Anda di halaman 1dari 2

Keluarga Single-Parent

Banyak yang mengira bahwa menjadi keluarga tunggal maka sama saja dengan menjadi broken
home. Tentu saja itu 100% salah. Tidak ada hubungannya antara keluarga tunggal dengan broken
home. Memang benar bahwa sebagian keluarga tunggal broken home, namun sebagian keluarga
utuh juga broken home. Jadi, broken home bukanlah ciri dari keluarga tunggal.

Keluarga tunggal adalah keluarga yang sehat. Tidak ada yang salah dengannya. Sepanjang
interaksi antar anggota keluarga terus terjadi dan terjalin dengan baik, maka keluarga tunggal
bukanlah broken home. Keluarga broken home adalah keluarga yang hubungan antar anggotanya
tidak terjalin dengan baik; antar anggota keluarga tidak saling terhubung, komunikasinya tidak
jalan. Biasanya, justru dalam keluarga tunggal komunikasi akan lebih lancar dan ikatan antara
anggota keluarga akan lebih erat.

Dampak negatif yang dialami anak yang timbul setelah perceraian atau kematian salah satu
orangtua mereka biasanya bukan hanya karena perceraian atau kematian itu sendiri. Bahayanya
justru datang dari konflik yang mengikuti perceraian itu, atau gara-gara terjadinya gangguan
jangka panjang terhadap gaya pengasuhan terhadap si anak yang dilakukan oleh orang dewasa
yang terganggu. Oleh sebab itu, Anda harus pulih lebih dahulu sebelum bisa memulihkan anak-
anak. Anda harus sehat lebih dulu sebelum bisa membuat anak-anak sehat. Jika Anda tidak
kunjung pulih maka boleh jadi Anda mengasuh anak Anda tidak dalam cara-cara yang tepat dan
benar, yang bisa mengakibatkan anak Anda bermasalah.

Keluarga Anda akan menjadi keluarga broken home, apabila pengasuhan yang Anda lakukan
terganggu. Jika tidak terganggu, maka broken home tidak akan menjadi bagian dari keluarga
Anda. Inilah beberapa perilaku orangtua yang bisa menghasilkan sebuah keluarga broken home:

 Tidak bisa beradaptasi dalam pengasuhan


 Terus mengajari anak-anak pelajaran-pelajaran dan berharap anak akan berubah
perilakunya.
 Menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk gagal (selalu terburu-buru di pagi hari,
meninggalkan anak-anak tanpa orang dewasa di dekat mereka, tidak menyediakan cukup
waktu untuk mendengarkan anak-anak)
 Bereaksi penuh kemarahan terhadap anak-anak
 Memiliki motivasi untuk membalas dendam terhadap mantan pasangan atau orang lain
 Tidak memberikan pilihan pada anak-anak
 Hanya memberikan sedikit peringatan atau tanpa peringatan sama sekali ketika
menghukum anak-anak, sehingga anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mengubah
perilakunya.
 Mengutamakan kehidupan sosialnya sendiri di atas kepentingan anak-anak, atau tidak
memiliki kehidupan sosial sama sekali.
 Sering berganti-ganti pasangan kencan
 Selalu menunggui anak-anak di manapun mereka berada
 Tidak menciptakan batasan-batasan
 Tidak bisa diduga, misalnya marah karena sebuah perilaku hari ini namun tertawa karena
perilaku yang sama di hari yang lain
 Membiarkan anak tidak terkontrol dan tidak hormat kepada orang lain
 Menyelamatkan anak-anak dari konsekuensinya sebagai anak di usianya

Hal-hal di atas mengarahkan terjadinya keluarga broken home. Ada pun orangtua yang
menyebabkannya biasanya berkilah dan menganggap bahwa dirinya sendiri adalah korban, alih-
alih penyebab. Mereka menganggap bahwa dirinya adalah korban perceraian atau kematian
pasangan, korban situasi ekonomi, dan korban kondisi sosial, begitu pun anak mereka
diposisikan sama.

Salah satu masalah utama yang pelik yang dihadapi banyak orangtua tunggal adalah masalah
finansial, terutama pada ibu tunggal. Apalagi banyak ayah yang setelah bercerai mengabaikan
kewajibannya untuk memberikan nafkah hidup kepada anak-anaknya. Mereka kabur begitu saja.
Tak pelak ibulah yang harus menanggung total seluruh biaya pengasuhan anak-anak.

Papalia, Olds & Feldman (2002) menyebutkan bahwa kemiskinan akan memberikan efek
gangguan emosional kepada orangtua, yang kemudian akan mempengaruhi cara mereka dalam
mengasuh anak-anak. Sudah tentu, oleh karena mengalami gangguan emosional, maka orangtua
boleh jadi mengasuh anak dengan cara yang tidak tepat dan tidak proporsional. Beberapa daftar
perilaku orangtua di atas merupakan contoh perilaku mengasuh yang muncul sebagai hasil dari
gangguan emosional yang di alami orangtua. Alhasil anak-anak pun berpotensi menjadi
korbannya, yang bisa berujung pada terciptanya keluarga broken home. Biasanya, ketika seorang
ibu tunggal merasa bekerja berlebihan, konflik hubungan orangtua dengan anak cenderung
meningkat. Ibu yang demikian menjadi kurang perhatian dan kurang penerimaan, dan anak-anak
mereka cenderung menunjukkan perilaku bermasalah.

Oleh karena itu, Anda harus menyembuhkan diri dulu sebelum mampu berperan sebagai
orangtua tunggal yang tangguh. Hanya dengan itu keluarga Anda tidak akan dilabeli sebagai
keluarga broken home.

Anda mungkin juga menyukai