Anda di halaman 1dari 18

6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan

sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina

melalui ostium uteri eksternum.1 Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah

454.000 kasus. Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data

vital, data otopsi verbal daro 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari

kanker serviks meningkat 3,1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar

200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah usia 15-49 tahun yang

hidup di Negara sedang berkembang.2

Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke 7 secara global

dalam segi angka kejadian (urutan ke – 6 di Negara kurang berkembang) dan urutan ke – 8

sebagai penyebab kematian ( menyumbangkan 3,2 % mortalitas, sama dengan angka mortalitas

akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di Negara berkembang, dan urutan

ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan ke dua dari 10 kanker

terbanyak berdasarkan data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7 %.4

Penyebab primer kanker serviks adalah infeksi kronik serviks oleh satu atau lebih virus

HPV (Human Papiloma virus) tipe onkogenik terutama sub tipe 16 dan 18 yang berisiko tinggi

menyebabkan kanker serviks, ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted

disease). Wanita biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun sampai tiga puluhan,

walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Sebelum terjadinya

kanker didahului oleh perubahan keadaan yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel

serviks (NIS), biasanya memakan waktu beberapa tahun sebelum berkembang menjadi kanker.

Oleh karena itu sebenarnya terdapat kesempatan yang cukup untuk mendeteksi bila terjadi
7
perubahan pada sel serviks dengan Pap smear atau inspeksi visual asam asetat (IVA) serta

menanganinya dengan tepat sebelum menjadi kanker serviks.5

Pap smear dapat mendeteksi adanya sel yang abnormal sebelum berkembang menjadi

lesi prakanker ataupun kanker serviks sedini mungkin terutama pada wanita dengan seksual

aktif walaupun yang sudah divaksinasi. Sensitivitas Pap smear bila dikerjakan setiap tahun

mencapai 90%, setiap 2 tahun 87%, setiap 3 tahun 78% dan bila 5 tahun mencapai 68%.5

Penelitian terdahulu yang dilakukan di Desa Ketawang Daleman Kecamatan Gading

Kabupaten Sumenep dari 187 responden hanya 2 responden yang pernah melakukan Pap

smear.6 Dan di Puskesmas Pegandan Kota Semarang dari 99 responden didapatkan 17

responden pernah melakukan Pap smear dan 82 responden lainnya tidak pernah melakukan Pap

smear.7 Penelitian di Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate Kota Makassar pada

tahun 2012, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 55 responden, diketahui 27 (49%)

responden memiliki pengetahuan baik dan 28 (51%) responden yang memiliki pengetahuan

kurang tentang Pap smear, sebanyak 31 (56%) responden memiliki tindakan yang tepat dan 24

(44%) responden memiliki tindakan kurang tepat terhadap Pap smear sebagai deteksi dini

kanker serviks.7 Dari data diatas didapatkan penduduk Indonesia yang melakukan Pap smear

hanya beberapa orang dari sekian ratus penduduk dan tingkat pengetahuan serta sikap ibu

tentang kanker serviks dan Pap smear sebagai deteksi dini kanker serviks masih relatif rendah.

Masalah ini terjadi di Indonesia salah satunya karena para wanita enggan melakukan Pap smear

disebabkan ketidaktahuan dan rasa malu, takut, dan faktor biaya. Ini umumnya disebabkan

karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat Indonesia.7

Dari keterangan diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana

hubungan tingakat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan perilaku ibu dalam

melakukan tes Pap smear.


8
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah

Bagaimana tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan perilaku ibu dalam

melakukan tes Pap smear di Puskesmas Tamalanrea Jaya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

a. Untuk ,mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan

perilaku ibu dalam melakukan test Pap smear di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu

tentang kanker serviks di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

c. Untuk mengetahui hubungan peerjaan ibu tentang kanker serviks dengan pengetahuan

kanker serviks di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

d. Untuk mengetahui hubungan pendapatan ibu dengan perilaku ibu dalam melakukan

tes pap smear di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tingkat pendidikan ibu di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

b. Untuk mengetahui gambaran pendapatan keluarga ibu di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

c. Untuk megetahui gambaran pengetahuan ibu tentang kanker serviks di Puskesmas

Tamalanrea Jaya.

d. Untuk mengetahui pelaksanaan tes pap smear di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya

dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

A. Bagi Penulis
9
Menambah Wawasan penulis mengenai kanker serviks khusunya pengertian, penyebab,

factor risiko, dan pap smear sebagai deteksi dini kanker serviks.

B. Bagi Masyarakat

Penelitian ini berguna sebagai informasi untuk penyuluhan tentang kanker serviks dan

manfaat pap smear sebagai deteksi dini kanker serviks.

C. Bagi Lembaga Pendidikan

Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan

yang ada khususnya Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, termasuk para pendidik yang

ada di dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan, serta pemerintah secara

umum.
10
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kanker Serviks

2.1.1.1. Definisi

Kanker serviks adalah kanker primer serviks (kanalis servialis dan atau portio)7. Sel

kanker serviks berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga terjadi

perubahan perilaku. Sel epitel serviks yang bermutasi melakukan pembelahan sel yang tak

terkendali, dan menginvasi jaringan stroma yang dibawahnya. Jika mutasi genetik ini tidak

dapat diperbaiki maka akan terjadi pertumbuhan kanker.8

2.1.1.2. Etiologi

Infeksi virus HPV (human papilloma virus) merupakan penyebab utama kanker serviks.

Virus inibersifat spesifik dan hanya akan tumbuh di dalam sel manusia terutama pada epitel

mulut Rahim atau sel – sel lapisan permukaan. Virus HPV yang paling sering menyebabkan

kanker serviks adalah virus HPV tipe 16 dan 18 yang mempunyai peranan penting dalam

replikasi virus melalui seukensi gen E6 dan E7 dengan mengkode pembentukan protein –

protein penting.9

Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang

melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis awal sampai terjadinya perubahan

morfologi hingga menjadi kanker invasive. Studi-studi epidemiologi menunjukkan lebih dari

90% kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilloma virus (HPV). Beberapa bukti

menunjukkan kanker dengan HPV negative ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan

dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan factor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6

dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.

Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53 akan

kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini
11
menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan

tanpa kontrol.6

2.1.1.3. Patologi

Karsinoma serviks timbul di daerah yang biasa disebut sebagai squamo- columnar
junction (SCJ) atau sambungan skuamo-kolumnar (SSK) yaitu batas antara epitel yang melapisi
ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks. Pada perempuan muda SSK ini berada di
luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada perempuan berumur >35 tahun SSK berada di
dalam kanalis serviks.14

Gambar 2.1. Lokasi dari SSK dan Zona Transformasi : a) sebelum menarche b) sesudah
pubertas dan awal reproduksi c) perempuan usia 30 tahun d) perempuan sebelum
manopause e) perempuan sesudah menopause15
12

2.1.1.4 Faktor risiko

a. Perilaku seksual

Perilaku seksual seperti berganti-ganti mitra seksual dan usia pertama kali saat
melakukan hubungan seksual sangat berhubungan dengan kejadian kanker serviks
skuamosa. Risiko meningkat menjadi lebih dari 10 kali, bila saat berhubungan seks
pertama kali di bawah umur 15 tahun dan memiliki partner seksual yang banyak (6 atau
lebih). Risiko akan lebih meningkat jika berhubungan seks dengan pria yang berisiko
tinggi mengidap kondiloma akuminatum. Pria yang berisiko tinggi adalah pria yang
melakukan hubungan seksual dengan partner seks yang banyak.16

b. Kontrasepsi

Menggunakan kontrasepsi oral (pil KB) untuk waktu yang lama (5 tahun atau
lebih) sedikit meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada perempuan dengan
infeksi HPV. Tetapi ketika penggunaan kontrasepsi oral dihentikan, risiko tersebut dapat
menurun dengan cepat.17

Pil kontrasepsi oral kombinasi mempunyai hubungan terhadap kejadian kanker


serviks, kemungkinan karena estrogen yang terdapat dalam pil tersebut membuat
ektropion pada serviks menjadi lebih luas akibatnya terbentuk area yang lebih luas tempat
metaplasia menjadi lebih rentan terhadap HPV.18

c. Merokok
Rokok mengandung tembakau, di dalam tembakau tersebut terdapat kandungan
bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap maupun yang dikunyah. Asap rokok
menghasilkan Polycyclic aromatic hydrocarbons heterocyclic amine yang mutagen dan
sangat karsinogen, sedangkan jika dikunyah menghasilkan netrosamine. Bahan yang
berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus.16
d. Imunosupresi

HIV (Human immunodeficiensy virus) merupakan virus penyebab AIDS yang

menyebabkan sistem imun tubuh menurun dan membuat perempuan berisiko tinggi

terinfeksi HPV. Peneliti percaya bahwa sistem imun penting untuk merusak, memperlambat

pertumbuhan dan penyebaran sel kanker. Pada wanita dengan HIV, prakanker serviks

mungkin akan berkembang menginvasi dengan cepat untuk menjadi kanker dari pada
13

normalnya. Pengguna obat imunosupresan/penekan kekebalan tubuh atau pasca

transplantasi organ merupakan faktor risiko juga.19

2.1.1.5 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda awal kanker serviks mungkin tidak bergejala, berikut gejala yang sudah
menjadi kanker serviks, yaitu:20

1. Gejala awal

a) Perdarahan pervagina seperti perdarahan setelah senggama atau


perdarahan spontan di luar waktu haid. Ini disebabkan karena serviks yang
berubah menjadi kanker bersifat rapuh, mudah berdarah, dan diameter
biasanya membesar. Sehingga serviks yang mudah rapuh akan berdarah
pada saat aktivitas seksual yang menyebabkan perdarahan pascasenggama.

b) Keputihan yang berulang walaupun sudah diobati. Keputihannya berbau,


gatal, dan panas karena sudah menjadi infeksi sekunder.
2. Gejala lanjut : keluar cairan dari liang vagina yang berbau tidak sedap, ganguan
buan buang air kecil, nyeri (panggul, pinggang, tungkai, kandung kemih dan
rectum
3. Kanker sudah menyebar : akan timbul gejala yang sesuai dengan organ yang
terkena seperti liver, paru – paru, tulang.

Pada penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri
panggul, nyeri pinggang dan pinggul, sering berkemih, buang air kecil atau buang air besar
sakit. Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pingggang, edema kaki unilateral dan obstruksi
ureter.10

2.1.1.6 Diagnosis

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis berupa anamnesis,

pemeriksaan fisik dan ginekologi, termasuk evaluasi kelenjar getah bening, pemeriksaan panggul

dan pemeriksaan rektal. Biopsi serviks merupakan cara diagnosis pasti dari kanker serviks,

sedangkan tes pap dan/atau kuret endoserviks merupakan pemeriksaan yang tidak adekuat.

Pemeriksaan radiologic berupa foto paru-paru, pielografi intravena atau CT-scan merupakan

pemeriksaan penunjang untuk melihat perluasan penyakit, serta menyingkirkan adanya obstruksi
14

ureter.

Pemeriksaan laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal, dan tes fungsi
hati diperlukan untuk mengevaluasi fungsi organ serta menentukan jenis pengobatan yang akan
diberikan.15

2.1.1.7 Diagnosis

Stadium kanker serviks ditetapkan secara klinis. Stadium klinis menurut FIGO
membutuhkan pemeriksaan pelvik, jaringan serviks (biopsy konisasi untuk stadium IA dan
biopsy jaringan serviks untuk stadium klinik lainnya), foto paru-paru, pielografi intravena
(dapat pula digantikan dengan foto CT-scan). Untuk kasus-kasus stadium lebih lanjut
diperlukan pemeriksaan sistoskopi, proktoskopi, dan barium enema.12

Tabel 2.1 Stadium kanker


Stadium 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitelial.
Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaikan).
Stadium I A Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik. Lesi
yang dapat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang
superfisial dikelompokkan pada stadium IB.
I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan lebar
horizontal lesi tidak lebih 7 mm.
I A2 Invasi ke stroma lbih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan perluasan
horizontal tidak lebih dari 7 mm.
Stadium I B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi lebih
luas dari stadium I A2.
I B1 Lesi tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.
I B2 Lesi tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar.
Stadium II Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding
panggul atau sepertiga distal/bawah vagina.
II A Tanpa invasi ke parametrium.
II B Sudah menginvasi parametrium
Stadium III Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau mengenai sepertiga
bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya
ginjal.
III A Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke
parametrium tidak sampai dinding panggul.
III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium IV Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi
IV A Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/atau ke luar
dari rongga panggul minor
IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3
mm atau kurang dari membrana basalis epitel tanpa invasi ke rongga
pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi kanker serviks.

Sumber: FIGO 2000 (Anwar & Basiad,2011).


15

2.1.1.8 Deteksi Dini Kanker Serviks

WHO merekomendasikan skrining menurut target usia dan frekuensi skrining, yaitu :1

1. Program baru harus memulai skrining pada wanita yang berusia 30 tahun atau lebih dan

wanita muda yang beresiko tinggi.

2. Jika seorang wanita hanya dapat diskrining satu kali dalam hidupnya, usia terbaik adalah

anara antara 35 tahun dan 45 tahun.

3. Untuk usia daitas 50 tahun, interval skrining yang tepat adalah 5 tahun.

4. Pada kelopak usia 25 – 49 tahun interval skrining 3 tahun dapat dipertimbangkan jika

sumber daya tersedia.

5. Skrining setiap tahun tidak dianjurkan pada usia berapapun.

6. Skrining tidak dianjurkan pada wanita diatas 65 tahun, jika hasil tes pap smear 2 tahun

negatif.

2.1.1.9 Pencegahan

a. Pencegahan primer
 Menunda onset aktivitas seksual

Menunda hubungan seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan hanya


dengan satu pasangan akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan.8

 Penggunaan kontrasepsi barier

Penggunaan kontrasepsi barier (seperti kondom, spermisida, dan


diafragma) berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih
dianjurkan daripada kondom yang terbuat dari kulit kambing.8

 Pilihlah makanan sehat

Vitamin A dan beta karoten dapat menurunkan resiko kanker serviks.


Tingkatkan konsumsi makanan tersebut untuk mendapatkan perlindungan yang
optimal.22

 Berhenti merokok

Merokok adalah salah satu faktor risiko penyebab kanker serviks. Pada
sebuah studi menunjukkan bahwa di dalam mukus dari serviks seorang wanita
16

perokok ditemukan nikotin dalam jumlah tertentu.13

2.1.2 PAP SMEAR

Pap smear merupakan suatu tes yang aman dan murah dan telah dipakai
bertahun-tahun untuk mendeteksi adanya kelainan yang terjadi pada sel-sel epitel
serviks. Tes ini pertama kali ditemukan oleh George Papanicolou sehingga
dinamakan Pap smear test.13

Prinsip pemeriksaan Pap smear adalah mengambil epitel permukaan


serviks yang mengelupas atau eksfoliasi dimana epitel permukaan serviks selalu
mengalami regenerasi dan digantikan lapisan epitel dibawahnya.20

Epitel yang mengalami eksfoliasi merupakan gambaran keadaan epitel


jaringan dibawahnya. Kemudian epitel yang mengelupas tersebur diwarnai secara
khusus dan dilihat dibawah mikroskop untuk diinterpretasi lebih lanjut.20

Gambar 2.7 Algoritma tatalaksana hasil Pap smear


2.1.3 Pengetahuan

2.1.3.1 Definisi

Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide, konsep, pemahaman, dan pemikiran


setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan dapat melalui kelima
panca indra. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala
sesuatu dan jga praktek atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan.

2.1.3.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan29


17

a. Faktor Internal
1) Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang untuk menggapai cita-cita tertentu
yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi.
2) Pekerjaan, menurut Thomas pekerjaan merupakan keburukan yang
harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarga
dan dirinya. Bekerja umumnya adalah kegiatan atau aktivitas yang
menyita waktu. Sedangkan bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
3) Usia, menurut Elizabeth BH usia adalah umur seseorang yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang dewasa lebih dipercaya
dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.
b. Faktor eksternal
1) Faktor lingkungan, menurut Ann. Mariner lingkungan merupakan
seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku seseorang atau
kelompok.
2) Sosial budaya, sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.

2.1.4 Perilaku

2.1.4.1 Definisi

Menurut Rogers (1974) perilaku adalah semua aktifitas manusia yang


dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar. Sebelum
seseorang mengadopsi perilaku baru terjadi beberapa proses yang berurutan,

yaitu:29

1. Awarness (kesadaran) dimana seseorang mengetahui terlebih dahulu


terhadap stimulus (objek)
2. Interest (merasa tertarik) dimana seseorang mulai menaruh perhatian dan
tertarik pada stimulus
3. Evaluation (menimbang-nimbang) seseorang akan mempertimbangkan
baik buruknya tindakan terhadap stimulus bagi dirinya, hal ini berarti
18

sikap seseorang sudah lebih baik lagi


4. Trial, dimana seseorang mulai mencoba perilaku baru
5. Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus (objek)

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green perilaku terbentuk dari 3 faktor yaitu:28

1. Faktor predisposis terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,


keyakinan, dan sebagainya
2. Faktor-faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya
fasilitas atau sarana kesehatan
3. Faktor-faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain.
19

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu dependen dan independen.
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Variabel
independen pada penelitian ini adalah pengetahuan kanker serviks pendidikan
dan pekerjaan, sedangkan variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi
variabel independen, yang termasuk variabel dependen dalam penelitian ini
adalah perilaku ibu dalam melakukan pap smear dan pendapatan..
3.2 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Pengetahuan kanker serviks Perilaku Ibu dalam melakukan


Pap smear

Pendidikan dan pekerjaan Pendapatan


20

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif survei. Pada penelitian ini, peneliti akan

mencoba untuk mengukur atau mengumpulkan variable bebas dan variable terikat pada objek

penelitian secara simultan.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tamalanrea Jaya pada bulan Desember 2017.

4.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.3.1 Jumlah Populasi

Populasi target adalah ibu – ibu yang berusia 20 – 60 tahun. Populasi terjangkau adalah ibu

di Puskesmas Tamalanrea Jaya.

4.3.2 Sampel Penelitian

Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut:

𝑍𝑎√2𝑃𝑄+2β√𝑃1 𝑄1 +𝑃2 𝑄2 2
n1 = n2 = ( )
𝑃1 −𝑃2
Keterangan :
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,96
Kesalah tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ = 0,84

P2 = proporsi kepatuhan pada kelompok dengan tingkat pengetahuan rendah


sebesar 0,1 (kepustakaan)

Q2= 1 – 0,1 = 0,9


P1 – P2 = selisish minimal proporsi kepatuhan yang dianggap bermakna, ditetapkan 20%
= 0,2

Dengan demikian :

P1 = P2 + 0,1= 0,1 + 0,2 = 0,3


21

Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,3 = 0,7

P =(P1 + P2)/2 = (0,3+0,1)/2 = 0,4/2

Q = 1 – P = 1 – 0,2 = 0,8

Dengan memasukkan nilai – nilai di atas pada rumus, diperoleh

1,96√2𝑥0,2𝑥0,8+0,84√(0,3𝑥0,7)+(0,1 𝑥 0,9) 2
n1 = n2 = ( )
0,2

= 60

Maka perolehan jumlah sampel yang diperlukan adalah 60 orang. Untuk menjaga kemungkinan
adanya drop out, maka jumlah subjek ditambah sebanyak 10%. Jadi total jumlah sampel adalah
60 + 6 =66 orang.

4.3.3 Cara pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah strativied random sampling.

Sampel dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu :

a. Kriteria Inklusi

Ibu yang berada di Puskesmas Tamalanrea Jaya yang sudah menikah dan bersedia menjadi

responden

b. Kriteria eksklusi

Ibu yang berada di Puskesmas Tamalanrea Jaya yang tidak datang pada saat penelitian,

tidak bersedia menjadi responden dan sedang atau yang sudah pernah menderita kanker

serviks.
22

4.3.4 Cara Kerja Penelitian

Perempuan yang sudah menikah

Informed consent

Tidak bersedia Bersedia

Wawancara dengan
kuesioner
Tidak memenuhi
Memenuhi kriteria
kriteria
Pengumpulan dan Pengolahan
data

Skoring

Pengetahuan

Baik Cukup Kurang

Pelaksanaan Pap smear

4.4 Managemen Data

4.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya langsung. Pengumpulan data
dilakukan peneliti terhadap sampel penelitian dengan cara melakukan pengisian kuesioner
oleh responden secara langsung.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data jumlah pengunjung yang didapatkan dari data pengunjung
Puskesmas Tmalanrea Jaya Tahun 2017.

4.4.3 Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data


23

Semua data yang dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian diolah
dengan program SPSS versi 16. Langkah awal dimulai dengan editing, coding, entry data,
processing, cleaning, dan dilanjutkan dengan tabulasi dan pembuatan grafik.

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan ibu dan
gambaran perilaku ibu dalam melakukan tes Pap smear di Kelurahan Tugu Utara.

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang
bermakna secara statistik antara variabel independen dengan variabel dependen dengan uji Chi-
Square menggunakan program SPSS versi 16. Melalui uji Chi-Square dengan nilai α = 0,05,
jika nilai p < 0,05, maka terdapat hubungan dan jika nilai p ≥ 0,05 maka tidak terdapat
hubungan. Jika uji Chi-Square tidak memenuhi syarat akan dilakukan uji alternatifnya, yaitu uji
Fisher. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

Anda mungkin juga menyukai