernapasan. Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia
masih dapat hidup karena detak jantung dan pernapasannya yang masih normal.
Hal tersebut dikarenakan fungsi medula oblongata yang masih baik. Peristiwa ini
umum terjadi pada seseorang yang mengalami koma yang berkepanjangan.
Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata membentuk unit
fungsional yang disebut batang otak (brainstem).

Gambar 2.5 Cerebellum, medula oblongata dan pons varoli.

6. Medulla Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)


Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari
sistem saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh
tengkorak kepala yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-
ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal leher,
hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera
ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan
bisa menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak

6
bawah (kaki). Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan
sistem saraf yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang
belakang atau biasa disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem
saraf dari dan ke otak. Secara rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi
sumsum tulang belakang ini adalah sebagai berikut:
Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang terdiri dari 8
pasang dari segmen servikal, 12 pasang dari segmen thorakal, 5 pasang dari
segmen lumbalis, 5 pasang dari segmen sacralis dan 1 pasang dari segmen
koxigeus.
a. Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 8 buah dan membentuk
daerah tengkuk.
b. Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan
membentuk bagian belakang torax atau dada.
c. Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan
membentuk daerah lumbal atau pinggang.
d. Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan
membentuk os sakrum (tulang kelangkang).
e. Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 1 buah dan
membentuk tulang koksigeus (tulang tungging)

7. Saraf Tepi Manusia (Perifer)


Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum
tulang belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak
sedangkan serabut saraf sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang
belakang. Tiap pasang serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot,
misalnya ke hidung, mata, telinga, dan sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas
serabut saraf sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan
dari sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara
kerjanya, yaitu sebagai berikut:

7
a. Sistem Saraf Sadar (Somatik)
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika
Anda makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf
ini meneruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls
dari sistem saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri
atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang
keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal. Saraf-saraf spinal
tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik. Dua belas pasang saraf
kranial tersebut, antara lain sebagai berikut (Sloane, 2003).
Urutan
Nama Saraf Sifat Saraf Mempersarafi
Saraf

I N. Olfaktorius Sensorik Menerima dan menghantarkan


impuls pada saraf penciuman.

II N. Optikus Sensorik Transmisi impuls dari dan ke


retina mata.

III N. Okulomotorius Motorik Mensuplai otot ekstrinsik mata.

IV N. Trokhlearis Motorik Mensuplai otot ekstrinsik mata.

V N. Trigeminus Motorik dan Kulit kepala dan kelopak


sensorik

Motorik dan
N. Oftalmikus Mata atas
sensorik

Sensorik
N. Maksilaris Rahang atas, palatum dan
hidung
Sensorik
Rahang bawah dan lidah.
N. Mandibularis

VI N. Abdusens Motorik Mensuplai otot ekstrinsik mata

8
VII N. Fasialis Motorik dan Mempersarafi otot wajah,
sensorik kalenjar ludah dan lakrimal

VIII N. Vestibulokohlear Sensorik Terdostribusi di telinga dalam


dan mempersarafi pendengaran
dan keseimbangan.

IX N. Glosofaringeal Sensorik dan Memepersarafi lidah dan faring


motorik

X N. Vagus Sensorik dan Terditribusi paling luas,


motorik mensuplai faring, laring, organ
dalaman di rongga leher, dada
dan abdomen.

XI N. Asesorius Motorik Bergabung dan terdistribusi


dengan serabut vagus.

XII N. Hipoglosus Motorik Mensuplai otot inntrinsik dan


ekstrinsik lidah.

b. Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)


Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah
kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung,
perubahan pupil mata, gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain.
Kerja saraf otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak.
Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak otonom
seperti contoh yang telah diambil, antara lain mempercepat denyut jantung,
melebarkan pupil mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem saraf
otonom ini dibedakan menjadi dua.
1) Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama
untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah

9
menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat
detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun
fungsi yang menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan,
menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.
2) Sistem Saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan
saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat
detak jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat
kerja alat pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung
seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan, maka mengakibatkan
keadaan yang normal.

Gambar 2.7 Parasimpatik dan simpatik.


Telinga merupakan salah satu panca indera yang berfungsi sebagai alat
pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala. Masing-
masing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam (Wibowo dan Paryana, 2009).

10
1.1.1 Telinga luar
Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula/pinna), liang
telinga (meatus acusticus externus) sampai gendang telinga (membran tympanica)
bagian luar. Telinga luar terletak pada pars tympanica ossis temporalis dan pada
bagian belakang berbatasan dengan processus mastoideus (Wibowo dan
Paryana,2009).

Gambar 1.1 Telinga Luar


(Netter, 2010)
Telinga luar berfungsi sebagai penyalur suara dan sebagai proteksi telinga
tengah. Fungsi telinga luar sebagai penyalur suara tergantung dari intensitas,
frekuensi, arah, dan ada atau tidaknya hambatan dalam penyalurannya ke gendang
telinga. Sedangkan fungsinya sebagai proteksi telinga tengah yaitu menahan
ataumencegah benda asing yang masuk ke dalam telinga dengan memproduksi
serumen, menstabilkan lingkungan dari input yang masuk ke telinga tengah, dan
menjaga telinga tengah dari efek angin dan trauma fisik (Emanuel dan Letowski,
2009).

1.1.2 Telinga tengah

Telinga tengah (auris media) berada di sebelah dalam gendang telinga sekitar
3-6 mm. Atap rongga telinga tengah adalah tegmen tympani dari pars petrosa
ossis temporalis yang berbatasan dengan cavitas cranii. Dinding lateral telinga

11
tengah berbatasan dengan gendang telinga beserta tulang di sebelah atas dan
bawahnya. Dinding depannya berbatasan dengan canalis caroticus yang di
dalamnya terdapat arteri karotis interna. Dinding medial telinga tengah ini
berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam yang terlihat menonjol karena
terdapat prominentia canalis facialis di bagian posterior atas. Telinga
tengah ini juga secara langsung berhubungan dengan nasofaring yaitu
melalui tuba eustachius (Wibowo dan Paryana, 2009).

Telinga tengah berfungsi untuk menyalurkan suara dari udara dan


memperkuat energi suara yang masuk sebelum menuju ke telinga dalam yang
berisicairan. Fungsi telinga tengah dalam memperkuat energi suara dibantu oleh
tulang- tulang kecil seperti maleus, incus, dan stapes sehingga energi suara tadi
dapat menggetarkan cairan di koklea untuk proses mendengar (Sherwood, 2011).

1.1.3 Telinga dalam

Telinga dalam dibatasi oleh tulang temporal (pars petrosa) (Wibowo dan
Paryana, 2007). Telinga dalam terdiri dari koklea dan aparatus vestibularis yang
memiliki dua fungsi sensorik yang berbeda. Koklea berfungsi sebagai sistem
pendengaran karena mengandung reseptor untuk mengubah suara yang masuk
menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar. Aparatus vestibularis berfungsi
sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis,
dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus (Sherwood, 2011).

1.2 Definisi

Vertigo adalah gejala klasik yang dialami ketika terjadi disfungsi yang cukup
cepat dan asimetris system vestibuler perifer (telinga dalam). (Smeltzer & Bare,
2002)
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere”
yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang

12
dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau
dunia seperti berjungkir balik dan berputar-putar.
Vertigo adalah sensasi berputar atau berpusing yang merupakan suatu gejala,
penderita merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar atau
bergerak naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan. (Sherwood,
2001)
1.3 Epidemiologi
Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000 orang,
wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna Paroxysmal
Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun, jarang
pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala (George, 2009). Menurut survey
dari Department of Epidemiology, Robert Koch Institute Germany pada populasi
umum di Berlin tahun 2007, prevalensi vertigo dalam 1 tahun 0,9%, vertigo akibat
migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat Meniere’s Disease 0.51%. Pada
suatu follow up study menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan
sebanyak 50% selama 5 tahun. Di Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi
Semarang menyebutkan bahwa kasus vertigo menempati urutan ke 5 kasus
terbanyak yang dirawat di bangsal saraf.
1.4 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, penyebabnya antara lain akibat kecelakaan,
stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau
banyak aliran darah ke otak, dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan
mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di
telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area
tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.

1.5 Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular
yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Saluran
vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga

13
keseimbangan. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang
disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan.
No Vertigo Periferal Vertigo Sentral
1 Pandangan gelap Penglihatan ganda
2 Rasa lelah dan stamina menurun Sukar menelan
3 Jantung berdebar Kelumpuhan otot-otot wajah
4 Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah
5 Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran terganggu
6 Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata-kata
7 Otot terasa sakit Hilangnya koordinasi
8 Mual dan muntah-muntah Mual dan muntah-muntah
9 Memori dan daya pikir menurun Tubuh terasa lemah
10 Sensitif pada cahaya terang dan
Suara
11 Berkeringat

Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain


penyakit penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat
kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang
sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan
pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam
pendengaran). Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak
normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah
percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
1.6 Patofisilogi

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang


disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini
adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan

14
ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei nervus III, IV dan VI, susunan vestibul oretikularis,
dan vestibulos pinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler
memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian
reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik. Dalam
kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata
dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari
posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat
keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/berjalan dan gejala lainnya.
1.7 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang
kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual,
muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput
putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur,
tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan
selaput tipis.
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan
ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di
pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang.
Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual
dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan

15
ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat
menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau
berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo
akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada
perubahan posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada
perubahan posisi kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara
spontan setelah beberapa waktu. Pada pemeriksaan THT secara umum tidak
didapatkan kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada paresis kanal.
Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan
melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada
kedua sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke
satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus posisi dengan gejala :
1. Mata berputar dan bergerak ke arah telinga yang terganggu dan mereda setelah
5-20 detik.
2. Disertai
3. vertigo berat.
4. Mula gejala didahului periode laten selama beberapa detik (3-10 detik).
5. Pada uji ulangan akan berkurang, terapi juga berguna sebagai cara diagnosis
yang tepat.
1.8 Pememeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan
tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa
diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
2. Pemeriksaan angiogram, dilakukan karena diduga terjadi penurunan aliran
darah ke otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya sumbatan
pada pembuluh darah yang menuju ke otak.
3. Brainstem Auditory Evoked Potential
Tes ini merangsang saraf telinga dengan membuat pasien mendengar
nada, biasanya suara seperti ‘klik’ yang dikirim ke salah satu telinga

16
dalam satu waktu. Tes ini bertujuan untuk menemukan kerusakan atau
demielinasi, terutama ketika kerusakan terlalu kecil untuk dideteksi
dalam pemeriksaan saraf. Jenis kerusakan yang dapat dideteksi melalui
tes ini juga termasuk pada tumor otak, masalah saraf tulang belakang,
dan gangguan saraf tertentu
1.9 Penantalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis.
Terapi menurut Kang (2004), terdiri dari :
1. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan jenis terapi atau pengobatan yang bekerja
membalikkan faktor kausal penyakit, atau dengan kata lain dilakukan dengan cara
memusnahkan atau meniadakan penyebab penyakit hingga ke akarnya. Contoh
obat-obat an yang bekerja secara kausal antara lain adalah antibiotik, fungisida,
obat anti malaria, dan sebagainya. Pemeriksaan kausal ini memerlukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab penyakit, sehingga
membutuhkan tambahan waktu dan biaya.
2. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik dilakukan menggunakan bantuan obat-obatan untuk
sekedar meringankan gejala atau keluhan yang muncul akibat suatu penyakit.
Misalnya seseorang datang ke dokter dengan keluhan sakit kepala, tubuh terasa
berputar-putar, maka dokter akan memberikan obat jenis analgesik untuk
menghilangkan keluhannya. Pengobatan simptomatis umumnya menggunakan
obat-obatan yang bekerja secara sistemik. Keuntungan dari terapi simptomatik
adalah tidak memerlukan biaya yang mahal untuk memperoleh obatnya. Selain
itu tak diperlukan pemeriksaan tambahan untuk memastikan jenis gangguan
penyakit yang terjadi. Sedangkan kerugiannya, pengobatan ini hanya bekerja
menghilangkan gejala, yang artinya tak menghilangkan sumber penyakit
sebenarnya. Itulah mengapa terkadang penyakit bisa terus berlanjut dan semakin
bertambah.
3. Terapi rehabilitatif

17
Terapi rehabilitatif adalah suatu terapi pengobatan secara fisik dengan latihan
fisik. Ada 2 metode terapi fisik yaitu :
1. Latihan Metode Brandt-Daroff
Latihan metode Brandt-Daroff yaitu
1. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kaki tergantung.
2. Lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat pada salah satu sisi
tubuh selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali.
3. Setelah 30 detik baringkan tubuh ke sisi lain dengan cara yang sama,
tunggu selama 30 detik, setelah itu duduk tegak kembali.
4. Lakukan latihan ini 5 kali pada pagi hari, dan 5 kali pada malam hari
sampai 2 hari berturut-turut tidak timbul vertigo lagi
2. Latihan Visual Vestibular dan Latihan Berjalan
Pada penderita yang harus berbaring
1. Melirik ke atas, ke bawah, ke samping kanan, ke samping kiri.
Selanjutnya gerakan serupa sambil menatap jari yang digerakkan pada
jarak 30 cm, mula-mula gerakkannya lambat, makin lama makin cepat.
2. Gerakkan kepala ke kiri dan ke kanan, makin lama makin cepat. Lalu
diulangi dengan mata tertutup.
Pada penderita yang sudah bisa duduk
3. Gerakkan kepala dengan cepat ke atas dan ke bawah, seperti sedang
manggut, sebanyak 5 kali, lalu tunggu 10 detik atau lebih lama sampai
vertigo menghilang. Ulangi latihan tersebut sebanyak 5 kali.
4. Gerakkan kepala menatap ke kiri atau ke kanan atas selama 30 detik,
kembali ke posisi biasa selama 30 detik, lalu menatap ke atas sisi lain
selama 30 detik dan seterusnya. Ulangi latihan sebanyak 3 kali.
5. Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda yang diletakkan di
lantai.
Pada penderita yang sudah bisa berjalan
6. Sambil berdiri gerakkan mata ke kiri dan kekanan dan gerakkan kepala
juga ke kiri dan ke kanan juga ke depan dan ke belakang.
7. Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup.

18
8. Jalan menyeberang ruangan dengan mata terbuka dan tertutup.
9. Jalan turun-naik pada lantai miring atau undakan dengan mata terbuka
dan tertutup bergantian.
10. Berjalan mengelilingi seseorang sambil melempar bola dengannya.
11. Physical conditioning dengan melakukan olahraga ringan.

19
1.10 Clinical Pathway

VERTIGO

Trauma/ benturan kepala, Penyakit virus,


Infeksi telinga, Tumor otak, Depresi

Sistem keseimbangan Tekanan intrakranial


Tekanan pada otot leher ( kaku)
tubuh terganggu

Reseptor nyeri muncul/ gerakan abnormal (nistamus),


Sensasi seperti bergerak
pusing pada kepala Keseimbangan terganggu
dan berputar

Pelepasan mediator
Keterbatasan kognitif Pusing berputar
nyeri
(prostaglandin, tidak mengenal
bradikinin, histamin) informasi

Jalan Mual dan muntah


Gelisah, ansietas sempoyongan
Impuls ke SSP

Nafsu makan
Diterima otak Defisiensi Resiko terjatuh menurun
pengetahuan

Persepsi nyeri Ketidak


Resiko cidera
seimbangan
nurtisi kurang
Gangguan rasa dari kebutuhan
nyaman, Nyeri tubuh
Aktifitas terganggu

Gangguan pola Intoleransi


tidur aktifitas
20
BAB II. TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a) Riwayat pasien: bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar, tujuh
keliling, rasa naik perahu dan atau yang lain. ada gangguan pendengaran
yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n.
vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin,
salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemia,
penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan
trauma akustik.
b) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/Istirahat
1) Letih, lemah, malaise
2) Keterbatasan gerak
3) Ketegangan mata, kesulitan membaca
4) Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
5) Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas
(kerja) atau karena perubahan cuaca.
b. Sirkulasi
1) Riwayat hypertensi
2) Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
3) Pucat, wajah tampak kemerahan.
c. Intregitas Ego
1) Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
2) Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan
depresi
3) Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
4) Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
d. Makanan dan Cairan
1) Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat,
bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak,
jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
2) Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
3) Penurunan berat badan
e. Neurosensoris
1) Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
2) Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
3) Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.

21
4) Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras,
epitaksis.
5) Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
6) Perubahan pada pola bicara/pola pikir
7) Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
8) Penurunan refleks tendon dalam
9) Papiledema.
f. Nyeri/Kenyamanan
1) Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal
migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma,
sinusitis.
2) Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
3) Fokus menyempit
4) Fokus pada diri sendiri
5) Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
6) Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g. Keamanan
1) Riwayat alergi atau reaksi alergi
2) Demam (sakit kepala)
3) Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
4) Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
h. Interaksi sosial: Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi
sosial yang berhubungan dengan penyakit.
i. Penyluhan/pembelajaran: Riwayat hypertensi, migrain, stroke,
penyakit pada keluarga, penggunaan alkohol/obat lain termasuk
kafein, kontrasepsi oral/hormone, menopause.
c) Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit vertigo,
tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.

2.2 Diagnosa
1. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan nyeri dan kaku pada leher
ditandari pasien menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal,
perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
2. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan perasaan tidak nyaman
karena nyeri, stress dan ketegangan dindai dengan pasien menyatakan
nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan
pola tidur, gelisah.
3. Resiko Cidera berhubungan dengan gangguan keseimbangan ditandai
dengan pasien mengatakan dunia berasa berputar dan jalan
sempoyongan.

22
4. Ketidakseimbangan Nutrisi berhubungan dengan gangguan pada sistem
saraf pusat ditandai dengan mual dan muntah.
5. Defisiensi Pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak
mengenal informasi dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya
informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti instruksi.

2.3 Inervensi
Dx Tujuan Intervensi Rasionalisasi

1. Selama dilakukan 1. Gunakan pendekatan 1. Mengenal dan


3x24 jam pasien yang menenangkan memudahkan melakukan
merasa rileks dan 2. Temani pasien untuk tindakan
nyaman. memberi keamanan 2. Menjalin bina hubungan
Kriteria hasil: dan kenyamanan. saling percaya
1. Mampu 3. Identifikasi tingkat 3. Mengkaji tingkat
mengintrol kecemasan pasien kecemasan pasien
kecemasan 4. Ajari relaksasi dan 4. Relksasi mengurangi
2. Kualitas tidur nafas dalam ketegangan
adekuat 5. Kolaborasi untuk 5. Untiuk memberikan obat
3. Pasien merasa memberikan obat yang tepat pada pasien.
rileks dan tenang 6. Anjurkan paien 6. Reposisi pasiien untuk
istirahat di tempat kenyamanan pasien.
tidur
3 Selama dilakukan 1. Gunakan pendekatan 1. Mengenal dan
3x24 jam kualitas yang menenangkan memudahkan melakukan
tidur pasien adekuat. 2. Temani pasien untuk tindakan
Kriteria hasil: memberi keamanan 2. Menjalin bina hubungan
1. Jumlah jam tidur dan kenyamanan saling percaya
dalam batas 3. Jerlaskan pentingnya 3. Menjelakan pada pasien
normal 6-8 tidur yang adekut bahwa kualitas tidur itu
jam/hari 4. Ciptakan lingkungan penting untuk kesehatan
2. Perasaan segar yang nyaman pasien
sudah tidur atau 5. Diskusikan teknik 4. Memberikan lingkungan
istirahat tidur yang cocok yang nyaman agar pasien
3. Mampu dengan pasien mendapat kan kualitas
mengidentifikasi 6. Monitor kebutuhan tidur yang adekuat
hal-hal yang tidur pasien 5. Kaji teknik tidur pasien
meningkatkan agar mendapatkan
tidur kulaitas tidur yang

23
adekuat
6. Untuk memantau pola
dan kualitas tidur pasien
3. Selama dilakukan 1. Gunakan pendekatan 1. Mengenal dan
3x24 jam pasien yang menenangkan memudahkan melakukan
dapat mengontrol 2. Temani pasien untuk tindakan
atau meminimalkan memberi keamanan 2. Menjalin bina hubungan
cidera. dan kenyamanan saling percaya
Kriteria hasil: 3. Sedian lingkungan 3. Untuk membebaskan
1. Pasien terbebas yang aman untuk atau meninimalikan
dari cidera pasien resiko cidera pada
2. Pasien mampu 4. Diskusikan metode pasien.
menjelaskan yang cocok dengan 4. Mengenal dan
metode untuk pasien untuk memudahkan melakukan
mencegah cidera mencegah cidera tindakan
3. Pasien mampu 5. Menjelaskan faktor 5. Agar pasien tahu faktor
menjelaskan resiko penyebab penyebab cidean dan
faktor resiko cidera. meminimalkan resiko
penyebab cidera 6. Memberitahu fasilitas cidera pada pasien
4. Menggunakan kesehatan yang ada di 6. Agar pasien dapat
fasilitas tempat dan memaksimalkan fasilitas
kesehatan yang memindahkan barang kesehatan yang ada dan
ada yang membahayakan. eminimalkan resiko
cidera pada pasien
4. Selama dilakukan 1. Gunakan pendekatan 1. Mengenal dan
3x24 jam kebutuhan yang menenangkan memudahkan melakukan
nutrisi dapat 2. Temani pasien untuk tindakan
terpenuhi. memberi keamanan 2. Menjalin bina hubungan
Kriteria hasil: dan kenyamanan saling percaya
1. Berat badan 3. Kaji adanya alergi 3. Untuk memastikan
ideal makan dan pasien memakan
2. Mampu kolaborasikan dengan makanan yang tepat.
mengidentifikasi ahli gizi 4. Menginformasikan
kebuthan nutrisi 4. Berikan informasi kepada pasien bahwa
3. Tidak ada tanda tentang kebuthan kebutuhan nutrisi itu
tanda mal nutrisi nutrisi dan kaji penting dan untuk
kemapuan pasien mengetahui kemampuan
untuk mendapatkan pasien dalam
nutrisi yang dibtuhkan mengidentifikasi
5. Monitor berat badan kebutuhan nutrisi dalam

24
pasien dan mual tubuhnya.
muntah pasien. 5. Untum memantau berat
6. Monitor hasil lab badan ideal pada pasien
pasien 6. Untuk memantau dan
mengetahui pasien tidak
ada tanda mal nutrisi
5. Selama dilakukan 1. Kaji tingkat 1. megetahui seberapa jauh
1x24 jam pasien pengetahuan klien pengalaman dan
mengutarakan dan keluarga tentang pengetahuan klien dan
pemahaman tentang penyakitnya. keluarga tentang
kondisi, efek 2. Berikan penjelasan penyakitnya.
prosedur dan proses pada klien tentang 2. dengan mengetahui
pengobatan. penyakitnya dan penyakit dan kondisinya
Kriteria hasil: kondisinya sekarang. sekarang, klien dan
1. Melakukan 3. Diskusikan keluarganya akan merasa
prosedur yang penyebab individual tenang dan mengurangi
diperlukan dan dari sakit kepala bila rasa cemas.
menjelaskan diketahui. 3. untuk mengurangi
alasan dari suatu 4. Minta klien dan kecemasan klien serta
tindakan. keluarga mengulangi menambah pengetahuan
2. Memulai kembali tentang klien tetang penyakitnya.
perubahan gaya materi yang telah 4. mengetahui seberapa
hidup yang diberikan. jauh pemahaman klien
diperlukan dan 5. Diskusikan dan keluarga serta
ikut serta dalam mengenai menilai keberhasilan dari
regimen pentingnya posisi tindakan yang dilakukan.
perawatan. atau letak tubuh 5. agar klien mampu
yang normal melakukan dan merubah
6. Anjurkan pasien posisi/letak tubuh yang
untuk selalu kurang baik.
memperhatikan sakit 6. dengan memperhatikan
kepala yang faktor yang berhubungan
dialaminya dan klien dapat mengurangi
faktor-faktor yang sakit kepala sendiri
berhubungan. dengan tindakan
sederhana, seperti
berbaring, beristirahat
pada saat serangan.

25
2.4 Implementasi
Dx Implementasi

1. 1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan


2. Memani pasien untuk memberi keamanan dan kenyamanan.
3. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien
4. Mejarkan relaksasi dan nafas dalam
5. Mengkolaborasikan untuk memberikan obat
6. Menganjurkan psien tidur di tempat yang nyaman
3 1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan
2. Memani pasien untuk memberi keamanan dan kenyamanan
3. Menjelaskan pentingnya tidur yang adekut
4. Menciptakan lingkungan yang nyaman
5. Mendiskusikan teknik tidur yang cocok dengan pasien
6. Memonitor kebutuhan tidur pasien
4 1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan
2. Memani pasien untuk memberi keamanan dan kenyamanan
3. Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien
4. Mendiskusikan metode yang cocok dengan pasien untuk mencegah cidera
5. Menjelaskan faktor resiko penyebab cidera.
6. Memberitahu fasilitas kesehatan yang ada di tempat dan memindahkan
barang yang membahayakan.

5 1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan


2. Memani pasien untuk memberi keamanan dan kenyamanan
3. Mengkaji adanya alergi makan dan kolaborasikan dengan ahli gizi
4. Memberikan informasi tentang kebuthan nutrisi dan kaji kemapuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi yang dibtuhkan
5. Memonitor berat badan pasien dan mual muntah pasien.
6. Memonitor hasil lab pasien
5. 1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
2. Memberikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
3. Mendiskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
4. Meminta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
5. Berdiskusi mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
6. Menganjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang

26
dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan.

2.5 Discharge Planning


Pasien Melakukan latihan vestibular dengan memiringkan kepalanya ke posisi
yang memicu vertigo selama 30 detik dan di ulang selama 5 kali setian beberapa
jam. Contoh lain latihan vestibular :
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerak rotasi, fleksi, ekstensi, gerak
miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka kemudian dengan
mata tertutup.
4. Jalan dikamar atau diruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata
tertutup.
5. Berjalan lurus dengan tumit menempel di depan jari-jari kaki.
6. Melirikkan mata ke arah herisonatal dan vertikal berulang-ulang.
7. Melatih gerakan mata dengan mengikutui objek yang bergerak dan juga
menfiksasik atau memfokuskan objek yang diam.

27
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Muhammad. 2013. Diagnosis Vertigo. Bagian Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran. Makasar: Universitas Hasanuddin.pdf
Bulechek G, dkk.2008.Nursing Interventions Clarification (NIC). Firth
Edition. Mosby : Lowa city.
Emanuel, D.C. and Thomasz L., 2009. Hearing Science. 1st ed. USA:
Williams & Wilkins
Kupiya Timbul Wahyudi. 2012. Vertigo. Medical Department, PT. Kalbe
Farma Tbk., Jakarta, Indonesia
Moorhead S, dkk.2000.Nursing Outcames Clasification (NOC).Third
Edition.Mosby : Lowa city
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta:
EGC.
Netter, F.H., 2010. Atlas of human anatomy. 5th ed. USA: Saunders
Elsevier
Scanlon Valerie C, Sanders Tina, 2007 ; Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi
(Essentials of Anatomy and Physiology) ; Edisi III, cetakan
pertama ;Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sherwood, Lauralee, 2011. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-
6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical-
bedah Brunner & Suddarth, vol:3. Jakarta: EGC
Wibowo, Daniel S. dan Widjaya Paryana, 2009. Anatomi Tubuh Manusia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wilkinson, J., & Ahern, n. R. (2013). Buku Saku Diagnosis keperawatan
edisi 9 Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC.
Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai