Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA

Disusun Oleh :
Widya Pangestika
Nim. P1337420215088

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018
BAB I
KONSEP TEORI

1. Definisi
Sectio Caesarea (SC) adalah kelahiran janin melalui insisi
pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus
(histerektomi) (Cuningham, dkk 2013). Sedangkan menurut
Prawirohardjo (2009) Sectio Caesarea merupakan suatu
persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi di
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio
Caesarea adalah persalinan dengan cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan
perut (Sofian, 2012).
Maka dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea adalah
suatu persalinan melahirkan bayi melalui insisi di dinding depan
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh.

2. Etiologi
Menurut Nuarif & Kusuma (2015) penyebab dilakukannya
tindakan SC yang berasal dari ibu yaitu pada primigravida dengan
kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak, disproporsi
cefalopelvik, panggul sempit, solutio plasenta tingkat I-II,
kelainan lain preeklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehamilan
disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan
(kista ovarium, mioma uteri). Sedangkan penyebab pada janin
adalah gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi kedudukan
janin, prolapses tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan
persalinan vakum ekstraksi.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) manifestasi klinis
post SC meliputi :
a. Nyeri akibat adanya luka pembedahan
b. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800 ml
c. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
d. Gangguan eliminasi urin dan biasanya pasien akan
terpasang kateter urinaris
e. Mual dan muntah akibat pengaruh anestesi
f. Gangguan pola tidur
g. Kelelahan
h. Defisit perawatan diri mandi, makan dan toileting

4. Indikasi

Indikasi dilakukan tindakan SC pada ibu adalah


disproporsi cepalocelvik, plasenta previa, letak lintang, partus
lama, tumor jalan lahir, solutio plasenta, preeklamsi/eklamsi,
partus tak maju, dan infeksi intrapartum. Sedangkan pada bayi
adalah gawat janin, prolapsus funikuli, primi gravida tua,
kehamilan dengan DM, infeksi intrapartum CPD atau cephalo
pelvic disproportion (proporsi panggul dan kepala bayi yang tidak
pas, sehingga persalinan terhambat) Kepala bayi jauh lebih besar
dari ukuran normal (hidrosefalus), Ibu
menderita hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi)Gemeli (bayi
kembar) (Nugroho, 2011).

5. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari tindakan persalinan dengan SC adalah janin
mati, syok, anemia berat, kelainan kongenital berat, dan
minimnya fasilitas operasi Sectio Caesarea (Rasjidi, 2009).

6. Komplikasi
Menurut Sofian (2012) komplikasi pada tindakan
persalinan dengan SC adalah sebagai berikut :
a. Infeksi Puerperal (nifas)
1) Infeksi ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari
2) Infeksi sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,
disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung
3) Infeksi berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus
paralitik
b. Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang terputus
dan terbuka, atonia uteri, perdarahan pada placentral bed
c. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan
mendatang
d. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung
kemih

7. Patofisiologi

Hamil

posisi melintang o.k. Pergerakan bayi


persalinan

Indikasi SC

Tindakan Insisi pembedahan Perubahan biologi

pembedahan fisiologis

perubahan status Pembuluh luka post op


darah
kesehatan terputus
terputusnya

cemas kontinuitas jaringan,


perdarahan saat
operasi pembuluh darah, dan

saraf-saraf di daerah

Resiko shock insisi


hipovolemi
merangsang

pengeluaran histamin

defisit volume dan prostaglandin


cairan

nyeri akut
8. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea
a. Penatalaksanaan Post SC
Menurut Cuningham dalam Partini (2016)
penatalaksanaan post SC meliputi pemantauan ruang
pemulihan dan pemantauan di ruang rawat:
1) Di ruang pemulihan jumlah perdarahan pervaginam
harus di monitor secara cermat, fundus uteri harus
sering dipalpasi untuk memastikan bahwa kontraksi
utrerus tetap kuat. Palpasi abdomen kemungkinan besar
akan menyebabkan nyeri yang hebat sehingga pasien
dapat di toleransi dengan pemberian analgetik
2) Setelah pasien dipindahkan di ruang rawat tanda vital di
evaluasi sedikitnya setiap jam selama 4 jam
3) Terapi cairan dan makanan. Pada pasien post SC
umumnya membutuhkan 3 liter cairan untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan. Pasien harus segera di
evaluasi jika pengeluaran urin turun kurang dari 30
ml/jam
4) Fungsi kandung kemih dan usus. Kateter pada
umumnya dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi
atau 24 jam setelah pembedahan
5) Mobilisasi. Sebagian besar kasus post SC satu hari
setelah pembedahan pasien dapat turun dari tempat
tidur dengan bantuan paling sedikit 2 kali. Pada hari ke
2 pasien dapat berjalan dengan bantuan
6) Perawatan luka. Balutan diperiksa setiap hari dan
jahitan diangkat pada hari ke 4 setelah pembedahan
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu pra operasi, intra
operasi, dan pasca operasi. Masing-masing fase dimulai pada waktu tertentu
dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang
membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang
perilaku dan dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh
perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik
keperawatan. Di samping itu, kegiatan perawat perioperatif juga
memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yangb berkompeten dalam
perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapi sebagai suatu
bentuk pelayanan prima

2. Pre Operatif
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif
yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan
tindakan pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi
(khusus pasien).
Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena :
1. Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.
2. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.
Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan
dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang
dapat diberikan kepada pasien pra bedah.
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi :
1. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan).
2. Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
3. Alat-alat khusus yang diperlukan
4. Pengiriman ke ruang bedah.
5. Ruang pemulihan.
6. Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi :
a. Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
b. Perlu kebebasan saluran nafas.
c. Antisipasi pengobatan.
d. Bernafas dalam dan latihan batuk
e. Latihan kaki
f. Mobilitas
g. Membantu kenyamanan

Persiapan Fisiologi
1. Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada
operasi dengan anaesthesi umum.Pada pasien dengan anaesthesi lokal
atau spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang
sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan antara lain :
a. Aspirasi pada saat pembedahan
b. Mengotori meja operasi.
c. Mengganggu jalannya operasi.
2. Persiapan perut
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan
pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan
pagi hari menjelang operasi.
Maksud dari pemberian lavement antara lain :
a. Mencegah cidera kolon
b. Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan
dioperasi.
c. Mencegah konstipasi.
d. Mencegah infeksi.
3. Persiapan kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur
bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang
akan dioperasi. Luas daerah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20
cm2.
4. Hasil pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
5. Persetujuan operasi / informed consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa
didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua
dan keluarga terdekat.
Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk
melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga,
setelah dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan
anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin.
Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima
dengan perawat OK)
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu
dilakukan hal tersebut di bawah ini :

a. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).


b. Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
c. Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
d. Lepas perhiasan
e. Bersihkan cat kuku.
f. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
g. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan
pendengaran.
i. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko
terhadap tromboplebitis.
j. Kandung kencing harus sudah kosong.
k. Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ;
• Catatan tentang persiapan kulit.
• Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
• Pemberian premedikasi.
• Pengobatan rutin.
• Data antropometri (BB, TB)
• Informed Consent
• Pemeriksan laboratorium.

Pengkajian Keperawatan Pra Bedah


1) Data subyektif
a. Pengetahuan dan pengalaman terdahulu.
b. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
c. Status Fisiologi
2) Data objektif
a. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang
perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
b. Tingkat interaksi dengan orang lain.
c. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas
yang sibuk (cemas).
d. Tinggi dan berat badan.
e. Gejala vital.
f. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
g. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
h. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
i. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada,
kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar
untuk perbandingan pada pasca bedah).
j. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer
sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
k. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau
bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.

3) Masalah keperawatan yang lazim muncul


a. Takut
b. Cemas
c. Resiko infeksi
d. Resiko injury
e. Kurang pengetahuan

3. Intra Operatif
Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
1. Persiapan Psikologis Pasien
2. Pengaturan Posisi
Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien
adalah :
a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
a. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
b. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah
dan kakinya ditutup dengan duk.
c. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik
yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi
untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
d. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk
meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
e. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena
tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang
merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.
f. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena
hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya
kerusakan otot.
g. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
h. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di
lengan.
i. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas
bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami
dislokasi.
3. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
4. Penutupan Daerah Steril
5. Mempertahankan Surgical Asepsis
6. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
7. Monitor dari Malignant Hyperthermia
8. Penutupan luka pembedahan
9. Perawatan Drainase
10. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.

Pengkajian

1. Sebelum dilakukan operasi


a. Pengkajian psikososial
• Perasaan takut / cemas
• Keadaan emosi pasien
b. Pengkajian fisik
• Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
• Sistem integumentum ; pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di
area badan
• Sistem Kardiovaskuler ; Apakah ada gangguan pada sisitem
cardio?, validasi apakah pasien menderita penyakit jantung?,
kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi, kebiasaan
merokok, kebiasaan minum alkohol, oedema, irama dan
frekwensi jantung, pucat.
• Sistem pernafasan ; apakah pasien bernafas teratur?, batuk secara
tiba-tiba di kamar operasi
• Sistem gastrointestinal ; apakah pasien diare?
• Sistem reproduksi ; apakah pasien wanita mengalami menstruasi?
• Sistem saraf ; kesadaran
• Validasi persiapan fisik pasien ;
- Apakah pasien puasa ?
- Lavement ?
- Kapter ?
- Perhiasan ?
- Make up ?
- Scheren / cukur bulu pubis ?
- Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
- Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
2. Selama pelaksanaan operasi
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada
pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian
psikososial.

Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :


a. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga
maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan
terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut
menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
• Tanda-tanda vital
Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka
perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada
ahli bedah.
• Tranfusi
Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis
segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran
transfusi.
• Infus
Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis
harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran
infuse.
• Pengeluaran urine
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam.
Masalah keperawatan yang lazim muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama
pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
1. Cemas
2. Resiko perlukaan/injury
3. Resiko penurunan volume cairan tubuh
4. Resiko infeksi
5. Kerusakan integritas kulit

4. Pasca Operatif
1. Pengkajian awal
a. Status respirasi
• Kebersihan jalan nafas
• Kedalaman pernafasan
• Kecepatan dan sifat pernafasan
• Bunyi nafas
b. Status sirkulatori
• Nadi
• Tekanan darah
• Suhu
• Warna kulit
c. Status neurologis ; tingkat kesadaran
d. Balutan
• Keadaan drain
• Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage
e. Kenyamanan
• Terdapat nyeri
• Mual
• Muntah
f. Keselamatan
• Diperlukan penghalang samping tempat tidur
• Kabel panggil yang mudah dijangkau
• Alat pemantau dapat dipasang dan mudah dijangkau
g. Perawatan
• Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
• Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
h. Nyeri
• Waktu
• Tempat
• Frekwensi
• Kualitas
• Faktor yang memperberat dan memperingan

2. Data subjektif
Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan
setelah ditempatkan ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang.
Pertanyaan-pertanyaan yang langsung misalnya :”Bagaimana perasaan
anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan
pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa
nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari
brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi,
bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan
menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar
kemungkinan terjadi mual bila perut mengalami manipulasi yang
ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang
cukup banyak.

3. Data objektif

a. Sistem Respiratori
b. Status sirkulatori
c. Tingkat Kesadaran
d. Balutan
e. Posisi tubuh
f. Status Urinari / eksresi.

4. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping
dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya
hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut
nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.

5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan,
riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :

a. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah


lengkap.
b. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko
dehidrasi dan insufisisensi ginjal.

6. Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul


a. Diagnosa Umum
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari
anaesthesi.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
3) Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
4) Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek
anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu
lama.
b. Diagnosa Tambahan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
2) Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis,
dan kurang gerak.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami
informasi.
4) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
prosedur pembedahan.
5) Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika,
ketidaseimbangan elektrolit.
6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
7) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia, lemah, nyeri, mual.
PERAWATAN PERIOPERATIF DI KAMAR BEDAH
Perawatan intra operasi di kamar bedah menurut Prawirro (2001),
diantaranya:
1. Perawatan Pre Operasi:
a. Persiapan Pre Operasi:
1. Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di
operasi sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)
2. Kateterisasi
3. Persiapan saluran pencernaan dengan puasa mulai tengah malam
sebelum operasi esok paginya (pada spinal anestesi dianjurkan untuk
makan terlebih dahulu)
4. Informed Consent
5. Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai tindakan yang dilakukan
di meja operasi, seperti anestesi yang digunakan, tindakan yang
dilakukan dan lamanya operasi (terlampir)
b. Perawatan Pre Operasi:
1. Menerima Pasien:
a) Memeriksa kembali persiapan pasien:
1) Identitas pasien
2) Surat persetujuan operasi
3) Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
4) Mengganti baju pasien
5) Menilai KU dan TTV
b) Memberikan Pre Medikasi: Mengecek nama pasien sebelum
memberikan obat dan memberikan obat pre medikasi.
c) Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan
d) Memindahkan pasien ke meja operasi

2. Perawatan Intra Operasi


a. Melaksanakan orientasi:
1. Memberi dukungan mental
2. Menjelaskan tentang fasilitas di sekitar meja operasi
3. Mengenalkan pasien kepada ahli anestesi, dokter ahli, dokter
asisten, perawat instrument.
b. Memasang alat-alat pemantau hemodinamik(infus, kateter, alat
monitoring,EKG)
c. Membantu pelaksanaan pembiusan
d. Mengatur posisi pasien
e. Menyiapkan bahan atau alat untuk desinfeksi daerah pembedahan
f. Memasang selang section
g. Memasang drapping
h. Membantu pelaksanaan tindakan
i. Memeriksa kelengkapan instrument
j. Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan: Menyiapkan
label, menyiapkan tempat, menyiapkan formulir pemeriksaan.
k. Menutup luka dengan kasa steril dengan memberi NaCl 0,9%
kemudian diplester

3. Perawatan Post Operasi:


a. Setelah luka operasi ditutup kemudian memindahkan pasien ke ruang
pemulihan.
b. Pengaturan posisi pasien di ruang pemulihan.
c. Memeriksa pipa-pipa yang terpasang untuk memastikan apakah masih
berfungsi dengan baik atau tidak.
d. Memeriksa TTV secara berkala sampai pasien sadar sepenuhnya
setiap 15 menit atau paling tidak dalam 1 atau 2 jam.
e. Memeriksa dan mencatat masukan dan keluaran cairan.
f. Menganjurkan pasien untuk nafas dalam jika pasien tidak berkemih
dalam 12 jam setelah operasi.
g. Memeriksa balutan opeasi.
h. Mencatat setiap keadaan pasien dan seluruh obat yang diberikan pada
status pasien.
Persiapan alat dan bahan
Set SC 1 Jumlah
Scaple no. 4 1
Nald Pouder 2
Pinset Anatomis 2
Pinset Cirurgis 2
Gunting Jaringan 1
Gunting Benang 1
Klem Arteri 6
Klem Ovarium 5
Duk Klem 5
Kocher 4
Hak Doyent 1
TOTAL 30

Bahan Habis Pakai Jumlah


Hibi-scrub 50 cc
Saflon 100 cc
Betadine 100 cc
Alkohol 50 cc
Kassa Steril 6 bks
Hand Scoon 4 bh
Benang
- Chromic 1 100 cm
- Chromic 2/0 100 cm
- Polysorb 2/0 75 cm
- Side 2/0 75 cm
Hipafix 10x15 cm
Instrumen Tambahan Jumlah
Big Kass 1
Jas Operasi 3
Duk Besar 1
Duk Sedang 2
Duk Lubang Besar 1
TOTAL 8

Anda mungkin juga menyukai