Anda di halaman 1dari 13

ILMU KALAM

Pengertian Ilmu Kalam


Istilah ilmu kalam terdiri dai dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode tertentu.[1] Adapun kata kalam adalah bahasa Arab yang berarti
kata-kata. Ilmu kalam secara Harfiah berarti Ilmu kata-kata. Walupun dikatakan Ilmu tentang
kata-kata, namun ilmu ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan ilmu bahasa. Ilmu
kalam mengggunakan kata-kata dalam menyusun argumen-arguman yang digunakannya.
Ilmu kalam juga disebut dengan Ilmu Tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau
Esa. Jadi, Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dalam agama Islam. Ajaran-ajaran dasar itu
menyangkut wujud Allah, kerasulan Muhammmad, dan Al-Qur’an.[2]
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, hukum
islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,fiqh al-
akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-
ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-
pokok agama, tetapi hanya cabang saja. [3]Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai
disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin,
mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam.
Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung
berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar
kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah
kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.[4]
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-Kalam yang
menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti
semula dari istilah al-Kalam adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud
Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai
contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada :
Surah al-Baqarah ayat 75,
-٧٥- َ‫ّللاِ ث ُ َّم يُ َح ِ هرفُونَهُ ِمن بَ ْع ِد َما َعقَلُوهُ َو ُه ْم َي ْعلَ ُمون‬ ٌ ‫أَفَت َْط َمعُونَ أَن يُؤْ ِمنُواْ لَ ُك ْم َوقَدْ َكانَ فَ ِر‬
‫يق ِ هم ْن ُه ْم يَ ْس َمعُونَ َكالَ َم ه‬
Artinya:
“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
sedangkan segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka meng-ubahnya
setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”
Surat Al-Baqarah ayat 253,
ِ ‫سى ابْنَ َم ْريَ َم ْالبَيهِنَا‬
ِ‫ت َوأَيَّدْنَاهُ بِ ُروح‬ َ ‫ت َوآت َ ْينَا ِعي‬ٍ ‫ض ُه ْم دَ َر َجا‬ ‫ض ِ هم ْن ُهم َّمن َكلَّ َم ه‬
َ ‫ّللاُ َو َرفَ َع َب ْع‬ ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى بَ ْع‬ َ ‫س ُل فَض َّْلنَا بَ ْع‬ ُّ َ‫تِ ْلك‬
ُ ‫الر‬
‫اختَلَفُواْ فَ ِم ْن ُهم َّم ْن آ َمنَ َو ِم ْن ُهم َّمن َكفَ َر َولَ ْو شَاء‬ ْ َّ ‫ْالقُد ُِس َولَ ْو شَاء ه‬
ْ ‫ّللاُ َما ا ْقتَت َ َل الذِينَ ِمن بَ ْع ِدهِم ِ همن بَ ْع ِد َما َجاءتْ ُه ُم البَ هِينَاتُ َولَـ ِك ِن‬
-٢٥٣- ُ‫ّللاَ َي ْف َع ُل َما ي ُِريد‬ ‫ّللاُ َما ا ْقتَتَلُواْ َولَـ ِك َّن ه‬
‫ه‬
Artinya
“Rasul-rasul itu Kami Lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka
ada yang (langsung) Allah Berfirman dengannya dan sebagian lagi ada yang Ditinggikan-Nya
beberapa derajat. Dan Kami Beri ‘Isa putra Maryam beberapa mukjizat dan Kami Perkuat dia
dengan Ruhul Qudus.** Kalau Allah Menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka
tidak akan berbunuh-bunuhan, setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Tetapi mereka
berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir. Kalau Allah
Menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah Berbuat menurut kehendak-
Nya.”
Surah an-Nisa’ ayat 164.
-١٦٤- ً ‫سى تَ ْك ِليما‬ َ ‫ّللاُ ُمو‬ ‫ص ُه ْم َعلَيْكَ َو َكلَّ َم ه‬
ْ ‫ص‬ ُ ‫سالً لَّ ْم نَ ْق‬
ُ ‫علَيْكَ ِمن قَ ْب ُل َو ُر‬ َ ‫صنَا ُه ْم‬
ْ ‫ص‬ َ َ‫سالً قَدْ ق‬ ُ ‫َو ُر‬
Artinya:
“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami Kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada
beberapa rasul (lain) yang tidak Kami Kisahkan mereka kepadamu. Dan kepada Musa, Allah
Berfirman langsung.”
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal saat ini
pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa
khalifah Al-Ma’mun. Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam
islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan
ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal
fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam adalah:[5]
1. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan Islam
adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut
qadim atau hadits ( baru )? Walaupun permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian
dari pembahasan ilmu ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting
maka ilmu ini dinamai Ilmu Kalam.
2. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli Ilmu Kalam )
menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada keahlian meraka dalam
berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan demikian, mutakallim diartikan juga
dengan ahli debat yang pintar memakai kata-kata.
3. Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam tidaklah
dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian
pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalasm ialah
rasionalitas atau logika .
Masalah yang disebutkan di atas pada hakikatnya merupakan dasar-dasar dari ajaran
Islam. Dasar-dasar dari ajaran agama disebut Ushul al-Dinatau juga dinamakan dengan Ilm
al-Aqaid. Oleh sebab itu Ilmu Kalam juga disebut dengan Ilmu al-Ushul al-Din atau Ilmu al-
Aqaid al-Diniyah. Dalam literatur Barat disiplin ini disebut dengan Islamic Theology atau
Theology of Islam.
Jadi lebih ringkasnya ilmu kalam bisa diberi nama-nama lain, yaitu:[6]
1. Ilmu Ushul Al-Din ( Ilmu tentang Dasar-Dasar Agama)
2. Ilmu al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu tentang Aqidah Keagamaaan atau Ajaran-ajaran Pokok
Agama.
3. Ilmu al-Tauhid ( Ilmu yang membahas tentang keesaan Allah)
4. Teologi Islam (Ilmu Ketuhanan Islam). Dalam literatur Barat teologi Islam disebut
dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5. Al-Fiqh al-Akbar (Fikih Besar atau Ajaran dasar)
B. Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sumber-sumber ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli ( al-Qur’an
dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal pemikiran manusia). Al-Qur’an dan Hadits merupakan
sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-
Nya dan permasalahan aqidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas
dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing
kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu
kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka.
Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam:[7]
1. Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan
masalah ketuhanan,di antarannya adalah :
a) Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b) Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di
dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c) Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang
bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada diantara keduannya.
d) Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu
berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh
dengan janji Allah.
e) Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu
digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak ditemukan. Oleh
sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya
menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2. Hadist.[8]
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits, Diantarannya
yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam, dan ihsan termasuk menyinggu ilmu
kalam,salah satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai prediksi Nabi
mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya :
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
“ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil telah
terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan.
Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu, wahai
Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang mengikuti
jejakku dan sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah faksi umat
ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat banyak.
Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari berbagai sahabat, seperti
Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab,
Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah Hadits yang
mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara
golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat.

3. Pemikiran Manusia.[9]
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat islam
sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali
terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya.
Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur,
tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu an-
nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia
diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’
: 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49,
Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan
rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya
perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan sangat
jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan
setidaknya ada tiga faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada
awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster,
Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-
ajaran agama ini. Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama
aslinya. Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam,
mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat
persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan
membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka
tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-
pendapat serta alas an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang
rasional antar agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat membutuhkan
filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan
mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham,
seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa
pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4. Insting .[10]
Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan
telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan
bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif. Tylor
justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati-
merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia
mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang paling
tua. Keduanya menganggap bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai
asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih
dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama, dan
sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika
seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah
membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang
telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan
segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari,
lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif, telah
berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William
L. Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan
istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul
dari sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya,
teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed theology
“ ( teologi wahyu ).
Jadi metodologi yang digunakan oleh Ilmu Kalam dikenal dengan dalil naqli (dalil yang
menggunakan nash-nash agama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Nabi) Serta dali aqli (dalil yang
menggunakan argumentasi rasional). Dalam menggunakan dua metode tersebut timbul dua
corak pemikiran kalam,yakni pemikiran kalam rasional dan pemikiran kalam tradisional.[11]
Pemikiran kalam rasional mempunyai ciri-ciri: memberi makna harfi kepada nash manusia
terkait dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah berubah-ubah, kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya, dan memberi daya yang kecil kepada akal.
Didalam pemikiran kalam dikenal dengan istilah ushul (dasar) dan furu' (cabang). Pengertian
ushul dalam pemikiran kalam adalah ajaran-ajaran dasar agama yang di kalangan
mutakalimin tidak diperselisihkan lagi. Ajaran dasar itu adalah: Allah Maha Esa, Muhammad
adalah Rosul, hari akhirat itu pasti, surga dan neraka itu ada.
Sementara itu pengertian furu' (cabang) dalam pengertian Islam adalah hasil interpretasi dari
ajaran dasar yang diantara para mutakalimin diperselisihkan pemahamannya. Dengan kata
lain masalah furu' adalah masalah-masalah yang ada di seputar akidah Islam yang bukan
ajaran dasar. Ajaran yang bukan dasar itu anatara lain : Allah mempunyai sifat diluar zat atau
tidak, diutusnya rasul wajib atau bukan, Al-Qur'an bersifat qodim atau baharu. Surga dan
neraka itu bersifat jasmani atau rohani, dan melihat Allah di akhirat apakah dengan
penglihatan jasmani atau rohani.[12]
C. Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Ruang lingkup Ilmu Kalam adalah ajaran –ajaran dasar Islam. Ajaran dasar itu disebut
dengan akidah dalam Islam. Ajaran akidah itu meliputi wujud Allah, kerasulan Muhammad,
kewahyuan Al-Qur’an masalah siapa mukmin dan siapa kafir, tentang surga dan neraka,
kekuasaaan Allah, dan kebebasan manusia.[13] Yang akan diperkuat dengan-dengan dalil-
dalil rasional agar terhindar dari aqidah-aqidah yang menyimpang.
Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah
persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari
Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan,
memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah,
Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah
ayat 44.
Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi dalam Islam yaitu:[14]
1. Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti
telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin dan
bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk
mengampuni atau menghukumnya.
3. Aliran Mu’tazilah , yang tidak menerima pendapat kedua diatas.
D. Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam
Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari semua keilmuan
dan amalan dalam islam , maka ilmu kalam berfungsi dalam dua bidang yang salin terjalin
antara yang satu bidang dengan yang lainnya yaitu :
1. Dalam Bidang I’tiqoyah
a. ilmu kalam berfungsi memberikan dasar dan landasan mental (basic mentalty) yang
kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan tuhan sebagai satu-satu nya
sesembahan dalam ibadah (tauhid uluhiyah)
memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang non muslim untuk
diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur dengan kemusrikan dengan penjelasan
yang baik dan bijaksana , baik dalam artian menolak terhadap semua ajaran ketuhanan yang
salah diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap pemahaman yang bersifat merusak
kemurnian tauhid .
2. Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu kalam berfungsi :
a. Menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara ilmiah , dengan berdasarkan dalil
naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli yang tidak bertentangan / menyimpang dari
ajaran islam itu sendiri
b. Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan orang-orang islam yang
sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil dalil ilmiyah . dengan demikian agar
orang orang islam memiliki kekebalan dan kemampuan terhadap unsur unsur yang akan
menggoyahkan keimanan mereka dalam bidang i’tiqad
c. Karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat jadi pandangan atau sebagai falsafah
hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya yang dalam hal ini sebagai ” way
of life ”

Aqidah pada Masa Nabi Muhammad S.A.W

Pada masa Nabi Muhammad SAW, umat Islam bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan
satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu
dan tidak ada perselisihan diantara mereka.
Perkembangan Aqidah Pada masa Rasulullah SAW aqidah bukan merupakan disiplin ilmu
tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham
kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para
sahabat yg artinya berbunyi “Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur’an”.

Pada fase makkah beliau berhadapan dengan dua tantangan internal berupa pembinaan aqidah
Islam terhadap para sahabatnya yang telah mengikuti seruan beliau, dan tantangan eksternal
berupa perlawanan kelompok Musyrik Quraisy dan setelah di Madina, bertambah dengan
tantangan dari ahli kitab, yang terdiri dari dua kelompok penganut agama Nasrani dan Yahudi
.

Terhadap para sahabat yang telah mengikuti beliau, Nabi menanamkan satu corak ajaran
aqidah sebagaimana yang diajarkan melalui wahyu, yaitu mempercayai ke-Tuhanan Allah
yang maha Esa, ke-Rasulan Muhammad saw, besarta ajaran yang dibawanya yang beliau
terima lewat wahyu, para malaikat yang memiliki tugas-tugas tertentu, serta kehidupan akhir
berupa surge dan neraka beserta prosedurnya dan keyakinan akan adanya qadha dan qadar.

Disamping itu juga, para sahabat diingatkan oleh Rasulullah SAW agar tidak terjadi
perbedaan dan perdebatan, doktrin aqidah ini agar para sahabat dan pengikut Nabi SAW itu
mentaati secara penuh terhadap semua ajaran yang dibawanya. Doktrin ini termaktub pada
QS.al-Anfal : 46
Artinya : Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan,
yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Disamping itu, Allah juga memberikan contoh tentang umat-umat sebelumnya, yang bercerai
berai karena perdebatan diantara mereka sendiri. Hal ini salah satunya diterangkan dalam
surat Al Maidah ayat 14 yang artinya :
“Dan diantara orang-orang yang mengatakan “sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani”,
ada yang telah kami ambil perjanjian mereka melupakan sebagian dari peringatannya itu,
sehingga kami timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat”.
Sejalan dengan dua dalil diatas, terlihat aqidah yang berkembang pada masa Nabi merupakan
pelaksanaan norma-norma monopolitik, yaitu hanya satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan
persanggahan dari para sahabat. Keadaan seperti ini tercipta karena rasa cinta dan
kepercayaan penuh sahabat kepada Nabi juga karena doktrin dari kedua ayat diatas.

Ada beberapa penyimpangan aqidah pada zaman Rasulullah diantaranya adalah


penyimpangan aqidah orang-orang Arab terdahulu dan setiap orang yang menyimpang dari
ajaran nabi muhammad saw adalah disebut orang jahiliyah. Pada umumnya pengertian
jahiliyyah yang beredar di masyarakat luas adalah keadaan orang-orang Arab sebelum Islam,
karena mereka bodoh terhadap Tuhan, Rasul dan syari’at-syari’at-Nya serta mereka
berbangga-bangga dengan keturunan, kebesaran dan lain sebagainya.
Beberapa penyimpangan aqidah yang terjadi itu selalu di tangani nabi sendiri dengan
pertolongan Allah yaitu dengan memberikan pemahaman baik itu lewat sembunyi-sembunyi
maupun secara terang-terangan dengan mendahulukan kerabat terdekat.

Dibawah ini beberapa penyimpangan aqidah pada zaman Rasulullah :


1. Prasangka buruk juga termasuk keJahiliyyahan, sebagaimana firman Allah ketika kaum
Musyrikin menang pada Perang Uhud.
Sebagian kaum Muslimin menyangka bahwa mereka tidak ditolong oleh Allah dan timbullah
anggapan bahwa Islam telah berakhir bersamaan dengan kalahnya kaum Muslimin dari kaum
Kuffar.
Artinya : Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan
(berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu sedang segolongan lagi telah
dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah
seperti sangkaan jahiliyah, mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak
campur tangan) dalam urusan ini?". Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di
tangan Allah". mereka Menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka
terangkan kepadamu;mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur
tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah:
"Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati
terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh". dan Allah (berbuat demikian) untuk
menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu.
Allah Maha mengetahui isi hati. (QS.Ali Imran : 154)
.
2. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu)
kesombongan jahiliyah lalu Allah SWT menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan
kepada orang-orang mu'min dan Allah SWT mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan
adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.

Walaupun demikian keadaannya, kepada para sahabat Nabi mengajarkan agar berpegang
teguh pada ajaran dan bersikap netral kepada ahli kitab, tidak menyalahkan dan tidak
membenarkan. Ajaran Nabi ini tergambar dalam hadits berikut ini :

‫الينا انزل وما باهلل امنا وقولوا هم والتكذبو الكتاب اهل الثصدقوا‬

Artinya
“Jangan kamu membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya. Dan katakanlah,
kami telah beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kami (Nabi)
Sikap lunak Rasulullah kepada ahli kitab ini, karena sistem kepercayaan yang mereka anut
berasal dari Allah dan kitab suci yang dijadikan pedomanpun berasal dari Allah. Sementara
kepada kaum Qurraisy Rasulullah mengajarkan kepada para sahabat untuk bersikap tegas dan
keras, karena sistem kepercayaan mereka benar-benar salah dan harus diperbaiki. Sikap tegas
ini, diperkuat dengan larangan Allah kepada umat Islam untuk tidak menjalin hubungan
perkawinan dengan orang-orang musyrik, sedangkan dengan ahli kitab, Allah
memperbolehkan dengan syarat wanita ahli kitab yang mereka ambil terjaga kesuciannya.

Penyimpangan Akidah Umat Terdahulu


a. Masa Nabi Nuh as
Kemusyrikan baru muncul pada masa Nabi Nuh. Jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh
adalah 10 generasi. Pada masa Nabi Nuh terjadilah penyembahan terhadap berhala yang
bernama: Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Nabi Nuh berdakwah untuk
mengembalikan kaumnya ke jalur Tauhid, namun mereka menolak dan akhirnya mereka
ditenggelamkan oleh air bah. Firman Allah :
‫ضالال‬ َ ‫ظا ِل ِمينَ ِإال‬ َّ ‫يرا َوال ت َِز ِد ال‬ ً ‫ضلُّوا َك ِث‬َ َ‫)وقَدْ أ‬ َ ٢٣( ‫وث َو َيعُوقَ َونَس ًْرا‬ َ ُ‫س َواعًا َوال َيغ‬ ُ ‫َوقَالُوا ال تَذَ ُر َّن آ ِل َهت َ ُك ْم َوال تَذَ ُر َّن َودًّا َوال‬
)٢٤(
23. dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr". 24. dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan
(manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain
kesesatan. (QS. Nuh: 23-24)
b. Masa Nabi Ibrahim as
Kesyirikan muncul kembali pada masa Nabi Ibrahim. Beliau berusaha untuk membimbing
kaumnya untuk kembali menyembah kepada Allah tapi mereka menolaknya. Allah berfirman
:
)٧٤( ‫ين‬ ٍ ‫ضال ٍل ُم ِب‬ َ ‫صنَا ًما آ ِل َهةً ِإ ِهني أَ َراكَ َوقَ ْو َمكَ ِفي‬ ْ َ ‫َو ِإذْ قَا َل ِإب َْراهِي ُم أل ِبي ِه آزَ َر أَتَت َّ ِخذ ُ أ‬
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya " azar" apakah kamu menjadikan
berhala berhala sebagai tuhan tuhan. sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam
kesesatan yang nyata”. (QS. Al An'am: 74)
c. Masa Nabi Yusuf as
Pada masa Nabi Yusuf, negeri Mesir diperintah oleh seorang raja yang menurut ahli sejarah
dari kaum 'Amaliqah yaitu kabilah dari arab yang sangat kuno dan sudah punah (al 'Arab al-
'Baidah). Pada saat itu penyembahan terhadap berhala cukup marak. Hal itu bisa dilihat dari
ayat dibawah ini :
‫اس َولَ ِك َّن‬ ِ َّ‫علَ ْينَا َو َعلَى الن‬ َّ ‫ض ِل‬
َ ِ‫ّللا‬ ْ َ‫ش ْيءٍ ذَلِكَ ِم ْن ف‬ َ ‫اَّللِ ِم ْن‬ َّ ‫وب َما َكانَ لَنَا أ َ ْن نُ ْش ِركَ ِب‬ َ ُ‫ِيم َو ِإ ْس َحاقَ َو َي ْعق‬َ ‫َواتَّ َب ْعتُ ِملَّةَ آ َبا ِئي ِإب َْراه‬
‫) َما تَ ْعبُد ُونَ ِم ْن دُونِ ِه إِال‬٣٩( ‫احدُ القَ َّها ُر‬ ْ ْ َ ُ َ َ
َّ ‫احبَي ِ ال ِسهجْ ِن أأ ْربَابٌ ُمتَفَ ِ هرقونَ َخي ٌْر أ ِم‬
ِ ‫ّللاُ ال َو‬ َ ‫)يَا‬٣٨( َ‫اس ال يَ ْش ُك ُرون‬
ِ ‫ص‬ ِ َّ‫أ َ ْكثَ َر الن‬
‫ان ِإ ِن ْال ُح ْك ُم ِإال ِ ََّّللِ أ َ َم َر أَال ت َ ْعبُد ُوا ِإال ِإيَّاهُ ذَلِكَ ال ِدهينُ ْالقَ ِهي ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر‬
ٍ ‫ط‬ َ ‫س ْل‬ َّ ‫س َّم ْيت ُ ُموهَا أ َ ْنت ُ ْم َوآ َباؤُ ُك ْم َما أ َ ْنزَ َل‬
ُ ‫ّللاُ ِب َها ِم ْن‬ َ ‫أ َ ْس َما ًء‬
)٤٠( َ‫اس ال يَ ْعل ُمون‬َ ِ َّ‫الن‬
38. dan aku pengikut agama bapak-bapakku Yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya'qub. Tiadalah patut
bagi Kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. yang demikian itu
adalah dari karunia Allah kepada Kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan
manusia tidak mensyukuri (Nya). 39. Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik,
tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?
40. kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) Nama-nama yang
kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun
tentang Nama-nama itu. keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan
agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui."(QS.Yusuf: 38-40).
d. Masa Nabi Hud as
Pada masa Nabi Hud syirik kembali menjadi anutan kaumnya. Nabi Hud diutus oleh Allah
untuk menydarkan kaumnya. Tapi mereka tak bergeming sedikitpun. Firman Allah:
)٥٣( َ‫قَالُوا يَا هُود ُ َما ِجئْتَنَا بِبَ ِهينَ ٍة َو َما نَحْ نُ بِت َِار ِكي آ ِل َهتِنَا َع ْن قَ ْولِكَ َو َما نَحْ نُ لَكَ بِ ُمؤْ ِمنِين‬
Kaum 'Aad berkata : "hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang
nyata, dan kami sekali kali tidak akan meninggalkan sembahan sembahan kami karena
perkataanmu, dan kami sekali kali tidak akan mempercayai kamu.”(QS. Huud: 53)
e. Masa Nabi Sholeh as
Pada masa Nabi Saleh, syirik telah merajalela pada kaumnya. Namun mereka juga tak
memedulikan ajakan nabi mereka, sebagaimana tercermin pada ayat dibawah ini :
)٦٢( ‫ب‬ ٍ ‫صا ِل ُح قَدْ ُك ْنتَ فِينَا َم ْر ُج ًّوا قَ ْب َل َهذَا أَتَ ْن َهانَا أ َ ْن نَ ْعبُدَ َما يَ ْعبُد ُ آ َبا ُؤنَا َوإِنَّنَا لَ ِفي ش هٍَك ِم َّما تَدْعُونَا إِلَ ْي ِه ُم ِري‬ َ ‫قَالُوا يَا‬
Kaum Tsamud berkata : hai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang diantara
kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang
disembah oleh bapak-bapak kami? dan sesungguhnya kami betul betul dalam keraguan yang
menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami." (QS. Huud: 62)
f. Masa Nabi Musa as
Pada masa Nabi Musa, ketika masih berada di Mesir, dia harus berhadapan dengan seorang
penguasa bengis, dan diktator yang dijuluki Fir'aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan. hal
ini bisa terungkap dalam Firman Allah yang mengutip pengakuan Fir'aun:
َّ َ ‫ص ْر ًحا لَعَ ِلهي أ‬
‫ط ِل ُع إِلَى إِلَ ِه‬ َ ‫ين فَاجْ عَ ْل ِلي‬ ‫َوقَا َل فِ ْر َع ْونُ يَا أَيُّ َها ْال َمأل َما َع ِل ْمتُ لَ ُك ْم ِم ْن إِلَ ٍه َغي ِْري فَأ َ ْوقِدْ ِلي يَا هَا َمانُ َعلَى ِ ه‬
ِ ‫الط‬
)٣٨( َ‫ظنُّهُ ِمنَ ْالكَا ِذ ِبين‬ ُ ‫سى َو ِإنِهي أل‬ َ ‫ُمو‬
Dan berkata Fir'aun : " hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.
Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang
tinggi supaya aku dapat naik melihat tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar benar yakin
bahwa dia temasuk orang orang pendusta". (QS. Al Qashash: 38).
)٢٤( ‫فَقَا َل أَنَا َر ُّب ُك ُم األ ْعلَى‬
Maka dia (Fir'aun) berkata : akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An Nazi'at: 24).
Nabi Musa juga mendapati kaumnya, Bani Israil menyembah anak sapi. Hal itu bisa dilihat
pada firman Allah :
)٨٨( ‫ِي‬ َ ‫سى فَنَس‬ َ ‫ار فَقَالُوا َهذَا إِلَ ُه ُك ْم َو ِإلَهُ ُمو‬
ٌ ‫سدًا لَهُ ُخ َو‬ َ ‫فَأ َ ْخ َر َج لَ ُه ْم عِجْ ال َج‬
Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh
dan bersuara, maka mereka berkata : " inilah tuhanmu dan tuhan Musa, tetapi Musa telah
lupa". (QS. Thaha: 88).
Dalam masalah ketuhanan, kaum Yahudi mempercayai bahwa Allah mempunyai anak yakni
Uzair dan kaum Nasrani meyakini Isa Al Masih adalah putra Allah,
َّ ُ‫عزَ ي ٌْر ا ْبن‬
ِ‫ّللا‬ ُ ُ‫ت ْاليَ ُهود‬ ِ َ‫َوقَال‬
Orang-orang Yahudi berkata: Uzair itu putera Allah.(QS. At Taubah: 30)
g. Masa Nabi Sulaiman as
Pada masa Nabi Sulaiman, masyarakat negeri Saba' menyembah matahari. Nabi Sulaiman
mengajak pada ajaran tauhid dan akhirnya melalui ratu Bilqis seluruh rakyat dapat menerima
ajaran tersebut. Sebagaimana firman Allah:
)٢٤( َ‫سبِي ِل فَ ُه ْم ال يَ ْهتَدُون‬ َ َ‫طانُ أ َ ْع َمالَ ُه ْم ف‬
َّ ‫صدَّ ُه ْم َع ِن ال‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ّللاِ َوزَ يَّنَ لَ ُه ُم ال‬
َّ ‫ُون‬ِ ‫ش ْم ِس ِم ْن د‬ َّ ‫َو َجدْت ُ َها َوقَ ْو َم َها يَ ْس ُجد ُونَ ِلل‬
Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaithan telah
menjadikan mereka memandang indah perbuatan perbuatan mereka lalu menghalangi mereka
dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak mendapat petunjuk.” (QS. An Naml: 24).
h. Masa Nabi Isa as
Pada masa Nabi Isa, kembali kemusyrikan muncul dan bahkan merajalela, yaitu adanya
keyakinan banyak orang dari Bani Israil bahwa Nabi Isa adalah anak Allah (Ibnullah), atau
salah satu dari tiga unsur (oknum) yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Ruhul Quds
(Malaikat Jibril) (Tsalits Tsalatsah), atau Nabi Isa itulah Allah. Ada sebagian pengikut Nabi
Isa yang masih bertahan dengan ketauhidan yaitu pengikut pendeta Arius. Namun ajaran ini
akhirnya diharamkan untuk disebarkan.Ayat ayat dibawah ini menunjukkan tentang hal
tersebut :
َّ ُ‫ارى ْال َمسِي ُح ا ْبن‬
ِ‫ّللا‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫ت الن‬ ِ َ‫َوقَال‬
Dan umat Nasrani berkata : al-Masih (Isa ) adalah anak Allah. (QS. At Taubah: 30)
)٣٠( ‫ِيرا‬ ً ‫ّللاِ َيس‬َّ ‫َارا َو َكانَ ذَلِكَ َعلَى‬ ْ ُ‫ف ن‬
ً ‫ص ِلي ِه ن‬ َ ‫س ْو‬َ َ‫ظ ْل ًما ف‬
ُ ‫عد َْوانًا َو‬ ُ َ‫َو َم ْن َي ْف َع ْل ذَلِك‬
Dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih
baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa” (QS. An Nisa: 171)
‫ّللاَ ه َُو ْال َمسِي ُح ا ْبنُ َم ْريَ َم‬
َّ ‫لَقَدْ َكفَ َر الَّذِينَ قَالُوا إِ َّن‬
Sungguh, telah kafir orang orang yang berkata : sesungguhnya Allah adalah al-Masih (Isa)
bin Maryam.”(QS. Al Maidah: 17)
2. Akidah pada Masa Nabi Muhammad SAW
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan peraturan dengan
prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan
langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara
umatnya.
Allah SWT berfirman dalam AlQur’an surat Al Anfal: 46,
)٤٦( َ‫صابِ ِرين‬ َّ ‫ّللاَ َم َع ال‬َّ ‫صبِ ُروا إِ َّن‬ْ ‫َب ِري ُح ُك ْم َوا‬ َ ‫شلُوا َوتَذْه‬ َ ‫سولَهُ َوال تَنَازَ عُوا فَت َ ْف‬ َّ ‫َوأ َ ِطيعُوا‬
ُ ‫ّللاَ َو َر‬
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.
Diantara sabda Nabi saw yang membicarakan masalah akidah sebagai berikut :
a. Penjelasan bahwa Islam memiliki lima rukun yang harus dibangun, dan keislaman tidak
sempurna apabila tidak melaksanan lima rukun Islam tersebut. Karna Nabi Muhammad
menjawab dengan demikian :
‫سو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫فَقَا َل َر‬: ‫ا َ ِإلسْال ُم أ َ ْن ت َ ْش َهدَ أ َ ْن ال إِلَهَ إِال هللاُ َوأ َ َّن محمدا رسول هللا وتقيم الصالة وتؤتي الزكاة‬
‫وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيال‬
Rasulullah menjawab, "Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain
Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat,
mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke
Baitullah jika engkau mampu melakukannya."
b. Iman mencakup enam perkara, yaitu :
‫سو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫فَقَا َل َر‬:‫أن تؤمن باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واليوم اآلخر وتؤمن بالقدر خيره وشره‬
Rasulullah menjawab, "Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-
kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik
maupun yang buruk". Orang tadi berkata, "Engkau benar".
c. Penjelasan tentang ihsan, yaitu manusia beribadah kepada Allah dengan peribadatan ٌ‫َر ْغ َبة‬
‫ب‬ َ َ‫طل‬ َ ‫(و‬menginginkan
َ dan mencari), seolah-olah ia melihat-Nya. Ia ingin sampai kepadaNya,
Derajat ihsan inilah yang paling sempurna. Jika tidak sampai pada keadaan ini, maka kepada
derajat kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan peribadatan ٌ‫ف َو ه َْرب‬ ٌ ‫( خ َْو‬rasa takut)
terhadap siksa-Nya. Karna itu nabi besabda “jika kamu tidak melihatnya, maka ia melihatmu.
Pada masa Rasulullah, persoalan-persoalan yang yang berhubungan dengan aqidah justru
muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin. Kaum musyrikin mengangkat permasalahan
qadar tujuannya ialah untuk membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan,
yaitu menisbatkan perbuatan mereka kepada kehendak Allah.
Dibawah ini beberapa penyimpangan aqidah pada zaman Rasulullah :
1. Prasangka buruk kaum jahiliyah, sebagaimana firman Allah ketika kaum Musyrikien
menang pada Perang Uhud. Sebagian kaum Muslimien menyangka bahwa mereka tidak
ditolong oleh Allah dan timbullah anggapan bahwa Islam telah berakhir bersamaan dengan
kalahnya kaum muslimin dari kaum kafir.
‫ظ َّن ْال َجا ِه ِليَّ ِة‬ ِ ‫اَّللِ َغي َْر ْال َح ه‬
َ ‫ق‬ َّ ‫ظ ُّنونَ ِب‬ ُ ُ‫طائِفَةٌ قَدْ أ َ َه َّمتْ ُه ْم أ َ ْنف‬
ُ َ‫س ُه ْم ي‬ َ ‫طائِفَةً ِم ْن ُك ْم َو‬ ً ‫ث ُ َّم أ َ ْنزَ َل َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن بَ ْع ِد ْالغ ِ هَم أ َ َمنَةً نُ َعا‬
َ ‫سا يَ ْغشَى‬
ٍ‫ش ْيء‬ ْ َ
َ ‫يَقولونَ ه َْل لنَا ِمنَ األ ْم ِر ِمن‬ ُ ُ
Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang
tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi kita
barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini? (QS. Ali Imran:154).
2. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesom-
bongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-
orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka
berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
3. Akidah pada Masa Sahabat
Masa sahabat khususnya pada zaman pemerintahan Abu Bakar (11-13 H), dan pemerintahan
Umar bin Khattab (13-23 H), pembahasan masalah-masalah aqidah belum muncul. Mereka
masuk merumuskan ajaran aqidah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw dan mereka
juga pemahaman ayat-ayat dengan makna apa adanya, tanpa memberikan penta’wilan. Oleh
sebab itu selama kurang lebih dua dekade ini, nyaris tidak ada persoalan-persoalan serius
dalam masalah aqidah.
Akan tetapi setelah khalifah Utsman bin Affan (23-35 H) melakukan perubahan dalam sistem
administrasi pemerintahannya yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), timbul
kekacauan politik, yang mencapai klimaks pada masa pemerintah Ali bin Abi Thalib,
sehingga terjadi perang saudara dan mengakibatkan umat Islam terpecah belah. Perpecahan
politik ini menimbulkan akibat munculnya berbagai pemikiran teologi, sehingga berkembang
perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan berbagai aliran dalam Ilmu Kalam.
4. Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam
Pasca wafatnya Rasulullah SAW, kaum muslimin berkumpul di Saqifah bani Sâ’adah untuk
memilih khalifah pengganti Rasulullah SAW. Terpilihlah Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai
Khalifah dan kemudian digantikan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Ketika meninggal, Umar
bin Khattab digantikan oleh khalifah Utsman bin Affan, seorang yang saleh dan berilmu
tinggi. Sebagai anggota keluarga pedagang Makkah yang cukup terkemuka, Utsman bin
Affan memiliki kemampuan administratif yang baik, tetapi lemah dalam kepemimpinan.
Kelemahan Utsman bin Affan yang mencolok dan mengakibatkan ketidaksenangan kepada
beliau adalah ketidak-mampuan mencegah ambisi di lingkungan keluarganya untuk
menempati kedudukan-kedudukan penting di lingkungan pemerintahan. Akibatnya banyak
orang yang tidak senang. Lalu ada lagi orang-orang yang menggunakan kesempatan untuk
mengipas-ngipas guna memperoleh keuntungan pribadi. Di Mesir, penggantian gubernur
yang diangkat Umar bin Khattab, yakni Umar Ibnu Al Ash dengan Abdullah ibnu Sa'd, salah
seorang keluarga Utsman, mengakibatkan pemberontakan. Mereka mengerahkan pasukan
menyerbu Madinah dan Abdullah bin Saba’ berhasil membunuh Khalifah. Peristiwa
pembunuhan Khalifah ini dikenal sebagai Al Fitnatul Kubro yang pertama.
Ketika Utsman bin Affan wafat, musyawarah para pemimpin kelompok dan suku
menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya. Tetapi kemudian beliau ditentang oleh
beberapa pihak, antara lain oleh Thalhah dan Zubeir, yang dibantu oleh Aisyah isteri
Rasulullah SAW. Penentangan timbul terutama karena Ali bin Abi Thalib dianggap tidak
tegas dalam mengadili pembunuh Utsman.
Setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan perpecahan memuncak, kemudian terjadilah
perang Jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali
dengan Mu’awiyah. Tentara gabungan pimpinan Thalhah, Zubeir dan Aisyah dikalahkan
dengan telak. Tholhah dan Zubeir terbunuh, sedang Aisyah yang tertangkap kemudian
dikirimkan kembali ke Madinah.
Tentangan dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Damaskus yang masih keluarga
Utsman bin Affan. Dia menuntut Ali bin Abi Thalib agar segera mengadili para pembunuh
khalifah ketiga itu. Sementara Ali bin Abi Thalib melihat bahwa situasi dan kondisi pada
waktu itu tidak memungkinkan untuk menangkap dan mengadili pelaku pembunuhan
khalifah Ustman. Perselisihan antara kubu Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah akhirnya
semakin meruncing. Muawiyah tetap bersikukuh pada pendiriannya, demikian juga dengan
Ali bin Abi Thalib. Akhirnya, Muawiyah memutuskan untuk melawan Ali bin Abi Thalib
dengan kekuatan militer. Terjadilah pertempuran hebat antara pasukan Ali bin Abi Thalib
dengan Muawiyah. Hampir saja, pasukan Ali bin Abi Thalib dapat memenangkan
pertempuran. Namun kemudian Muawiyah menawarkan perdamaian. Peristiwa itu disebut
dengan al-tahkîm yakni mengangkat Kitab Al Qur’an diatas tombak.
Kedua belah pihak sepakat untuk bersama-sama (Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan
Muawiyyah bin Abu Sofyan) meletakkan jabatan masing-masing. Tahkim ini dari pihak
Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa, dan pihak Muawiyyah diwakili oleh Amru bin
Ash. Tahkim berujung dengan kericuhan, disebabkan oleh Amru bin Ash. Pengunduran
Ali bin Abi Thalib dari Khalifah disetujui dan diterima oleh Amru bin Ash, dan ia
menetapkan jabatan Khalifah pada Muawiyyah.
Pendukunga Ali bin Abi Thalib selanjutnya disebut dengan golongan Syiah. Kenyataannya,
tidak semua pengikut Ali bin Abi Thalib menyetujui tahkîm. Mereka menganggap
bahwa tahkîm hanyalah sekedar makar politik Muawiyah. Kelompok itu kemudian
memisahkan diri dan membentuk partai baru yang disebut dengan golongan
Khawarij. Golongan ini menganggap Ali bin Abi Thalib, Musa Al Asy'ari, Muawiyyah dan
Amru bin Ash kafir dan harus dituntut. Mereka itu mesti dibunuh.Konsep kafir yang dianut
oleh Khawarij berkembang menjadi faham bahwa orang yang berbuat dosa besar pun
dianggap kafir.
Dari peristiwa perang Siffin tersebut timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-
masing kelompok juga terpecah belah menjadi banyak diantaranya yaitu tiga golongan yakni
golongan khawarij adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang
keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali yang menerima
arbitrase (tahkim) dalam perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok bughot
(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang
bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya.
Sedangakan Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr ibn Al Ash, Abu Musa
AlAsy`ari. Yang menerima abitrase (tahkim) adalah kafir.
Masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah
lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Muktazilah. Kemudian,
lahirlah imam Abu Mansur Al Maturidi yang berusaha menolak golongan yang berakidah
batil. Mereka membentuk aliran Al Maturidiah. Kemudian muncul pula Abul Hasan Al
Asy'ari yang telah mengumumkan keluar dari kelompok Muktazilah dan menjelaskan asas-
asas pegangan barunya yang bersesuaian dengan para ulama dari kalangan fuqaha dan ahli
hadis. Dia dan pengikutnya dikenal sebagai aliran Asya'irah. Dan dari dua kelompok ini,
terbentuklah kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah.
5. Faktor-faktor Timbulnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam
a. Faktor dari dalam (intern)
1) Dorongan dan pemahaman Al Qur’an
a) Nadzara, melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan
merenungkan.MisalnyaQS. Qaf: 6,
)٦( ٍ‫ْف َبنَ ْينَاهَا َوزَ يَّنَّاهَا َو َما لَ َها ِم ْن فُ ُروج‬
َ ‫اء فَ ْوقَ ُه ْم َكي‬ ُ ‫أَفَلَ ْم َي ْن‬
َّ ‫ظ ُروا ِإلَى ال‬
ِ ‫س َم‬
Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?
b) Tadabbara, dalam arti merenungkan sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat, antara
lain QS. Shad: 29,
)٢٩( ‫ب‬ ْ ‫اركٌ ِليَدَّب َُّروا آيَاتِ ِه َو ِليَتَذَ َّك َر أُولُو‬
ِ ‫األلبَا‬ َ َ‫ِكتَابٌ أ َ ْنزَ ْلنَاهُ ِإلَيْكَ ُمب‬
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran.
2) Perbedaan pemahaman terhadap dalil Al Qur’an dan hadis
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al Qur’an, sehingga berbeda dalam
menafsirkan pula.
3) Persoalan Politik
Faktor politik dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran di lingkungan Umat Islam,
khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah (khilafiah), menjadi
persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di
lingkungan umat Islam.
4) Peristiwa Majlis Tahkim
Setelah peristiwa majelis tahkim muncul aliran-aliran pemikiran dalam islam yakni
Khawarij, syi’ah dan Murjiah yang memiliki cara pandan atau doktrin-doktrin yang berbeda-
beda.

b. Faktor dari luar (ekstern)


1) Pengaruh pemikiran agama selain Islam.
Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama Yahudi, Kristen dan
lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah memegang teguh Islam, mereka mulai
mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.
2) Penggunaan filsafat dalam membela akidah Islam.
Golongan Islam terutama golongan Muktazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran
agama Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam.
3) Keinginan Mutakallimin mengimbangi pemikiran filsafat
4) Para Mutakalimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat,
maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan.

Anda mungkin juga menyukai