Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam Bab ini kelompok akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan
yang terjadi selam melakukan asuhan keperawatan terhadap Anak S dengan kasus
Sindroma Nefrotik di Ruang RB4 Anak RSUP Haji. Adam Malik Medan. Dalam bab
ini kelompok membandingkan antara teori yang ada pada literatur dengan kasus yang
di temukan pada klien. Selain itu kelompok juga membahas faktor pendukung dan
penghambat yang kelompok temukan pada saat melakukan asuhan keperawatan pada
Anak S sepada tiap tahap keperawatan serta alternatif pemecahan masalah yang
diberikan selama melakukan asuhan keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan


permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550). Nefrotik
sindrom adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakterristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hypoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi dan Rita yuliani,
2006).Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum
kolestrol yang tinggi dari lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner
& Suddarth. 2001). Klien datang dari IGD pada tanggal 23/11 2017 dengan
diagnosa Cronik Kidney Desease stage V yang disebabkan oleh Sindroma
Nefrotik, klien menderita sindroma nefrotik sejak berumur 2 tahun, klien datang
dengan oedema dan muka sembab serta dengan hasil pemeriksaan laboratorium
yang di dapat pada saat pengkajian yaitu ; albumin 2,0g/dl, HB 10,1 g/dl, RBC
(red blood cell) 3,58 juta/UL, BUN 107 mg/dl, Ureum 229 mg/dl, Kreatinin 9,79
mg/dl, GFR = 6,2, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena albumin rendah ,
ini menunjukan terjadi penurunan fungsi ginjal. Dari hasil pemeriksaan analisa
gas darah di dapatkan hasil yaitu; PH 7,380, PCO2 30,0 mmhg, PO2 191,0
mmhg, Bicarbonat (HCO3) 17,7 U/L, Total CO2 18,6 U/L, Kelebihan Basa (BE)
-6,3 U/L, Saturasi oksigen 100%, Glukosa darah 105 g/dl, kesimpulan asisdosis
metabolik kompensasi penuh dan menunjukan bahwa klien telah mengalami
Cronik Kidney Desease stage V yang harus segera mendapatkan terapi pengganti
ginjal yaitu dialisis atau cuci darah untuk menghindari terjadinya uremic
encelophaty. Hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan Ca 5,30 mg/dl, Na 134
mEq/L, Kalium 2,2 mEq/L,Cl 106 mEq/L kesimpulan kalium rendah, calsium
rendah. Ini menunjukan adanya ketidak seimbangan elektrolit di dalam tubuh.
Hasil pemeriksaan darah HB 10,1 gr/dl, Leukosit 13.500/ul ini menunjukan
terjadinya anemia karena penyakit kronik dan leukosit dalam batas ambang
normal yang menunjukan terjadinya penurunan imun di dalam tubuh klien. Hasil
pemeriksaan urine yang dilakukan tanggal 22/12/2017 di dapatkan hasil sebagai
berikut; Warna urine kuning jernih, Glukosa positip 2, Bilirubin negatif, Keton
negatif, Berat jenis 1.005, PH 7,0 , Protein positip 2, Darah positip, hal ini
menunjukan terjadinya kebocoran pada kedua ginjal. Hasil pemeriksaan USG
didapatkan kesimpulan sebagai berikut Ginjal dalam bentuk normal ada
kebocoran pada kedua parenkim ginjal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien antara lain:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permeabilitas sekunder, gangguan mekanisme regulasi.
1. Diagnosa tersebut menjadi masalah utama karena terjadinya penumpukan
cairan di ruang intestinal seperti paru paru akan mengakibatkan gagal nafas
sebagai akibat dari overload atau kelebihan cairan di intravaskular yang
mengakibatkan payah jantung kiri, COP menurun, aliran darah ginjal turun
makan terjadilah retensi urin. Kelebihan cairan juga dapat mengakibatkan
asites yang mengakibatkan tekanan pada abdomen, mendesak rongga lambung,
yang juga dapat menimbulkan anoreksia, karena perut terasa sebah. Kelebihan
cairan juga dapat mengakibatkan oedema pada extermitas yang mengakibatkan
extermitas sulit digerakan. Tindakan yang dilakukan antara lain memberikan
posisi setengah duduk, memantau intake dan out put cairan menimbang berat
badan klien setiap hari, mengukur lingkar perut, memberikan edukasi kepada
keluarga tentang pembatasan cairan (cairan yang boleh masuk dalam tubuh
klien harus sama dengan jumlah cairan yang keluar) , karena sangat perlu
untuk dilakukan perhitungan balance cairan yang ketat, dan pengawasan
masukan cairan yang ketat. berkolaborasi dalam pemberian terapi seperti
memberikan obat kortikosteroid sesuai dengan ketentuan (karena efek samping
dari kortkosteroid akan mengakibatkan edema pada kaki dan hipertensi)
seperti prednison 1x3 tab (selang hari), memberikan diuretik furosemide
2x10mg sesuai advis dokter.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler
paru.
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien mengalami sesak nafas,
dan hasil dari pemeriksaan analisa darah di dapatkan hasil seperti berikut ; PH
7,380, PCO2 30,0 mmhg, PO2 191,0 mmhg, Bicarbonat (HCO3) 17,7 U/L,
Total CO2 18,6 U/L, Kelebihan Basa (BE) -6,3 U/L, Saturasi oksigen 100%,
Glukosa darah 105 g/dl, kesimpulan asisdosis metabolik kompensasi penuh.
Dan hasil pemeriksaan fungsi ginjal BUN 107 mg/dl, Ureum 229 mg/dl,
Kreatinin 9,79 mg/dl, GFR = 6,2 menunjukan bahwa klien telah mengalami
Cronik Kidney Desease stage V yang harus segera mendapatkan terapi
pengganti ginjal yaitu dialisis atau cuci darah untuk menghindari terjadinya
uremic encelophaty. Dan klien sudah mendapat terapi pengganti ginjal yaitu
HD dan CAPD yang dapat menurunkan ureum, kreatinin, menyeimbangkan
asam basa, membuang cairan yang lebih dari dalam tubuh. Klien menjalani
HD selama 8 kali yaitu tanggal 23/11, 25/11, 29,11, 2/12, 4/12, 8/12, 12/12,
16/12 dan CAPD dipasang pada tanggal 11/12.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia dan kebocoran ginjal.
Diagnosa ini diambil berdasarkan keluhan pasien tidak selera makan atau
kurang mau makan, dan dari pemeriksaan albumin 2,0g/dl dan HB 10,1g/dl
dan juga berdasarkan dari hasil pemeriksaan urin adanya protein urin positip 2,
Glukosa positip 2, Bilirubin negatif, Keton negatif, Berat jenis 1.005, PH 7,0,
Darah positip hasil pemeriksaan USG ginjal dengan kesimpulan kedua ginjal
bocor adapun tindakan yang telah dilakukan yaitu memantau porsi makan yang
habis, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian diet MBRG DIET MB
RENDAH GARAM 1300 kkal dengan 16gr protein. Diet protein yang tinggi
harus diberikan untuk memenuhi kebutuhan protein yang hilang dan kurang di
dalam tubuh, klien juga mendapatkan terapi albumin 20% 20cc.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan suplay
oksigen
Ketidakseimbangan suply oksigen di dalam tubuh akan mempengaruhi
metabolisme di dalam tubuh sehingga energi di dalam tubuh juga menurun.
Data penunjang pemeriksaan darah yaitu hemoglobin di dapatkan hasil yang
rendah yaitu 10,1 g/dl yang berfungsi untuk membawa O2 keseluruh tubuh.
Kebocoran ginjal yang mengakibatkan kehilangan protein, glukosa dan darah
melalui urine dari dalam tubuh juga mengakibatkan kekurangan nutrisi yang
mempengaruhi kondisi tubuh, tubuh menjadi lemah dan mudah capek. Hal ini
dapat terlihat dimana klien selalu dibantu dalam melakukan aktivitasnya.
Tindakan keperawatan yaitu memberikan istirahat yang cukup pada klien dan
tidak membiarkan klien untuk beraktivitas yang menguras energi, dan
mengukur TTV pasien sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya hal hal
yang tidak diinginkan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisis klien semakin


membaik. Pada hari ketiga klien tampak mau berbincang bincang dan menunjukan
mainannya dengan perawat. Klien mau berkolaborasi dan bercerita tentang apa
yang dirasakanya. Tapi penyakit kronik seperti Cronik Kedney Deases Stage V
exclausa Sindroma Nefrotik tidak dapat disembuhkan, menurut teori fungsi ginjal
tidak dapat disembuhkan tetapi hanya dapat dipertahankan fungsinya. Hal ini
sesuai dengan teori sebagai berikut : Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, yang menyebabkan
ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer 2008). Gagal ginjal kronik merupakan
kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular
Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari
3 bulan (Kallenbach et al. 2005). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal kronik
merupakan suatu keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal yang terjadi
selama lebih dari 3 bulan yang mempengaruhi kesehatan, dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada tubulus
ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan terjadi
gangguan pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak pembuluh darah
tersebut. Akibatnya, darah yang diterima unit penyaring menjadi lebih sedikit,
dan tekanan darah di dalam ginjal tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring
yang terganggu, maka suplai darah kurang dan gangguan tekanan darah akan
membuat ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak terpakai lagi. Selain itu
ginjal juga tidak bisa mempertahankan keseimbangan cairan dan zat-zat kimia
di dalam tubuh, sehingga zat buangan bisa masuk kembali ke dalam darah.
Juga mungkin terjadi, zat kimia yang dibutuhkan tubuh dan protein akan ikut
keluar bersama urin (Syamsir & Iwan 2007)
Sehingga klien menjalani terapi pengganti ginjal yaitu CAPD.

C. Perencanan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah langkah sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan klien yaitu dengan Asuhan Keperawatan yang sesuai
dengan teori Sindroma Nefrotik dan Cronik Kedney Disease yang
memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian langkah
selanjutnya adalah menetapkan waktu yang tepat yang lebih spesifik untuk
masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisis yang mungkin tercapai oleh
klien dalam waktu yang lebih spesifik.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Dalam melakukan tindakan keperawatan kelompok berfokus pada perencanaan
yang dibuat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien, karena tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus. Kelompok bekerjasam dengan perawat
ruangan dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dibuat perencanaan dan
sudah dilakukan implementasinya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien
saat ini, karena keluarga dan perawat ruangan sangat membantu kelompok
dalam melakukan proses keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai seluruh implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan pada hari ketiga edema
pada wajah sudah berkurang, lingkar perut tidak bertambah.
Pada diagnosa kedua ganguan pertukaran gas masih belum teratasi karena
penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan ketidak seimbangan asam basa
tubuh tidak dapat disembuhkan tapi dapat di cegah komplikasinya, namun
pasien sudah tidak sesak lagi
Pada diagnosa ketiga nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum dapat teratasi
namun porsi makan sisa 1/3 lagi, selera makan sudah mulai ada.
Pada diagnosa keempat yaitu intoleransi aktivitas sudah mulai teratasi klien
mengatakan sudah tidak lemas lagi. Klien sudah mau bermain dengan perawat
dan berbincang bincang dengan teman satu ruangannya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan teori, tinjauan kasus dan pembahasan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada pengkajian berdasarkan kasus hampir semua data terdapat pada
teori ditemukan dalam kasus.
2. Dalam literatur tidak semua diagnosa keperawatan ditemukan dalam
kasus yang nyata, hanya empat diagnosa keperawatan yang muncul
3. Antara tim kesehatan, klien dan keluarga sangat diperlukan adanya
kerjasama dan komunikasi untuk keberhasilan asuhan keperawatan
pada pasien sindroma nefrotik.
4. Setelah melakukan asuhan keperawatan secara langsung, melalui
pendekatan proses keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi
yang kemudian penulis dokumentasikan dalam bentuk asuhan
keperawatan yang ditulis secara langsung oleh kelompok.

B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Anak S di
ruang RB4 Anak di RSUP HAJI. ADAM MALIK MEDAN dan
kesimpulan yang telah kelompok sususn seperti diatas maka kelompok
memberikan saran sebagai berikut:
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus ada keikutsertaan
keluarga karena keluarga / orang tua merupakan orang terdekat pasien
yang tahu keadaan pasien.
2. Dalam pemberian implementasi tidak harus sesuai dengan apa yang
terdapt pada teori, akan tetap harus sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien serta disesuaikan dengan kebijakan Rumah Sakit
3. Diharapkam perawat dapat terus menggali ilmu pengetahuan dan
keterampilan untuk menambah wawasan dan keterampilan sebagi
seorang perawat profesional

Anda mungkin juga menyukai