Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRA CEREBRAL HEMATOM (ICH)

A. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan

otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.

Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-

kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya

daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, diameter lebih

dari 3 cm perifer, adanya pergeseran garis tengah.

Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.

Hemoragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai

daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.

Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu

sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau

cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita

strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.

B. Etiologi

Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :

1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala

2. Fraktur depresi tulang tengkorak

3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba


4. Cedera penetrasi peluru

5. Jatuh

6. Kecelakaan kendaraan bermotor

7. Hipertensi

8. Malformasi Arteri Venosa

9. Aneurisma

10. Distrasia darah

11. Obat

12. Merokok.

C. Patofisiologi

ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas

kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang

relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria

perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya

dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata.

Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien

hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga

rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada

fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.

ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar dua pertiga

akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam

defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada
60% dan dua pertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan

muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat

perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda

lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas

perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor

kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat.

Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat

peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer

dominan terkena.

Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu:

1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini

terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta

ganglia basal rusak.

2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan

kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan

menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin

reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi

akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma

memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan

gambaran klinis PSA.

Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara

usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS

seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin.


Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati,

leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS.

ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti

lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang

paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur

dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi

kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum

16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering

menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria

serebral media yang mencatu putamen.

ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan

diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak.

Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh

Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering

tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS

kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid

serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling

sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan

ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan.

Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap

dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis

terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran

perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian
Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas

outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober

superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam.

Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan

perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk,

lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun

atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.


D. Manifestasi Klinis

Intra cerebral hemoragi terjadi dengan tiba-tiba. Sekitar 50% orang

yang mengalami ICH diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama

aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan

atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi

memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati

rasa, seringkali mempengaruhi salah satu bagian tubuh dan kemungkinan

tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.

Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang, mata bisa menjadi

lumpuh, pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil, mual, muntah,

serangan, dan kehilangan kesadaran adalah hal biasa dan bisa terjadi dalam

hitungan detik sampai menit pada intra cerebral hemoragi.

Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari intra cerebral hematom

yaitu:

1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring

dengan membesarnya hematom.

2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal

3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal

4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra

cranium

5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara


dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat

6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan

peningkatan tekanan intra kranium.

E. Penatalaksanaan

Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral

Hematom adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan tirah baring terlalu lama


2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan

untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan

data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status

kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial

budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,

kemampuan fungsi dan gaya hidup klien

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

MRS, nomor register, diagnose medis.

b. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara

pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

c. Riwayat penyakit sekarang

d. Riwayat penyakit dahulu

e. Riwayat penyakit keluarga

f. Riwayat psikososial
g. Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

b) Pola nutrisi dan metabolisme

c) Pola eliminasi

d) Pola aktivitas dan latihan

e) Pola tidur dan istirahat

f) Pola hubungan dan peran

g) Pola persepsi dan konsep diri

h) Pola sensori dan kognitif

i) Pola reproduksi seksual

j) Pola penanggulangan stress

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

h. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

 Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran

 Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar

dimengerti, kadang tidak bisa bicara

 Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi

bervariasi

2) Pemeriksaan integumen

 Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat

dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di

samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama


pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus

bed rest 2-3 minggu

 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

 Rambut : umumnya tidak ada kelainan

3) Pemeriksaan kepala dan leher

 Kepala : bentuk normocephalik

 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah

satu sisi

 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

4) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,

wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur

akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

5) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,

dan kadang terdapat kembung.

6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, dan anus kadang terdapat

incontinensia atau retensio urine

7) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

8) Pemeriksaan neurologi

 Pemeriksaan nervus craniali

 Pemeriksaan motorik
 Pemeriksaan sensorik

 Pemeriksaan refleks

9) Pemeriksaan penunjang

a) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang

masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

b) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami

hemoragik.

c) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan

seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

d) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan

jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang

merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita

stroke.

e) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya

dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan

yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)

sewaktu hari-hari pertama.

f) Pemeriksaan darah rutin

g) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam

serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

h) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada

darah itu sendiri.


2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah

b. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot

c. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial

(TIK)

d. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.


3. Intervensi Keperawatan

Tujuan dan
Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Gangguan mobilisasi Tujuan : setelah 1. Observasi kondisi fisik 1. Inspeksi kondisi aw

fisik b.d kondisi yang dilakukan tindakan klien pasien

melemah keperawatan selama 2. Rencanakan proses 2. Merencanakan por

waktu 4X24 jam latihan yang efisien latihan untu

pasien diharapkan bila perlu menunjang

dapat melakukan kolaborasikan dengan kesembuhan pasien

mibilisasi fisik fisioterapi untuk 3. Memberikan

secara optimal. menambah proses kenyamanan

Kriteria hasil: latihan 4. Melakukan tindak

 Tonus otot 3. Atur posisi senyaman keperawatan

bertambah mungkin 5. Monitoring tindak

 Mobilisasi 4. Mengajari pasien yang sudah dilakuka

ROM pasif ROM pasif dan aktif 6. Mengetahui

menjadi aktif 5. Biarkan pasien perkembangan latiha

 Tidak mempraktikan kembali 7. Memberikan

mengeram yang sudah diajarkan informasi kepa

kesakitan dalam tapi dengan pasien.

proses latihan. pengawasan perawat

6. Observasi kembali

peningkatan gerak

fisik

7. Berikan (healt

education) tentang

pentingnya latihan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,

Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan

Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat

Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai