Anda di halaman 1dari 11

Penyakit Kandung Empedu

Muhamad Azuan Bin Ayob

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jl Tanjung Duren Selatan II, GG4, No.30, Jakarta Barat 11570

No Telpon: 087782660140

Email:nauza_angel@yahoo.com

Pendahuluan

Skenario

Seorang perempuan berusia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut bagian kanan
atas dan ulu hati sejak 1 hari lalu. Nyeri berlangsung sekitar 40 menit hilang timbul setelah
sebelumnya ia makan soto ayam bersantan. Pasien juga merasakan mual dan sempat muntah
2x. Pasien sudah mencoba meminum obat sakit lambung tapi tidak membaik juga. Pasien
mengatakan cukup sering merasakan nyeri serupa namun biasa cepat menghilang, kali ini
nyeri tidak kunjung hilang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan BP= 130/80mmHG, HR= 98x/menit, RR= 18x/menit,
T=38darjah celcius, BB= 85, TB= 155, Sklera ikterik +, pemeriksaan fisik lainnya dan
pemeriksaan penunjang belum dilakukan.

Pembahasan

Anamnesis

Identitas pasien: pasien berumur 45 tahun, jenis kelamin perempuan, berat badan 85 kg.

Keluhan utama yang didapatkan daripada pasien adalah nyeri perut pada bagian kanan atas
dan pada ulu hati yang tenggelam timbul sekitar 40 menit. Nyeri tersebut dinamakan nyeri
kolik.
Keluhan penyerta termasuklah mual dan sempat muntah 2x.

Pasien sudah pernah konsumsi obat untuk sakit lambung tetapi tiada perbaikan.

Struktur makroskopis

Gambar 1: Hati. Sumber : http://www.liverdoctor.com/index.php?page=liver-detoxification

Secara struktur makroskopis hati, hati itu merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh
manusia yang kira-kira beratnya adalah 2,5 % dari berat manusia dewasa normal. Pada waktu
fetus, ia bekerja sebagai organ hematopoietic yang bererti penghasilan sel-sel darah merah.

Kerja hati ini dalam tubuh manusia normal adalah membantu dalam pencernaan lemak dan
juga absorpsi lemak di samping hasil absorpsi tubuh tadi dari sistem pencernaan akan dibawa
ke hati dahulu melalui vena hepatis portal yang seterusnya dibawa ke dalam sistem sirkulasi
sitemik. Bahan yang disekresi hati dipanggil empedu yang biasanya berwarna hijau atau
kuning-coklat. Yang berfungsi dalam emulsifikasi lemak dalam tractus digestivus. 1,2
Hati manusia terletaknya pada quadrat kanan atas pada area abdomen yang dilindungi oleh
tulang iga toraks dan diafragma. Organ ini mengambil ruang yang besar, biasanya pada ruang
Hipokondrium kanan dan juga melebihi sehingga ruang Epigastrium yang memperpanjang
juga ke sedikit ruang Hipokondrium kiri. 1

Pada bagian anterior dan superior hati ini merupakan bagian permukaan diafragma di mana
hati bersentuhan dengan diafragma, di mana permukaan ini berbentuk konvex (cembung) dan
pada bagian posteroinferior, bentuk hati adalah relative rata dan konkaf (cekung) pada
permukaan visceral yaitu permukaan dimana ia bersentuhan dengan organ-organ visceral
yang lain seperti lambung, duodenal dan renal. 1,2

Pada permukaan diafragma itu, permukaan hati adalah rata dan halus di mana terletaknya
diafragma di atas hati untuk memisahkan rongga toraks yang mengandung jantung dan paru-
paru dengan rongga abdomen. 1,2

Terdapat ligamentum falsiforme yang memisahkan lobus hati kanan dan kiri di mana ia
berjalan posterior sehingga membagi dua cabang ke kana dan kiri pada posterior yang
dipanggil igament coronaria yang pada kedua-dua ujung ligamentum ini akan menjadi
ligamentum triangulare kanan dan kiri. 1
Gambar 2. Hati posteroinferior. Sumber :
http://cumc.coursecards.com/images/uploads/backup/liver%20posterior.PNG

Pada permukaan visceral pula terdapat satu fossa di mana terletaknya organ aksesori yang
berhubungan dengan hati yaitu Vesika Fellea. Selain dari fossa ini dan juga porta hepatis, hati
ini diselaputi dengan peritoneum pada permukaan ini. Porta hepatis ini merupakan tempat
measuknya pembuluh darah dan limfe yaitu arteri Hepatis, vena Hepatis dan duktus
hepatikus. Porta hepatis ini berjalan transverse pada permukaan ini dan ia menghubungkan
fissure sagittal kiri dan kanan hati. Pada fissure sagittal kanan, terletaknya fossa untuk Vesika
Fellea dan juga berjalannya vena cava inferior, manakala pada fissure sagittal kiri pula,
terletaknya ligamentum teres hepatis dan juga ligamentum venosum. Ligamentum teres
hepatis ini merupakan sisa dari vena umbilikalis pada waktu fetus di mana ia membekalkan
darah beroksigen dari plasenta ke fetus. Bagi ligamentum venosum pula, ia merupakan sisa
dari duktus fetus yang membawa darah dari vena umbilikalis tadi ke vena cava inferior.1

Omentum minus menutupi portal tria yang keluar dari hati kearah lambung pada sisi
kurvatura minor lambung. Omentum minus yang memanjang dari porta hepatis ke duodenum
pula dipanggil ligamentum hepatoduodenal dan ligamentum hepatogastric adalah
perpanjangan antara tempat letaknya ligamentum venosum dan memanjang ke kurvatura
minor lambung. 1

Secara external, hati dibagi kepada dua lobus dan dua lobus aksesori hasil dari fissure-fissura
tadi. Pada garis di mana berjalannya ligamentum falsiforme dan fissure sagittal kiri itu
merupakan garis di mana ia memisahkan lobus hati kiri dan lobus hati kanan. Garis di mana
terletaknya porta hepatis yang berjalan tranverse itu memisahkan lobus quadratus dan
caudatus. 1

Vaskularisasi hati.

Hati mendapat vaskularisasi daripada sumber vena yang lebih besar dari arteri yaitu vena
porta hepatis dan juga arteri hepatis. Saluran porta ini mengandungi darah yang 40 % lebih
beroksigen dari darah yang kembali ke jantung, makanya ia berfungsi untuk membekalkan
oksigen kepada sel-sel parenkim yaitu hepatosit di hati. Vena porta hepatis utamanya
membawa darah dari tractus digestivus yang mengandungi hasil-hasil absorpsi dari saluran
pencernaan kecuali lemak dan lipid. Ini karena lipid tidak melalui saluran ini melainkan ia
masuk ke sirkulasi tubuh melalui saluran limfe. 1

Vena porta hepatis ini adalah dari pertemuan vena mesenterikus superior dan vena lienalis
dan juga vena mesenterikus inferior. Sesetengah manusia, sebanyak 60%, vena porta hepatis
mereka berasal dari vena mesenterikus superior dan vena lienalis sahaja di mana vena
mesenterikus inferior itu akan bercabang pada vena lienalis. Vena-vena ini bertemu dan
membentuk vena porta hepatis yang bergerak ascendens anterior dari vena cava inferior dan
merupakan bagian di dalam ligamentum hepatoduodenale. 1

Arteri hepatis pula merupakan cabang daripada truncus celiaca yang bercabang menjadi arteri
communis hepatis dan bercabang lagi menjadi arteri propria hepatis yang di mana pada atau
hamper ia masuk ke hati, bercabang menjadi dua cabang yang ia memperdarahi kedua-dua
lobus hati. 1

Duktus biliary dan Vesika Fellea

Duktus biliary ini akan membawa empedu dari hati ke duodenum. Empedu akan dihasilkan
secara berterusan dan disimpan dan dipekatkan di dalam vesika fella. Kemudian ia akan
dilepaskan (disekresi) ke dalam duodenum apabila adanya lemak di dalam tractus digestivus
supaya ia bisa emulsifikasi lemak dan membantu dalam pencernaan lemak untuk diabsorpsi
semula ke tubuh. 1

Dalam jaringan hepar yang normal, terdapat lobules yang di mana pada tengahnya ada vena
sentralis yang berjalan ke perifer melalui sinusoids dan hepatosit yang radiasi ke vena
sentralis tersebut. Hepatosit ini menghasilkan empedu dan empedu tersebut dibawa ke perifer
melalui kanalikuli empedi dan berkumpul di duktus hepatis yang akan keluar dari hati dari
kedua-dua lobus hati dan bertemu menjadi duktus hepatis communis, yang bertemu dengan
duktus cystikus dari vesika fellea untuk bergerak ke duodenum. 1

Duktus biliaris ini akan berjalan descendens posterior dan superior duodenum di mana ia
bertemu dengan duktus pankratikus menjadi ampulla hepatopankratikus yang akan masuk
kedalam lumen duodenum melalui dinding usus halus. Pada duktus biliaris ini terdapat
sfingter buat duktus tersebut dipanggil duktus choledochus. Fungsinya adalah untuk
mengatur jumlah empedu yang disekresikan ke dalam duodenum. Apabila duktus
choledochus ini berkontraksi, ia akan menyebabkan empedu yang dihasilkan oleh hati
bergerak kebalikan dan masuk ke dalam vesika fellea buat penyimpanan dan pemekatan.1
Vesika fellea ini terbagi kepada tiga bagian, bagian fundus yaitu bagian di mana ia berbentuk
cembung dan bagian tubuh dan juga bagian leher di mana ia sudah menjadi sempit dan keluar
menjadi duktus cystikus. Tetapi terdapat bengkokan berbentuk huruf “S” dahulu sebelum ia
bercabang menjadi duktus cystikus tersebut.1

Batu Kandung Empedu

Istilah Kolelitiasis dimaksudkan dengan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu atau di dalam saluran duktus koledokus, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol terbentuk di dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis). Kalau batu empedu ini berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik,
disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder. 3-4

Etiologi

Antara risiko tinggi orang yang akan mudah mendapat penyakit batu empedu termasuklah
wanita yang gemuk, pada umur sekitar 40-an dan subur (4F; female, fat, forty, fertile). Selain
itu juga, antara yang bisa membawa kepada terbentuknya batu empedu adalah orang yang
konsumsi obat kontrasepsi oral, yang hamil, dan pada pasien yang mempunyai penyakit
Diabetes, Sirosis Hati, Pankreatitis, kanker kandung empedu, dan penyakit atau dari reseksi
ileum. 5-6

Tambahan pula, pada orang yang obesistas, yang multiparitas, yang bertambah usia, pada
orang yang ingesti makanan segera yang rendah kalori, pada rendah lemak atau orang
berpuasa.3-4

Faktor predisposisi pula terbagi kepada tiga yaitu gangguan metabolism yang menyebabkan
pada perubahan komposisi batu empedu, stasis empedu, infeksi saluran empedu.4,6

Pada perubahan komposisi empedu, terjadinya penjenuhan empedu dengan kolesterol.


Meningkatnya kolesterol pada empedu sehingga terjadi endapan yang membentuk batu
empedu. Kalau pada stasis empedu pula, di dalam kandung empedu terjadinya supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia empedu dan terjadinya endapan. Ini disebabkan
gangguan kontraksi kandung empedu di mana terdapat spasme sfingter oddi. Infeksi pula
selalunya akan menghasilkan mucus oleh bakteri yang meningkatkan viskositas empedu yang
berasal dari unsur bakteri yang menjadi pusat presipitasi. Namun selalunya infeksi
merupakan akibat dari terjadinya batu empedu.6

Batu empedu bisa terbagi kepada tiga tipe yaitu batu empedu kolesterol, batu empedu pigmen
dan batu empedu campuran. Menurut beberapa buku lain, batu empedu tipe lain adalah batu
empedu pigmen coklat dan batu empedu pigmen hitam.3-6

Batu empedu kolesterol merupakan batu empedu murni kolesterol di mana konsentrasi
kolesterul dalam empedu itu tinggi dan konsentrasi garam empedu rendah. Terjadinya
endapan karena sekitar 70% kolesterol ada pada empedu itu. Selalunya obat kontrasepsi oral
dapat meningkatkan ekskresi kolesterol bilier yang menjadi predisposisi kepada terbentuknya
batu empedu. Warnanya kuning pucat, bentuknya bulat atau oval bisa terbentuk dalam soliter
ataupun multiple. Batu empedu kolesterol tidak bisa terlihat dalam radiografi.3-6

Batu empedu yang berpigmen pula mengandungi garam kalsium, bilirubin, karbonat, fosfat,
asam lemak yang berantai panjang. Ia berupa kecil, warna bisa hitam bisa coklat, dalam
bentuk multipel.3-6

Patogenesis batu empedu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,
malnutrisi, dan factor diet. Kelebihan aktivitas enxim Beta-Glukcoronidase dan manusia
memegang kunci dalam pathogenesis batu empedu pigmen pada pasien Negara Timur.
Hidrolisis bilirubin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi akan mengendap sebagai calcium
bilirubinate. Enzim tersebut berasal dari E.coli dan kuman lainnya.4

Kolelitiasis asimptomatik

Sebagian besar yang ada penyakit batu empedu ini berupa asimptomatik. Ada yang
mengatakan sebanyak 75%. Selalunya yang asimptomatik ini ditemukan secara tidak sengaja
ketika pemeriksaan radiologic lain. Kalau yang asimtomatik tidak merupakan satu indikasi
untuk diadakan tatalaksana bedah. 3,5

Gejala Klinis

Nyeri di epigastrium atau kuadran kanan atas. Rasa ny lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakannya perlahan-lahan. Penyerbaran nyeri dapat ke
punggung bagian tengah, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah.3-5
Nyeri bisa kurang setelah memakan antacid. Pada riwayat batu koledokus, nyeri atau kolik di
epigastrium dan perut kanan atas akan disertai denan tanda sepsis, seperti demam dan
menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat icterus dan urin berwarna gelap yang
hilang timbul. 3-5

Pruritus ditemukan pada icterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan
di daerah tungkai dariapda di badan.3-5

Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan seperti syok dan gangguan
kesadaran.

Pemeriksaan fisik

Batu kandung empedu- ditemukan dengan kelainan biasanya berhubungan dengan kolesistitis
akut, peritonitis local atau umum, pankreatitis.

Ditemukan nyeri tekan pada daerah letak anatomi kandung empedu, murphy sign positif.3-4

Kalau pada batu saluran empedu, tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang.
Kadang teraba hati agak membesar dan sclera ikterik. Apabila sumbatan salurang empedu
bertambah jelas, baru terjadi gejala icterus klinis, namun kalau kadar bilirubin bawah 3.0
mg/dl, tidak jelas.3

Apabila timbul gelaja kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan
gejala klinis yang sesuan dengan beratnya kolangitis tersebut.3

Pemeriksaan Laboratorium

Akan ditemukan leuksitosis pada peradangan, dan juga kenaikan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu empedu. Kadar fosfatase alkali dan amylase serum
biasanya naik pada waktu serangan akut.3

Pemeriksaan Penunjang

USG mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu
kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik. Bisa melihat
penebalan dinding karena fibrosis, atau udem karena peradangan. Batu pada duktus
koledokus yang distal kadang sulit untuk lihat karena terhalang dengan udara di dalam usus.
Kolesistitis Akut

Bisa juga yang mendapat penyakit batu empedu ini bisa terkena kolesistitis yaitu merupakan
satu peradangan pada kandung empedu dengan reaksi inflamasi akut dinding kandung
empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. 3-5

Jarang terjadi kolesistitis tanpa adanya batu empedu. 80% merupakan obstruktif pada duktus
sistikus kerana terjadinya stasis empedu di kandung empedu dan menyebabkan inflamasi akut
kimiawi. Apabila kandung empedu itu sudah terjadi inflamasi dan sudah mulai memburuk,
mudah untuknya terkena infeksi misalnya E.Coli dan bakteri gram negative lain.5

Secara patologis akan terjadinya kongesti dan penebalan dinding kandung empedu oleh
karena edema, terjadinya ulkus mukosa dan eksudasi. Bisa terisi dengan cairan pus dan
kelihatan ada kenaikan kadar neutrophil.3-5

Kalau pada kasus berat, bisa terjadinya nekrosis dinding kandung empedu ditandai dengan
warna hijau kehitaman yang merupakan gangrenous. Juga bisa terjadi perforasi pada kandung
empedu dan menyebabkan absess dan juga peritonitis.3-5

Gejala Klinis

Terasa nyeri (kolik) di bagian kuadran atas kanan. Bisa ditemukan juga pembesaran kandung
empedu yang teraba lunak/lembut ditandai dengan murphy sign positif. Bisa juga ditemukan
jaundice/icterus dalam 20% daripada kasus di mana derajat bilirubinnya adalah kurang dari
4.0 mg/dl..3-5

Pada pemeriksaan laboratorium bisa ditemukan leukositosis dan kemungkinan peningkatan


pada serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai
dengan demam dan menggigil serta leukositosis berat. Juga bisa ditandai dengan
bertambahnya keringat, pasien mundar-mandir atau berguling ke kanan dank e kiri, terasa
nausea dan muntah.3-4

Diagnosis

Foto polos abdomen dan kolesistografi tidak dapat memperlihatkan gambaran. Ultrasonografi
(USG) sebaiknya dilakukan secara rutin untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan
dinding kandung empedu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan 90-95%. 3-4
Pengobatan

Istirahat total, pemberian nutrisi perenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri.
Pemberian antibiotic pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis,
kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin, metronidazole cukup memadai
untuk mematikan kuman-kuman umum seperti E.coli, Streptococcus feacalis dan Klebsiella. 4-
5

Kolesistitis Kronik

Terjadi selalu dengan adanya batu empedu. Secara patologis, kandung empedu itu kontraksi,
terjadi penebalan dinding dan fibrosis dinding. Ditandai dengan adanya limfosit, makrofag
yang berkolesterol (kolesterolosis) yang berwarna kuning.4-5

Gejala Klinis

Sangat tidak jelas gejalanya(vague). Gejalanya hampir sama dengan kolesistitis akut Cuma
dengan adanya dyspepsia, intoleransi terhadap lemak dan flatulen.4-6

Diagnosis

Pemeriksaan kolesistografi oral, USG dan kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis


dan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP)
sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktud
koledokus.4

Pengobatan

Dianjurkan kolisistektomi.3-4

Batu empedu yang bergerak (Movement Gallstones)

Pada duktus koledokus bisa terbentuknya batu empetu hasil dari pergerak batu empedu dari
kandung empedu. Ia menyebabkan nyeri kolik yag intermittent, dan juga bisa menyebabkan
jaundice (icterus). Ditandai dengan suhu tinggi (demam) karena kolangitis. Tanda-tanda itu
sesuai juga dengan Chorat’s Triad yaitu adanya kolik, menggigil, nyeri di daerah hati dan
icterus.3,5

Kalau terjadinya obsturksi sepenuhnya akan menyebabkan jaundice yang lebih berat. Bisa
juga terjadi impaksi batu empedu pada ampula vater yang menyebabkan obstruksi pada
duktus pankreatikus. Akhirnya terjadi juga pankreatitis akut.3,5

Kesimpulan

Kemungkinan terjadinya sumbatan di kandung empedu dan salurang empedu pada wanita
tersebut yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang.

Daftar Pustaka

1.Moore, K.L., Dalley., A.F. & Agur., A.M.R. Clinically oriented anatomy. 6th ed. United
States of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2010

2.Jenkins, G.W., Kemnitz, C.P. & Tortora, G.J. Anatomy and physiology. 2nd ed. John Wiley
& Sons; 2010

3.R.Samsuhidajat & Wim De Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: 2005; hl 570-9

4.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Halaman 718-25

5. Chandrasoma. P. & Taylor. C.R. Concise pathology. Appleton & Lange: 1995; pg 655-8

6. Price. S.A. & Wilson.L.M. Patofisiologi Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2006; hl 502-7

Anda mungkin juga menyukai