Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah salah satu


diagnosa yang paling sering ditemukan pada anak-anak yang ditandai dengan
kurang konsentrasi (inattention), hiperaktivitas dan impulsitas. Dasar biologis
ADHD masih belum diketahui hingga saat ini, tetapi terdapat fakta menunjukkan
bahwa gangguan kognitif pada ADHD disebabkan oleh abnormalitas struktural
dan fungsional. Dalam beberapa tahun belakangan ini fokus penelitian kognitif
pada gangguan ini adalah defisit dalam fungsi eksekutif (lobus frontalis). 1
Perkembangan dinamika teori ADHD salah satunya adalah defisit transfer
dopamin (DTD) berdasarkan asumsi teori bahwa ADHD berhubungan dengan
disfungsi dopamine pada otak otak tengah/midbrain dopamine system (DA).
Hipotesis DTD menunjukkan bahwa disfungsi dalam transmisi DA dalam sirkuit
fronto-limbic otak bertanggung jawab pada ADHD. Jalur model ganda dan teori
integrative ADHD mengungkapkan bahwa sensitivitas abnormalitas ADHD
terjadi melalui defisiensi aktivasi jalur prefrontal. Jalur ganda ini menunjukkan
bahwa sedikitnya 2 sirkuit neural yang terlibat dalam ADHD, disebut sirkuit
ventrolateral dan sirkuit dorsolateral cortico-striatal yang berperan dalam proses
eksekutif, dan mesolimbic (medial-prefrontal and orbitofrontal) sirkuit ventral
striatal yang berperan proses motivasi. Kedua aktivitas ini dikendalikan oleh
aktivitas DA. 1
Faktor yang mempunyai pengaruh negatif pada perkembangan selama
kehidupan perinatal dan awal masa kanak-kanak berhubungan dengan
peningkatan resiko ADHD. Faktor ini termasuk merokok, konsumsi alkohol, dan
heroin selama kehamilan, BBLR, dan hipoksia fetus, jejas otak, paparan terhadap
toksin seperti defisiensi zinc. Faktor tersebut menyebabkan kepekaan gen lebih
kuat dopamine transporter (DAT) 2

1
Stimulan yang paling berperan pada reseptor dopamine adalah D1 dalam
korteks prefrontal cortex dan reseptor D2 dalam striatum. Prevalensi ADHD di
seluruh dunia adalah 5% pada usia sekolah pada anak-anak. ADHD sering
bersifat komorbid dengan neuropsikiatrik lainnya dan gangguan
neurodevelopmental, termasuk gangguan pelaksanaan, anxietas, dan gangguan
depresi, perkembangan koordinasi, gangguan tidur, kesulitan belajar dan
gangguan penyalahgunaan. Pada tingkat molekular terdapat perubahan
neurotransmitter dopaminergik, adrenergik, serotoninergik dan jalur kolinergik.3,4
Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai neurobiology ADHD, perlu
dilakukan pembahasan mendalam mengenai hal ini.

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Attention Defisit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala
intinya meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai
perkembangan serta perhatian yang terganggu. Anak dan remaja yang menderita
gangguan tersebut akan sukar menyesuaikan aktivitas mereka dengan norma yang
ada sehingga mereka sering dianggap sebagai anak yang tidak baik di mata orang
dewasa maupun teman sebayanya. Mereka sering gagal mencapai potensinya dan
memiliki banyak kesulitan komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan
belajar spesifik dan gangguan perilaku serta emosional lainnya.5
Definisi terbaru dari ADHD pada edisi keempat Diagnostik dan Statistik
Manual of Mental Disorders (DSM-IV; American Psychiatric Association, 1994)
membedakan antara subtipe diagnostik ditandai dengan tingkat maladaptif dari
kedua kurangnya perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas (tipe gabungan),
maladaptif tingkat kurangnya perhatian saja (tipe terutama lalai), dan tingkat
maladaptif dari hiperaktivitas-impulsivitas sendirian (tipe hiperaktif-impulsif
dominan).5

2.2 Manifestasi Klinis ADHD


ADHD adalah gangguan neurobehavioral paling umum dari masa kanak-
kanak. ADHD merupakan salah satu kondisi yang paling umum dari kesehatan
kronis yang mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti ADHD yaitu : 5
1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)
Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini
tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka
sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat
inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan

3
demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau
tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi
proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)
Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan
yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi
mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika
dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku
hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan
melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat
dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya
dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan
perhatian.
3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)
Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang
tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh
perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk
memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau
memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku
ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya.

2.3 Epidemiologi
Prevalensi ADHD diperkirakan sebanyak 8-13%. Sebanyak 70% anak-
anak yang didiagnosa ADHD mengalami gejala ADHD hingga masa dewasa.
Prevalensi ADHD pada dewasa adalah 4,5%.6

4
2.4 Etiologi
Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkan saling
keterkaitan antara faktor genetik, lingkungan dan neurobiologis. 1,6
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin
studi menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam
populasi adalah karena faktor genetik (heritabilitas perkiraan 0,7-0,8).
Pengaruh genetik tampaknya mempengaruhi distribusi gejala ADHD di
seluruh penduduk dan bukan hanya dalam kelompok sub klinis. Bukti
penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting
dalam memunculkan tingkah laku ADHD.
Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu
jika orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar
60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka
saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD. Pada studi gen
khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika gen-
gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD. Dengan demikian
temuan-temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu
menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan.

2. Pengaruh lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal
dan anak usia dini berhubungan dengan peningkatan risiko ADHD tanpa
gangguan hiperaktif. Faktor biologis yang berpengaruh terhadap ADHD
yaitu ibu yang merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi
heroin selama kehamilan; berat lahir sangat rendah dan hipoksia janin;
cedera otak; dan terkena racun. Faktor risiko tidak bertindak dalam
isolasi, tapi berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh, risiko ADHD
terkait dengan konsumsi alkohol ibu pada kehamilan mungkin lebih kuat
pada anak-anak dengan gen transporter dopamin.

5
3. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya
bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD
dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian
juga penurunan kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis
yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI
(pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan ada
ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks
prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks
serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini
berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan
organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri
yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak
ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak
ADHD.

2.5 Diagnosis
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui gejala
di bawah ini : 5
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)
2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah,
lingkungan sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya,
depresi atau anxietas)
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial,
delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko kecelakaan lalulintas
pada remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh yang
dramatis di kehidupan keluarga.5
6
Kriteria diagnosis ADHD and HKD telah diubah dengan masing-
masing revisinya di DSM-IV-TR dan ICD10. Mungkin akan ada revisi
kriteria selanjutnya untuk menunjukkan permasalahan yang menonjol
seperti subtipe gangguan, usia onset dan aplikabilitas kriteria melewati
batas kehidupan. Kriteria DSM IV dan ICD-10 saat ini sama, dengan
perbedaan secara primer pada derajat beratnya gejala dan pervasiveness. 5

1. DSM membagi kriteria menjadi 2 yaitu: inatentif dan hiperaktif impulsif.


Enam dari 9 gejala di tiap seksi harus terdapat ‘tipe kombinasi’ dari
diagnosis ADHD. Jika gejala tidak mencukupi untuk diagnosis
kombinasi, maka tersedia diagnosis untuk predominan (ADHDI) dan
hiperaktif (ADHD-H). Gejalanya juga harus : kronis (selama 6 bulan),
maladaptif, gangguan secara fungsional pada 2 atau lebih konteks,
inkonsisten dengan tingkat perkembangan dan berbeda dengan gangguan
mental lainnya. Jadi DSM disini mengidentifikasi 3 subtipe ADHD: tipe
predominan inatentif (gejala khas inatensi namun tidak
hiperaktivitas/impulsivitas); tipe predominan hiperaktif impulsif (gejala
khas hiperaktivitas/impulsivitas) namun tidak inatensi); dan tipe
kombinasi (yang tanda gejalanya inatensi dan
hiperaktivitas/impulsivitas).5

2. ICD menggunakan nomenklatur yang berbeda. Gejala-gejala yang sama


dideskripsikan sebagai bagian dari kelompok gangguan hiperkinetik masa
kanak, dan harus ada inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas; jadi hanya
mengkualifikasikan ADHD ‘tipe kombinasi’. Kriteria diagnosis ICD
bersifat lebih terbatas : gejalanya harus ditemukan semua pada lebih dari
1 konteks. Lebih jauh lagi, ada kriteria eksklusi yang sangat terbatas :
sedangkan gangguan psikiatrik penyerta yang ada diperbolehkan
berdasarkan DSM-IV-TR, diagnosis gangguan hiperkinetik tidak dibuat
jika kriteria untuk gangguan tertentu lainnya, meliputi keadaaan anietas
7
ditemukan-kecuali jika gangguan hiperkinetik ini merupakan tambahan
dari gangguan lainnya. Maka dari itu gangguan hiperkinetik (ICD-10)
menggambarkan suatu kelompok yang membentuk subkelompok berat
dari subtipe ADHD kombinasi milik DSM-IV-TR. Gangguan hiperkinetik
lebih jauh lagi dibagi menjadi gangguan hiperkinetik dengan atau tanpa
gangguan konduksi (gangguan tingkah laku). 5

Tabel 1. Kriteria DSM-IV-TR untuk attention defisit hyperactivity


disorder (ADHD)5
A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala
inatensi berikut telah menetap seama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan
sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.

1. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan tidak
teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya.

2. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap


tugas atau aktivitas bermain.

3. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsung

4. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas sekolah,


pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku
menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)

5. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas

6. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas


yang memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas disekolah dan
pekerjaan rumah)

7. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas


atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan)

8. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuladir dari luar.

9. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari

10. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperkativitas-


8
implusivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam
bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.

Hiperaktivitas
1. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di
tempat duduk

2. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang


diharapkan anak tetap duduk

3. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang


tidak tepat (pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif
kegelisahan)

4. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu


luang secara tenang

5. Sering “siap-siap pergi” atau seakan-akan “didorong oleh sebuah


gerakan”

6. Sering berbicara berlebihan Impusivitas

7. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum


pertanyaan selesai

8. Sering sulit menunggu gilirannya

9. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong


masuk ke percakapan atau permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan


gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi
(misalnya disekolah atau pekerjaan di rumah)
D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan
E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif,
skizopfrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan
mantal lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau
gangguan kepribadian)

9
Tabel 2. Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik 2
1. Kekurangan perhatian - Setidaknya enam gejala perhatian telah
berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:

1. Sering gagal untuk memberikan perhatian dekat dengan


rincian, atau membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan
sekolah

2. pekerjaan atau kegiatan lain

3. Sering gagal mempertahankan perhatian dalam tugas-tugas


atau kegiatan bermain

4. Sering tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan


kepadanya

5. Sering gagal menindaklanjuti instruksi atau untuk


menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau tugas di tempat kerja
(bukan karena perilaku oposisi atau kegagalan untuk
memahami instruksi)

6. Apakah sering terganggu dalam mengatur tugas dan kegiatan

7. Sering menghindari atau sangat tidak menyukai tugas-tugas,


seperti pekerjaan rumah, yang memerlukan berkelanjutan
mental usaha

8. Sering kehilangan hal yang diperlukan untuk tugas-tugas


tertentu dan kegiatan, seperti sekolah, tugas, pensil, buku,
mainan atau alat

9. Apakah sering mudah terganggu oleh rangsangan eksternal

10. Apakah sering pelupa dalam rangka kegiatan sehari-hari

2. Hiperaktif - Setidaknya tiga gejala hiperaktif telah berlangsung


selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak
konsisten dengan tingkat perkembangan anak:

1. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di


tempat duduk

2. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi

10
lain di mana sisa duduk adalah diharapkan

3. Sering berjalan sekitar atau memanjat berlebihan dalam situasi


di mana tidak patut (dalam remaja atau orang dewasa, hanya
perasaan gelisah dapat hadir

4. Apakah sering terlalu berisik dalam bermain atau memiliki


kesulitan dalam melakukan tenang di waktu luang kegiatan

5. Sering menunjukkan pola gigih dari aktivitas motorik yang


berlebihan yang tidak substansial diubah oleh konteks sosial
atau tuntutan

3. Impulsif - Setidaknya salah satu gejala berikut impulsif telah


berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:

1. Sering blurts keluar jawaban sebelum pertanyaan yang telah


diselesaikan

2. Sering gagal menunggu di garis atau menunggu putaran dalam


permainan atau situasi kelompok

3. Sering menyela atau intrudes pada orang lain (misalnya,


puntung ke percakapan orang lain atau permainan)

4. Sering berbicara berlebihan tanpa respon yang tepat untuk


kendala sosial

4. Timbulnya gangguan tersebut tidak lebih dari usia 7 tahun.

5. Pervasiveness - Kriteria harus dipenuhi lebih dari situasi tunggal,


misalnya, kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif harus
hadir baik di rumah maupun di sekolah, atau di sekolah baik dan
pengaturan lain mana anak-anak yang diamati, seperti klinik. (Bukti
untuk crosssituationality biasanya akan membutuhkan informasi dari
lebih dari satu sumber, laporan orang tua tentang perilaku kelas,
misalnya, tidak akan cukup.)

6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau


penurunan fungsi sosial, akademis atau pekerjaan.

2.6 Aspek Neurobiologi ADHD


11
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa
terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang
muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontal. Demikian juga penurunan
kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan
dengan fungsi lobus prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan
teknologi tinggi) menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan.
Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian
dalam bawah korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia.7
Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan
respons, dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan
ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Anak ADHD mempunyai
korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD otak yang
berfungsi abnormal pada individu dengan ADHD yakni meliputi regio cortex
prefrontalis, cortex frontalis, cerebellum, corpus callosum dan dua daerah
ganglia basalis yakni globus pallidus dan nucleus caudatus. 8

Gambar 2.1. Sistem Saraf Pusat 9

12
Gambar 2.2 Ganglia Basalis dan Talamus9

13
Gambar 2.3 Representasi skematik sirkuit fungsional dalam patofisiologi
ADHD. Dalam gambar ini diringkaskan bahwa jaringan atensi/konsentrasi
(warna hijau), jaringan fronto-striatal (warna kuning),jaringan fungsi
eksekutif (warna black), jaringan fronto-cerebellar network (warna
merah),dan jaringan reward (warna biru). 3

Lobus Frontalis
Lobus frontal dibagi menjadi tiga kelompok regio secara umum yaitu:
motorik primer, premotorik, dan prefrontal. Kortek motor primer terutama untuk
gerakan gerakan volunter. Kerusakan pda daerah ini akan menyebabkan
kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan. Kortek premotor berhubungan
dengan kortek motor primer dan penting untuk integrasi dan program program
14
gerakan yang berurutan Korteks motorik berada di area 4. Korteks premotor
meliputi area 6 dan 8 yang dapat dibagi menjadi 4 regio yaitu: 10
1. Area lateral 6  korteks premotor
2. Area medial 6  korteks motorik supplementary
3. Area 8  frontal eye field (lapangan pandang)
4. Area 8A  supplementary eye field
Pada manusia, area premotor lateral diperluas sebagai area Broca (area 44) 11

Gambar 2.4 Lobus Hemisfer Otak 7

Korteks lobus frontalis membentuk bagian sirkuit subkortikal frontal. Ada


5 sirkuit yang berpisahan, parallel dan masing-masing sirkuit punya rute langsung
dan tidak langsung. Rute langsung mempunyai 4 komponen secara skematis.
Rute tidak langsung proyeksi dari globus pallidus ke nucleus subthalamus dan
kembali dari nucleus subthalamus ke globus pallidus. Lima sirkuit yang berpisah
membentuk essentially closed loop. Bagian lobus frontal membuat seseorang
belajar dari pengalaman dan mengorganisasikan informasi dan memilih aksi yang
tepat untuk menjalankan aksi tersebut. 8,10

15
Terdapat lima sirkuit frontal subkortikal yaitu: 7
1. Sirkuit motorik dalam korteks motorik dan korteks premotorik
2. Unit okulomotorik dalam eye field frontal
3. Sirkuit prefrontal dorsolateral yang megatur fungsi eksekutif
4. Sirkuit anterior cingulate yang mangatur motivasi
5. Sirkuit orbitofrontal yang mengatur kontrol impuls dan tingkah laku
sosial.

Atensi atau perhatian merupakan aktifitas memilih berbagai macam


rangsangan sensorik yang masuk untuk selanjutnya diberikan respon.
Karena aktifitas ini dilakukan dalam keadaan sadar, ini berarti bahwa formasio
retikularis turut berfungsi dalam aktifitas atensi. Sejak bayi sebenarnya
atensi sudah dapat dilihat, misalnya ketika bayi sedang menyusu, kemudian
pada saat yang sama ia mendengar suatu bunyi, ia akan berhenti menghisap
sejenak, matanya akan bergerak atau ia akan menoleh kearah sumber bunyi
tersebut. Bila rangsangan bunyi itu diulang- ulang, maka respon akan
menghilang, kecuali kalau intensitas bunyi tersebut ditingkatkan, keadaan ini
disebut dengan habituasi. Atensi yang diterangkan diatas adalah atensi
elementer. Bila rangsangan sudah dikenal, maka tidak lagi diperhatikan.
Semua rangsangan yang ada tetap ditangkap, namun tidak semua disalurkan ke
pusat yang lebih tinggi sehingga disadari sepenuhnya. Ini berarti rangsangan-
rangsangan yang masuk tersebut bisa dihambat. Mekanisme meneruskan dan
menghambat rangsangan ini terjadi di dalam otak yang diantaranya terjadi di
lobus frontalis dan sistim limbik.12
Lobus frontalis juga berfungsi membuat perencanaan program,
mengevaluasi pelaksanaannya, serta mengoreksinya bila ada penyimpangan. Bila
lobus frontalis mengalami gangguan, refleks orientasi maupun atensi akan
terganggu pula. Pemilahan rangsangan tidak lagi terjadi. Semua rangsangan
akan direspon, perhatian menjadi mudah teralih oleh rangsangan
lainnya, sehingga distraktibilitas jadi meninggi. Pada gangguan atensi yang
terjadi ialah rentang perhatian terlalu pendek. Perhatian anak mudah teralih
16
oleh rangsangan lain yang tidak terlalu bermakna. Ini dapat terjadi apabila ada
gangguan di daerah orbital lobus frontalis yang berhubungan dengan sistem
limbik, daerah hipokampus dalam hubungannya dengan nukleus kaudatus.
Penderita gangguan perhatian ini sebagian disertai hiperkinesia, sebagian lagi
tidak. Pada hiperkinesia anak tidak bisa diam, selalu bergerak melakukan
sesuatu berganti-ganti terus selama ia tidak tidur. Mereka hiperaktif, distraktibel,
impulsif, dan mudah terangsang. Hiperkinesia ditemukan pula pada penderita
epilepsi lobus temporalis dan retardasi mental. Hiperkinesia dapat pula disertai
gejala-gejala lain seperti gangguan daya ingat, gangguan dibidang kognitif dan
gangguan perilaku.12
Teori integrative ADHD mengungkapkan ketiga sirkuit neural
disfungsional pada ADHD berimplikasi pada sirkuit fronto-striatal dan sirkuit
fronto-cerebellar (korteks prefrontal). Informasi Emosional yang tidak relevan
atau tidak sesuai tujuan diregulasi top-down prefrontal cortex struktur
subkortikal. Sinyal yang berasal dari ventral striatum hingga prefrontal cortex
akan meningkatkan kecendrungan pendekatan stimulus positif, ketika sinyal yang
berasal dari ventral amygdala akan meningkatkan penghindaran tingkah laku.
Oleh karena itu, Anak dengan ADHD mengalami tidak adekuatnya inisiasi
struktu top-down prefrontal dan struktur prefrontal berhubungan dalam aktivasi
tingkah laku yang diharapkan. 1
Lobus frontalis adalah salah satu daerah otak yang paling sering diteliti
dalam ADHD. Diantara studi-studi pencitraan struktural yang menyelidiki lobus
frontalis, tampak ada sebuah konsensus bahwa lobus frontalis kanan adalah lebih
kecil pada individu-individu yang menderita ADHD dibandingkan dengan
kontrol. Volume dari daerah frontal anterior-superior (posterior prefrontal,
asosiasi motorik, dan mid-anterior cingulate) secara signifikan (sekitar 10%)
adalah lebih kecil pada para remaja yang menderita ADHD, terutama disisi
kanan. 1,3
Pada penelitian-penelitian neoropsikologis selanjutnya semakin
membuktikan bahwa ADHD berhubungan dengan ketidaknormalan dari
prefrontal cortex dan/atau proyeksi- proyeksinya pada struktur subcortical.
17
Pernyataan ini dihasilkan dari sifat-sifat klinis dan tingkah laku yang
berhubungan dengan fungsi otak di daerah-daerah prefrontal cortex. Lesi-lesi
pada orbito frontal mengakibatkan disinhibisi sosial maupun impulsivitas, dan
lesi pada dorso-lateral mempengaruhi kemampuan organisasional, perencanaan,
memori kerja, maupun perhatian. Bagian korteks cingulate memainkan peran
penting dalam aspek motivasi perhatian dan dalam merespon seleksi maupun
inhibisi. Sebuah sistem yang melibatkan korteks parietal dan prefrontal kanan
diaktifkan selama perhatian dipertahankan dan diarahkan lintas modalitas
sensoris. Lobus parietal inferior dan sulcus temporalis superior adalah area-area
konvergen sensoris polimodal yang menyediakan representasi dari ruang
ekstrapersonal, memainkan sebuah peran penting dalam berfokus pada dan
memilih stimulus target. Sistem aktivasi reticular batang otak dan reticular
thalamic nuclei berturut-turut mengatur sifat perhatian dan memfilter gangguan.
Defisit ingatan kerja melibatkan sebuah jaringan terdistribusi yang meliputi
anterior hippocampus, ventral anterior dan dorsolateral thalamus, anterior
congulate, parietal cortex, dan dorsolateral prefrontal cortex.13,14

Hipofungsi Dopamin dan Noradrenalin


Pada anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan noradrenalin.
Neurotransmiter catecholamine yakni dopamine dan norepinephrine berperan
besar dalam hal konsentrasi (atensi), konsentrasi yang dihubungkan dengan
fungsi kognitif misalnya motivasi, perhatian dan keberhasilan belajar seseorang.
Dalam hal norepinephrine, ditekankan peran “prefrontal noradenergic pathways”
dalam mempertahankan dan memusatkan perhatian sedangkan sistem
dopaminergik mempengaruhi fungsi kognitif seperti kelancaran bicara, proses
belajar yang berurutan (serial learning), waspada pada tugas eksekutif,
mempertahankan dan memusatkan perhatian, mengutamakan perilaku yang
berhubungan dengan aspek sosial. 2
Inervasi noradrenalin di otak berasal dari locus ceruleus (dorsolateral
pontine tegmentum) dan berakhir pada korteks. Peran noradrenalin di korteks
melakukan diskriminasi stimulasi lingkungan secara relevan dan terutama pada
18
stimulasi baru daripada stimuli yang spesifik. Noradrenalin mempunyai efek
pada fungsi kognitif individu melalui “postsinaptic alpha 2A adrenergic
receptor” pada neuron kortikal. Noradrenalin berperan penting pada fungsi
kognitif yakni pada tuntutan proses yang tinggi (temporal discrimination dan
timed choice reaction). Penekanan pada fungsi noradrenalin menyebabkan
kesukaran melakukan tugas- tugas yang berbeda-beda (timed choice reaction)
dimana tugas-tugas tampak terganggu bila dibutuhkan ketekunan khusus untuk
menyelesaikan tugas tersebut. Fungsi hemifer kanan terutama untuk
mempertahankan attensi pada stimulasi baru dan fungsi hemisphere kiri
terutama untuk memusatkan perhatian pada stimulasi selektif.9,10
Sistem dopaminergik terdiri dari dua cabang utama yaitu: cabang
mesokortiko limbik yang berasal dari area tegmentalis ventral dan diproyeksi ke
korteks prefrontal, nucleus accumbens, dan tuberculus olfactorius. Hipofungsi
pada sistem ini berhubungan dengan memendeknya “delay gradient” yang
berhubungan dengan terjadinya impulsivitas, hiperaktivitas dan gangguan
mempertahankan perhatian. Anak ADHD cenderung lebih memilih rewards yang
kecil tetapi yang dapat diperolehnya dengan segera daripada rewards yang lebih
besar tetapi ditunda waktu perolehannya (delay gradient memendek). Anak
normal lebih cenderung memaksimalkan perolehan rewards walaupun harus
menunda waktunya.1
Cabang nigrostriatal yang berasal dari substansia nigra dan
diproyeksikan terutama ke neostriatum (kompleks nucleus caudatus,
putamen). Hipofungsi pada sistem ini menyebabkan timbulnya beberapa
gejala sistem extrapyramidal (EPS) yang berhubungan dengan ADHD yakni
adanya gangguan motorik halus dan kasar (clumsiness), memanjangnya
“reaction time”, “response timing” yang buruk, gangguan pengendalian gerak
cepat pada mata, tulisan tangan yang jelek dan sebagainya. Gejala impulsivitas
dan hiperaktivitas pada anak ADHD terutama disebabkan oleh hipofungsi
dopamine.1,2
Perkembangan dinamika teori ADHD salah satunya adalah defisit transfer
dopamin (DTD) berdasarkan asumsi teori bahwa ADHD berhubungan dengan
19
disfungsi dopamine pada otak otak tengah/midbrain dopamine system (DA).
Hipotesis DTD menunjukkan bahwa disfungsi dalam transmisi DA dalam sirkuit
fronto-limbic otak bertanggung jawab pada ADHD. Jalur model ganda dan teori
integrative ADHD mengungkapkan bahwa sensitivitas abnormalitas ADHD
terjadi melalui defisiensi aktivasi jalur prefrontal. Jalur ganda ini menunjukkan
bahwa sedikitnya 2 sirkuit neural yang terlibat dalam ADHD, disebut sirkuit
ventrolateral dan sirkuit dorsolateral cortico-striatal yang berperan dalam proses
eksekutif, dan mesolimbic (medial-prefrontal and orbitofrontal) sirkuit ventral
striatal yang berperan proses motivasi. Kedua aktivitas ini dikendalikan oleh
aktivitas DA.1,3

20
BAB III
KESIMPULAN

ADHD merupkan kependekan dari attention defisit hyperactivity


disorder, (Attention = perhatian, Defisit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif,
dan Disorder = gangguan). ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai
hiperaktif. ADHD (Attention Defisit Hyperactive Disorders) merupakan suatu
peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan
gangguan perilaku yang terjadi dan kondisi yang sangat umum di antara anak-
anak. 1,2
Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara
jelas. Aspek neurobiology yang berperan besar dalam ADHD adalah
ketidaknormalan dari prefrontal cortex dan/atau proyeksi- proyeksinya pada
struktur subcortical (khusunya area lobus forntalis). Neurotransmitter yang
mempengaruhi ADHD adalah hipofungsi dopamin dan noradrenalin yang
berperan besar dalam hal konsentrasi (atensi), konsentrasi yang dihubungkan
dengan fungsi kognitif misalnya motivasi, perhatian dan keberhasilan belajar.3,4,5

21

Anda mungkin juga menyukai