Anda di halaman 1dari 56

BAB 1

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang


banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia.
WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang
dan Persendian.1
Semakin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah
pemakai jalan, kendaraan, pemakai jasa angkutan dan bertambahnya
jaringan jalan serta kecepatan kendaraan maka mayoritas penyebab
terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Selain itu, trauma lain
yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian,
kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.1
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau
penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma,
kekuatan, dan arahnya. Rekonstruksi terjadinya kecelakaan penting untuk
menduga fraktur yang terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan
fraktur juga dapat merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot,
fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ-organ
penting lainnya.1
Fraktur femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, puntiran
(twisting), atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi
fleksi pada kecelakaan lalu lintas. Femur merupakan tulang besar dalam
tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat kuat. Dengan
demikian, trauma langsung yang keras diperlukan untuk menimbulkan
fraktur femur. Perdarahan interna masif pada fraktur femur dapat
menimbulkan syok.1
Fraktur harus ditinjau secara keseluruhan dan diatasi secara
simultan agar mendapat hasil yang optimal.1

1
BAB 2
ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


No. RM : 989602
Nama : Ny. N
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tri Darma Utama II RT 03/012 Jakarta
Pendidikan : Tamat Akademi
Pekerjaan : Pegawai salon
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal datang ke IGD : 02 Mei 2010

2.2 ANAMNESA
Autoanamnesa pada 02 Mei 2010, pukul 23.00 WIB
Keluhan Utama:
Nyeri pada tungkai kiri sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
Keluhan Tambahan:
Bengkak pada tungkai kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh nyeri pada tungkai kiri sejak 1 jam sebelum
masuk ke IGD RS Fatmawati, setelah pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas. Pasien terlempar dari motor dengan posisi miring ke kanan setelah
motor ditabrak dari belakang, kemudian paha kiri terlindas metro mini dari
arah kiri.
Pasien merasa tungkai kirinya membengkak dan sulit digerakkan
karena nyeri. Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien juga merasa lemas
setelah kecelakaan.

2
Pasien tidak mengalami luka terbuka, tidak terdapat perdarahan
termasuk perdarahan dari hidung dan telinga, tidak mual maupun muntah,
tidak pingsan. Pasien tidak merasa sesak, tidak terdapat nyeri di dada
maupun perut.
Riwayat Pengobatan:
 Tidak ada riwayat pengobatan yang berhubungan dengan keluhan
yang dialami pasien saat ini.
Riwayat penyakit dahulu:
 Hipertensi disangkal.
 Diabetes melitus disangkal.
 Alergi disangkal.
 Asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga:
 Hipertensi disangkal.
 Diabetes melitus disangkal.
 Alergi disangkal.
 Asma disangkal.
Riwayat kebiasaan:
 Pasien tidak merokok.
 Pasien tidak mengkonsumsi alkohol.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 02 Mei 2010.

1. Primary Survey
A. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 02 Mei 2010 pukul 21.30 WIB.
 Airway: tidak terdapat sumbatan jalan napas (clear).
 Breathing: pernapasan spontan, pola nafas thorakoabdominal,
frekuensi 28 kali/menit reguler.

3
 Circulation: akral pucat dan dingin, CRT >2 detik, frekuensi nadi
120 kali/menit reguler isi lemah, tekanan darah 90 mmHg per
palpasi.
 Disability: kesadaran compos mentis (GCS: E4V5M6 = 15).
Kesan: pasien dalam keadaan syok (syok hipovolemik).
Tindakan: dilakukan pemberian oksigen nasal kanul 4 liter/menit,
resusitasi cairan Ringer Laktat dengan 2 jalur infus sebanyak 4-5
liter secepat mungkin. Contoh darah diambil untuk transfusi. Kateter
urin dipasang.
B. Monitoring.
C. Pemeriksaan pada tanggal 02 Mei 2010 pukul 21.45 WIB.
 Airway: tidak terdapat sumbatan jalan napas (clear).
 Breathing: pernapasan spontan, pola nafas thorakoabdominal,
frekuensi 24 kali/menit reguler.
 Circulation: akral pucat dan dingin (+) berkurang, CRT <2 detik,
frekuensi nadi 112 kali/menit reguler isi cukup, tekanan darah
110/70 mmHg. Produksi urin (+).
 Disability: kesadaran compos mentis (GCS: E4V5M6 = 15).
Kesan: Syok tertangani.

2. Secondary Survey
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 22.30 WIB.
 Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang.
 Kesadaran
Compos mentis (GCS: E4V5M6 = 15).
 Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 100 kali/menit reguler isi cukup
Suhu : 36,1°C
Frekuensi pernapasan : 24 kali/menit

4
 Kepala
Deformitas (-), luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom
(-).
 Mata
Luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom (-),
konjungtiva pucat +/+, pupil isokor dengan diameter 3 mm, reflex
cahaya langsung dan tak langsung ++/++.
 Hidung
Deformitas (-), luka terbuka (-), rinorrhae (-), edema (-), hematom
(-).
 Telinga
Deformitas (-), luka terbuka (-), otorrhae (-), edema (-), hematom
(-).
 Mulut
Luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom (-), bibir pucat
(+), sianosis (-).
 Leher
Luka terbuka (-), perdarahan (-), edema (-), hematom (-), trakea di
tengah, KGB tidak teraba.
 Thorax
Paru :
Inspeksi : jejas (-), simetris dalam statis dan dinamis, pola
nafas thorakoabdominal, retraksi intercostal (-).
Palpasi : vocal fremitus kanan kiri sama kuat, emfisema
subkutis (-).
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, ronchi
-/-, wheezing -/-.
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : batas atas : ICS III parasternal sinistra

5
batas kanan : ICS V midsternalis
batas kiri : ICS V midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-).
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal.
 Ekstremitas
Lihat status lokalis

STATUS LOKALIS
1. Pada regio femur sinistra:
 Look: deformitas (+), edema (+), hematom (+) di proksimal,
luka terbuka (-).
 Feel: nyeri tekan (+) terutama di proksimal, pulsasi arteri
poplitea teraba, pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis
pedis tidak teraba, CRT>2 detik, sensorik baik.
 Move: ROM sendi panggul dan lutut terbatas karena nyeri.
2. Pada regio genu sinistra:
 Look: deformitas (-), edema (+), hematom (+), luka terbuka
(-).
 Feel: nyeri tekan (+), pulsasi arteri poplitea teraba, pulsasi
arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis tidak teraba,
CRT>2 detik, sensorik baik.
 Move: ROM sendi lutut terbatas karena nyeri.
3. Pada regio cruris dan pedis sinistra:
 Look: deformitas (-), pucat (+) terutama pada pedis, edema
(+), hematom (+), luka terbuka (-).
 Feel: nyeri tekan (+), akral dingin (+), pulsasi arteri tibialis
posterior dan dorsalis pedis tidak teraba, CRT >2 detik,
sensorik baik.

6
 Move : ROM ankle terbatas karena nyeri.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.4.1 Pemeriksaan tekanan intra kompartemen cruris sinistra

Tekanan intra kompartemen cruris sinistra masing-masing = 5 mmHg.

2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal 02-05-2010 pukul 22:09:09 WIB.
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
- Hemoglobin 11,1 11,7-15,5 g/dl
- Hematokrit 31 33-45 %
- Leukosit 27,4 5-10 ribu/Ul
- Trombosit 299 150-400 ribu/Ul
- Eritrosit 3,96 3,80-5,20 juta/Ul
- VER 79,3 80,0-100,0 fl
- HER 28,0 26,0-34,0 pg
- KHER 35,4 32,0-36,0 g/dl
- RDW 11,9 11,5-14,5 %
- Netrofil 79 50-70 %
- Limfosit 16 20-40 %
- Monosit 5 2-8 %
- Golongan darah A/Rh(+)
KIMIA KLINIK
a. Fungsi hati
- SGOT 24 0-34 u/l
- SGPT 16 0-40 u/l
b. Fungsi ginjal
- Ureum darah 30 20-40 mg/dl
- Creatinin darah 0,6 0,6-1,5 mg/dl

7
c. Diabetes
- Gula darah 242 70-140 mg/dl
sewaktu
d. Elektrolit
- Natrium darah 134 135-147 mmol/l
- Kalium darah 3,81 3,10-5.10 mmol/l
- Clorida darah 107 95-108 mmol/l
HEMOSTASIS
APTT 39,9 29,0-40,2 detik
Kontrol APTT 37,4
PT 15,4 10,4-12,6 detik
Kontrol PT 12,5
INR 1,31

2.4.3 Pemeriksaan Radiologi


Rontgen thoraks PA tanggal 02-05-2010.

Interpretasi:
- Kualitas foto baik.
- Kedua sinus dan diafragma baik.
- Paru: kedua hilus tak menebal, corakan bronkovaskular dan
parenkim paru baik. Tulang-tulang costae baik.

8
- Jantung: CTR < 50%, apeks normal, pinggang jantung normal.
- Tulang dan soft tissue baik.
Kesan: cor dan pulmo dalam batas normal.

Rontgen femur sinistra AP lateral tanggal 02-05-2010.

Proyeksi AP
Interpretasi:
- Kualitas foto baik karena dapat dibedakan antara soft tissue dan
hard tissue.
- Syarat foto dipenuhi, yaitu melibatkan 2 sendi dan 2 proyeksi.
- Diskontinuitas pada proksimal shaft, displaced lateral (valgus),
overriding (+).

9
Proyeksi Lateral
Interpretasi:
- Diskontinuitas pada proksimal shaft, konfigurasi butterfly
segment, displaced anterior, overriding (+).

Kesan: fraktur pada proksimal shaft femur sinistra.

Rontgen cruris sinistra AP lateral tanggal 02-05-2010.

Kesan: tidak ditemukan adanya fraktur.

10
2.5 RESUME
Pasien, perempuan, 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada
tungkai kiri sejak 1 jam SMRS setelah terlindas metro mini dari arah kiri.
Tungkai kiri bengkak, sulit digerakkan karena nyeri. Lemas (+).
Pemeriksaan fisik:
Tampak sakit sedang, compos mentis.
Tanda vital:
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 100 kali/menit reguler isi cukup
Suhu : 36,1°C
Frekuensi pernapasan : 24 kali/menit
Status Generalis: dalam batas normal
Status lokalis:
1. Pada regio femur sinistra:
 Look: deformitas (+), edema (+), hematom (+) di proksimal,
luka terbuka (-).
 Feel: nyeri tekan (+) terutama di proksimal, pulsasi arteri
poplitea teraba, pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis
pedis tidak teraba, CRT>2 detik, sensorik baik.
 Move: ROM sendi panggul dan lutut terbatas karena nyeri.
2. Pada regio genu sinistra:
 Look: deformitas (-), edema (+), hematom (+), luka terbuka
(-).
 Feel: nyeri tekan (+), pulsasi arteri poplitea teraba, pulsasi
arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis tidak teraba,
CRT>2 detik, sensorik baik.
 Move: ROM sendi lutut terbatas karena nyeri.
3. Pada regio cruris dan pedis sinistra:
 Look: deformitas (-), pucat (+) terutama pada pedis, edema
(+), hematom (+), luka terbuka (-).

11
 Feel: nyeri tekan (+), akral dingin (+), pulsasi arteri tibialis
posterior dan dorsalis pedis tidak teraba, CRT >2 detik,
sensorik baik.
 Move : ROM ankle terbatas karena nyeri.

Pemeriksaan Penunjang:

- Pemeriksaan tekanan intra kompartemen cruris sinistra masing-masing


= 5 mmHg.
- Rontgen regio femur sinistra: fraktur pada proksimal shaft femur
sinistra.

2.6 DIAGNOSA KERJA


 Closed fracture proximal shaft femur sinistra
 Riwayat syok hipovolemik
 Suspek hemathrosis genu sinistra
 Suspek sindrom kompartemen cruris sinistra ec cedera vaskuler

2.7 PENATALAKSANAAN
 Non-medikamentosa
o Oksigen 2 liter/menit
o IVFD Ringer Lactat 20 tetes/menit
o Imobilisasi sementara dengan bidai pada tungkai kiri
o Aspirasi hemathrosis genu sinistra  keluar darah 35 cc
o Observasi keadaan umum dan tanda vital
 Medikamentosa
o Antibiotik: Ceftriaxon 2 x 1 g (iv)
o Analgetik: Ketorolac 3 x 30 mg (iv)
 Operatif:
o Open Reduction Internal Fixation (Plate and Screw)
o Fasciotomi

12
Laporan Operasi ORIF (Plate and Screw) Tanggal 3 Mei 2010
 Pasien posisi supine dengan spinal anestesi.
 A dan antisepsis, drapping.
 Approach lateral.
 Identifikasi fraktur  tampak fraktur di proksimal shaft femur
dengan butterfly segment.
 Dilakukan pemasangan lag screw pada butterfly segment ke
segmen proksimal.
 Dilakukan ORIF dengan broad plate 10 hole.
 Kontrol perdarahan.
 Tutup lapis demi lapis.
 Operasi selesai.

Rontgen femur sinistra post ORIF AP lateral tanggal 03-05-2010.

Kesan: terpasang plate and screw pada proksimal shaft femur sinistra.

2.8 PROGNOSA
Ad vitam : Dubia ad Bonam
Ad functionam : Dubia ad Malam
Ad sanationam : Bonam

13
2.9 FOLLOW UP
03-05-2010 04-05-2010 05-05-2010 07-05-2010
S Nyeri kaki kiri (+). Nyeri kaki kiri (+). Nyeri kaki kiri (+) Nyeri kaki kiri (+),
berkurang. berkurang.
O TD: 120/70 mmHg TD: 110/70 mmHg TD: 110/70 mmHg TD: 110/80 mmHg
FN: 100 x/mnt FN: 108 x/mnt FN: 104 x/mnt FN: 100 x/mnt
S: 36C S: 36,3C S: 36,1C S: 36C
FP: 24 x/mnt FP: 24 x/mnt FP: 24 x/mnt FP: 24 x/mnt
Mata: CA +/+, SI -/- Mata: CA +/+, SI -/- Mata: CA +/+, SI -/- Mata: CA -/-, SI -/-
Leher: KGB ttm Leher: KGB ttm Leher: KGB ttm Leher: KGB ttm
Thorax: retraksi (-) Thorax: retraksi (-) Thorax: retraksi (-) Thorax: retraksi (-)
Pulmo: Ves +/+, Pulmo: Ves +/+, Pulmo: Ves +/+, Pulmo: Ves +/+,
Rh -/-, Wh -/- Rh -/-, Wh -/- Rh -/-, Wh -/- Rh -/-, Wh -/-
Cor: BJ 1,II reg, m Cor: BJ 1,II reg, m Cor: BJ 1,II reg, m Cor: BJ 1,II reg, m
(-), g (-) (-), g (-) (-), g (-) (-), g (-)
Abdomen: datar, Abdomen: datar, Abdomen: datar, Abdomen: datar,
supel, NT (-), BU supel, NT (-), BU supel, NT (-), BU supel, NT (-), BU
(+) N (+) N (+) N (+) N
Ekstremitas: akral Ekstremitas: akral Ekstremitas: akral Ekstremitas: akral
hangat ++/+-, hangat ++/+-, hangat ++/+-, hangat ++/+-,
edema --/-+, CRT edema --/-+, CRT edema --/-+, CRT edema --/-+, CRT
<2 detik <2 detik <2 detik <2 detik
A - Post ORIF P-S - Post ORIF P-S - Post ORIF P-S - Post ORIF P-S
ec fraktur ec fraktur ec fraktur ec fraktur
tertutup tertutup tertutup tertutup
proksimal proksimal proksimal proksimal
batang femur batang femur batang femur batang femur
sinistra sinistra sinistra sinistra
- Post fasciotomi - Post fasciotomi - Post fasciotomi - Post fasciotomi
ec sindrom ec sindrom ec sindrom ec sindrom
kompartemen kompartemen kompartemen kompartemen
cruris sinistra cruris sinistra cruris sinistra cruris sinistra
- Anemia ec - Anemia - Anemia
perdarahan
P - Oksigen 2 lpm - Oksigen 2 lpm - Oksigen 2 lpm - IVFD RL 20 tpm
- IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm - Ketorolac 3 x 30
- Ketorolac 3 x 30 - Ketorolac 3 x 30 - Ketorolac 3 x 30 mg (iv)
mg (iv) mg (iv) mg (iv)

14
- Ceftriaxon 2 x 1 - Ceftriaxon 2 x 1 - Ceftriaxon 2 x 1 - Ceftriaxon 2 x 1
g (iv) g (iv) g (iv) g (iv)
- Transfusi

10-05-2010 14-05-2010 17-05-2010


S Nyeri kaki kiri (+), Nyeri kaki kiri (+) Nyeri kaki kiri (+)
berkurang. berkurang. berkurang.
O TD: 110/70 mmHg TD: 110/70 mmHg TD: 110/70 mmHg
FN: 100 x/mnt FN: 104 x/mnt FN: 104 x/mnt
S: 36,1C S: 36,3C S: 36,1C
FP: 24 x/mnt FP: 24 x/mnt FP: 24 x/mnt
Mata: CA +/+, SI -/- Mata: CA +/+, SI -/- Mata: CA +/+, SI -/-
Leher: KGB ttm Leher: KGB ttm Leher: KGB ttm
Thorax: retraksi (-) Thorax: retraksi (-) Thorax: retraksi (-)
Pulmo: Ves +/+, Rh -/-, Pulmo: Ves +/+, Rh -/-, Pulmo: Ves +/+, Rh -/-,
Wh -/- Wh -/- Wh -/-
Cor: BJ 1,II reg, m (-), g (-) Cor: BJ 1,II reg, m (-), g (-) Cor: BJ 1,II reg, m (-), g (-)
Abdomen: datar, supel, Abdomen: datar, supel, Abdomen: datar, supel,
NT (-), BU (+) N NT (-), BU (+) N NT (-), BU (+) N
Ekstremitas: akral hangat Ekstremitas: akral hangat Ekstremitas: akral hangat
++/+-, edema --/-+, CRT ++/+-, edema --/-+, CRT ++/+-, edema --/-+, CRT
<2 detik <2 detik <2 detik

A - Post ORIF P-S ec - Post ORIF P-S ec - Post ORIF P-S ec


fraktur tertutup fraktur tertutup fraktur tertutup
proksimal batang femur proksimal batang femur proksimal batang femur
sinistra sinistra sinistra
- Post fasciotomi ec - Post fasciotomi ec - Post fasciotomi ec
sindrom kompartemen sindrom kompartemen sindrom kompartemen
cruris sinistra cruris sinistra cruris sinistra
- Anemia - Anemia - Post bypass
a.poplitea+trombectomi
- Anemia

15
P - Oksigen 2 lpm - Oksigen 2 lpm - Oksigen 2 lpm
- IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm
- Ketorolac 3 x 30 mg (iv) - Ketorolac 3 x 30 mg (iv) - Ketorolac 3 x 30 mg (iv)
- Ceftriaxon 2 x 1 g (iv) - Ceftriaxon 2 x 1 g (iv) - Ceftriaxon 2 x 1 g (iv)

Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN 03-05-2010 04-05-2010 05-05-2010 NILAI RUJUKAN
Hemoglobin 4,7 8,0 8,1 11,7-15,5 g/dl
Hematokrit 12 23 24 33-45 %
Leukosit 11,0 8,3 7,1 5-10 ribu/Ul
Trombosit 282 65 75 150-400 ribu/Ul
Eritrosit 1,53 2,87 3,00 3,80-5,20 juta/Ul
VER 80,4 78,4 79,7 80,0-100,0 fl
HER 30,7 27,9 27,0 26,0-34,0 pg
KHER 38,2 35,6 33,9 32,0-36,0 g/dl
RDW 14,2 12,1 14,2 11,5-14,5 %
Netrofil 79 91 91 50-70 %
Limfosit 19 6 7 20-40 %
Monosit 2 3 2 2-8 %
APTT - 71,9 31,6 29,0-40,2 detik
Kontrol - 36,3 36,3
PT - 14,2 10,0 10,4-12,6 detik
Kontrol - 12,7 12,7
INR - 1,20 0,85

16
PEMERIKSAAN 07-05-2010 14-05-2010 15-05-2010 17-05-2010
Hemoglobin 12,0 9,3 6,8 9,3
Hematokrit 36 27 20 27
Leukosit 9,3 14,5 18,6 13,5
Trombosit 87 469 338 248
Eritrosit 4,37 3,30 2,45 3,32
VER 80,1 80,9 79,6 81,3
HER 27,5 28,2 27,8 28,0
KHER 34,3 34,8 34,9 34,4
RDW 14,4 13,7 13,0 12,7
Netrofil 88 87 87 88
Limfosit 9 10 10 10
Monosit 3 3 3 2
APTT 38,9 59,2 - 59,8
Kontrol 34,4 37,5 - 36,1
PT 10,6 11,7 - 11,1
Kontrol 12,3 12,4 - 11,7
INR 0,90 0,99 - 0,94

17
BAB 3
ANALISIS KASUS

Dari ilustrasi kasus diatas, merumuskan dari data anamnesis, hasil


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan serta
disesuaikan dengan teori yang ada, maka mengarah pada suatu diagnosis
yaitu closed fracture proximal shaft femur sinistra, syok hipovolemik dan
suspek sindrom kompartemen cruris sinistra ec cedera vaskuler.
 Closed fracture proximal shaft femur sinistra
Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan nyeri, bengkak, dan
kesulitan bergerak pada tungkai kiri setelah paha kiri terlindas metro mini.
Adanya riwayat cedera diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan
anggota tubuh yang mengalami cedera ini mengarah ke keadaan fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Penyebab fraktur
tersering adalah trauma (kecelakaan lalu lintas). Manifestasi klinis fraktur
antara lain: hilangnya fungsi, tanda-tanda inflamasi yang berupa nyeri akut
dan berat, pembengkakan lokal, merah/perubahan warna, panas pada
daerah tulang yang patah dan deformitas.
Pada pemeriksaan fisik, di regio femur sinistra didapatkan: Look:
deformitas (+), edema (+), hematom (+) di proksimal, luka terbuka (-);
Feel: nyeri tekan (+) terutama di proksimal, pulsasi arteri poplitea teraba,
pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis tidak teraba, CRT>2
detik, sensorik baik.; Move: ROM sendi panggul dan lutut terbatas karena
nyeri.
Tanda dan gejala di atas sesuai dengan keadaan fraktur. Untuk
menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan rontgen regio femur
sinistra dengan hasil terdapat fraktur pada proksimal shaft femur sinistra.
Karena pada pasien tidak terdapat luka yang menghubungkan
fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit, maka masuk ke dalam
kategori fraktur tertutup.

18
Berdasarkan data-data di atas diagnosis closed fracture proximal
shaft femur sinistra dapat ditegakkan.
Untuk tindakan pertama dilakukan evaluasi airway, breathing dan
circulation. Tindakan awal terhadap fraktur dilakukan pembidaian.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri, mencegah
perdarahan lebih lanjut dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih
berat pada jaringan lunak.
Selanjutnya dilakukan tindakan operatif yaitu Open Reduction
Internal Fixation. Fiksasi interna dipasang untuk imobilisasi fragmen
tulang, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan tulang.
Penatalaksanaan medikamentosa diberikan Ceftriaxon 2 x 1 g (iv)
untuk mencegah infeksi dan Ketorolac 3 x 30 mg (iv) untuk mengurangi
rasa nyeri.
 Syok hipovolemik
Setelah kecelakaan, pasien merasa lemas. Pada primary survey
didapatkan Airway: tidak terdapat sumbatan jalan napas (clear); Breathing:
pernapasan spontan, pola nafas thorakoabdominal, frekuensi 28 kali/menit
reguler; Circulation: akral pucat dan dingin, CRT >2 detik, frekuensi nadi
120 kali/menit reguler isi lemah, tekanan darah 90 mmHg per palpasi;
Disability: kesadaran compos mentis (GCS: E4V5M6 = 15). Pasien
menunjukkan tanda-tanda syok. Fraktur pada femur dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan keadaan syok
hipovolemik. Pada pasien dilakukan dilakukan pemberian oksigen nasal
kanul 4 liter/menit, resusitasi cairan Ringer Laktat dengan 2 jalur infus
sebanyak 4-5 liter secepat mungkin. Contoh darah diambil untuk transfusi.
Kateter urin dipasang. Dilakukan monitoring.
Pada evaluasi selanjutnya didapatkan: Airway: tidak terdapat
sumbatan jalan napas (clear); Breathing: pernapasan spontan, pola nafas
thorakoabdominal, frekuensi 24 kali/menit reguler; Circulation: akral pucat
dan dingin (+) berkurang, CRT <2 detik, frekuensi nadi 112 kali/menit
reguler isi cukup, tekanan darah 110/70 mmHg. Produksi urin (+);

19
Disability: kesadaran compos mentis (GCS: E4V5M6 = 15). Kesan: Syok
tertangani.
 Hemathrosis genu sinistra
Pada regio genu sinistra didapatkan: Look: deformitas (-), edema
(+), hematom (+), luka terbuka (-); Feel: nyeri tekan (+), pulsasi arteri
poplitea teraba, pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis tidak
teraba, CRT>2 detik, sensorik baik; Move: ROM sendi lutut terbatas
karena nyeri.
Dari data di atas, pada pasien curiga ke keadaan hemathrosis genu
sinistra, dilakukan aspirasi pada genu sinistra, keluar darah 35 cc,
sehingga diagnosis hemathrosis genu sinistra dapat ditegakkan.
 Suspek sindrom kompartemen cruris sinistra ec cedera vaskuler
Pada anamnesis didapatkan tungkai kiri membengkak. Pada
pemeriksaan fisik regio cruris dan pedis sinistra: Look: deformitas (-),
pucat (+) terutama pada pedis, edema (+), hematom (+), luka terbuka (-);
Feel: nyeri tekan (+), akral dingin (+), pulsasi arteri tibialis posterior dan
dorsalis pedis tidak teraba, CRT >2 detik, sensorik baik; Move : ROM
ankle terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan tekanan intra
kompartemen cruris sinistra masing-masing = 5 mmHg.
Gejala di atas mengarah pada sindrom kompartemen, namun hasil
pemeriksaan tekanan intra kompartemen yang didapat adalah 5 mmHg,
sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut. Sindroma kompartemen adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam
ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
tertutup. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat,
parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Tujuan dari
terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis
dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, biasanya dengan
bedah dekompresi (fasciotomi).

20
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anatomi Femur


Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum,
trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih
kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os
coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan
kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari
caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang
ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.2
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur,
berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang
125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang
batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh
penyakit.2
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas
leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum. 2
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke
depan, licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian
posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar
ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista
supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan
linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.2

21
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang
di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan
anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella.
Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus
terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium
berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.2

Gambar 1. Anatomi Femur

4.2Fraktur
4.2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. 3
Fraktur dapat berupa suatu retakan, fraktur lengkap atau fragmen
tulang bergeser. Bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh disebut
fraktur tertutup, sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang
yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung
untuk mengalami kontaminasi dan infeksi disebut fraktur terbuka. 4

22
4.2.2 Epidemiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki laki daripada perempuan
dengan usia dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut, prevalensi
cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.5

4.2.3 Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau
penarikan.6
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat
yang terkena dan jaringan lunak dapat rusak. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya;
penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas.6
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur
pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.6
Kekuatan dapat berupa:6
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral.
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang
menyebabkan fraktur melintang.
3. Penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur
sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk
segitiga yang terpisah.
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang
menyebabkan fraktur obliq pendek.

23
5. Penarikan dimana tendon atau ligamen benar-benar menarik
tulang sampai terpisah.
Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah.3
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan
dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat
dapat menyebabkan fraktur dengan luka terbuka sampai ke tulang yang
disebut fraktur terbuka. Fraktur di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan fraktur disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.3
b. Tekanan yang berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan
benda lain, akibat tekanan berulang-ulang.6
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena tulang lemah
(misalnya oleh tumor) atau tulang sangat rapuh (misalnya pada penyakit
paget).6

4.2.4 Diagnosis
Pada ananmnesis dapat ditemukan riwayat cedera, diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan anggota tubuh yang mengalami cedera.
Fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera. Usia pasien dan mekanisme
cedera penting diketahui. Bila fraktur terjadi akibat cedera yang ringan
dicurigai ke arah lesi patologik.5
Manifestasi klinis fraktur adalah hilangnya fungsi, tanda-tanda
inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan lokal,
merah/perubahan warna, dan panas pada daerah tulang yang patah.
Selain itu ditandai juga dengan deformitas, dapat berupa angulasi, rotasi,
atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas

24
atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak
sendi), pseudoartrosis dan gerakan abnormal.4,5
Tanda-tanda lokal fraktur:5
- Look: pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang
abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan), luka terbuka atau
tertutup.
- Feel: terdapat nyeri tekan setempat, pemeriksaan bagian distal
dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang
memerlukan pembedahan.
- Movement: krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan,
pergerakan sendi-sendi dibagian distal cedera.
Pada pasien fraktur juga perlu dinilai adanya syok atau perdarahan;
kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera;
dan penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget).6
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan foto X-ray,
yang harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan
lateral, serta meliputi 2 sendi. Dengan pemeriksaan foto X-ray ini dapat
dilihat ada tidaknya patah tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang.
Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan
tulang.4,6
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan
pemeriksaan foto X-ray pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami
cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga
adanya fraktur, maka ditindak sebagai fraktur sampai terbukti penyebab
lain.5

25
4.2.5 Klasifikasi
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas:4
complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau
lebih, serta incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:4
 Fissure/Crack/Hairline: tulang terputus seluruhnya tetapi masih
tetap di tempat, biasa terjadi pada tulang pipih.
 Greenstick Fracture: biasa terjadi pada anak-anak dan pada os
radius, ulna, clavicula, dan costae.
 Buckle Fracture: fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam.
Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi:4
 Transversal: garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o
dari sumbu tulang).
 Oblik: garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80 o atau >100 o
dari sumbu tulang).
 Longitudinal: garis patah mengikuti sumbu tulang.
 Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.
 Comminuted: terdapat 2 atau lebih garis fraktur.
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:4
a. Undisplace: fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya.
b. Displace: fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya,
terbagi atas:
- Shifted Sideways: menggeser ke samping tapi dekat.
- Angulated: membentuk sudut tertentu.
- Rotated: memutar.
- Distracted: saling menjauh karena ada interposisi.
- Overriding: garis fraktur tumpang tindih.
- Impacted: satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.

26
Gambar 2. Tipe Fraktur Menurut Garis Frakturnya

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang


yang fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di
atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya
tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah
sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.3,7
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya fraktur.2

27
Tabel 1. Derajat Fraktur Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)

Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi


Gustillo dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan
IIIC.8
- IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan
lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan
berat.
- IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga
tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan
periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif
dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.
- IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar
kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang
derajat kerusakan jaringan lunak.
Tabel 2. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson,
1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)

28
 Klasifikasi Fraktur Femur
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam:6
a. Fraktur collum femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun
disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam:
- Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
- Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. Fraktur subtrochanter femur
Fraktur subtrochanter femur adalah fraktur dimana garis patahnya
berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi
tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi
Fielding & Magliato, yaitu:
- Tipe 1: garis fraktur satu level dengan trochanter minor.
- Tipe 2: garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor.
- Tipe 3: garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor.
c. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah pada daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
keadaan syok. Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah,
dibagi menjadi:
- Tertutup
- Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar.

29
d. Fraktur supracondyler femur
Fraktur supracondyler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi
ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-
otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh
trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan
stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
e. Fraktur intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular,
sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
f. Fraktur condyler femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
Hal yang perlu diperhatikan pada fraktur femur adalah adanya
perdarahan, terbuka atau tertutup sekitar 2 sampai 4 unit (1-2 liter).9

4.2.6 Proses Penyembuhan Fraktur


Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap
sebagai berikut:5,7
1. Stadium Pembentukan Hematom:
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang ruptur.
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum dan otot).
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam.

2. Stadium Proliferasi Sel/Inflamasi:


- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi
fraktur.

30
- Sel-sel ini menjadi prekursor osteoblast.
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
- Terjadi setelah hari ke-2.

3. Stadium Pembentukan Kallus:


- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).
- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
- Terjadi setelah 6-10 hari.

4. Stadium Konsolidasi:
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi.
- Fraktur teraba telah menyatu.
- Secara bertahap menjadi tulang matur.
- Terjadi pada minggu ke 3-10.

31
5. Stadium Remodeling:
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks
fraktur.
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih
ada tanda penebalan tulang.

Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai


faktor, meliputi: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar
fraktur, banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya
infeksi atau penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus),
derajat trauma, gap antara ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi
fraktur.7,8,9

4.2.7 Penatalaksanaan Fraktur


A. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses

32
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau
tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah, kemudian dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di
RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan secara
cepat, singkat dan lengkap, kemudian dilakukan foto radiologis.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.5,7,8

B. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung,
tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai
yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-
imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. 5,7,8
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus
disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan
rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih
lanjut.5,7,8
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi
dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai,
yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang
ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai
bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat
dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada

33
sling. Peredaran di distal cedera harus dinilai untuk menentukan
kecukupan perfusi jaringan perifer.5,7,8
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.5,7,8

C. Prinsip Penanganan Fraktur


Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi (4R):
recognition, reduction, retention/imobilisasi, serta pengembalian fungsi
dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:5,7
a. Recognition, yaitu: diagnosis dan penilaian fraktur.
b. Reduction, yaitu: restorasi fragmen fraktur sehingga didapat posisi
yang dapat diterima. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi
anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-
fragmen fraktur pada posisi anatomik. Metode untuk reduksi adalah
dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasari tetap sama. Reduksi fraktur dilakukan sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
“Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan
imobilisasi, pasien harus diminta persetujuan tindakan,
analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi
anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi anatomis.
Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ektremitas untuk penyembuhan tulang. Foto X-ray dilakukan

34
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme
otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
c. Retention/imobilisasi: setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya
adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah
dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester,
fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail,
lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
- Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi
untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan
lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin
tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika
hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak
mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir
selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing
adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran
(alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup
cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu
setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan
dan risiko infeksi.

35
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang cepat dengan
trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal
tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat
dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan
rotasi.
- Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa
kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada
minggu ke-6, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan
intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok
untuk tindakan ini.

36
Tabel 3. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan
Tulang Fraktur

c. Rehabilitasi: sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan


normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan
imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri,
latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas
hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap

37
dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap
pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel 4. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur

4.1.8 Komplikasi Fraktur


Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur adalah:2,7,8
a. Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal: dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah
(hematom, spasme arteri, kontusio, sindrom kompartemen),
kerusakan saraf, kerusakan otot, dan kerusakan organ dalam.
2. Komplikasi sistemik: syok hemoragik.
b. Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal: sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis
kulit, gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian
(artritis), dan pada tulang (infeksi/osteomielitis).

38
2. Komplikasi sistemik: emboli lemak, emboli paru, pneumonia,
tetanus, delerium tremens.
c. Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian: dapat terjadi kontraktur dan kekakuan
sendi persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang: yaitu penyembuhan tulang abnormal (mal union,
delayed union dan non union). Mal union adalah keadaan dimana
tulang menyambung dalam posisi tidak anatomis, bisa sembuh
dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau sembuh
dengan rotasi. Delayed union adalah proses penyembuhan fraktur
yang melebihi waktu yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses
terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan. Non
union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan fraktur
berhenti sama sekali dan penyembuhan fraktur tidak akan terjadi
tanpa koreksi pembedahan.
3. Komplikasi pada otot: miositis pasca trauma, ruptur tendo lanjut.
4. Komplikasi saraf: Tardy nerve palsy.

4.2 Sindrom Kompartemen


4.2.1 Pendahuluan
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di
dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut berisi otot, saraf
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
individual yang dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang
hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara
anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling

39
sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah
dan tungkai atas.10
Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan berdasarkan
etiologinya yaitu penurunan volume kompartemen dan peningkatan
tekanan struktur kompartemen serta lamanya gejala yaitu akut dan kronik.
Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur,
trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan
sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas
yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain
sepak bola dan militer.10

4.2.2 Insiden
Di Amerika, ektremitas bawah distal anterior adalah yang paling
banyak dipelajari untuk sindrom kompartemen. Dianggap sebagai yang
kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen
(2000), sindrom kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria dari pada
wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka
trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindrom
kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah
fraktur tibia. Ellis pada tahun 1958 melaporkan bahwa 2 % iskemi.
Kontraktur terjadi pada fraktur tibia. Detmer dkk melaporkan bahwa
sindrom kompartemen bilateral terjadi pada 82% pasien yang menderita
sindrom kompartemen kronis. Sindrom kompartemen akut sering terjadi
akibat trauma, terutama di daerah tungkai bawah dan tungkai atas. Pada
tahun 1981, Delee dan Stiehl menemukan bahwa 6 % pasien dengan
fraktur tibia terbuka berkembang menjadi sindrom kompartemen,
sedangkan 1,2 % fraktur tibia tertutup.10

4.2.3 Anatomi
Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi
oleh tulang, interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan
otot, syaraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus

40
yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu
kelompok. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di
anggota gerak. Terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan
posterior), dilengan bawah (yaitu kompartemen flexor superficial, fleksor
profundus, dan kompartemen ekstensor). Di anggota gerak bawah,
terdapat: tiga kompartemen ditungkai atas (kompartemen anterior, medial,
dan kompartemen posterior), empat ditungkai bawah (kompartemen
anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus). Sindrom
kompartemen yang paling sering di daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior
profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal). 10
Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus
mayor. Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus,
kompartemen lateral memiliki nervus peroneus superficial, kompartemen
posterior profunda memiliki nervus tibialis posterior dan kompartemen
posterior superficial memiliki nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen
meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh menyebabkan
timbulnya paresthesia.10

4.2.4 Etiologi
Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan
lokal yang kemudian menyebabkan sindrom kompartemen. Apapun
penyebab peningkatan tekanan lokal jaringan berpotensi menyebabkan
sindrom kompartemen.10
Penurunan volume kompartemen :
• Penutupan defek fascia
• Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
Peningkatan tekanan struktur kompartemen:
• Pendarahan atau Trauma vaskuler
• Peningkatan permeabilitas kapiler
• Penggunaan otot yang berlebihan
• Luka bakar

41
• Operasi
• Gigitan ular
• Obstruksi vena
• Sindrom nefrotik
• Infus yang infiltrasi
• Hipertrofi otot
Peningkatan tekanan eksternal
• Balutan yang terlalu ketat
• Berbaring di atas lengan
• Gips
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering
adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya
terjadi di anggota gerak bawah.10

4.2.5 Patogenesis
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan
lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang
disebabkan hipoksia.10
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan
tekanan terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah
meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler,
menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan
(pressure) dalam kompartemen makin meningkat. Penekanan saraf perifer
disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen menpelihatkan bahwa
bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia
jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan
nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen
tersebut.10

42
Ada 3 teori tentang penyebab iskemia, yaitu:10
1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
2. “Theori of critical closing pressure”. Akibat diameter yang kecil
dan tekanan mural arteriol yang tinggi, tekanan transmural
secara signifikan berbeda ( tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini
dibutuhkan untuk memelihara patensi. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun perbedaan tidak ada,
yaitu critical closing pressure dicapai, arteriol akan menutup.
3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan
jaringan melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara
kontinyu dari kapiler, tekanan vena secara kontinyu akan
meningkat pula sampai melebihi tekanan jaringan dan drainase
vena dibentuk kembali.
Sedangkan respon otot terhadap iskemia yaitu dilepaskannya
histamine like substans mengakibatkan dilatasi kapiler dan peningkatan
permeabilitas endotel. Ini berperan penting pada transudasi plasma
dengan endapan sel darah merah ke intramuscular dan menurunkan
mikrosirkulasi. Otot bertambah berat (peningkatan lebih dari 50%).10
McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan
tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg
mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.10
Patogenesis dari sindroma kompartemen kronik telah digambarkan
oleh Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan
akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra
kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan
intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang. Sindroma
kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus
menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana
terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin
menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior
dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang terkena.10

43
4.2.6 Diagnosis
Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala
sindrom kompartemen dan pengukuran tekanan secara langsung.10
Gejala klinisnya di kenal dengan 5 P, yaitu:10
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-
otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri
merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada
anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia
lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada
kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi
saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi.
Pasien dengan sindroma kompartemen kronik mempunyai gejala
yang khas. Gejala utama berupa nyeri yang ditimbulkan akibat berolah
raga. Biasanya hal ini muncul setelah sekitar 20 menit berlari sebelum
dirasakan semakin nyeri hingga dimana orang tersebut tidak dapat
melanjutkan aktivitasnya. Nyeri dirasakan seperti kram dimana akibat dari
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga darah dan oksigen tidak dapat
mencapai otot-otot tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan
permanent pada jaringan. Biasanya, nyeri bersifat sementara atau tidak
menetap dan akan sembuh dengan beristirahat dalam waktu 15-30 menit
dari penghentian latihan. Parestesia dari saraf pada kompartemen bilateral
pada sekitar 82 % pasien. Dapat juga terjadi kelemahan dan atrofi otot.
Regangan pasif pada otot yang terkena setelah latihan dapat
meningkatkan nyeri. Dan yang paling pasti bahwa dapat terjadi
peningkatan tekanan kompartemen.10

44
Pengukuran Tekanan
Pengukuran tekanan secara langsung merupakan cara yang
objektif untuk menegakkan diagnosa sindroma kompartemen. Pengukuran
intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar,
pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit
berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma
kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer.10
Normalnya tekanan kompartemen adalah nol. Perfusi yang tidak
adekuat dan iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30
mmHg dari tekanan diastolic. Tidak ada perfusi yang efektif ketika
tekanannya sama dengan tekanan diastolic.10
Prosedur pengukuran tekanan kompartemen antara lain:10
a. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi
Teknik adalah criteria dignostik standard seharusnya menjadi
prioritas utama jika diagnosis masih belum pasti. Tonometer tekanan
stryker banyak digunakan untuk mengukur tekanan jaringan yang tidak
membutuhkan alat khusus. Alat yang dibutuhkan spuit 20 cc, three way
tap, tabung intra vena, normal saline sterile, manometer air raksa untuk
mengukur tekanan darah. Pertama, atur spuit dengan plunger pada
posisi 15 cc. Tandai saline sampai mengisi setengah tabung, tutup
three way tap tahan normal saline dalam tabung. Kedua, anestesi local
pada kulit, tapi tidak sampai menginfiltrasi otot. Masukkan jarum 18 ke
dalam otot yang diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air
raksa dan buka three way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan
akan meningkat secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat
tekanan kompartemen tinggi, tekanan air raksa akan naik.
b. Teknik Wick kateter
Teknik menggunakannya adalah:
- Pertama, masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot.
- Kedua, tarik jarum dan masukkan kateter wick melalui sarung
plastik.

45
- Dan ketiga, balut wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik
kembali, isi system dengan normal saline yang mengandung
heparine dan ukur tekanan kompartemen dengan transducer
recorder. Periksa ulang patensi kateter dengan tangan menekan
pada otot. Hilangkan semua tekanan external pada otot yang
diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan
mencapai 30 mmHg, indikasi fasciotomi.
Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot
adalah 8,5+6 mmHg. Selama tekanan pada salah satu kompartemen
kurang dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler diastolic), tidak perlu
khawatir tentang sindroma kompartemen. Tekanan lebih dari 10 mmHg
dalam kompartemen baru dapat menimbulkan sindroma kompartemen,
dan berarti memerlukan terapi yang segera.10

4.2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal,
biasanya dengan bedah dekompresi. Tindakan nonoperatif tertentu
mungkin bisa berhasil, seperti menghilangkan selubung eksternal. Jika hal
tersebut tidak berhasil maka tindakan operasi dekompresi perlu
dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk operasi dekompresi sulit untuk
ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen memiliki
individualitas yang berpengaruh pada cara untuk menindakinya.10
Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi kompartemen
sindrom sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun
fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal,
seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan
fasciotomi.10

46
Penanganan sindroma kompartemen meliputi:
1. Terapi medikal/non operatif
Pemilihan secara medical terapi digunakan apabila masih menduga
suatu sindroma kompartemen, yaitu:10
- Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan
ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena
dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat
iskemia.
- Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di
buka dan pembalut kontriksi dilepas.
- Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat
menghambat perkembangan sindroma kompartemen.
- Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk
darah.
- Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan
manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi
seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis
melalui kemampuan dari radikal bebas.10
2. Terapi pembedahan/operatif
Terapi operatif untuk sindroma kompartemen apabila tekanan
intrakompartemen lebih dari 30 mmHg memerlukan tindakan yang cepat
dan segera dilakukan fasciotomi. Tujuannya untuk menurunkan tekanan
dengan memperbaiki perfusi otot. Apabila tekanannya kurang dari 30
mmHg, tungkai dapat diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada
jam-jam berikutnya, kalau keadaan tungkai itu membaik, evaluasi klinik
yang berulang-ulang dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak
ada perbaikan, atau kalau tekanan kompartemen meningkat, fasiotomi
harus segera dilakukan. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi
adalah 6 jam. Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal
dan insisi ganda. Tidak ada keuntungan yang utama dari kedua teknik ini.
Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih

47
aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi
yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada
tungkai bawah, fasiotomi dapat berarti membuka ke empat kompartemen,
kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan
terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau
jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan), atau dilakukan
pencangkokan kulit.10
Terapi untuk sindrom kompartemen akut maupun kronik biasanya
adalah operasi. Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan
tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka
(ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua, biasanya
5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan
debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan),
atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini.10
Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi antara lain:10
1. Adanya tanda-tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.
2. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien
koma, pasien dengan masalah psikiatrik, dan dibawah pengaruh
narkotik) dengan tekanan jaringan lebih dari 30 mmHg pada
pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.
Bila ada indikasi, operasi dekompresi harus segera dilakukan
karena penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan
intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi.10
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen.
Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi
intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen,
pengukuran tekanan dan konsultasi yang diperlukan harus segera
dilakukan secepatnya.10
Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk
semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket
untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan
operator juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan

48
didekompresi. Setiap yang berpotensi membatasi ruang, termasuk kulit,
dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot harus
lunak pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemant otot harus
seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat otot yang
telah nekrosis.10

Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut


Fasciotomi tungkai atas
Teknik Tarlow:
Insisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke
epikondilus lateral. Disesksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos
daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang
fascia iliotibial. Perlahan-lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum
intermuskular terlihat, perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1-5 cm dibuat
pada septum intermuskular lateral, perpanjang ke proksimal dan distal.
Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan
kompartemen medial diukur. Jika meningkat, dibuat insisi setengah medial
untuk membebaskan kompartemen adductor.
Fasciotomi tungkai bawah
Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen tungkai bawah:
fibulektomy, fasciotomi insisi tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi
ganda. Fibulektomi adalah prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika
ada, termasuk indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal
dapat digunakan untuk jaringan lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda
lebih aman dan efektif.10
Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) :
Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai
dari distal caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit
dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal
superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada kompartemen anterior dan
lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan
fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen

49
superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong
soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang.
Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan
insisi secara longitudinal.10
Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior,
setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan
untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi tranversal dibuat pada
septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal superficial
pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah
proksimal dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan
fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal pada
garis tubulus fibula.10
Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis
posterior tibia. Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk
mengidentifikasi fascia. Vena dan nervus saphenus ditarik ke anterior.
Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi septum antara
kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia
gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor
digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior
profunda. Setelah kompartemen posterior dibuka, identifikasi
kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada
kompartemen ini, segera dibuka.10
Fasciotomi pada lengan bawah
Pendekatan volar (Henry)
Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial
dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke
fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan
kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi
dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial
ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan
dan diperpanjang kea rah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke

50
palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik
1 atau 2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan. 10
Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis,
keduanya kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis
dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor
digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus quadratus, dan
pronatus teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan
kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan dekompresi fascia
disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresi yang adekuat
telah dilakukan.10
Pendekatan Volar Ulnar
Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan
pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial
bagian atas tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah melewati
garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat
thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai
ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari
batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada
dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang
harus dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda
kemudian diinsisi.10
Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan
bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi
dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran
tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi
kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen
dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi
lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis
tengah pergelangan.Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan
ekstensor digitorum komunis diidentifikasi kemudian dilakukan
fasciotomi.10

51
Fasciotomi untuk sindrom kompartemen kronik
Fasciotomi insisi tunggal : Teknik Fronek
Dibuat sebuah insisi 5 cm pada pertengahan fibula dan kaput tibia
atau melalui defek fascia jika terdapat hernia muskuler pada daerah
keluarnya nervus peroneal. Nervus peroneal segera dicari dan lewatkan
fasciotom ke kompartemen anterior pada garis otot tibialis anterior. Pada
kompartemen lateral, fasciotome diarahkan ke posterior nervus peroneal
superficial pada garis fibular. Tutup kulit dengan cara biasa dan pasang
pembalut steril.10
Fasciotomi insisi ganda: Teknik Rorebeck
Dibuat 2 insisi pada tungkai bawah 1 cm dibelakang garis
posteromedial tibia. Kemudian dicari vena saphenus pada insisi proksimal
dan tarik ke anterior bersama dengan saraf. Masuk dan dibuka
kompartemen superficial. Fascia profunda kemudian diinsisi.
Kompartemen profunda diekspos, termasuk otot digitorum longus dan
tibialis posterior dangan merobek sambungan soleus. Kumparan
neurovaskuler dan tendo tibialis posterior kemudian diinsisi ke proksimal
dan distal fascia pada terdon tersebut. Tibialis posterior adalah kunci
dekompresi kompartemen posterior dan biasanya berkontraksi ke
proksimal antara fleksor hallucis longus, lebarkan batas antaranya untuk
memeriksa kontraksinya. Tutup luka diatas drain untuk meminimalkan
pembentukan hematom.10
Perawatan pasca operasi:
Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari, kalau terdapat nekrosis
otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan itu sehat, luka dapat
dijahit (tanpa tegangan), atau dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan
sembuh dengan intensi sekunder.10

4.3.8 Diagnosis Banding


Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit
dibedakan dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan

52
kerusakan saraf primer, dengan beberapa ciri yang sama yang ditemukan
pada masing-masingnya.10
Pada sindroma kompartemen kronik di dapatkan nyeri yang hilang
timbul, dimana nyeri muncul pada saat berolah raga dan berkurang pada
saat beristirahat. Sindroma kompartemen kronik dibedakan dengan
claudikasio intermitten yang merupakan nyeri otot atau kelemahan otot
pada tungkai bawah karena latihan dan berkurang dengan istirahat,
biasanya nyeri berhenti 2-5 menit setelah beraktivitas. Hal ini disebabkan
oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian proksimal, tidak ada
peningkatan kompartemen dalam hal ini. Sedangkan sindroma
kompartemen kornik adanya kontraksi otot berulang-ulang yang dapat
meningkatkan tekanan intramuskuler sehingga menyebabkan iskemia
kemudian menurunkan aliran darah dan otot menjadi kram.10

4.3.9 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat trauma permanen yang mengenai otot dan
syaraf yang dapat mengurangi fungsinya. Apabila sindrom kompartemen
lebih dari 8 jam dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan otot dalam
kompartemen. Syaraf dapat beregenerasi sedangkan otot tidak sehingga
jika terjadi infark tidak dapat pulih kembali dan digantikan dengan jaringan
fibrosa yang tidak elastis yaitu kontraktur iskemik Volkmann, yaitu
kelanjutan dari sindrom kompartemen akut yang tidak mendapat terapi
selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Kira-kira 1-10% dari
semua kasus sindrom kompartemen berkembang menjadi kontraktur
volkmann.10
Kontraktur Volkmann
Iskemia berat yang berlangsung selama 6-8 jam dapat
menyebabkan kematian otot dan nervus, yang kemudian menyebabkan
terjadinya kontraktur Volkmann.10
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tangan, jari, dan
pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah.
Disebabkan oleh iskemia yang biasanya disebabkan oleh peningkatan

53
tekanan (sindrom kompartemen). Trauma vaskuler menyebabkan infark
otot dan kematian serat otot, kemudian otot digantikan oleh jaringan ikat.
Sedangkan komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma
kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis dan acute respiratory
distress syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ
secara multi sistem.10

4.3.10 Prognosis
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang
jelek, toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan
irreversible terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat
menyebabkan trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun
fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien
mengalami deficit motorik dan sensorik yang persisten.10

54
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
 Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, tekanan yang berulang, dan
fraktur patologis.
 Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis (riwayat trauma),
pemeriksaan fisik (look, feel, move) dan penunjang (rontgen).
 Prinsip penanganan fraktur: recognition, reduction,
retention/imobilisasi dan rehabilitasi.
 Pada fraktur harus dinilai komplikasi yang mungkin terjadi dan
cedera pada tempat lain.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. Fraktur. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-


Orthopedi/Fracture.html. Update terakhir: 3 Agustus 2008.
2. Anatomi Femur. Diunduh dari http://doctorology.net. Update
terakhir: 6 Juni 2009
3. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi,
EGC. Jakarta: 1998. pp.1138-96
4. Mangunsudirejo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan
komplikasi, buku 1. Edisi 1. Semarang: 1989
5. Fraktur. Diunduh dari
http://www.klinikindonesia.com/bedah/fraktur.php. Update terakhir:
7 Januari 2009
6. Fraktur Femur. Diunduh dari:
http://medisdankomputer.co.cc/?p=380. Update terakhir: 15 Maret
2009
7. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif
Watampone. Makassar: 2007. pp. 352-489
8. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care.
Diunduh dari http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-
Principles-of-Fracture-Care.htm. Update terakhir: 19 Juli 2007
9. Fraktur Terbuka. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-
Orthopedi/Fraktur-Terbuka.html. Update terakhir: 8 Januari 2009
10. Irga. Sindrom Kompartemen. Diunduh dari
http://www.irwanashari.com/2008/01/sindrom-kompartemen.html.
Update terakhir: Januari 2008

56

Anda mungkin juga menyukai