Anda di halaman 1dari 3

a.

Ciri pertama
Ciri pertama dalam pendidikan, yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak
langsung. Dalam contoh ini, akan mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan
menyelesaikan soal-soal. Sehubungan dengan tanda-tanda anak pandai atau inteligen,
seorang ahli ilmu jiwa pendidikan bernama Carl Witherington, mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut.
Anak yang intelige adalah anak yang mempunyai:
1. Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.
2. Kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik.
3. Kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru (cepat mengikuti pembicaraan orang
lain)
4. Kemampuan untuk mengingat-ingat
5. Kemampuan untuk memahami hubungan (termasuk menangkap kelucuan)
6. Kemampuan untuk berfantasi
Dalam kenyataannya ada orang yang memiliki kemampuan umum rata-rata tinggi,
rata-rata rendah, dan ada yang memiliki kemampuan khusus tinggi. Misalnya, kemampuan
rata-rata rendah, tetapi kemampuan berfantasi tinggi dan menjadi seniman ulung.
Meskipun aspek-aspek inteligensi yang dikembangkan oleh Carl Witherington tersebut
masih berlaku, dalam arti masih ada yang mengakui kebenarannya, namun ada penemuan
yang lebih mutakhir yang ditemukan oleh David Lazear dalam bukunya Seven Ways of
Teaching tentang aspek-aspek yang menunjukkan tingkat kecerdsan seseorang. Memang
ketika kita memahami teori yang dikemukakan oleh Witherington, kita merasakan kurang
lengkapnya bukti bahwa seseorang menunjukkan kelebihan dalam kecerdasan.
Menurut David Lazear ada 7(tujuh) indikator tau aspekyang dapat dikategorikan
sebagai petunjuk tentang tinggi-rendahnya inteligensi seseorang, yaitu :
1. Kemampuan verbal
2. Kemampuan mengamati dan rasa ruang
3. Kemampuan gerak kinetis-fisik
4. Kemampuan logika/matematika
5. Kemampuan dalam hubungan intra-personal
6. Kemampuan dalam hubungan inter-personal, dan
7. Kemampuan dalam musik/irama
Mengingat bahwa spek-aspek tersebut perlu dikenal oleh semua guru yang harus
berperan mengembangkan pribadi siswa melalui rincian aspek-aspek indikaor tersebut
dan sekaligus mengevaluasi. Penulis berpendapat bahwa teori baru tersebut perlu juga
diketahui dan diplajari oleh para guru sehingga disajikan dalam buku ini.
Adapun rincian dari aspek-aspe atau indikator inteligensi dimaksud adalah sebagai
berikut.
1. Kemampuan verbal (verbal inguistic), meliputi:
a. Analisis linguistik
b. Mengenal kembali dan mengingat
c. Memhami dan menciptakan kelucuan atau humor
d. Menjelaskan sesuatu dalam proses belajar-mengajar
e. Meyakinkan seseorang agar bersedia melakukan sesuatu
f. Memahami perintah dengan tepat
2. Kemampuan mengaati dan rasa ruang, meliputi:
b. . Khayalan
c. Menyusun kerangka pikir
d. Menemukan jalan dalam konsep ruang
e. Memanipulasi imajinasi
f. Menginterpretasikan grafik/bagian/model
g. Mengenal hubungan objek dalam ruang
h. Memiliki persepsi yang cermat melalui berbagai sudut pandangan
3. Kemampuan gerak kinetis-fisik, meliputi:
a. Mengatur/mengelola gerak refleks
b. Mengatur/mengelola gerak terencana
c. Memperluas kesadaran melalui tubuh
d. Peduli hubungan antar bagian tubuh
e. Meningkatkan fungsi tubuh
4. Kemampuan logika/matematika, meliputi:
a. Pengenalan pola-pola abstraksi
b. Pertimangan induktif
c. Pertimbangan deduktif
d. Cerdas dalam menangkap hubungan dan kaitan
e. Menyelesaikan kalkulasi kompleks
f. Pertimbangan ilmiah
5.
i. Ciri kedua

c. Ciri ketiga

ciri ketiga dari penilaian pendidikan, yaitu bahwa penilaian pendidikan menggunakan unit-
unit atau satuan-satuan yang tetap karena IQ 105 termasuk anak normal. Anak lain yang hasil
pengukuran IQ-nya 80, menurut unit ukurannya termasuk anak dungu.

d. Ciri keempat

ciri keempat dari penilaian pendidikan adalah bersifat relatif, artinya tidak sama atau tidak
selalu tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.

Contoh:

Hasil ulangan matematika yang diperoleh oleh Miranti hari Senin adalah 80. Hasil dari Selasa
90. Tetapi hasil ulangan hari Sabtu hanya 50. Ketidaktepatan hasil penilaian Miranti
disebabkan karena banyak faktor. Mungkin pada hari Sabtu Miranti sedang risau hatinya
menghadapi malam Minggu.

e. Ciri kelima
ciri kelima dalam penilaian pendidikan adalah bahwa dalam penilaian pendidikan itu sering
terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun sumber kesalahan dapat ditinjau dari berbagai faktor,
yaitu:

1) Terletak pada alat ukurnya


Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik. Sebagai contoh, kita akan
mengukur panjang meja tetapi menggunakan pita ukuran yang terbuat dari bahan
elastis, dan cara mengukurnya ditarik-tarik. Tentu saja pita ukuran itu tidak dapat kita
golongkan sebagai alat ukur yang baik karena gambaran tentang panjangnya meja
tidak dapat diketahui dengan pasti. Tentang bagaimana syarat-syarat alat ukur yang
digunakan dalam pendidikan, akan dibicarakan di bagian lain secara lebih lengkap.
2) Terletak pada orang yang melakukan penilaian
hal ini dapat berupa:
a) Kesalahan pada waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai telah
memengaruhi hasil pengukuran.
b) Kecenderungan dari penilai untuk memberikan nilai secara “murah” atau “mahal”.
c) Adanya hallo-effect, yakni adanya kesan penilai terhadap siswa.
d) Adanya pengaruh hasil yang telah diperoleh terdahulu.
e) Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil
penilaian.
3) Terletak pada anak yang dinilai
a) Siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati
seseorang akan sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian.
b) Keadaan fisik ketika siswa dinilai.
c) Nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian.
4) Terletak pada situasi di mana penilaian berlangsung
a) Suasana yang gaduh, baik di dalam maupun di luar ruangan, akan mengganggu
konsentrasi siswa.
b) Pengawasan dalam penilaian. Tidak menjadi rahasia lagi bahwa pengawasan yang
terlalu ketat tidak akan disenangi oleh siswa yang suka melihat ke kanan dan ke
kiri.

Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi aksara.

Anda mungkin juga menyukai