Anda di halaman 1dari 7

MASYARAKAT DAN KEHIDUPAN KOTA

(Fenomena pergeseran sikap tinggal penduduk kota di Indonesia)


A. Kota dan pengertiannya
Schroorl ( dengan mengutip lopez) , dalam modernisasi 1981 mengatakan
bahwa arti kota yang pertama adalah yang terdapat dalam sisitem hiroglif (
goresan suci, yakni tulisan perlambang yang terdapat pada piramida) Mesir
kuno. Dalam sistem ini “ KOTA” di gambarkan sebagai lingkaran dengan
mempunyai palang bergaris ganda didalamnya. Tanda atau symbol ini di kenal
dengan sebutan “NIUT” sebagai persimpangan jalan, atau pertemuan pendapat.
Lingkarannya di artikan serbagai tembok atau pagar bentengnya, dan ini di
madsudkan sesuatu yang kompak dan tertutup.
Tetapi pengertian kota belum mendapat defenisi yang pasti, hal ini di sebabkan
banyaknya para ahli yang memberikan pemikirannya tentang kota.di bawah ini
adalah defenisi kota :
kota adalah a relatively large, dense and permanent• Louis Wirth settlement
of socially heterogenous individuals. “ kota adalah wilayah yang relatif luas,
penduduk padat, dengan tempat tinggal yang menetap dan terdiri dari berbagai
individu.
kota adalah suatu permukiman dengan kepadatan penduduk• N. Daeljoeni
yang lebih besardaripada kepadatan wilayah nasional, dengan stuktur mata
pencaharian non agraris dan tata guna tanah yang beraneka ragam serta
dengan pergedungan yang berdirinya berletakan.
kota adalah suatu permukiman yang mempunyai• Dari segi fisik bangunan-
bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan mempunyai sarana-sarana
dan prasarana- prasarana serta fsilitas-fasilitas yang relatif memadai guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup penduduknya. Yang utama dari sini
adalah gedung-gedung dan bangunan-bangunan yang letaknya saling
berdekatan dan memiliki sarana dan prasarana umum seperti jalanan, air dan
penerangan, sarana ibadah, pemerintahan, rekreasi dan olahraga, ekonomi,
komunikasi, serta lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan bersama
penduduknya.
• Dari segi jumlah penduduknya, menurut The United States Bureau of the
Cencus menentukan jumlah 2500 jiwa, PBB mengajukan angka 200.000 jiwa,
Kingsley Davis mengatakan 100.000 jiwa.
Menurut Drs. J.H.De Goode ciri-ciri wilayah di katak sebagai kota adalah :
1. Peranan besar di pegang oleh sector sekunder ( industry) dan tersier ( jasa)
dalam kehidupan ekonomi.
2. Jumlah penduduk yang relatif besar.
3. Heterogenitas (keanekaragaman) susunan penduduknya.
4. Kepadatan penduduk yang relatif besar.
Gino Germani mengemukakan bahwa arti kota ( urban) dapat di tinjau dari 2
sudut, yaitu :
Sudut Demografis.
Sudut Sosiologis.
Dari sudut Demografis, kota dapat diartikan sebagai suatu pengelompokan
orang-orang atau penduduk ke dalam suatu ukuran tertentu , dan dalam suatu
wilayah tertentu.
Dari sudut Sosiologis, kota haruslah mencakup stuktur sosial dan pola-pola
psikologis dan prilaku dengan mempostulatkan bahwa masyarakat kota adalah
berbeda dari masyarakat desa.
Dalam literature Anglo-Amerika, terdapat 2 istilah yang memaksudkan “kota”,
yakni “ town” dan “city”. Town diartikan sebagai bentuk tengah diantara kota
dan desa. Penduduk Town masih saling mengenal dengan akrab.perilaku sosial
dalam Town lebih mirip dengan pedesaan bil di bandingkan dengan pola prilaku
di kota besar ( city) atau metropolitan. Mengenai jumlah penduduk , tidak
terdapat suatu kesepakatan.
Kota kota di Indonesia dapat di lihat dan di kenali menurut statusnya dan
stuktur ketatanegaraannya dan pemerintahannya (administrasinya). Kita dapat
menjumpai kota-kota kecilnya yang pada umumnya adalahibukota kabuopaten
dan ibukota kecamatan. Sitingkat lebih tinggi ialah kotamadya ( kotapraja) yang
sejajar dengan daerah otonom tingkat II. Kotamadya atau kotapraja ini
berstatus otonom karena di beri hak untuk mengatur dan mengurus
rumahtangganya sendiri melalui sumber-sumber penghasilan yang terdapat di
dalamnya. Sebahagian kotamadya ada juga yang berkebubukan sebagai ibukota
pruvinsi, tetapi ada pula yang tidak. Misalnya kota Bogor ( Jawa Barat) dan Pare-
Pare ( Sulawesi selatan). Tingkat kota yang lebih toinggi ialah kota metropolitan
Jakarta., yang berstatus sebagai daerah otonom tingkat I ( Provinsi), dan
sekaligus yang berkedudukan sebagai ibukota negara Indonesia. Dari segi
perkembangannya, ada beberapa kota di Indonesia cenderung untuk menjadi
sangat besar dan menjadi metropolitan. Misalnya kota Surabaya, Medan, Ujung
Pandang.
Dari sudut karakter, perkembangan dan prtumbuhan kota-kota yang semakin
besar, telah menunjukan adanya berbagai karakter pada kota-kota ini.Schrool ,
dalam hubungan ini mengambarkan suatu jenis kota yang di sebutnya “ kota
primat”, yakni kota yang sangat besar, yang cenderung memperlihatkan watak
parasitisme terhadap masyarakat nasional, dan berusaha menarik bagian-bagian
modal yang relatif besar sehingga dapat menjadi hambatan bagi daerah-daerah
pedesaan maupun kota-kota yang lebih kecil. Gejala ini kita temukan pada kota-
kota di Jakarta. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana ( jalan tol dan
gedung bertingkat, gedung-gedung, tempat-tempat rekreasi dan olahraga) hal
ini terjadi karena kedudukan kota Jakarta yang ganda . yakni sebagai ibukota
negara dan sebagai pusat perdagangan dan niaga serta industry.
Menurut Lewis Mumford, ada 6 jenis kota di lihat dari tahap perkembangannya.
Yaitu :
kota yang merupakan suatu pusat dari daerah-daerah1. Eopolis pertanian dan
yang mempunyai adat-istiadat yang bercorak kedesaan dan sederhana.
kota yang merupakan tempat berpusatnyakehidupan keagamaan dan2. Polis
pemerintahan. Bentuknya adalah bagaikan benteng yang kokoh yang di
dalamnya terdapat tempat-tempat ibadah, pasar, dan industry-industri kecil (
gilda), lembaga pendidikan, tempat-tempat hiburan dan olahraga.
kota yang di cirikan oleh wilayahnya yang kurang luas3. Metropolis dan
penduduknya yang banyak, terdiri dari orang-orang dari berbagai bangsa untuk
berdagang dan tukar-menukar kekayaan budaya rohani. Juga terdapat
percampuran perkawinan antar bangsa dan ras sehingga memunculkan filsafat
dan kepercayaan baru. Secara fisik, perkembangan menjadi metropolis
menunjikan sifat kemegahan, tetapi dari segi sosial memperlihatkan adanya
kekontrasan antara golongan kaya dan golongan miskin.
kota yang merupakan lanjutan tingkat perkembangan dari4. Megalopolis kota
metropolis. Pada tahap ini, gejala sosio-patologis sangat menonjol, di satu pihak
terdapat kekuasaan dan kekayaan yang didukung oleh birokrasi yang ketat,
tetapi di lain pihak terdapat kemiskinan dan keresahan yang semakin meluas
dalam masyarakat, sehingga mendorong terjadinya pemberontakan kaum
proletar.
kota yang mencapai tingkat perkembangan demikian bi5. Tiranopolis tandai
dengan terjadinya degenerasi, merosotnra moral penduduk, adanya kejahatan
dan kemaksiatan, dan timbulnya kekuatan politik baru dari kaum proletariat
yang sewaktu-waktu akan melanda kota dengan pemberontakan.
kota yang telah mengalami kehancuran6. Nekropolis menjadi rangka (nekros=
bangkai). Peradabannya runtuh dan kota menjadi puing-puing reruntuhan.
Contoh kota yang berda dalam tahap ini adalah Babylon, Ninive, dan Romawi
Kuno.
7. Gideon Sjorberg ( dalam Schrool), membahas kota-kota yang di bentuk
sebelum revolusi industry, oleh Sjorberg, dinpandang sebagai suatu masyarakat
tersendiri. Kota-kota ini mempunyai stuktur yang sangat mirip antara yang satu
dengan lainnya. Terlepas dari pengaruh kebudayaan tempat kota itu berada,
dan juga terlepas dari pengaruh zaman. Karena itu, kota-kota demikian berbeda
secara fundamental dari kota-kota industry.
Kota-kota praindustri yang merupakan pusat masyarakat yang sudah kompleks,
di sebut juga sebagai peradaban kuno, karena masihterikat dengan masyarakat
pedesaan.perbedaan dengan desa ialah dalam hal bahwa kehidupan kota
praindustri sudah mengalami pembesaran skala dan diferensiasi, pembagian
kerja dan spesialis, sedangkan kegiatan yang dominan adalah non-agraris..
Hal lain yang menonjol dari kehidupan masyarakat kota industry adalah di
kotomi dalam stuktur sosialnya, yakni dengan adanya lapisan atas dan lapisan
bawah dalam stratifikasi sosialnya. Yang di sebut sebagai “ klas sosial”. Perilaku
sosial sangat di tentukan oleh keanggotaan dalam klas sosial tertentu. Mobilitas
sosial sangat rendah. Klas atas mempunyai pengaruh yang besar dalam
masyarakat lokal dan masyarakat desa-desa sekitarnya. Klas atas menempati
kedudukann-kedudukan yang tinggi dalan susunan birokrasi pemerintahan,
militer dan agama. Klas bawah hanya menduduki jabatan-jabatan rendahan,
pedagang, tukang dan prajurit. Dalam masyarakat ini juga telah terdapat pria-
pria yang melakukan pekerjaan dan kegiatan yang di pandang kotor dan najis
secara moral.
Perbedaan-perbedaan klas ini selanjutnya tampak dalam cara-cara berprilaku,
berbicara, berpakaian dan masing-masing klas mengawasi para anggotanya
dalam hal yang demikian. Perbedaan itu juga tampak pada permukiman dan
perkampungan di kota. Pusat kota merupakan tempat para kaum elite, di mana
terdapat pula gedung-gedung pemerintahan dan pusat-pusat agama. Klas
bawah bertempat tinggal di sekitar pusat kota itu.
Kegiatan rumah tangga dan kegiatan mata pencaharian sudah terpisah. Klas atas
memiliki kecenderungan yang kuatvuntujk mempertahankan posisi-posisi yang
menguntungkan , baik bagi diri mereka sendiri maupun untuk anak cucu
mereka. Sehingga timbullah penonjolan-penonjolan perbedaan itu dengan jalan
menciptakan symbol-simbol dan tanda-tanda yang membedakan antara klas
yang satu dengan klas yang lain. Hal ini selanjutnya yang mendorong di
gunakannya ikatan kekerabtan dan kekeluargaan untuk menerima dan
menyalurkan calon-calon untuk menduduki posisi-posisi yang menguntungkan.
Karena itu kelompok kerabat masih mempunyai fungsi yang penting.
Dalam kota praindustri telah terdapat perbedaab dan spesialisasi dalam
pembagian kerja. Spesialisasi dalam bidang pertukangan . misalnya terorganisir
dalam bentuk “gilda-glda”. Organisasi gilda ini mengatur pemberian latihan
kepada para anggotanya yang sering terdiri dari mereka yang mempunyai
hubungan keluarga dan kerabat dengan pemimpin gilda. Gilda ini juga
mengawasi kualitas dan harga barang-barang yang di produksi mereka. Karena
itu, kedudukan gilda adalah kuat dalam menghadapi persaingan dari luar,
sehingga anggota-anggotanya terlindung.
Tingkat spesialisasi dalam masyarakat praindustri memang masih jauh berbeda
dari masyarakat industry . semua pekerjaan untuk menghasilkan barang masih
di kerjakan sendiri oleh produsen. Pekerjaan itu di lakukan dengan cara manual
(tangan) dan di bantu dengan alat-alat yang sederhana.produksi di tunjukan
pada pasar yang kecil, pembaharuan-pembaharuan sangat lamban spesialisasi
pertukangan hanya berdasarkan keahlian, bukan berdasarkan alat atau proses
dan hampir semua kegiatan produksi menggunakan tenaga manusia dan hewan.
Diferensiasi masyarakat juga jelas tampak pada birokrasi pemerintahan.
Pemimpin mempunyai kedudukan yang penting dalam urusan pengambilan
keputusan . kurang di dasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku.
Hubungan antara petugas-petugas dengan mereka yang di layani lebih banyak
bersifat partikularistik daripada universalistic, termasuk dalam hal penerimaan
pegawai. Oleh karena itu hubungan kekerabatan, kekeluargaan , hubungan
kebangsaan dan klas memegang peranan yang penting dan dominan.
Kecakapan, keahlian dan kepintaran menjadi prioritas kedua. Posisi sosial dan
kekuasaan golongan elite di pertanggungjawabkan berdasarkan tradisi dan
pandangan keagamaan.
Organisasi keagamaan mempunyai peran yang sangat penting dan dominan.
Karena itu kaum elite agama mempunyai hebungan yang erat dengan kaum
elite politik. Yang menjadi dasar kekuasaan agama adalah nilai agama yang
menjadi faktor pemersatu masyarakat. Dalam masyarakt ini orde moral masih
memainkan peranan yang penting, dan agama termasuk dalam bagiannya yang
pokok.. dalam sistem keagamaan, keselurahan kepercayaan tercermin dalam
pembedaan tradisi besar dan tradisi kecil, karena pengetahuan merupakan
dasar kekuatan mereka atas masyarakat yang buta huruf.
Pandangan dan nilai agama mempengaruhi tingkah laku orang-orang kota
praindustri. Upacara-upacara keagamaan merupakan mekanisme yang
menunjang integritas masyarakat kota yang terpilah-pilah dan terkotak-kotak.
Praktek religiomagik, yang di anggap mempunyai kekuatan untuk member
perlindungan, memulihkan keadaan, atau dapat di gunakan untuk meramal.
Waqlau begitu , kaum elite ini juga masih mengantungkan hidup mereka kepada
lingkungan alam dan lingkungan sosial mereka.
Cara lain untuk mengartikan kota ini adalah dengan mengutip peryataan
Hoselitz, beliau mengatakan bahwa kita harus membedakan 2 jenis kota, yakni
kota sebagai pusat politik intelektual dan kota sebagai pusat ekonomi. Kota
dengan pusat intelektual contohnya kota New Delhi ( India), Kota Quito, dan
Peipeng. Sementara kota-kota sebagai pusat ekonomi contohnya Bombay,
Guyanaquil, dan Shanghai. Sedangkan kota dengan dominasi politik contohnya
Wasingthon D.C dan New Delhi.
Berdasarkan pembagian kota oleh Hoselitz tadi, maka Redfied dan Singer
membagi kota sebagai berikut :
1. Kota budaya –administrasi ( kota sastra dan kota birokrasi pribumi). Contoh :
Peipeng, Lhasa, Uaxactum, Kyoto,Liege, dan Allahabad.
2. Kota niaga pribumi ( Kota pengusaha. Contohnya : Kota Bruges, Marseilles,
Lubeck).
3. Kota Metropolis dengan klas manajerial berskala dunia dan pengusaha.
Contoh : London, hanghai, Singapura, dan Bombay. Dan kota-kota ini
berkembang dengan pesat sesudah terjadinya oikumene unuiversal ( cities of
the main street of the world).
4. Kota-kota administrasi yang modern ( Kota-kota dengan birokrasi baru).
Contoh : Wasingthon D.C, New Delhi dan Canberra.

B. PERGESERAN SIKAP TINGGAL PENDUDUK KOTA DI INDONESIA


Pada umumnya golongan elite, mereka cenderung menjauhi pusat kota dan
leboih ingin bertempat tinggal di pinggiran kota dan sub-urban region.pada
umumnya kota-kota di Indonesia berkenbang secara sektoral. Artinya karena
adanya pusat-pusat kegiatan di suatu tempat maka kemudian tempat tersebut
berkembang menjadi kota. Misalnya Palembang, di mana pusat kegiatannya
berada di pingguran sungai Musi, karena sungai itu merupakan pelabuhan dan
pusat perdagangan sejak dahului kala.demikian juga kota Jogyakarta, yang
berintikan pemerintahan sultan , sehingga kota itu berubah menjadi pusat
keratin. Kota Semarang yang letaknya di pinggir pantai, maka pusat pelabuhan
menjadi titik nadi perkembangan kota itu.
Kalau kita perhatikan lingkungan-lingkungan tempat tinggal penduduk di kota di
Indonesia umumnya dekat dengan pusat kota. Misalnya kota Medan, terlihat
lingkungan Polonia, Kampung Durian, Kota Matsum ,Kota Keling. Jika khusus
lingkungan elite , maka Polonia merupakan pusat kota.
Umumnya daerah kaum elite jumlahnya lebih sedikit dengan lingkungan kaum
menengah apalagi kelas miskin.
Karena sifat mobility masyarakat itu selalu bergerak, maka kelihatan pergeseran
wilayah tempat tinggal di perkotaan. Maka di daerah perkotaan muncullah
daerah-daerah yang berstatus golongan menengah, misalnya untuk kota Medan
berada di wilayah Medan Baru.

Anda mungkin juga menyukai